1. PENGERTIAN
Hipospedia adalah kelainan kogenital berupa muara uretra yang terletak disentral penisdan
disebelah ujung penis. Hipospedia trtjadi pada 1 sampai 3 per 1.000 kelahiran dan merupakan
anomali penis yang paling sering. (Arif nuttaqin dan kumala sari, 2014: 240)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau
perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera
setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria.
Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral
batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai
suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah,
bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak
didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika
luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan
vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi.
(Muslihatum, 2010:163)
2. ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan
atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh antara lain :
3. KLASIFIKASI
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipospadi, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada
dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung
karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.
(Muslihatum, 2010:163)
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak
lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan
fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan
fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.
Walaupun adanya chordee adalah salah satu cirri khas untuk mencurigai suatu hipospadia,
perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala lainnya:
- Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
-. Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa ereksi.
- Adanya lekukan pada ujung penis (Suriadi,2010:142)
- Meatus uretra ventral, biasanya pada glans penis namun dapat berada pada batang penis
atau perineum.
- Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu.
- Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah ventral, paling terlihat
jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan dengan bentuk kelainan yang lebih berat.
(Lissauer,2008:125)
5. PATOFISIOLOGI
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkiran terjadi pada massa embrio selama
pengembangan uretra dari kemhamilan 8-20 minggu.
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan dengan hipospeadia terutama
bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini diduga akibat perbedaan pertumbuhan antara
pungung jaringan normal tubuh kopral dan uretra ventra dilemahkan dan jaringan terkait.
Pada kondisi yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiusom dan pembentukan fasia pada
distal meatus uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik meatus uretra sehingga
memeberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda. (Arif nuttaqin dan kumala sari,
2014: 240)
6. KOMPLIKASI
Komplikasi potensial meliputi:
1. Infeksi dan obstruksi uretra. (Speer,2007:168)
2. Infertilitas, resiko hernia inguinal, gangguan psikososial (Suriadi,2010:142)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
8. PENATALAKSANAAN
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. PENGKAJIAN
Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-
laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis
melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit
dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3. Riwayat Kesehatan
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
1. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses
pembedahan (uretroplasti).
POST OPERASI
Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
2.
Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan
3.
pemasangan kateter.
Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis
4. anak setelah pembedahan.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
5.
(Speer,2007:168)
9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
PRE OPERASI
- Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan
(uretroplasti)
Tujuan: anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan
pemahaman tentang prosedur bedah
Intervensi:
1) Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca
operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada
anak. Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra.
Jelaskan juga kateter urine menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk
mencegah supaya anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak
mungkin dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
R: menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan
takut, dengan membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa
yang akan terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan
prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.
2) Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan fantasinya dengan
menggunakan boneka dan wayang.
R: mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan rasa takutnya, dan
memberi anda kesempatan untuk mengkaji tingkat kognitif dan kemampuan untuk
memahami kondisi, serta perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)
POST OPERASI
- Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh
menangis,gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1) Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
R: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
2) Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul
R: penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak
adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan. (Speer,2007:169)
- Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan: anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu
tubuh kurang dari 37,80c
Intervensi:
1) Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan
pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
R: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan
mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih
2) Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
R: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius
3) Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa
balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulen;
laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan segera
R: tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
4) Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
R: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih
5) Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah
infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek samping
R: pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan
toleransi anak terhadap obat tersebut. (Speer,2007:169)
- Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah
pembedahan
Tujuan: orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan
perasaan mereka tentang kelainan anak.
Intervensi:
1) Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
tentang ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan
reproduksi.
R: membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka, dapat
memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka.
Mereka cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada aspek seksualitas dan
reproduksi.
2) Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
R: proses berduka memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress
mereka.
3) Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
R: kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
4) Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan
jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
R: perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap.
Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan
perasan mereka dapat mengurangi kecemasan. (Speer,2007:170)
- Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujaun: orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan
mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi:
1) Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada area
insisi, termasuk peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari insisi
R: mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang tua mencari pertolongan medis
ketika membutuhkannya
2) Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan
daerah sekeliling kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi kateter; jelaskan
pentingnya memantau warna serta kejernihan urine
R: informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan
keperawatan di rumah dan membantu mencegah kateter lepas serta infeksi
3) Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi
mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda
R: posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi
4) Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat
antibiotik serta obat-obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin hidroklorida
[Demerol], asetaminofen[Tylenol]); jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis dan
efek samping
R: obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi
akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua
mencari pertolongan medis ketika membutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit
Fitramaya
Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika