Anda di halaman 1dari 11

Manajemen Kasus Spinal Anestesi

SC

I. IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. N
Umur : 27 Tahun
Alamat : Manggur, mangun harjo,Ngawi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
No RM : 150300

II. ANAMNESIS
Diambil dari rekam medis pasien pada tanggal 29-1-2014
1. Keluhan Utama:
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien merasa kenceng-kenceng
3. Anamnesis Sistem
Cerebrospinal : Nyeri kepala ( - ), demam ( - )
Kardiovaskular : Berdebar-debar ( - ), nyeri dada ( -)
Respirasi : Sesak nafas ketika tidur ( - ), batuk ( - ), pilek ( - )
Digesti : Mual ( - ), muntah ( - ), BAB normal ( + ), nyeri abdomen (-)
Urogenital : BAK normal (+)
Integumentum : Edem ( - ), kemerahan pada kulit ( - ), gatal ( - )
Muskuloskeletal : Nyeri pinggang ( -)
4. Riwayat penyakit dahulu:
Keluhan dirasakan kambuh-kambuhan
Riwayat HT ( - ), DM ( - ), Asma ( - )
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluhan serupa pada keluarga
Riwayat DM ( - ) ; HT ( - )
Tidak ada riwayat alergi

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak gelisah
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan :96 kg
Vital Sign :
TD : 117/67 mmHg Suhu : 36,6 C
Nadi : 121 kali/menit Respirasi : 20 kali/menit
Kepala : bentuk kepala normal, bulat
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : simetris, massa (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-), tiroid tidak teraba
membesar
Thorak : dada simetris, retraksi (-)
Jantung : S1, S2 tunggal reguler
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : perut buncit, bekas operasi/scar (-), stria gravidarum (+)
Ekstremitas : edema tungkai -/-, akral teraba dingin -/-

Pemeriksaan lokalis: Uterus sebagian keluar dari vagina

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap tanggal 28-1-2014
WBC 5,6 10*9/
LYM% 15,3 L
MID% 5,2 %
LYM# 2.7 %
GRAN# 76,1 10*9/
RBC 3,50 L
HGB 11,0 %
HCT 37.8 10*12/
MCV 87,6 L
MCH 31,4 g/dL
MCHC 34,8 %
RDW_CV 14,6 fL
RDW_SD 47,6 pg
PLT 213 g/dL
MPV 7.5 %
PDW 15,2 fL
PCT 0,157 10*9/
L
fL
fL
%

Pemeriksaan gula darah


Gula Darah Sewaktu = 98 mg/dl
Pemeriksaan Hematologi
Waktu Perdarahan (BT) : 1 menit 35 detik
Waktu Pembekuan (CT) : 7 menit 40 detik

Diagnosis :
G3P0A2 uk 39 minggu dgn CPD+ THIV+ let kep+ Obes + HSVB

Terapi :
Terapi non Farmakologis :-
Terapi farmakologis :-
Terapi Bedah : SC+IUD
IV. PENATALAKSANAAN ANESTESI
Pasien wanita usia 27 tahun dengan G3P0A2 uk 39 minggu dgn CPD+ THIV+ let kep+ Obes +
HSVB
ASA I BB: 96 kg TD: 117/67 mmHg N: 121 x/menit RR: 22x/menit

Anamnesis
Asma (-), Alergi (-), HT(+), DM(-), Gigi palsu (-), puasa (+)
Konsul ke dokter Spesialis Anestesi Regional Anestesi
Teknik : Anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk
Premedikasi : Infus Fima HES 500 cc
Induksi : Bupivacain spinal 0,5 %
Maintenance : O22 Lpm

Langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:


1. Setelah dimonitor, pasien dudukdengan posisi membungkuk, pasien diminta untuk
memeluk bantal, agar posisi tulang belakang stabil. Pasien dibungkukkan maksimal
agar prosesus spinosus mudah teraba.
2. Ditentukan tempat tusukan, yaitu L4-L5 (perpotongan antara garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung).
3. Berikan tanda pada tempat tusukan.
4. Tempat tusukan disterilkan dengan betadin dan alkohol.
5. Diberi anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain 2 % sebanyak 2ml.
6. Jarum spinal besar ukuran 25G dapat langsung digunakan. Lakukan penusukan jarum
spinal pada tempat yang telah ditentukan, dengan sudut 10-30 terhadap bidang
horizontal kearah kranial. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan cairan jernih serebrospinal akan menetes keluar, pasang spuit berisi
Bupivacain spinal 0,5 %dan dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Selama Operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan darah yang
berarti, :
Cairan yang masuk selama operasi 1000 cc
Perdarahan selama operasi : 200 cc
Operasi berlangsung 50 menit
Post operasi :
Oksigen 3 Lpm (nasal)
Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan stabil.
Posisi tidur head up 35 derajat sampai 24 jam post operasi
Jika sistole 90 mmHg beri efedrin 10 mg iv
Nadi 60 kali/menit beri SA 0,5 mg iv.
Jika Bromage Score 2 boleh pindah ruangan
Nyeri kepala hebat, segera konsul dokter Spesialis Anastesi

V. PEMBAHASAN
Pasien Ny.N dengan usia 27 tahun dengan diagnosis G3P0A2 uk 39 minggu dgn CPD+
THIV+ let kep+ Obes + HSVB akan dilakukan tindakan SC+IUD. Dari hasil anamnesis, layak
dilakukan operasi pada pasien ini dengan klasifikasi ASA I, yaitu pasien normal dan sehat fisik
dan mental. Dari hasil pemeriksaan Laboratorium dan EKG tidak didapatkan abnormalitas.

Pada pasien ini dilakukan regional anestesia dengan teknik spinal anestesi.
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan
obat anestetik lokal secara langsung ke dalam cairan LCS di dalam ruang
subaraknoid. Pada tindakan ini, jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah
lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1. Batas atas ini dikarenakan adanya ujung
medulla spinalis dan batas bawah karena penyatuan vertebra sakralis yang tidak
mungkin dilakukan insersi. Pungsi lumbal hanya antara L2-3, L3-4, L4-5, atau L5-
S1 (perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang
punggung).

Indikasi anestesi spinal antara lain: bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan
sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan
pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum
ringan, terdapat riwayat reaksi yang tidak baik dengan anastetik umum, operasi darurat tanpa
puasa yang adekuat, ini dimaksudkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Pada pasien ini,
akan dilakukan tindakan berupa pembedahan pada abdomen bagian bawah (herniotomi) sehingga
masuk ke dalam indikasi untuk dilakukannya anastesi spinal.
Kontra indikasi absolut/mutlak anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi pada
tempat suntikan, riwayat alergi terhadap anastetik lokal, hipovolemia berat, syok, mendapat
terapi antikoagulan, gangguan perdarahan, tekanan intrakranial meningkat, fasilitas resusitasi
minim, kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. Sedangkan kontra indikasi
relatif meliputi pasien kurang atau tidak kooperatif, kelainan neurologis, penyakit jantung
iskemik, skoliosis, riwayat operasi laminektomi.
Salah satu tindakan premedikasi pada pasien ini adalah pemberian infus RL 2 1000 cc.
Adapun tujuan dari pemberian cairan ini adalah untuk mencegah terjadinya hipotensi. Ringer
Laktat adalah cairan dengan osmolaritas mendekati serum sebesar 285mOsmol/L, sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan
berfungsi untuk menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di dalam plasma
darah. Kalium merupakan kation terpenting di dalam intraseluler dan berfungsi untuk konduksi
saraf dan otot.Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada
dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed.
Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.
Komplikasi sirkulasi: Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi
blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuscairan
kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB dalam 10 menit segera
setelah penyuntikan anestesia spinal. Bila dengan cairan infuscepat tersebut masih terjadi
hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang
setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis.
Dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
Komplikasi respirasi:
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-paru
normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
3. Apnea dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat
dan iskemia medula.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak
adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.

Komplikasi gastrointestinal:
Nausea dan muntah karena hipotensi,hipoksia,tonus parasimpatis berlebihan,pemakaian
obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing
kepala pasca pungsi lumbalmerupakan nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada
perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi
lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi.Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan
meningkat.
Pencegahan:
Pakai jarum lumbal yang lebih halus
Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
Hidrasi adekuat

Pengobatan:
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

Retensi urin
Fungsi kandung kencing merupakanbagian yang fungsinya kembali paling akhir pada
analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam.Kerusakan saraf permanen merupakan
komplikasi yang sangat jarang terjadi.

Program pergantian cairan pada pasien ini adalah sebagai berikut :


Berat badan Ny. N adalah 96 kg, lama puasa 6 jam, jumlah perdarahan (JP)200cc :
- Maintanance (M)= 2 cc/kgBB/jam = 2 x 96 = 192 cc
- Stress Operasi (SO) = 8cc/kgBB/jam = 8 x 96 = 768 cc
- Pengganti Puasa (PP) = M x jam puasa = 90 x 6 = 540cc
- EBV = 70cc/kgBB = 70 x 96 =6720 cc
- UBL = EBV x 20% = 6720 x 20% = 1344 cc
Kebutuhan cairan
M + SO + 1/2 PP + 3 (JP) = 192 + 768 + 270 + 600 = 1830 cc
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pemberian cairan selama
prosesoperasi masih kurang (830 cc) sehingga sisanya dapat diberikan pada saat pasien berada di
ruang pemulihan.
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent) meliputi
pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.Pemeriksaan fisik dilakukan
meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti
infeksi.Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis.Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah penilaian hematokrit.Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial
(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah. Pada pasien ini tidak terdapat
gangguan pembekuan darah

Jarum Spinal

Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya
seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
menyebabkan nyeri kepala pascapenyuntikan spinal. Pada pasien ini digunakan jenis
jarum Quinke dengan ukuran 25G.

Teknik

Pada spinal anestesi, posisi pasien bisa duduk atau dekubitus lateral. Posisi
duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan pungsi lumbal, seperti pada pasien
ini. Adapun langkah-langkah dari spinal anestesi dengan posisi duduk adalah :

Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan
tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah
satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut difleksikan maksimal. Dada dan
leher didekatkan ke arah lutut.

Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra lumbalis
(interlumbal).

Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut
10-30 terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan menembus
ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan
duramater dan lapisan subaraknoid.

Cabut mandrin lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid.
Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti
adrenalin.

Pada pasien ini teknik anastesi spinal dilakukan dengan posisi duduk pada meja
operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada spinal anestesidibagi menjadi
komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal yaitu dapat timbul
hematom jika saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah yang cukup besar, pasien
mendapat terapi anti koagulan atau terdapat gangguan pembekuan darah.
Komplikasi sistemik yaitu pasien menjadi gelisah, agitasi atau sampai kejang-kejang,
bradikardi dan terjadi reaksi alergi.

Obat yang di gunakan


Lidokain
Farmakodinamik :
Jenis anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan
suntikan. Merupakan aminoetilamid. Anestesi ini lebih efektif digunakan tanpa vasokonstriktor,
tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Sediaan
berupa larutan 0,5-5%. Dosis maksimal yang aman digunakan adalah 7 mg/kgBB dengan
adrenalin dan 3 mg/kgBB tanpa adrenalin. Pada kasus ini, digunakan lidokain 2% yang berarti
dalam 100 cc pelarut, terdapat 2 gram lidokain. Sediaan yang digunakan adalah lidokain ampul
yang berisi 2 ml, yang berarti dalam satu ampul tersebut terdapat 40 mg lidokain. Jika dilihat dari
berat badan pasien (45kg), maka dosis lidokain yang diperlukan pada pasien ini adalah 135 mg,
sehingga dosis lidokain yang diberikan pada pasien kurang.
Efek samping: Biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP (mengantuk, pusing, parastesia,
gangguan mental, koma dan kejang). Dosis berlebih dapat menyebabkan kematian akibat
fibrilasi ventrikel atau oleh henti jantung.

Bupivakain (marcain).

Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain.Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk
infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal yang aman
digunakan adalah 2 mg/kgBB dengan atau tanpa adrenalin.Durasi 3-8 jam.Waktu untuk mulai
bereaksi lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar
plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.Pada
kasus ini, digunakan bupivacain 0,5% yang berarti dalam 100 cc pelarut, terdapat 0,5 gram
lidokain. Sediaan yang digunakan adalah bupivacain ampul yang berisi 4 ml, yang berarti dalam
satu ampul tersebut terdapat 2 mg bupivacain. Jika dilihat dari berat badan pasien (45kg), maka
dosis bupivacain yang diperlukan pada pasien ini adalah 90 mg, sehingga dosis lidokain yang
diberikan pada pasien kurang.
Pada pasien dengan anastesi spinal, sebelum keluar dari recovery room harus dilihat
dahulu Bromage Scorenya, dimana jika Bromage Score 2 dapat dipindahkan ke bangsal.

Bromage Score
Kriteria Score
Gerak penuh dari tungkai 0
Tidak mampu ekstensi tungkai 1
Tidak mampu fleksi lutut 2
Tidak mampu fleksi pergelangan 3
kaki

Kesimpulan

Pada kasus ini, teknik anastesi, alat yang digunakan dalam melakukan anastesi spinal
sudah sesuai dengan teori.Akan tetapi, untuk dosis obat yang digunakan masih kurang dari dosis
yang seharusnya diberikan.

Anda mungkin juga menyukai