Anda di halaman 1dari 45

Case Report Session

 
ANESTESI SPINAL PADA TINDAKAN APENDEKTOMI
ATAS INDIKASI APENDISITIS KRONIK

Oleh : Laila Hanifah


Pembimbing : dr. Andi Hutariyus, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/SMF ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
Pendahuluan
Anestesi spinal (analgesia lumbal, blok sub arachnoid) adalah
绪论 jenis regional anestesi dengan teknik memasukkan obat ke dalam
11 ruang subarachnoid (antara L2 – L3, L3 – L4 atau L4 – L5 )
研究方法与思路

Adapun indikasi dari anestesi spinal adalah bedah ekstremitas


22
关键技术与难点
bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum sampai
perineum, bedah obstetrik dan ginekologi, bedah urologi, bedah
成果与应用 abdomen bawah.

相关建议
Salah satu jenis tindakan bedah abdomen bawah adalah
论文总结 33 Apendektomi

2
Nama : Ny.W

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 51 Tahun

Status Marrital : Menikah

Alamat : Sarolangun

Diagnosis : Apendisitis Kronik

Laporan Kasus Tindakan : Apendektomi


Tanggal Masuk RS : 9 September 2020

Identitas Pasien
Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah ± 2 Minggu SMRS


Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ± 3 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan hilang timbul. Awalnya pasien mengatakan
pasien melakukan operasi batu empedu ± 3 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Kemudian ± 2 minggu setelah operasi batu empedu, pasien mengatakan keluhan mulai
timbul kembali.

Pasien merasakan nyeri di ulu hati yang kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan makin memberat. Mual (+), muntah
(-), Demam (+), penurunan nafsu makan dijumpai. Tubuh terasa lemas. Pasien tidak
mengeluhkan BAK. Pasien sulit BAB. Pasien suka mengkonsumsi makanan yang pedas dan
jarang mengkonsumsi serat
Riwayat Penyakit Dahulu
RPK
Riwayat Operasi : + Cholecystectomy Asma :-
Riwayat hipertensi : - Hipertensi : -
Riwayat asma :- DM :-
Riwayat peny. paru : -
Riwayat DM :-
Riwayat stroke :- Sosial Ekonomi
Riwayat kejang :- Merokok :-
Riwayat penyakit maag : - Alkohol :-
Riwayat penyakit ginjal : - IRT
Riwayat alergi makanan dan obat : -
7
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
GCS : 15 (E4V5M6)

RR Sp02
Suhu Nadi TD

36.6 C 84 x/menit 110/70 mmHg 20x/menit 98 %


PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Leher Normocephal
Pembesaran KGB (-),
Pembesaran tiroid (-), JVP 5+2
Mata
cm
ParuH2O Conjungtiva anemis (-), Sklera
Inspeksi : Simetris, pergerakan ikterik (-), Refleks cahaya (+/+),
dinding dada simetris Pupil Isokor
Palpasi : Pergerakan dinding dada
simetris, fremitus taktil kanan dan kiri sama
THT
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Perdarahan (-), faring hiperemis (-),
Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rhonki
Tonsil T2-T2
(-/-) ,Wh (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi :
• Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
• Kanan : ICS IV linea parasternalis destra
• Kiri : ICS V linea midsternalis sinistra
Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal Ekstremitas sup
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio kanan Akral hangat, edema (-), CRT
bawah, hepar lien tidak teraba <2 detik
Perkusi : Timpani

Ekstremitas inf
Akral hangat, edema (-),
CRT<2 detik

PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah Rutin Faal Ginjal


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 12.0 (3,5-10,0 103/mm3)
Ureum 23 15-39 mg/dl
RBC 5.27 (3,80-5,80 106/mm3)
Kreatinin 0.5 0.6-1.1 mg/dl
HGB 13.4 (11,0-16,5 g/dl)
HCT 43.9 (35,0-50,0 %) Kesan : Normal
PLT 197 (150-390 103/mm3)

Kesan : Leukositosis
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Faal Hati Faal Hemostasis


Jenis Pemeriksaan Hasil Normal Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
SGOT 19 15-37 u/l Waktu perdarahan (BT) 2 1-3 menit
SGPT 40 14-63 u/l Waktu pembekuan (CT) 4 2-6 menit
Total Protein 8.3 6.4-8.2 g/dl Kesan : Normal
Albumin 3.9 3.4-5.0 g/dl
Globulin 4.4 2.5-3.5 g/dl
Kesan :
Gula Darah
Hiperglobulinemia
Sewaktu
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Rapid Test GDS 102 < 200 mg/dl

Jenis Pemeriksaan Hasil Kesan : Normal


SARS – CoV-2 antibodi Non Reactive
Rontgen Thoraks

Kesan :
Cor dan pulmo dalam batas
normal
EKG

Kesan :
Sinus Rhytm
USG

Kesan :
• Fatty liver
• Tampak ascites tidak
ada, Tampak usus-
usus dibawah
abdomen menebal 
Inflammatory bowel
disease, peristaltic tak
meningkat
• Tak tampak cairan
bebas intra abdomen
• Lien pancreas, ginjal,
VU Aorta dalam batas
normal
Cont.. Ti n d a k a n A n e s t e s i ( P e r i - Op e r a t i f )
• Metode : Anestesi Regional
Persiapan Pra Anestesi
• Premedikasi
• Pasien telah diberikan • Ondansetron 4 mg
informed consent • Dexametason 10 mg
• Puasa 8 jam sebelum tindakan • Ketorolac 10 mg
operasi
Anestesi Regional
• Teknik : Spinal anestesi
• Lokasi Tusukan : L 3 – L4
• Obat Anestesi Lokal: Buvipacaine 20
mg
• Adjuvant : Morfin 0,1 mg
• Pemeliharaan : O2
S t a t u s As a
Diagnosis
1/ 2 / 3/ 4 / 5 / E
Apendisitis Kronis

15
Laporan Anestesi
Tanggal : 10 September 2020

Pra Anestesi

Status ASA : I/II/ III/ IV/ E


Persiapan pra anestesi
Pasien telah diberikan Informed Consent
Pramedikasi : -
Persiapan operasi:
Puasa 8 jam pre op
Surat persetujuan tindakan operasi
Surat persetujuan anestesi
Persiapan PRC 1 x 250 cc
Laporan Anestesi
Tanggal : 10 September 2020
Tanggal : 10 September 2020
Operator : dr. M. Rizal. S,
Sp.B-KBD
Ahli Anestesi : dr.
Tindakan Anestesi Sulistyowati, Sp.An Status fisik : ASA II
Diagnosa pra bedah : Apendisitis Kronik Induksi mulai : 08.25 WIB
Tindakan bedah : Apendektomi Operasi mulai : 09.30 WIB
Status fisik ASA : I/II/III/IV/V Operasi selesai : 10.30 WIB
Jenis anestesi : Anestesi Spinal Berat badan pasien : 75 Kg
Pramedikasi : Ondansetron 4 mg Durasi operasi : 1 jam
Dexametason 10 mg Pasien puasa : 8 jam
Ketorolac 10 mg
Lokasi penusukan : L3-L4
Anestesi Spinal : Bupivacaine 20 mg
Adjuvant : Morfin 0,1 mg
Pemeliharaan anestesi : O2
Posisi : Supine
Infus : Ringer Laktat 500 cc
Laporan Anestesi
Keadaan Selama Operasi Kebutuhan cairan pasien ini:
• Letak Penderita : Supine BB = 75 Kg
• Penyulit : Tidak ada • Maintenance (M)
• Lama Anestesi : ± 1 jam 30 menit M = 2 cc/kgBB
• Jumlah Cairan M = 2 cc x 75 kg
- Input : RL 3 kolf (500 ml) M = 150 cc/jam
- Output : • Pengganti Puasa (P)
 Urine : ± 80 cc P=8xM
 Perdarahan : ± 20 cc P = 8 x 150
P = 1200 cc
• Stress Operasi (O)
O = BB x 8 cc
O = 75 x 8 cc
O = 600 cc
• Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I :
= ½ (P) + M + O
= ½ (1200) + 150 + 600
= 1350 cc
Laporan Anestesi

(Estimate Blood Volume) (Allowable Blood Lose)


EBV = 65 x BB ABL = 20% x EBV
= 65 x 75 = 20% x 4875
= 4875 cc = 975 cc
Laporan Anestesi
Ruang Pemulihan
Masuk Jam : 11.00 WIB
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Pernafasan : Baik
Scoring Aldrete:
• Aktivitas : 1
• Pernafasan : 2
• Warna Kulit :2
• Sirkulasi : 2
• Kesadaran : 2
• Jumlah :9
Monitoring tanda vital dan perdarahan
selama 24 jam

Tirah baring dengan bantal

Diet Makan dan minum bertahap

Instruksi lain sesuai dengan instruksi dr. M.


Rizal. S, Sp.B-KBD

Instruksi Anestesi Post Operasi


TINJAUAN PUSTAKA

Pembagian Anestesi Regional


Anestesi regional merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir dengan
sifat reversible, fungsi motorik dapat terpengaruh sebagaian atau seluruhnya dan dalam
keadaan penderita tetap sadar

Anestesi regional terbagi atas :


1) Blok Sentral (blok neuraksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
2) 2) Blok Perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional
intravena dan lain-lainnya
Anestesi Spinal

• Anestesi spinal (anestesi lumbal, blok subaraknoid) adalah pemberian obat anestetik
lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-
L5

• Terjadi blok saraf yang reversibel pada radik anterior dan posterior, radik ganglion
posterior dan sebagian medula spinal yang akan menyebabkan terjadinya hilangnya
aktivitas sensoris, motoris dan otonom
Fisiologi Anestesi Spinal

• Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan memblok
konduksi impulse saraf

• Ada 3 kelas syaraf, yaitu motoris, sensoris dan autonomic. Stimulasi saraf motorik
menyebabkan kontraksi otot dan ketika itu diblok akan menyebabkan paralisis otot.
Saraf sensory mentransmisikan sensasi seperti nyeri dan sentuhan ke spinal cord dan
dari spinal cord ke otak. Dan saraf autonomic mengontrol pembuluh darah, heart
rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak disadari.
Indikasi Kontraindikasi:

Untuk pembedahan daerah tubuh yang A. Kontraindikasi absolut: B. Kontraindikasi relatif :


dipersarafi cabang T4 kebawah (daerah 1. Pasien menolak. 1. Infeksi sistemik (sepsis,
papilla mammae kebawah). 2. Infeksi pada tempat bakteremi)
1. Bedah ekstremitas bawah. suntikan 2. Infeksi sekitar tempat
2. Bedah panggul. 3. Hipovolemia berat, syok. suntikan
3. Tindakan sekitar rektum-perineum. 4. Koagulopati atau 3. Kelainan neurologis
4. Bedah obstetri-ginekologi. mendapat terapi 4. Kelainan psikis
5. Bedah urologi. antikoagulan 5. Bedah lama
6. Bedah abdomen bawah. 5. Tekanan intrakranial 6. Penyakit jantung
meninggi. 7. Hipovolemia ringan
6. Fasilitas resusitasi minim. 8. Nyeri punggung kronis.
7. Kurang pengalaman/
tanpa didampingi
konsultan anestesi.
Persiapan anestesi spinal

1. Informed consent (izin dari pasien)


Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.

2. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik


Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-lainnya.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran


Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine
time).

4. Pasien puasa
Peralatan anestesi spinal

1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse
oximeter) dan EKG.
2. Peralatan resusitasi/ anestesia umum
3. Jarum Spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing, Quincke Babcock) atau jarum spinal
dengan ujung pinsil (pencil point, Whitecare).
Teknik Anestesi Spinal

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala,
selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk
maksimal agar prosesus spinosus teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung
ialah L4 atau L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-L3 atau L4-L5.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.
Posisi pasien duduk atau berbaring lateral dengan
punggung fleksi maksimal untuk spinal anestesi
Komplikasi pasca tindakan:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis.

Komplikasi tindakan Anestesi Spinal :


1. Hipotensi Berat
2. Bradikardi
3. Hipoventilasi
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi, atau spinal total.
Apendisitis Kronik

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering.

Apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari duua minggu, terbukti terjadi
radang kronik apendiks baik secara makroskopis maupun mikroskopik, dan
keluhan menghilang pasca apendektomi
Manifestasi Klinis

• Nyeri kuadran kanan bawah yang makin progresif.


• Mual dan muntah
• Demam
• Penurunan nafsu makan
Penatalaksanaan

Diagnosis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-


satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi, biasanya tidak perlu antibiotic, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate.
Penatalaksanaan

Pre operatif
Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta
pemeriksaan darah dapat diulan secara periodic. Foto abdomen dan thoraks dapat
dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spektrum luas dan
analgesic dapat diberikan. Pada perforasi apendiks perlu diberikan resusitasi cairan
sebelum operasi.
Penatalaksanaan

Operatif
Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis
yang belum jelas dapat diakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.
Laparoskopi apendektomi : Teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi
lebih kecil
Penatalaksanaan

Pasca operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan
dalam , syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Paien dibaringkan dalam
posisi Fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan
perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali
normal. Secara bertahap pasien diberikan minum, makanan saring, makanan lunak
dan makanan biasa.
ANALISIS KASUS

Pra Anestesi • ASA II→ Pasien memiliki Fatty Liver


• Pasien usia 51 tahun mengalami Apendisitis (Penyakit sistemik ringan)
Kronik→ tindakan pembedahan Apendektomi • Tujuan puasa untuk mencegah
• Telah dilakukan kunjungan pra anestesi. Dari terjadinya aspirasi isi lambung karena
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan regurgitasi atau muntah pada saat
pemeriksaan penunjang maka pasien ini dilakukannya tindakan anestesi akibat
digolongkan ke dalam ASA II. efek samping dari obat- obat anastesi
• Pasien telah di rawat selama 1 hari sebelum yang diberikan akibat refleks laring
tindakan dan dipuasakan 6 jam sebelum mengalami penurunan selama
operasi. anestesia.
ANALISIS KASUS

• Leukosit merupkan rekasi terhadap


proses peradangan dengan
Pra Anestesi mengeluarkan leukosit darah menuju
• Hasil laboratorium pasien tempat yang mengalami peradangan.
menunjukkan leukositosis dan Sebagai akibatnya jumlah leukosit
hyperglobulinemia dalam darah akan mengalami
• Hasil USG menunjukkan tampak peningkatan.
usus-usus dibawah abdomen menebal • Pada pemeriksaan USG didapatkan
 Inflammatory bowel disease tampak usus-usus dibawah abdomen
menebal  Inflammatory bowel
disease, dimana adanya respon imun
abnormal dan berkurangnya
toleransi flora normal usus
menyebabkan inflamasi kronik
ANALISIS KASUS

• Bupivacaine salah satu obat anestesi


local dari golongan amida yang
menghambat pembentukkan dan
Anestesi Regional
konduksi impuls saraf. Penghambat
• Bupivacain rangsangan nyeri yang dikirimkan
• Adjuvant : Morphin oleh saraf menuju otak untuk
memberikan efek bius.
• Adjuvant morphin adalah obat yang
digunakan secara kombinasi opioid
analgesik dengan efek agonis yang
spesifik (meningkatkan analgesia).
ANALISIS KASUS

Keadaan Selama Operasi


Letak Penderita : Supine
Penyulit : Tidak ada
Lama Anestesi : ± 1 jam 30 menit
Jumlah Cairan
Kebutuhan cairan selama operasi Input : RL 3 kolf : 500 ml
Jam I = ½ (P) + M + O Output :
= ½ (1200) + 150 + 600 = - Urine : ± 80 cc
1350 cc - Perdarahan : ± 20 cc

Kebutuhan cairan pada pasien sudah


terpenuhi
ANALISIS KASUS

• Ondansetron adalah antagonis


Tindakan premedikasi reseptor 5HT diberikan untuk
• Ondansteron mengurangi rasa mual muntah
• Dexametasone pasca bedah.
• Ketorolac • Deksametason diberikan untuk
mengurangi histamin release,
sehingga dapat mengurangi alergi
pada pasien
• Ketorolac untuk meredakan nyeri
dan peradangan pada pasien
sebelum operasi.
ANALISIS KASUS Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua
operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah
urologi, rektum-perineum, dan ekstremitas bawah

Anestesi spinal (analgesia lumbal, blok sub


arachnoid) adalah jenis regional anestesi dengan
teknik memasukkan obat ke dalam ruang
Pasien direncanakan akan subarachnoid (antara L2 – L3, L3 – L4 atau L4 – L5 ).
dilakukan Anestesi spinal. Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang
Bupivacain disuntikan di L3- merupakan anestesi lokal golongan amida. Cara
L4, dan morfin dan catapres kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf
diberikan sebagai adjuvant perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Morfin
merupakan agonis reseptor opioid dengan efek utama
mengikat dan mengaktivasi reseptor µ-opioid pada
sistem saraf pusat. Aktivasi ini akan menyebabkan
efek analgesik, sedasi, euforia, phyical dependence
dan respiratory depression. Morfin bekerja sebagai
analgetik post operasi dimana kerjanya satu jam
kemudian setelah diberikan
Analisis Kasus

Pasien masuk ke ruangan pemulihan pada Jam 11 : 00 dengan


keadaan umum cukup baik, cesadaran CM, GCS:15 TD: 120/80
mmHg, N: 84x/i, RR: 20 x/i Pernafasan tidak sesak. Selama
pemantauan pasien dalam keadaan stabil. Oksigen selalu diberikan
sebelum pasien sadar penuh. Pasien ini diberi obat tambahan yaitu
Ceftriaxon 2x2gr, Metronidazole 3x500mg, ketorolac 3x30 mg,
ranitidine 3x50mg, Ondansetron 3x8mg, Asam Tranexamat
3x500mg di dalam RL 500 ml bertujuan sebagai analgetik.
KESIMPULAN

• Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.

• Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti baik
dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga
tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

• Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik
meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai