SESSION/CRS
03 TINJAUAN PUSTAKA
04 ANALISA KASUS
05 KESIMPULAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
4
PENDAHULUA
N
Kolelitiasis: material / kristal tidak
Anestesi umum : suatu keadaan yg didapatkan berbentuk yg terbentuk dalam kandung
ketika agen obat-obatan anestetik mencapai
empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah
konsentrasi tertentu u/ memberikan efeknya campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
secara reversibel pada sistem saraf pusat,
kalsium dan matriks inorganik
dimana keadaan tidak
sadar (unconsciousness), amnesia, analgesik,
immobilisasi, dan melemahnya respon
autonom pada stimulasi berbahaya dapat Kolesistitis: radang kandung empedu yg
dicapai. merupakan inflamasi akut dinding kandung
empedu menyebabkan nyeri tekan, dan
kekakuan pada abdomen kuadran kanan
atas yang disertai dengan gejala mual serta
muntah.
Komponen anestesi yang ideal terdiri dari:
1) hipnotik, (2) analgesia, dan (3) relaksasi otot
Epidemiologi batu empedu di AS cukup
tinggi sekitar 10-20% orang dewasa (± 20
juta orang).
Setiap tahunnya bertambah sekitar 1–3 %
kasus baru.
2
BAB II LAPORAN
KASUS
6
● Nama : Ny. S
● Umur : 71 tahun
● Jenis kelamin : Perempuan
● No RM : 976298
● Ruang kelas :2
Riwayat Penyakit
Pasien datang ke RSUD Raden Sekarang
Pasien juga mengeluh
Mattaher dengan keluhan nyeri mual (+), muntah (-),
pada perut kanan atas yang demam (-), batuk
menjalar ke ulu hati hingga lama (-).
punggung sejak 3 bulan SMRS
Riwayat
Penyakit
● Riwayat Penyakit Dahulu ● Riwayat Penyakit Keluarga
■ Hipertensi (+), DM (+) , ■ Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat operasi dan
kemoterapi (-) ■ Riwayat penyakit hipertensi
dan DM (-), Riwayat
keganasan (-)
● RR
● Sp02
● Suhu ● Nadi ● TD
Ekstremitas inf
Akral hangat edema (-), CRT<2
detik, edema (-), paresis
(-/-)
PEMERIKSAAN STATUS
GENERALISATA
Pemeriksaan
Penunjang
Darah Rutin Elektrolit dan Faal
Ginjal
Jenis Hasil Normal
WBC 9,25 Pemeriksa
an
HGB 13,3
Na 141,3 (135-148 mmol/L)
PLT 208
K 3,14 (3,5-5,3 mmol/L)
HCT 39,5
Cl 110,2 (98-110mmol/L)
CT 5 menit
2 menit Ca 1,29 (1,00-1,15
BT mmol/L)
Ureum 29 (15-39)
Faal hati Kreatinin 0,89
Kesan : Hipokalem ia +
(0,6-1,1)
SGOT 70 u/I 15-37 Hipercalcemiaimbalance)
(electrolit
SGPT 62 u/I 14-63 Faal ginjal: dalam
batas normal Faal hati:
Pemeriksaan
Penunjang lain
Persiapan operasi
- Surat persetujuan tindakan
anestesi
- Surat persetujuan tindakan
operasi
- Puasa 6 jam sebelum operasi
Laporan Tindakan
-
anestesi
Metode : Anestesi umum - Terapi cairan
- Premedikasi : Ondansetron 4 mg Dexametason 10 ● Maintenance (M) BB = 50 kg
2 x 50 = 100 cc
mg Ketorolak 10 mg Asam tranexamat 1000 mg
- Medikasi : Analgetik : Fentanyl 100 mcg, Ketorolac 30 ●Pengganti Puasa (PP) P
mg. Induksi : Propofol 100 mg. Relaksan : = puasa x maintenance
Atracurium 40 mg. Antibiotik : Meropenem 2 gr P = 6 x100=600 cc
Metronidazol ● Stres operasi (O)
500 mg. Antifibrinolitik : Asam Tranexamat 1000 mg O = 8 cc/kgBB (Operasi
- Persiapan alat : Berat)
STATICS O = 8 x 50 = 400 cc
Scope : Stetoskop dan Laringoskop dewasa ● EBV : 65 x BB
Tube : ETT single lumen no 7.5 EBV : 65 x 50=3.250 cc
Airway : Oropharyngeal airway ● EBL : 20% x EBV
Tape : Plaster Panjang 2 buah dan pendek 2 EBL : 20% x 3.250 cc =
buah Intorducer : Stylet 650 cc
Kebutuhan cairan selama operasi (2 jam) :
Connector : Penyambung Pipa • Jam I→ ½ PP +M +SO = ½ . 600 + 100 + 400= 800 cc
Suction : Suction No 12 •Jam II→¼ PP + M + SO = ¼ . 600 + 100 + 400 = 650 cc
- Intubasi : Insersi ETT no. 7.5 •Total cairan = 1.450 cc
Monitorin
g
Keadaan Keadaan pasca
intra anestesi (di ruang
anestesi pemulihan)
Instruksi
pasca
anestesi
1. Observasi tanda - tanda vital dan
perdarahan tiap 15 menit
2. Posisi tidur tanpa bantal sampai sadar
penuh
3. Diet makan dan minum bertahap
4. Terapi lainnya sesuai dokter operator :
dr. M. Rizal, Sp.B, KBD
3
BAB III
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi anestesi
Keuntungan dan
umum
• Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai
dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi
•
akibat induksi obat.
Obat anestesi umum dapat diberikan secara
kerugian
anestesi
inhalasi dan secara intravena
umum
Keuntungan
1. Mengurangi kesadaran pasien 1. Sangat mempengaruhi fisiologi.
intraoperatif Kerugian
Hampir semua regulasi tubuh menjadi
2. Memungkinkan relaksasi otot yang tumpul dibawah anestesia umum.
tepat untuk jangka waktu yang lama
3. Memfasilitasi kontrol saluran napas, 2. Memerlukan pemantauan
pernapasan, dan sirkulasi lebih
yang holistik dan rumit.
4. Dapat digunakan dalam kasus-kasus
sensitivitas terhadap agen anestesi 3. Tidak dapat mendeteksi gangguan
lokal susunan saraf pusat,
5. Dapat diberikan tanpa menggerakkan misalnya
perubahan kesadaran.
pasien dari posisi terlentang 4. Risiko komplikasi pasca bedah lebih
6. Dapat menyesuaikan untuk prosedur besar.
operasi dengan durasi tak terduga 5. Memerlukan persiapan pasien yang
7. Dapat diberikan dengan cepat lebih lama.
dan
reversibel
Indikasi
anestesi
umum
1 Potensi gagal
Berpotensi gagal dalam
mendapatkan kerja sama
3 Anak-
anak 5 Pembedahan
dengan pasien, terutama pasien
dengan kesulitan belajar. luas
2 fobia
Pasien memiliki fobia,
4 Pembedahan
lama 6 Riwayat
terhadap
terutama klaustrofobia
berat
anestesi lokal
alergi
7 Pasien yang
memilih
Kontraindikasi
anestesi umum
Mutlak Relatif
dekompensasi kordis hipertensi berat tak
derajat III-IV,AV blok terkontrol (diastolik >110),
derajat II – total (tidak DM tak terkontrol, infeksi
ada gelombang P). akut, sepsis, GNA
Penilaian pra 1. Pemeriksaan Fisik
anestesi
Anamnesis
1. Identifikasi pasien
2. Keadaan psikis : gelisah,takut,
kesakitan,keadaan gizi :
2.Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi. 3. malnutrisi atau obesitas.
Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi 3. Tinggi dan berat badan
penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru 4. TTV
kronis (asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung,
5. Jalan nafas (airway)
hipertensi, dan penyakit ginjal.
4.Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, 6. Head to toe
dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan 7. Pemeriksaan laboratorium
interaksi dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat dan
antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosid, penunjang lain
dan lain lain. 8. Pemeriksaan khusus, dilakukan
5.Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari
bila ada indikasi: (cth: AGD,
tanggal, jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan
perawatan intensif pasca bedah. Spirometri dll)
6.Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi
tindakan anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat
penenang, narkotik
7.Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan
umum, pernafasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal,
hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan
dermatologi .
Score mallampati
● Palatum molle, uvula, dinding posterior oropharynk, tonsilla
● Mallampati I 1
palatina dan tonsilla pharyngeal
25
Note: Untuk operasi cito, ASA ditambah
huruf E (Emergency) terdiri dari
kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan
Klasifikasi status anak
Fisik
ASA I ASA II ASA III
Pasien normal sehat, Pasien dengan gangguan sistemik
kelainan bedah terlokalisir, ringan sampai dengan sedang sebagai Pasien dengan gangguan sistemik
tanpa kelainan faali, akibat kelainan bedah atau proses berat sehingga aktivitas harian
biokimiawi, dan psikiatris. patofisiologis. Angka mortalitas 16%. terbatas. Angka mortalitas 38%.
Angka mortalitas 2%.
0 0 03
1 2
Batu kolestrol Batu pigmen Batu campuran
Etiolo
gi
tiga faktor penting yang berperan dalam
patogenesis batu kolesterol yaitu:
a.Hipersaturasi kolesterol dalam kandung
empedu b. Percepatan terjadinya kristalisasi
kolesterol c.Gangguan motilitas kandung
empedu dan usus
1 Laboratorium
4
Kolesistografi
Pembent
ukan
fistula
Ileus
4
BAB IV
ANALISIS
KASUS
ANALISA
KASUS
● Pasien Ny. S usia 71 Tahun dengan rencana tindakan laparatomi explorasi + biopsi
hepar dengan diagnosis kolelitiasis + kolesistitis Akut Grade I.
● Dari anamnesis terdapat nyeri perut kanan atas sejak + 3 bulan dan memberat
sejak + 1 minggu SMRS . Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan
darah 140/90 Nadi 88x/menit; respirasi 20x/menit; suhu 36,6OC. Dari pemeriksaan
laboratorium hematologi, hasil: Hb 13,3 g/dl, Ht 39,5 % trombosit 208 ribu/u. Dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
bahwa pasien masuk dalam ASA II yaitu pasien dengan gangguan sistemik ringan
sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
● Pada pasien ini kebutuhan cairan telah dihitung dan didapatkan Jam I = ½ . 600 +
100 + 400= 800 cc. Lalu Jam II = ¼ . 600 + 100 + 400 = 650 cc. Jadi total kebutuhan
cairan selama operasi adalah 1.450 cc. Selama operasi jumlah cairan yang diberikan
adalah : Input : RL = 1000 ml Output : Perdarahan = ± 250cc Urin = ± 200 cc
Tatalaksana Farmakologi
Kasus Teori
• Tujuan pemberian ondansteron adalah untuk mengurangi rasa mual muntah pasca
Lima belas menit sebelum di bedah.
lakukan induksi anestesi, • Deksametason diberikan untuk mengurangi histamin release, sehingga dapat
pasien diberikan obat, mengurangi alergi pada pasien.
ondansentron 4 mg (IV), • Ketorolak diberikan sebagai analgesik pada derajat operasi sedang- berat yang
dexamethason 10 mg (IV), hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek pada dinamika saluran empedu.
ketorolak 10 mg (IV), asam • asam tranexamat diberikan untuk menurunkan jumlah perdarahan dan menghemat
tranexamat 1000 mg (IV). penggunaan faktor koagulasi durante operasi dan diharapkan memperbaiki profil
koagulasi pasien yang mendapatkan keterolak.
• Induksi anestesi adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
Pada pasien ini induksi
pembedahan. Tindakan induksi anestesi dapat dilakukan dengan cara intravena,
dilakukan secara intravena
inhalasi, intramuscular atau rectal.
dengan propofol 100 mg.
• Induksi dengan cara intravena lebih mudah dikerjakan karena pada pasien yang
Dosis propofol adalah 2-2,5
dilakukan tindakan pembedahan telah terpasang jalur intravena. Obat induksi
mg/kgBB.
yang dibolus disuntikkan dalam kecepatan 30-60 detik. Obat induksi yang dipakai
yang menimbulkan efek induksi yang baik adalah propofol.
Tatalaksana Farmakologi
Kasus Teori
Pasien juga diberikan fentanyl 100
µgr IV. Dosis 1-3 µgr/kgBB dapat
diberikan secara intravena (IV).
Dosis fentanyl yang seharusnya • Fentanyl merupakan obat narkotik yang paling banyak digunakan dalam praktek anestesiologi.
diberikan adalah 100 – 150 mcg. Mempunyai potensi 1000 kali lebih kuat dibanding petidin dan 50-100 kali lebih kuat dari morfin.
Dosis fentanyl pada pasien ini
sudah tepat
Pada laporan kasus ini dipaparkan kasus kolelitiasis + kolesistitis akut grade I
dilakukan tindakan laparatomi explorasi + biopsi hepar dengan anestesi umum pada
pasien perempuan, umur 70 tahun, status fisik ASA II.
Penatalaksanaan kolelitiasis dan kolesistitis yaitu cholecystectomy sampai saat
ini masih merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala,
didapatkan bahwa pasien dengan gejala nyeri perut yang berulang merupakan indikasi
segera dilakukan operasi karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius.
Prosedur Cholecystectomy terdiri dari beberapa jenis tindakan yaitu Laparoscopic
Cholecystectomy, Open Cholecystectomy, Open Cholecystectomy dengan eksplorasi
saluran empedu Choledochoenterostomy, Choledochoenterostomy yang diikuti open
Cholecystectomy.
Daftar
Pustaka
1. Crowder, MS et al. Mechanism of Anesthesia and Consciousness. Dalam Barash PG et al. Clinical Anesthesia 7th ed. USA : Lipincott Williams and Wilkins;
2014
2. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R. Eds. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta; 2009.
3. Pramono A. Buku kuliah anestesi. Jakarta: EGC; 2014. Hal. 9-32
4. Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M E. 2006. Schwartz’s manual of surgery Eight edition. MacGrawhill;
New York. P. 90-96
5. Townsend C M, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox K L. 2004. Sabiston Textbook of Surgery.The Biological Basis of Modern Surgical
Practice17th edition. Elsevier Saunders; Philadelphia. P 258-263
6. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI. Jakarta: CV Infomedia.
7. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R. Eds. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta; 2009.
8. Cahyono, Suharjo B. (2009). Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus
9. Gustawan, I. W., et al. (2011). "Choletithiasis in Children." Journal of the Indonesian Medical Association 57.
10. Girsang & Herlianna, J. (2013). Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-
2011.Diakses melalui http://repository.usu.ac.id
11. Harison.(2000). Prinsip - Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : EGC
12. Kimura, Yasutoshi, et al. "Definitions, pathophysiology, and epidemiology of acute cholangitis and cholecystitis: Tokyo Guidelines." Journal of hepato-
biliarypancreatic surgery 14.1 (2007): 15-26.
13. Kuncara, Y. 2009. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen2nd ed. Jakarta : EGC
14. Lesmana, L., (2006). Penyakit Batu Empedu4 th ed.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
15. Naga, Sholeh S. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA Press
16. Noer, Sjaifoellah. 1996. Ilmu Penyakit DalamJakarta : FKUI
17. Nurfatimah., 2011. Air dan Pencegahan Pembentukan Batu Empedu.Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI).
18. Robbins, dkk., (2007). Buku Ajar Patologi.Volume 2.Edisi 7.Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
19. Silbernagl, S, et al. (2010) Color atlas of pathophysiology. Germany : Thieme
TERIMA
KASIH
semoga ilmunya bermanfaat...