Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU ANESTESI, TERAPI INTENSIF

DAN MANAGEMEN NYERI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS:

SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun Oleh:
Nurhidayah
C11111120

Pembimbing:
Dr Irfan

Supervisor:
dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp. An-KMN

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ANESTESI, TERAPI INTENSIF
DAN MANAGEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan


hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Secara umum,
syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu syok
hipovolemik (kehilangan volume intravaskuler), kardiogenik (pompa jantung
terganggu), obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung), dan distributif
(vasomotor terganggu).1,2

Syok hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat


perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space
loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat.2

Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang


cepat (syok hemoragik). Kehilangan darah dari luar dan akut akibat trauma dan
perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling
sering pada syok hemoragik.3

Kebanyakan trauma berbahaya terjadi ketika terjadinya perang sekitar


tahun 1900an telah memberi kesan yang sangat signifikan terhadap perkembangan
prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B.
Cannon merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan
sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian
kristaloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk
menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang didapat
selama perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahwa resusitasi
cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk
menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik.3

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. AH

Umur : 62 tahun

Alamat : Jl. S. Alauddin

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahaan : Sudah Menikah

Tanggal MRS : 2 juli 2017

No. RM : 808132

2.2. Evaluasi Pre Anestesi

2.2.1. Anamnesis

A (Allergics) : Riwayat alergi obat tidak ada, riwayat alergi


makanan tidak ada, riwayat alergi latex tidak ada,
riwayat alergi plester tidak ada

M (Medications) : Riwayat memakai insulin (novorapid dan levemir),


pasien pernah dirawat di RS Sinjai dan diberi
insulin serta antibiotic levofloxacin injeksi

P (Past Illness) : Riwayat DM ada sejak 3 tahun terakhir dan


berobat tidak teratur, riwayat hipertensi tidak ada,
riwayat asma tidak ada

L (Last Meal) : Puasa mulai jam 06.00 WITA

3
E (Event) : Luka pada punggung yang dialami 1 minggu yang
lalu. Awalnya seperti bisul lama-kelamaan
membesar dan melebar.

2.2.2. Pemeriksaan Fisik

a) B1 (Breathing /sistem pernapasan) :


Inspeksi : Napas spontan, pernapasan
thorakoabdominal, pengembangan dada
simetris kiri dan kanan, pernapasan cuping
hidung tidak ada, retraksi sela iga tidak ada
Palpasi : Fokal fremitus normal kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru-paru kiri
dan kanan, batas paru-hati ICS V linea
midclavicular dextra
Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkovesikuler,
Rhonki(-/-), Wheezing (-/-)

b) B2 (Blood / Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi :


Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, bekas operasi (-)
Palpasi : Nadi 88 kali/menit, iktus kordis teraba pada
ICS V
Perkusi : Batas atas : ICS II linea sternal sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternal


dekstra
Batas kiri : ICS V, 3 cm medial linea
midclavidula sinistra
Auskultasi : TD : 130/80 mmHg, S1S2 murni regular,
S3 tidak ada, S4 tidak ada, murmur tidak ada

4
c) B3 (Brain / Sistem Cerebrovaskuler) :
Inspeksi : GCS 15 (E4M5V6), sklera ikterik(-/-),
konjuctiva anemis (-/-), RCL (+/+), RCTL
(+/+), pupil bulat, isokor diameter 2,5 mm,
refleks kornea (+/+), sianosis (-)

d) B4 (Bladder / Sistem Urogenital) : Urine spontan

e) B5 (Bowel / Sistem Intestinal) :


Inspeksi : Perut cembung, jaringan parut (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Dinding perut supel (+), ikut gerak napas,
nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Perkusi : Timpani

f) B6 (Bone / Sistem Muskuloskeletal) :


Inspeksi : Mobilitas (+), deformitas (-), fraktur (-),
edema (-)
Palpasi : Pitting edema (-), krepitasi (-), nyeri
tekan(-)
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12/7/2017)
Darah Rutin :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 17,0 x 103/ml 4,0 - 12,0 x 103/ml
PLT 536 x 103/ml 150 400 x 103/ml
Hb 11,4 g/dL 11,0 17,0 g/dL
Ht 34,9% 35% 55%
CT - 1 7 menit
BT - 5 15 menit

5
Kimia Darah :
o Faal Hati
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
SGOT 35 u/L 5 38 u/L
SGPT 16 u/L 5 41 u/L
o Faal Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Ureum 33 mg/dL 15 40 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,5 1,2 mg/dL
o Glukosa Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 307 mg/dL 70 140 mg/dL
b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (13/2/2017)
Kimia Darah :
o Metabolisme Karbohidrat
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDP 226 mg/dL 70 110 mg/dL
GD2PP 329 mg/dL 70 200 mg/dL
HbA1C 13,1% 4% 6%
c. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (13/2/2017)
Elektrolit :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Natrium 136,6 mmol/dL 136 - 145 mmol/L
Klorida 94,5 mmol/dL 94 - 110 mmol/L
Kalium 3,72 mmol/dL 3,5 5,1 mmol/L

6
d. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (14/2/2017)
Darah Rutin :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 12,5 x 103/mL 4,0 - 12,0 x 103/ml
PLT 536 x 103/ml 150 400 x 103/ml
Hb 10,7 g/dL 11,0 17,0 g/dL
Ht 32,9% 35% 55%
Faal Koagulasi :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
PT 18 detik 10 15 detik
APTT 41,6 detik 20 45 detik
INR 1,61
Imunoserologi :
Pemeriksaan Hasil Normal
HbsAg nonreaktif nonreaktif
HCV nonreaktif nonreaktif

e. Hasil Pemeriksaan Penunjang Lainnya (14/2/2017)


EKG : ST, HR : 107 kali/menit, LAD (left axis
deviation)
2.2.4. Klasifikasi Status Fisik
ASA PS Kelas II
2.2.5. Diagnosa Kerja
DM tipe 2 + Ulkus Diabetikum Regio Punggung
2.2.6. Rencana Tindakan Bedah
Debridement
2.2.7. Rencana Anestesi
Anestesi umum laryngeal mask airway (GALMA)
2.2.8. Persiapan
- Pasien dipuasakan 8 jam sebelum dilakukan tindakan (06.00)

7
- Premedikasi :
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Ranitidin 150 mg 0-0-1
Ranitidine 50 mg iv (13.30)
Ondansetron 4 mg iv (13.30)
Ketorolac 30 mg iv (13.30)
- GDS sebelum operasi : 163 g/dL
- EBV : 70cc x 72kg = 5.040 cc
- MABL : 1.210 cc
2.3. Laporan Anestesi
Tanggal operasi : 15 juli 2017
Mulai anestesi : 15.50
Selesai : 17.35
Lama anestesi : 1 jam 45 menit

Intraoperatif
1. Tindakan Operasi : Debridement
2. Tindakan Anestesi : Anestesi umum laryngeal mask airway
3. Posisi : Lateral
4. Prosedur anestesi :
- Persiapan : pasien berbaring dalam posisi supine, terpasang infus
dengan iv cateter no. 18 G di tangan kiri dengan cairan
maintenance RL. Terpasang monitor standar.
- Premedikasi : injeksi ranitidin 50 mg/iv, injeksi ondansetron 4
mg/iv, midazolam 3 mg/iv, fentanyl 150 g/iv.
- Preventive analgesia : Ketorolac 30 mg/iv
- Preoksigenasi O2 8 lpm via face mask
- Induksi : Propofol 150 mg/iv
- Intubasi : Insersi LMA iGel no.4, pengembangan dada (+), leak (-),
fiksasi.

8
- Maintenance Isofluran 1-1,5 vol % + 02 60% 2 lpm + udara 40%
1,3 lpm.
5. Tekanan Darah :
- Pasien masuk dengan tekanan darah 110/80 mmHg (15.30)
- Setelah induksi, tekanan darah berkisar 90/60 mmHg sampai
dengan 130/80 mmHg (15.50-17.35)
- Saat operasi tekanan darah pasien turun 80/60 mmHg, pasien
segera diinjeksi efedrin 20 mg/iv lalu diberikan cairan koloid
Gelofusin 500 cc.
6. Denyut Jantung : 83 kali/menit sampai dengan 110 kali/menit
7. RR : 20 kali/menit.
8. Keseimbangan Cairan :
- Cairan masuk : kristaloid RL 1000 cc
Koloid Gelofusin 500 cc
- Blood loss : 800 cc
- Urine : 50 cc dalam 1 jam 30 menit
- IWL : 68 cc dalam 1 jam 30 menit
9. Diagnosis : Perdarahan Intraoperasi + Syok Hipovolemik

9
Post Operatif

1. Pasien masuk ruang pemulihan


2. Analgetik Tramadol 50 mg bolus, tramadol 50 mg drip
3. Keluhan pasien: mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)
4. Pemeriksaan fisik:
B1 : Airway paten, nafas spontan, RR 20x/menit, Rh(-/-), Wh(-/-),
saturasi oksigen 100% dengan O2 6 lpm via simple mask

B2 : Nadi 88 x/menit, TD 130/80 mmHg, S1S2 murni regular,


murmur(-)

B3 : GCS 15, pupil bulat isokor diameter 2,5mm/2,5mm, Reflek


Cahaya +/+, Reflek kornea +/+

B4 : Terpasang kateter, produksi urine cukup, warna kuning jernih

B5 : Supel, ikut gerak napas, peristaltik kesan normal

B6 : udema (-/-), fraktur (-/-), deformitas (-/-)

10
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari


volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Syok hipovolemik terjadi
karena volume intravaskuler berkurang sehingga menyebabkan pengiriman
oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat.1,2

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama diantara dua kompartemen


yaitu cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi
menjadi cairan interstitial dan plasma darah. Rata-rata orang memiliki cairan
tubuh sekitar 60% dari berat badan.4

Gambar 1. Kompartemen Cairan Tubuh4

11
3.2. Etiologi

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan


intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1) Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang


mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan
kehamilan ektopik terganggu.

2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung


kehilangan darah yang besar.

3) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena


kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.


Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat
berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya
pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan
menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis
adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus
segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan
selanjutnya, bukan prioritas utama.1,5

12
Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik
Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraseluler
Muntah
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal

(Sumber : Wijaya, IP. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009)

3.3. Patofisiologi Syok

Patofisiologi syok, yaitu :6

Kehilangan volume sirkulasi darah menyebabkan penurunan aliran balik


vena dan curah jantung.
Tekanan arteri menurun.
Sistem saraf simpatis diaktifkan oleh berkurangnya curah jantung dan
mengurangi tekanan arteri di baroreseptor aorta dan karotis.

13
Katekolamin dilepaskan dari medulla adrenal.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pengeluaran
katekolamin.
Stroke volume menurun sebagai respon terhadap penurunan aliran balik
vena dan peningkatan denyut jantung.
Gambaran klinis terdiri dari peningkatan denyut jantung dan penurunan
tekanan nadi, vasokonstriksi ginjal dan sekresi hormon antidiuretik
menyebabkan penurunan urine output.
Perdarahan yang banyak akan meningkatkan denyut jantung secara
progresif. Denyut jantung >140 kali/menit umum didapatkan pada
kehilangan volume darah <40%.
Kehilangan >30% volume darah akan menyebabkan hipotensi sistolik
pada posisi berbaring.
Status mental berubah dari kebingungan kemudian letargi pada kehilangan
volume darah >30%.
Urine output menurun seiring dengan peningkatan kehilangan volume
darah.

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata


dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan
penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ:1

Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme
di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu
menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan
ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia
yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan

14
otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh
hingga <60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di
semua organ akan terganggu.1
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.1
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil
kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan
penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume
sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun
memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
curah jantung.1

Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif
yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan
menyebabkan depresi jantung.1
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi.
Frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat
interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal
mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat
aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk

15
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron
dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi.1

3.4. Tahapan Syok

Karena sifat-sifat khas syok dapat berubah pada berbagai derajat


keseriusan, syok dibagi dalam tiga tahap utama berikut :2

1. Tahap nonprogresif (tahap kompensasi)


Pada tahap ini, mekanisme kompensasi sirkulasi yang normal pada
akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa terapi dari luar
2. Tahap progresif
Pada tahap ini, tanpa terapi, syok akan semakin buruk sampai timbul
kematian.
3. Tahap irreversible
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera
mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme
pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung
sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini
yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan
pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah
menetap dan tidak dapat diperbaiki.

3.5. Manifestasi Klinis Syok

Hipovolemia ringan (<20% volume darah) menimbulkan takikardi ringan


dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang
berbaring. Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap

16
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit
menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan 1,7

Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien menjadi


lebih cemas dan takikardia lebih jelas meski tekanan darah bisa ditemukan normal
pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik
dan takikardia. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
dan ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama
seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang
dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih
baik. 1,7

Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan
darah menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat
dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran
adalah gejala penting. Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri
dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG
abnormal, curah jantung menurun).1,7

17
Tabel 3. Gejala Klinis Syok Hipovolemik
Ringan Sedang Berat
(< 20% volume darah) (20-40% volume (> 40% volume darah)
darah)
Ekstremitas dingin Sama dengan Sama dengan syok
Waktu pengisian syok ringan, sedang, ditambah:
Kapiler meningkat ditambah: Hemodinamik tak stabil
Diaporesis Takikardi Takikardi bergejala
Vena kolaps Takipnea Hipotensi
Cemas Oliguria Perubahan kesadaran
Hipotensi
ortostatik
(Sumber : Wijaya, IP. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009)

3.6. Diagnosis

Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa


ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan.
Diagnosis akan sulit bila perdarahan tidak ditemukan dengan jelas, berada dalam
traktus gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah.
Setelah perdarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung
turun sampai terjadi gangguan kompensasi, atau terjadi penggantian cairan dari
luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya
perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan
cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin
meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia. 1

18
Tabel 2. Kelas Syok Hipovolemik

Class I Class II Class III Class IV


Blood loss >750 750-1500 1500-2000 >2000
(mL)
Blood loss (%) <15% 15-30% 30-40% >40%
Heart rate/min <100 >100 >120 >140
Systolic Blood Nomal Normal Decreased Decreased
Pressure
Pulse Pressure Normal Decreased Decreased Decreased
Respiratory 14-20 20-30 30-40 <35
rate
Capilary refill Delayed Delayed Delayed Delayed
Urine ouput >30 20-30 5-15 Minimal
(mL/hr)
Mental status Slightly Anxious Confused Confused and
anxious lethargic
(Sumber : Longnecker, DE. Anesthesiology. New York : McGraw Hill; 2012)

3.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :8
Hb dan hematokrit
Urin : produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat >
1,020
Pemeriksaan gas darah : asidosis
Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukan penyakit penyebab

19
3.8. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.9

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.


Jalan nafas (A = air way) harus bebas bila perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal. Pernapasan (B = breathing) harus terjamin, bila perlu dengan
memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume
peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia
relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan
pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi
vasodilatasi perifer.9
Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan
adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur
pernafasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena
atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP
(centralvenous pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah
garam isotonis yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis
hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringers laktat (RL)
dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan
pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30
menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.1
Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan
tekanan pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru
dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil,
berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang
berlanjut dengan kadar hemoglobin 10 g/dL perlu penggantian darah dengan
transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang

20
digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka
dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif. 1
Pada keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan,
dukungan inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah
volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak
memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg
dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat
membantu meningkatkan MAP.1
Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan
oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan.
Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan syok septik atau
traumatik. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati dan ginjal
dan ingat gagal ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok ini. 1

1. Pemantauan
Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan :
denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral
(CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam
(atau 0.5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.9
2. Penatalaksanaan pernapasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau kanula.
Jalan napas yang bersih dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula
yang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan
gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi.
Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah,
pasien harus diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya
terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 15 ml/kg, frekuensi
pernapasan sebesar 12 16 kali/menit. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien melawan terhadap
ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara

21
pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika
fungsi paru paru menurun harus ditambahkan 3 10 cm tekanan ekspirasi
akhir positif.9
3. Pemberian cairan
Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer
laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian
dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung
beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 2 liter larutan Ringer laktat
harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagi
apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah
tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah
minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung, harus dilakukan transfusi
darah pada pasien pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta
jumlah yang diberikan disesuaikan denganrespons dari parameter yang
dipantau.9,10
1) Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau yang bergolongan O-
negatif dapat diberikan terlebih dahulu, apabila syok menetap dan
tidak ada cukup waktu (kurang lebih 45 menit) untuk menunggu hasil
reaksi silang selesai dikerjakan.
2) Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis golongan darah
yang sesuai harus diberikan.
3) Koagulopati dilusional dapat timbul pada pasien yang mendapat
transfusi darah yang masif. Darah yang disimpan tidak mengandung
trombosit hidup dan faktor pembekuan V dan VI. Satu unit plasma
segar beku harus diberikan untuk setiap 5 unit whole blood yang
diberikan. Hitung jumlah trombosit dan status koagulasi harus
dipantau terus-menerus pada pasien yang mendapat transfusi masif.
4) Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfusi masif. Darah
yang akan diberikan harus dihangatkan dengan koil penghangat dan
suhu tubuh pasien dipantau.

22
Vasoaktif

Setelah penggantian volume yang memadai telah tercapai, agen


vasoaktif, yang meliputi inotropik dan vasopressor mungkin
dipertimbangkan tetapi tidak sering digunakan dalam syok hemoragik.
Bila diperlukan, agen inotropik diberikan pertama, diikuti oleh
vasopressor dalam kasus-kasus refrakter. Ada risiko bahwa agen
vasoaktif dapat menyebabkan keterbatasan lanjut perfusi dan oksigenasi
ke organ distal. Dopamin dapat merangsang fungsi alfa dan beta1-
adrenergik receptors. Pada dosis rendah 1-3 mg / kgbb, reseptor dopamin
di otak, ginjal, dan sirkulasi mesenterika dirangsang, sehingga
vasodilatasi dan terjadi peningkatan output urin. Pada dosis moderat (2-
10 mg / kgbb), reseptor alfa dan beta1-adrenergik dirangsang sehingga
meningkatkan kontraktilitas miokard dan cardiac output. Pada dosis yang
lebih tinggi (> 10 mg / kg / min), alpha-adrenergik reseptor dirangsang,
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah. Dobutamin
merupakan beta1-adrenergik dan beta2-adrenergik stimulator. Stimulasi
Beta2-adrenergik menyebabkan vasodilatasi sistemik dan mengurangi
afterload. Fenilefrin, norepinefrin, dan epinefrin digunakan dalam situasi
syok refrakter. Efek utama mereka adalah untuk meningkatkan tekanan
darah dengan meningkatkan resistensi vaskuler sistemik.7

3.9. Komplikasi
Jika syok terus berlanjut, kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan
sindroma distress respirasi, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.3
Hipovolemia dianggap menimbulkan cedera vaskular alveolus akibat
anoksia sel. DIC terjadi akibat penggunaan PRC tanpa plasma dalam resusitasi
selama syok perdarahan hipovolemik akibat koagulopati dilusional.
- Kerusakan ginjal
- Kerusakan otak

23
- Gangren dari lengan atau kaki, kadang-kadang mengarah ke amputasi
- Serangan jantung
3.10. Prognosis
Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-
gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung pada: 3
- Jumlah volume darah yang hilang
- Tingkat kehilangan darah
- Cedera yang menyebabkan kehilangan
- Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-
paru, dan penyakit ginjal

24
BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien Tn. AH umur 62 tahun datang ke RS Wahidin Sudirohusodo pada


tanggal 2 juli 2017 dengan luka pada punggung yang dialami + 1 minggu yang
lalu, awalnya seperti bisul kemudian membesar dengan ukuran 16x12 cm, keluhan
diserati nyeri. Berdasarkan history taking pada kunjungan preoperatif, didapatkan
bahwa pasien menderita DM sejak 3 tahun terakhir dengan riwayat pengobatan
tidak teratur. Riwayat hipertensi maupun asma tidak ada. Pasien pernah berobat di
RS Sinjai dan telah mendapat insulin dan antibiotic levofloxacin. Dari hasil
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini didapatkan luka pada punggung
dengan ukuran 16x12 cm.
Luas cakupan pemeriksaan penunjang preanestesi telah sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan pasien, kondisi co-morbid saat ini, dan prosedur bedah
yang direncanakan. Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien diklasifikasikan ASA-2 yaitu pasien dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang.
Pada pasien ini didapatkan syok hipovolemik durante operasi dengan
perdarahan sebanyak 800cc selama 1 jam 30 menit. Tekanan darah terendah yaitu
80/60 mmHg dengan frekuensi nadi 110 kali/menit. Produksi urine durante
operasi sebanyak 50 cc dan Insensible Water Loss (IWL) pada pasien yaitu 68 cc
selama 1 jam 30 menit dengan berat badan pasien 72 kg.
Berdasarkan jumlah perdarahan, pasien masuk dalam klasifikasi syok
hipovolemik kelas 2 dengan total perdarahan durante operasi sebanyak 800 cc dari
Total Blood Volume (TBV) 5.040cc atau sekitar 15-30% dari Estimasi Blood
Volume (EBV).
Resusitasi syok hipovolemik pada pasien ini dilakukan dengan
memberikan cairan kristaloid (ringer laktat) sebanyak 1000 cc dan koloid
(gelofusin) sebanyak 500 cc. Efedrin injeksi diberikan durante operasi karena
hipotensi yang terjadi diakibatkan vasodilatasi pembuluh darah oleh obat-obat
anestesi umum.

25
Pada saat telah dilakukan resusitasi, pasien diobservasi di PACU. Pasien
mulai sadar, tekanan darah pasien mulai naik yaitu 130/80 mmHg, frekuensi nadi
mulai normal yaitu 88 kali per menit dimana pada saat terjadi syok hipovolemik
pasien mengalami takikardi, frekuensi pernapasan pasien tidak meningkat,
produksi urine mulai bertambah, dan ekstremitas teraba hangat dan kering dengan
CRT (Capillary refill time) < 2 detik.
Hal ini menunjukkan bahwa resusitasi yang dilakukan pada pasien ini
berhasil dimana pasien kembali sadar menunjukkan bahwa aliran darah ke otak
tercukupi serta tekanan darah dan frekuensi nadi pasien saat berada di PACU
normal yang berarti perfusi ke jaringan mulai stabil, karena cardiac output sudah
bertambah maka tekanan darah mulai naik, kompensasi jantung meningkatkan
frekuensi nadi supaya perfusi ke jaringan organ vital tetap tercukupi juga
berkurang, sehingga pasien yang tadinya mengalami takikardi sebelum dilakukan
resusitasi kembali normal setelah dilakukan resusitasi.
Produksi urine yang mulai bertambah menunjukkan bahwa aliran darah ke
ginjal mulai bertambah sehingga tidak terjadi retriksi cairan oleh ginjal sebagai
akibat dari syok hipovolemik. Ekstremitas pasien yang tadinya teraba dingin dan
basah sebelum dilakukan resusitasi kembali hangat dan kering setelah resusitasi.
Hal ini menunjukkan perfusi ke jaringan perifer mulai bertambah. Capilarry refill
time (CRT) juga normal setelah dilakukan resusitasi karena perfusi ke jaringan
perifer mulai tercukupi.

26
BAB 5

RINGKASAN

1. Pada laporan kasus ini didapatkan pasien laki-laki umur 62 tahun dengan
diagnosa DM tipe 2 dan ulkus diabetikum regio punggung menjalani operasi
debridement dengan prosedur general anestesi LMA (Laryngeal Mask
Airway), didapatkan syok hipovolemik kelas 2 durante operasi dengan
perdarahan sekitar 15-30% dari Estimasi Blood Volume (EBV).
2. Syok hipovolemik pada pasien ini ditandai dengan penurunan tekanan darah
dan tekanan nadi yang rendah, takikardi, produksi urine yang menurun, dan
ekstremitas teraba dingin dan basah pada saat operasi berlangsung. Kesadaran
sulit dinilai pada pasien ini karena dibawah pengaruh obat anestesi umum
yang diberikan pada saat operasi. Syok hipovolemik yang terjadi pada pasien
ini disebabkan oleh perdarahan dari tindakan debridement pada ulkus
diabetikum regio punggung.
3. Resusitasi yang dilakukan yaitu pemberian cairan kristaloid dan koloid.
4. Target resusitasi pada pasien ini adalah hemodinamik yang stabil ditandai oleh
kenaikan tekanan darah dan penurunan frekuensi nadi, frekuensi napas
kembali normal/ tidak takipneu, sadar baik, produksi urine cukup, serta perfusi
ekstremitas hangat dan kering dengan CRT (Capillary Refill Time) < 2 detik
setelah pasien berada di ruang pemulihan.
5. Tujuan utama manajemen syok adalah menyediakan oksigenasi ke organ vital
dan mengembalikan volume sirkulasi darah.
6. Pengelolaan perdarahan merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di
antaranya penanganan secara umum, seperti resusitasi, monitoring
kardiopulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan
pencegahan terhadap komplikasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijaya, IP. Syok hipovolemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. Hal. 242-4
2. Leksana, E. Dehidrasi dan Syok. Semarang : Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif FK UNDIP; 2015. Hal 392
3. Kolecki P. Hypovolemic Shock. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview. 21 Maret 2017.
4. Guyton, A.C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11. Jakarta : EGC; 2007.
Hal.292-303
5. Mansjoer, A. Kegawatdaruratan : hipotensi dan syok dalam: Kapita Selekta
Kedokteran Ed.3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2000. Hal.
610-3
6. Longnecker, DE. Anesthesiology. New York : McGraw Hill; 2012. Hal.
1356-7
7. Martel, MJ. SOGC Clinical Practice Guidelines : Hemorrhagic Shock.
Canada : Council of the Society of Obstetricians and Gynaecologists; 2002.
Hal.1-8
8. Lamm, RL. Hypovolemic and Hemorrhagic Shock. Diunduh dari
https://med.uth.edu/anesthesiology/files/2015/05/Chapter-10Hypovolemic-
and-Hemorrhagic-Shock.pdf. 29 Maret 2017.
9. American College of Surgeons Committee on Trauma, ATLS: Syok. Hal.61-
80
10. Hardisman. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik :
Update dan Penyegar. Diunduh dari http://jurnal.fk.unand.ac.id. 29 Maret
2017

28

Anda mungkin juga menyukai