Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A221044


**Pembimbing/dr. Erni Zainuddin, Sp. Rad

TETRALOGY OF FALLOT

Wulan Rizky Amelia, S. Ked*


dr. Erni Zainuddin, Sp. Rad **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session(CRS)

TETRALOGY OF FALLOT

Oleh

Wulan Rizky Amelia, S.Ked


G1A221044

Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Jambi April 2022

Pembimbing

dr. Erni Zainuddin, Sp.Rad

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan CRS (Case Report Session) ini
dengan judul “Tetralogy of Fallot”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Erni Zainuddin,
Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan arahan sehingga laporan CRS (Case
Report Session) ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup semoga kiranya
laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia
kesehatan pada umumnya.

Jambi, April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ...............................................................1


Kata Pengantar.........................................................................2
Daftar Isi...................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................4
BAB II LAPORAN KASUS...................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................9
BAB IV ANALISIS KASUS................................................18
BAB V KESIMPULAN........................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit jantung kongenital merupakan kelainan struktural atau susunan jantung dan
pembuluh darah besar intratoraks, yang berpotensi memberikan pengaruh fungsional yang
signifikan. Secara garis besar penyakit jantung kongenital dibagi atas dua kelompok, yaitu
sianotik dan asianotik. Pada penyakit jantung kongenital sianotik terjadi sianosis sentral oleh
karena aliran darah paru berkurang akibat obstruksi aliran keluar ventrikel kanan sehingga
terjadi pirau kanan ke kiri.1
Tetralogy of Fallot (ToF) merupakan penyakit jantung kongenital sianotik yang
paling banyak ditemukan, yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian penyakit jantung
congenital pada anak- anak. ToF memiliki empat kelainan khas, yaitu ventricular septal
defect (VSD), overriding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan
yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah stenosis pulmonal, yang bervariasi dari
sangat ringan hingga berupa atresia pulmonal.1
Manifestasi klinis utama berupa sianosis dengan derajat bervariasi tergantung pada
jumlah aliran darah paru yang dapat berasal dari duktus arteriosus persisten, Major
Aortopulmonary Collateral Arteries (MAPCAs), atau kombinasi keduanya. Pada waktu lahir,
bayi biasanya belum sianotik, tetapi kemudian gejala tersebut muncul setelah tumbuh.2

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Y
Umur : 3 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Wali Songo Rt 51, Kel. Kenali Besar
Agama : Islam
No. MR : 984083
Masuk RS : 29 Maret 2022

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Sesak napas dan sianosis ± 1 jam SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RS via IGD pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 00.54 WIB.
Orang tua mengatakan bahwa pasien mengalami sesak napas selama ± 1 jam SMRS
disertai kebiruan pada seluruh tubuh pasien. Kebiruan juga sering terlihat pada
pasien sebelumnya terutama disaat pasien sedang menangis. Awalnya, pasien dibawa
ke RS Rimbo Medika, Kec Alam Barajo, selanjutnya dirujuk ke RSUD Mattaher
setelah pasien stabil.

Riwayat penyakit dahulu :


2 minggu setelah lahir, pasien mengalami sianosis pada bibir, ujung jari
tangan dan kaki yang tampak saat pasien sedang menangis.
Riwayat Antenatal dan Kelahiran :
Selama hamil ibu tidak menderita penyakit, tidak merokok, dan tidak
mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan lainnya. Pasien lahir melalui sectio
caesaria dengan usia kehamilan 36 minggu. Berat badan lahir 1,6 kg (BBLR), dan
panjang badan lahir 41 cm. Kebiruan tidak terlihat saat lahir.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit jantung dalam
keluarga tidak ada.

5
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- TD : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 140 x/menit
- RR : 66 x/menit
- Sp O2 : 96%
- Suhu : 36,2 ºC
2. Status Antropometri
- BB : 4,5 kg
- PB : 52 cm
- LILA : 12 cm
- LK : 39 cm
- BB/U : -2 s/d -3 SD = BB kurang
- TB/U : <-3 SD = sangat pendek
- BB/TB : -2 s/d + 2 SD = gizi baik
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut, ubun-ubun


tidak cekung
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
(+/+), mata cekung (-/-)
Hidung : NCH (-), deviasi (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
4. Pemeriksaan Thoraks
Paru : Simetris, jaringan parut (-), spider naevy (-), vesikuler (-/-), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+)
5. Pemeriksaan Abdomen
Warna kulit normal, distensi (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-), sikatrik (-),
turgor < 2 detik, bising usus (+)
6. Pemeriksaan ekstremitas:
Tangan dan kaki terlihat pucat, akral hangat, CRT > 2 detik.

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 10,7 12 - 16 g/dL
Ht 30,5 34.5 - 54 %
Eritrosit 3,88 4.5 - 5.5 x 10^6/uL
Trombosit 333 150 - 450 x 10^3/uL
Leukosit 9,54 4.0 - 10.0 x 10^3/uL
MCV 78,6 80 - 96 fL
MCH 27,6 27 - 31 pg
MCHC 35,2 32 - 36 g/dL
MPV 4,8 7.2 - 11.1 fL
GDS 95 100 - 200 mg/dL
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil 21,3% 50 - 70 %
Limfosit 51,8% 18 - 42 %
Monosit 12% 2 - 11 %
Eosinofil 11,4% 1-3%
Basofil 3,57 % 0 -2 %

b. Rontgen Thoraks

7
Thoraks AP:
Cor : CTR >50%, apeks terangkat, tampak gambaran booth shape
Aorta elongatio dan mediastinum superior tak melebar
Trachea ditengah
Paru : corakan bronchovasculer baik, infiltrat (-)
Sinus costofrenicus dan diafragma kanan kiri baik
Tulang-tulang normal
Kesan : Kardiomegali dengan konfigurasi bentuk booth shape = TOF
Pulmo dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS
Tetralogy of Fallot
VI. PENATALAKSANAAN
 IVFD D5 ¼ NS
 Propanolol 0,1 mg/kgBB/IV
 Rencana pemeriksaan ekokardiografi
 Edukasi
 Bedah Paliatif
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Tetralogy of Fallot (ToF) adalah malformasi jantung kongenital sianotik dengan
komponen stenosis pulmonal, defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta yang menyebabkan
pangkal aorta melewati septum ventrikel/over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Penyakit kompleks tersebut pertama kali dideskripsikan oleh Fallot pada tahun 1881,
walaupun kasus-kasus tersebut sebelumnya telah dipaparkan melalui berbagai laporan kasus.3
3.2 Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling umum terjadi.
Secara umum, ToF dijumpai pada tiga dari sepuluh ribu bayi baru lahir hidup dan merupakan
lebih kurang 10% dari seluruh kejadian penyakit jantung bawaan. 3,7 Insidensi 3,26% tiap
10.000 kelahiran hidup, atau sekitar 1.300 kasus baru setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan terbanyak pada pasien berusia diatas 1
tahun yang ditangani di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Data dari
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa sebagian
pasien ToF berusia diatas 5 tahun, serta prevalensinya menurun setelah umur 10 tahun.4
3.3 Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab ToF tidak diketahui secara pasti, diduga karena
adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut antara lain adalah 1) Faktor
endogen yaitu berbagai jenis penyakit genetik (kelainan kromosom); anak yang lahir
sebelumnya menderita penyakt jantung bawaan, adanya penyakit tertentu dalam keluarga
seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan kelainan bawaan, 2) Faktor eksogen
yaitu riwayat kehamilan ibu : sebelum ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan
tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu); ibu
menderita penyakit infeksi (rubella); pajanan terhadap sinar-X.5

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan ToF. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multifaktor. Apapun
sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.5
3.4 Patofisiologi

Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah

9
stenosis pulmonal, yang bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat, bahkan dapat
berupa atresia pulmonal. Stenosis pulmonal ini bersifat progresif, semakin lama semakin
berat. Tekanan yang meningkat akibat stenosis pulmonal menyebabkan darah yang
terdeoksigenasi (yang berasal dari vena) keluar dari ventrikel kanan menuju ventrikel kiri
melalui defek septum ventrikel dan ke sirkulasi sistemik melalui aorta, menyebabkan
hipoksemia sistemik dan sianosis. Bila stenosis pulmonal semakin berat, maka semakin
banyak darah dari ventrikel kanan menuju ke aorta. Pada stenosis pulmonal yang ringan,
darah dari ventrikel kanan menuju ke paru, dan hanya pada aktivitas fisik akan terjadi pirau
dari kanan ke kiri. Semakin bertambahnya usia, maka infundibulum akan semakin
hipertrofik, sehingga pasien akan semakin sianotik. Obstruksi pada jalan keluar ventrikel
kanan ini menyebabkan kurangnya aliran darah ke paru yang menyebabkan hipoksia, maka
kompensasi untuk hipoksia adalah terjadinya polisitemia dan dibentuknya sirkulasi kolateral
(jangka panjang).6

Terdapatnya defek septum ventrikel yang besar disertai stenosis pulmonal, maka
tekanan sistolik puncak (peak systolic pressure) ventrikel kanan menjadi sama dengan
tekanan sistolik puncak ventrikel kiri. Karena tekanan ventrikel kiri berada dalam
pengawasan baroreseptor, maka tekanan sistolik ventrikel kanan tidak akan melampaui
tekanan sistemik. Hal inilah yang menerangkan mengapa pada ToF tidak atau jarang terjadi
gagal jantung, karena tidak ada beban volume sehingga ukuran jantung umumnya normal.6
3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ToF mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu baru lahir
biasanya bayi belum sianotik; bayi tampak biru setelah tumbuh. Manifestasi klinis ToF mula–
mula dapat mirip dengan defek septum ventrikel dengan pirau dari kiri ke kanan dengan
stenosis pulmonal ringan, sehingga anak masih kemerahan. Apabila derajat stenosis
bertambah, akan timbul sianosis.7

Salah satu manifestasi yang penting pada tetralogi Fallot adalah terjadinya serangan
sianotik (cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh
timbulnya sesak napas mendadak, napas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan
dapat pula disertai kejang atau sinkop. Serangan tersebut dapat berlangsung selama beberapa
menit hingga jam, sehingga hipoksemia dapat berujung pada kerusakan sel–sel otak.
Serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan kematian. Serangan sianotik bisa
timbul mendadak, walaupun menangis, pergerakan usus, dan menyusui/makan dapat
memicunya.8

10
Anak dengan ToF biasanya belajar untuk meringankan gejala yang dialaminya dengan
posisi jongkok (squatting position) setelah dapat berjalan. Setelah berjalan beberapa lama,
anak akan berjongkok untuk beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali. Hal ini terjadi
sebagai mekanisme kompensasi. Hal tersebut mungkin telah dipelajari oleh anak sejak bayi
dengan mengadopsi knee-chest posture. Posisi jongkok dapat menyebabkan peningkatan
resistensi sistemik vaskular dengan melekukkan arteri femoralis, sehingga menurunkan pirau
kanan ke kiri dan meningkatkan aliran darah ke paru. O’Donell dkk menyimpulkan dalam
penilitiannya bahwa mengubah posisi dari berdiri menjadi jongkok dapat meningkatkan
saturasi oksigen saat istirahat maupun setelah melakukan aktivitas disebabkan oleh alasan
anatomis dan berhubungan dengan pirau ventrikel kanan dan aorta. Peneliti juga mengatakan
pada anak normal, posisi jongkok dapat meningkatkan tekanan darah arteri, curah jantung,
dan volume darah sentral.8

Pada bayi bentuk dada normal, namun pada anak yang lebih besar dapat tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. Jari tabuh (clubbing fingers) dapat mulai terlihat
setelah pasien berusia 6 bulan. Anak dapat menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen
berkurang, atau memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah
lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil, menyusu yang terputus
putus. Pada anak dengan ToF, biasanya dijumpai keterlambatan pertumbuhan, tinggi dan
berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai dengan usia anak. Dalam perjalanan
penyakit ToF, hal–hal berikut dapat terjadi:

a. Polisitemia sebagai mekanisme kompensasi hipoksia/sianosis

b. Defisiensi relatif zat besi (anemia hipokromik)

c. Spell hipoksik pada bayi

d. Gangguan pertumbuhan terjadi bila sianosis berat

e. Abses otak dan kejadian serebrovaskular akibat gangguan peredaran darah otak

f. Endokarditis infektif

g. Regurgitasi aorta pada ToF berat dengan aorta yang dilatasi hebat

h. Koagulopati akibat sianosis berat yang lama.9


3.6 Diagnosis

ToF dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran anatomi jantung mulai
terlihat jelas pada ekokardiografi fetus, biasanya pada usia gestasi 12 minggu. Segera setelah

11
didiagnosis, disarankan pengamatan antenatal serial dengan interval 6 minggu untuk
mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai kembali arah arteri paru utama dan
aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada, kelainan di luar jantung.8

Pada anamnesis, tidak hanya ditanyakan riwayat adanya manifestasi klinis dari ToF,
tetapi juga riwayat kehamilan, kelahiran, keluarga, serta pertumbuhan dan perkembangan
pasien. Pada semua pasien, terutama pada neonatus, harus dibedakan apakah sianosis sentral
atau perifer. Kebanyakan neonatus normal menunjukkan sianosis perifer pada tangan dan
kaki yang kadang cukup hebat terutama bila udara luar sangat dingin, biasanya menghilang
dalam 48 jam dan jarang nampak setelah 72 jam. Sianosis sentral yang terjadi segera
pascalahir adalah manifestasi hipoventilasi. Sianosis sentral pada saat lahir pada umumnya
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan.2

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan berbagai manifestasi ToF seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Getaran bising jantung jarang teraba. Suara jantung 1 (S1) normal,
sedangkan suara jantung 2 (S2) biasanya tunggal (yakni A2). Terdengar bising ejeksi sistolik
di daerah pulmonal, yang makin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
(berlawanan dengan stenosis pulmonal murni). Bising ini adalah bising stenosis pulmonal,
bukan bising defek septum ventrikel; darah dari ventrikel kanan yang melintas ke ventrikel
kiri dan aorta tidak mengalami turbulensi oleh karena tekanan sistolik antara ventrikel kanan
dan kiri hampir sama. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya didapatkan kenaikan jumlah
eritrosit dan hematokrit yang sesuai dengan derajat desaturasi dan stenosis. Pasien ToF
dengan kadar hemoglobin dan hematokrit yang rendah atau normal mungkin menderita
defisiensi besi.2

Gambaran radiologis dada pada bayi dengan ToF umumnya menunjukkan situs
viseral normal, levokardia, ukuran jantung normal, penurunan gambaran vaskular paru, dan
mungkin arkus aorta terletak di sebelah kanan. Apeks jantung nampak kecil dan terangkat,
dan konus pulmonalis cekung. Gambaran ini mirip dengan bentuk sepatu.

12
Gambaran radiologis pasien ToF.

Gambaran EKG pasien ToF.


Keterangan: Deviasi sumbu QRS ke kanan, kompleks QRS negatif di Lead I dan
positif di AvF. Hipertrofi ventrikel kanan ditandai oleh kompleks QRS yang positif di
V1 dan S yang dalam di V6. Gelombang P yang tinggi di V2 menandakan
pembesaran atrium kanan.
Gambaran ekokardiografi yang mencolok adalah defek septum ventrikel yang besar
disertai over-riding aorta besar, sedangkan arteri pulmonalis kecil; katup pulmonal tidak
selalu dapat jelas dilihat. Infundibulum sempit. Dengan teknik Doppler dapat dilihat arus dari
ventrikel kanan ke aorta, dan dapat diperkirakan perbedaan tekanan antara ventrikel kanan
dengan arteri pulmonalis, meskipun dalam praktek gambaran Doppler yang bagus tidak
mudah diperoleh, khususnya pada stenosis infundibular yang berat. Stenosis pada cabang

13
arteri pulmonalis perifer, yang dapat sampai 28% kasus, mungkin dapat dideteksi. Gambaran
ekokardiografi yang dapat ditemukan:

a. Ekokardiografi 2 dimensi dan Doppler dapat memastikan diagnosis dan beratnya


penyakit

b. Dari pandangan parasternal long axis terlihat defek septum ventrikel perimembran
subaortik / infundibuler yang besar dengan over–riding aorta.

c. Dari pandangan parasternal short axis terlihat anatomi alur keluar ventrikel kanan,
katup pulmonal, annulus dan batang utama arteri pulmonalis, serta cabang kanan
dan kirinya

d. Dengan pemeriksaan Doppler, gradient tekanan ventrikel kanan dan arteri


pulmonalis dapat dihitung

e. Anomali arteri koroner juga dapat dideteksi dengan ekokardiografi

f. Kelainan penyerta seperti defek septum atrium dan vena cava superior kiri yang
persisten juga dapat terlihat.2

Kateterisasi jantung tidak diperlukan bila pasien akan dilakukan tindakan bedah
paliatif, misalnya pembuatan pintasan Blalock-Taussig. Akan tetapi kateterisasi biasanya
diperlukan sebelum tindakan bedah koreksi dengan maksud untuk:

a. Mengetahui terdapatnya defek septum ventrikel multipel (5%)

b. Mendeteksi kelainan arteri koroner (5%)

c. Mendeteksi stenosis pulmonal perifer (28%).2

Dengan kateterisasi, dapat dikonfirmasikan terdapatnya penurunan saturasi oksigen


setinggi aorta, peningkatan tekanan di ventrikel kanan, dengan tekanan arteri pulmonalis
normal atau rendah. Dimensi serta kontraktilitas ventrikel kiri, morfologi dan ukuran arteri
pulmonalis, terdapatnya kolateral, serta anatomi arteri koroner dapat didemonstrasikan
dengan angiokardiografi. Hal–hal tersebut sering tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan
ekokardiografi. Pada pasien ToF, kateterisasi dilakukan untuk jantung kanan dan kiri, serta
dilakukan pula diventrikulografi dan aortografi.2
3.7 Tatalaksana

Tatalaksana terhadap pasien terdiri dari perawatan medis serta tindakan bedah. Kedua
cara terapi ini seyogyanya tidak dipertentangkan, namun justru saling menunjang.
Tatalaksana medis yang baik diperlukan untuk persiapan prabedah dan perawatan

14
pascabedah.7

Tatalaksana medis:

1. Pada serangan sianotik akut:

a. Pasien diletakkan dalam knee–chest position

b. Diberikan O2 masker 5 – 8 liter / menit

c. Morfin sulfat 0,1–0,2 mg/kgBB/subkutan (sebagian ahli menyarankan


intramuscular)

d. Diberikan sodium bikarbonat 1 meq/kgBB/IV untuk koreksi asidosis

e. Diberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin < 15 gr/dL. Jumlah darah
yang diberikan adalah 5 ml/KgBB

f. Diberikan propanolol 0,1 mg/kgBB/IV secara bolus

g. Jangan memberikan Digoxin pada saat pasien menderita serangan sianotik


karena akan memperburuk keadaan.

2. Apabila tidak segera dilakukan operasi, dapat diberikan propranolol rumat


dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Bila pasien mengalami
serangan sianotik disertai dengan anemia relatif, maka diperlukan preparat
Fe. Dengan Fe ini akan terjadi retikulosistosis dan kadar hemoglobin
meningkat.

3. Hiegene mulut dan gigi perlu diperhatikan, untuk meniadakan sumber infeksi
untuk terjadi endocarditis infektif atau abses otak.
4. Terjadinya dehidrasi harus dicegah khususnya pada infeksi interkuren.

5. Orang tua perlu diedukasi atau diajarkan untuk mengenali serangan sianotik
dan penanganannya.
Tatalaksana intervensi non bedah:
1. Dilatasi alur keluar ventrikel kanan dan katup pulmonal dengan balon, kadang
dilakukan untuk megalami gejala berat.
2. Pemasangan stent pada duktus arteriosus persisten bisa juga dikerjakan bila
stenosis pulmonal berat atau atretik.2
Tatalaksana bedah terdiri dari 2 jenis, yakni operasi paliatif untuk menambah aliran
darah baru, dan bedah korektif. Bedah paliatif bertujuan meningkatkan aliran darah
pulmoner, dilakukan pada:

15
1. Neonatus ToF berat / atresia pulmonar dengan hipoksia berat
2. Bayi ToF dengan annulus pulmonary atau arteri pulmonalis hipoplastik
3. Bayi ToF dengan usia < 3-4 bulan dengan spell berulang yang gagal diterapi
4. Bayi ToF dengan berat < 2,5 kg
5. Anomali arteri koroner yang melintang di depan alur keluar ventrikel kanan.2
Jenis terapi bedah paliatif yang dikenal:
1. Anastomosis ujung ke sisi (end to side anastomosis) arteri subklavia dengan
arteri pulmonalis proksimal ipsilateral. Tindakan ini disebut prosedur Blalock-
Taussig atau BT shunt
2. Prosedur Waterston, yaitu anastomosis antara aorta asendens dengan arteri
pulmonalis kanan
3. Prosedur Glenn, yaitu anastomosis antara vena kava superior dengan arteri
pulmonalis kanan.
Bedah korektif dilakukan pada kasus yang ideal, pada usia yang cukup aman sesuai
kemampuan tiap–tiap institusi. Dilakukan penutupan VSD dan eksisi infundibulum,
pelebaran annulus pulmonar dan arteri pulmonalis dengan patch bila perlu.2
Pemilihan tindakan bedah, apakah paliatif atau korektif bergantung kepada masing–
masing klinik. Pada umumnya tindakan bedah paliatif dilakukan pada bayi kecil, atau pasien
dengan hipoplasia arteri pulmonalis. Dengan bertambahnya darah ke paru, maka oksigenasi
jaringan akan membaik, sehingga sianosis akan berkurang. Setelah arteri pulmonalis tumbuh
sehingga diameternya memadai, maka tindakan korektif dapat dilakukan. Akhir–akhir ini
terdapat kecenderungan untuk melakukan koreksi total pada pasien ToF pada bayi dibawah
usia 2 tahun bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil.10
3.8 Komplikasi
Satu atau lebih komplikasi berikut dapat terjadi pada pasien ToF yang tidak dikoreksi:
1. Bencana serebrovaskular (cerebrovascular accident) dapat terjadi pada pasien
berumur kurang dari 5 tahun, biasanya terjadi setelah serangan sianotik, pasca
kateterisasi jantung, atau dehidrasi
2. Abses otak dapat terjadi pada pasien yang berusia pada pasien yang berusia lebih
dari 5 tahun, dengan gejala sakit kepala, muntah–muntah, disertai gejala neurologis.
Di RS Soetomo (1970 – 1985), 20% dari pasien ToF meninggal karena abses otak.
3. Endokarditis infektif dapat terjadi pascabedah rongga mulut dan tenggorok, seperti
manipulasi gigi, tonsilektomi, dan lain–lain. Infeksi lokal di kulit, tonsil, dan
nasofaring juga merupakan sumber infeksi yang dapat mengakibatkan endokarditis

16
4. Anemia relatif, yang ditandai dengan hematokrit yang tinggi dibandinkan dengan
kadar hemoglobin. Pada darah tepi didapatkan hipokromia, mikrositosis, dan
anisositosis
5. Trombosis paru. Trombosis lokal pada pumbuluh darah paru kecil, ini akan
menambah sianosis
6. Perdarahan. Pada polisitemia hebat, trombosit dan fibrinogen menurun hingga dapat
terjadi ptekie, perdarahan gusi. Hemoptisis terjadi pada pasien yang lebih tua karena
lesi trombotik di paru.6
3.9 Prognosis
Progresivitas penyakit ini harus dipantau dengan ketat. Pada pasien ToF, apabila tidak
dilakukan operasi, dapat terjadi salah satu atau lebih kemungkinan berikut: 1) pasien
meninggal akibat serangan sianotik, 2) stenosis infundibular makin hebat, sehingga pasien
makin sianotik, atau 3) terjadi abses otak atau komplikasi lain.10
Secara alamiah, 50% pasien ToF yang tidak dikoreksi akan meninggal pada umur
sekitar 5 tahun, 25% pada usia sekitar 10 tahun, dan hanya 11% saja yang bisa bertahan hidup
sampai umur 25 tahun, 6% sampai umur 30 tahun, dan hanya 3% yang mencapai usia 40
tahun.10
Prognosis pasien yang lahir pada era saat ini diharapkan akan jauh lebih dengan adanya
kemajuan teknologi dan penanganan medis dan operatif pada dekade–dekade terakhir. Dari
seluruh pasien dengan malformasi kongenital pada jantung, penanganan pasien ToF tidak
berhenti pada saat setelah perbaikan penuh, tetapi berlanjut seumur hidup dengan pemantauan
atau kontrol berkala dengan kardiolog yang ahli dengan penyakit jantung bawaan.1

BAB IV
ANALISA KASUS

By. Y usia 3 bulan datang ke RS via IGD pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 00.54
WIB. Pasien datang dengan orang tuanya dengan keluhan sesak napas dan sianosis di seluruh
tubuhnya sejak ±1 jam SMRS. Orang tua mengatakan bahwa pasien pernah mengalami

17
sianosis pada bibir, ujung jari tangan dan kaki 2 minggu setelah lahir yang tampak saat pasien
sedang menangis. Pasien lahir melalui sectio caesaria dengan usia kehamilan 36 minggu,
berat badan lahir 1,6 kg, dan panjang badan lahir 41 cm. Sianosis awalnya tidak terlihat saat
lahir. Selama hamil ibu tidak menderita penyakit, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi
alkohol maupun obat-obatan lainnya. Tidak ditemukan keluhan serupa pada keluarga
disangkal dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga.

Dari anamnesis diketahui pasien mengalami sesak napas dan sianosis, ini terjadi
akibat adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan, ini menyebabkan kurangnya aliran
darah ke paru yang merupakan manifestasi klinis yang mengarah ke gejala ToF. Pada pasien
ToF biasanya pada waktu baru lahir bayi belum sianotik, tetapi bayi tampak sianotik setelah
tumbuh dan akan semakin berat sejalan dengan peningkatan aktivitas fisis anak.

Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, TD 90/60 mmHg, frekuensi nadi 140 x/menit, RR 66 x/menit, Sp O2 96%, suhu 36,2
ºC, BB 4,5 kg, PB 52 cm, LILA 12 cm, LK 39 cm. Pemeriksaan paru dalam batas normal.
Pada pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+) akibat
aliran darah yang melewati katup pulmonal stenosis. Pemeriksaan abdomen didapatkan
warna kulit normal, tidak ditemukan distensi, jaringan parut, bekas operasi, dan sikatrik.
Turgor < 2 detik, bising usus (+).

Pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan penurunan hemoglobin (anemia),


hematokrit, dan eritrosit. Sementara pada pemeriksaan hitung jenis leukosit didapatkan
leukositosis. Pemeriksaan rontgen thoraks mendukung anomali jantung TOF yakni
didapatkan kesan kardiomegali dengan konfigurasi bentuk booth shape.

Jadi dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan terhadap
pasien, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien ini adalah Tetralogy of Fallot (ToF),
dimana didapatkan tanda dan gejala yang sesuai dengan gambaran kelainan jantung bawaan
yaitu Tetralogy of Fallot (ToF). Penatalaksanaan ToF pasien mendapat IVFD D5 ¼ NS,
propanolol 01 mg/kgBB/IV untuk mengurangi spasme otot infundibuler, rencana
pemeriksaan ekokardiografi, edukasi pada orang tua saat terjadinya serangan sianotik, dan
bedah paliatif yang bertujuan untuk meningkatkan alirah darah pulmoner.

18
BAB V
KESIMPULAN

Tetralogy of Fallot adalah malformasi jantung kongenital sianotik dengan komponen


stenosis pulmonal, defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta yang menyebabkan pangkal
aorta melewati septum ventrikel/over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Manifestasi klinis ToF mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu baru lahir biasanya bayi

19
belum sianotik, bayi tampak sianotik setelah tumbuh. Manifestasi klinis ToF mula–mula
dapat mirip dengan defek septum ventrikel dengan pirau dari kiri ke kanan dengan stenosis
pulmonal ringan, sehingga anak masih kemerahan. Tatalaksana terhadap pasien terdiri dari
perawatan medis serta tindakan bedah. Prognosis pasien yang lahir pada era saat ini
diharapkan akan jauh lebih dengan adanya kemajuan teknologi dan penanganan medis dan
operatif pada dekade–dekade terakhir. Dari seluruh pasien dengan malformasi kongenital
pada jantung, penanganan pasien ToF tidak berhenti pada saat setelah perbaikan penuh, tetapi
berlanjut seumur hidup dengan pemantauan atau kontrol berkala dengan kardiolog yang ahli
dengan penyakit jantung bawaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anggarani W, Christiono S, Agusmawanti P. Oral and Dental Management in


Children with Tetralogy of Fallot : a literature review. ODONTO Dental Journal.
2021;1:1-3.
2. Amelia P. Tetralogy of Fallot. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2019.
3. Soebroto H, Akbar E, Hakim AR. Primary repair of tetralogy of fallot and major

20
aorto-pulmonary collateral arteries with suspected Noonan syndrome: A rare case.
Indonesian Journal of Medicine and Health. 2020;11:3-13.
4. Supit AI, Kaunang ED. Tetralogi Fallot dan Atresia Pulmonal. FK Universitas Sam
Ratulangi. Manado: 2019.
5. Kliegman. Nelson Pediatric. 18th Edition, Cyanotic congenital heart lesions: lesions
associated with decreased pulmonary blood flow; 2006.
6. Putri DA. Asuhan keperawatan pada anak S yang mengalami Tetralogy of Fallot
diruang Melati RSUD Abdul Wahab Siahranie Samarinda: Samarinda: STIK
Muhammadiyah; 2019.
7. Djer M, Madiyono B. Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Sari Pediatri. 2000;
2(3):155-62.
8. Behrman, Kliegman, Jenson. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 2. Jakarta:
EGC; 2003.
9. Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro S,
Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2010.p:240-25
10. Bailliard F, Anderson R. Tetralogy of Fallot. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2009
Jan 13;4(2):1-10.

21

Anda mungkin juga menyukai