Anda di halaman 1dari 14

TERAPI ULTRASOUND PADA HAMSTRING

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Bahasa Indonesia Untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Penilaian Tugas Terstruktur Semester Gasal Tahun 2021
Dosen Pengampu : Ariyo Dwi Hidayat, M.Pd
Nama Anggota Kelompok :

1. Najma Dhoriefah N (202102050029)

2. Astrid Faurina (202102050030)

3. Wulan Fira Fadhilah (202102050031)

4. Kurnia La’aly Shafa (202102050032)

5. Qotrun Nada Salsa (202102050033)

6. Mazhel Muhammad S (202102050034)

Kelompok 5

PRODI SARJANA FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


LEMBAR PENGESAHAN
Proposal skripsi ini yang berjudul “Terapi Panas pada Kasus Frozen Shoulder ” telah
disahkan dan disetujui pada:

Hari :

Tanggal :

Disusun oleh:

1. Najma Dhoriefah N (202102050001)

2. Astrid Faurina (202102050002)

3. Wulan Fira Fadhilah (202102050007)

4. Kurnia La’al Shafa (202102050008)

5. Qotrun Nada Salsa (202102050009)

6. Machel Muhammad S (202102050010)

Menyetujui,

Ariyo Dwi Hidayat, M.Pd


A. Judul
TERAPI ULTRASOUND PADA HAMSTRING
B. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar
didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
Hal ini disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja
disektor formal dan 70% disektor informal. Pertumbuhan industri dan bertambahnya
tenaga kerja tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif. Salah satu dampak
negatifnya adalah meningkatnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). PAK dapat terjadi
karena adanya proses penuaan, penyakit dan kecacatan yang terjadi selama bekerja.
Untuk menanggulanginya maka perlu dilakukan upaya kesehatan tidak hanya bekerja
tetapi juga dilingkungan kerja, dengan melibatkan organisasi pekerja. Misi yang ingin
dicapai dari upaya ini adalah dapat melakukan aktivitas fisik dalam keadaan sehat
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2011).
Penyakit akibat kerja dapat menyerang anggota tubuh yang lebih banyak
digunakan saat bekerja atau menanggung beban kerja saat aktivitas terberat pada
anggota tubuh seperti leher, tangan, lutut, dan kaki. Salah satu keluhan yang serin
dijumpai tanpa disadari pada pekerja pada anggota gerak bawah adalah hamstring
tightness. Apabila keluhan tersebut tidak ditangani secara benar maka akan
menyebabkan penyakit lain yang tidak hanya dapat mengganggu aktivitas fungsional
manusia bahkan dapat menyebabkan kecacatan (Quinn, 2009). Otot hamstring adalah
otot yang berfungsi pada gerakan fleksi lutut, ekstensi hip, eksternal dan internal
rotasi hip. Hamstring merupakan jenis otot tipe I atau tonik, dimana bila terjadi suatu
patologi akan mengalami penegangan dan pemendekan atau tightness. Panjang otot
hamstring berkaitan dengan fleksibilitas otot, dimana bila otot mengalami
pemendekan maka fleksibilitas otot juga akan menurun dan timbul nyeri.
Kondisi otot hamstring yang mengalami pemendekan mempengaruhi
keseimbangan kerja otot yang berdampak terhadap munculnya gangguan – gangguan
lainnya dalan aktivitas individu. Menurut Irfan (2008), jika otot tidak dapat
berkontraksi dan relaksasi secara efisien, akan mengakibatkan menurunnya performa
dan kurangnya kontrol gerakan pada otot. Pemendekan serta otot yang tight juga akan
mengakibatkan hilangnya kekuatan dan tenaga saat melakukan aktivitas fisik seperti
berjalan. Penelitian Bing et-al (2008), menunjukkan bahwa kecepatan pemanjangan
otot hamstring secara signifikan lebih tinggi selama fase menapak dibandingkan fase
mengayun. Untuk dapat melakukan aktivitas berjalan dengan efisien dengan resiko
cedera kecil membutuhkan fleksibilitas otot hamstring yang adekuat.
Menurut penelitian Odunaiya, Hamzat, Ajayi (2005), mengatakan bahwa
pemendekan otot hamstring mengakibatkan meningkatnya tekanan patella fermoral
syndrome. Selanjutnya menurut penelitian Aquino et-al (2006), menunjukkan bahwa
kontraktur jaringan otot mempengaruhi kekakuan sendi sebanyak 41% dan
berkontribusi pada gangguan kapsul 47% serta pada tendon 10%. Menurut Wismanto
(2011), dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian baik sendi, kapsul maupun tendon
selalu melibatkan kontribusi terhadap kontraktur otot.
Pada tightness hamstring ditemukan bahwa tingkat prevalensi mencapai 80%
pada mahasiswa atlet di University of Pradeniya Sri Lanka. Kasus ini juga dapat
dilihat pada setiap usia dan tidak selalu terjadi pada atlet saja, namun bisa terjadi pada
para pekerja kantoran dan mahasiswa (weerasekara, et al 2010). Hasil penelitian dari
Akinpelu (2005), menyatakan bahwa tightness hamstring dapat terjadi pada semua
umur dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Namun tidak ada
perbedaan yang signifikan pada tightness hamstring di kelompok usia antara 5 - 12
tahun, 13 - 19 tahun, dan 20 - 29 tahun.
Dalam kelompok usia antara 30 - 39 tahun dan 40 - 49 tahun tightness
hamstring meningkat lebih tinggi dari kelompok usia yang lebih muda. Secara
signifikan kelompok usia antara 50 - 59 tahun lebih rendah dibanding kelompok usia
40 - 49 tahun. Temuan ini menunjukkan dalam lingkungan ini, tightness hamstring
cenderung terjadi pada usia dini dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Namun itu tidak meningkat secara signifikan sampai pada rentang usia 30 –
49 tahun dan setelah itu menurun. Ini menjelaskan bahwa tightness hamstring pada
usia remaja lebih sedikit dibanding usia dewasa (Akinpelu,2005).
Tightness hamstring dapat diatasi atau diminimalisasi dengan berbagai bentuk
latihan fungsional yang dapat dilakukan oleh fisioterapis, latihan dapat berupa
peregangan atau stretching (Folpp et al, 2006), corrective exercise (Cook 2010),
strengthening exercise (Fonseca 2009), myofacial release (Ivanic 2007). Hal ini telah
tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013 bahwa Fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, pelatihan fungsi dan komunikaasi. Tujuan yang ingin dicapai oleh fisioterapi
adalah peningkatan gerak fungsional agar masyarakat dapat menjalankan aktivitasnya
secara optimal. Oleh karena itu, fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus
mempunyai kemampuan dan keterampilan guna memaksimalkan potensi gerak yang
ada.
Menurut Irfan (2008), untuk memaksimalkan potensi gerak dibutuhkan
mobilitas dari sendi dan fleksibilitas yang baik pada jaringan lunak (otot, jaringan
pengikat, dan kulit). Mobilitas yang dimaksud adalah kemampuan dari sendi untuk
melakukan mobilisasi atau gerakan tanpa adanya hambatan gerak dan bebas dari rasa
nyeri yang merespon terjadinya pemendekan dari otot-otot yang berfungsi untuk
menggerakan tubuh mengakibatkan menurunnya fleksibilitas otot.
Fleksibilitas merupakan faktor penting untuk melakukan suatu gerakan baik
dalam berolahraga ataupun aktivitas fisik lainnya. Fleksibilitas adalah kemampuan
suatu jaringan atau otot untuk mengulur dan kembali ke bentuk semula. Mengulurnya
otot tanpa rasa nyeri atau terbatas di tandai dengan ekstensibilitas otot yang bagus.
Fleksibilitas sangat dipengaruhi oleh ekstensibilitasnya, ketika tidak melakukan
gerakan atau melakukan pola gerakan tertentu dan terus menerus, terbiasa dalam
postur tertentu dan kerja berat yang terus menerus pada range of motion (RoM)
tertentu mengakibatkan terjadinya pemendekan akibat adaptasi yang berimbas
terhadap menurunnya ekstensibilitas otot.
Ekstensibilitas otot adalah kemampuan otot untuk memperpanjang ke titik akhir
yang telah ditentukan (Weppler et al, 2010). Ekstensibilitas otot yang terbatas menjadi
masalah umum yang mempengaruhi berbagai populasi pasien maupun individu
bertubuh sehat. Jika parah, keterbatasan ekstensibilitas otot ini dapat mengakibatkan
kontraktur pada otot, hal ini sangat umum pada pasien dengan gangguan neurologis,
seperti cedera kepala dan cedera tulang belakang. Penurunan ekstensibilitas ini dapat
memberikan implikasi yang mendalam bagi orang yang sehat maupun yang
mengalami gangguan. Kehilangan sedikit ekstensibilitas pada otot hamstring pada
kondisi quadriplegia bisa mengakibatkan duduk dengan lutut ekstensi, merupakaan
posisi yang tidak nyaman untuk berpakaian secara mandiri. Kehilangan sedikit
ekstensibilitas dapat membatasi olahraga dan prestasi atletik individu yang berbadan
sehat. Kehilangan ekstensibilitas hamstring dapat memiliki implikasi penting untuk
atlit lompat tinggi, penari dan pesenam. Untuk alasan ini, program peregangan telah
menjadi bagian integral program olahraga dan rehabilitasi bagi banyak populasi
pasien dan berbadan sehat (Folpp et al,2006).
Penurunan ekstensibilitas otot hamstring pada umumnya dapat diketahui melalui
kondisi ketidak mampuanseseorang dalam melakukan gerakan rukuk pada saat sholat
terbatas, untuk memastikan kondisi tightness ini perlu di lakukan pengukuran yang
spesifik untuk menilai ekstensibilitas otot hamstring.
Pengukuran pada kasus tightness hamstring dapat dilakukan dengan cara aktif
unilateral straight leg raise test, pasif unilateral straight leg raise test, sit and reach
test, dan active knee extention test. Sit and reach test merupakan alat ukur untuk
mengukur ekstensibilitas dari otot hamstring (Wismanto 2011). Menurut Quinn
(2014) sit and reach test merupakan metode pengukuran untuk mengukur fleksibilitas
dari otot hamstring dan punggung belakang yang meggunakan media berupa boks
terbuat dari papan atau metal yang tingginya 30 cm, lalu diatas boks tersebut diletakan
penggaris ukur yang panjangnya 26 cm keluar dari boks dan -26 cm sampai ke ujung
dari boks tersebut. Mengatasi tightness hamstring adalah salah satu cara yang paling
penting untuk mencegah cedera. Dengan menjaga ekstensibilitas atau panjang otot
hamstring yang optimal dapat meningkatkan kinematika optimal, menghasilkan
gerakan yang efesien, dapat meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan
tekanan yang diberikan, dan berpotensi mengurangi resiko injuri (Creaty, 2005).
Salah satu latihan fungsional yang dapat meningkatkan ekstensibilitas pada
kasus tightness hamstring adalah latihan yang bersifat mengulur otot atau stretching
(Folpp et al, 2006) yaitu dengan Nordic hamstring exercise dan MET. Nordic
hamstring exercise adalah salah satu jenis latihan yang bersifat eksentrik yaitu
kontraksi dimana ketika panjang otot bertambah, ketegangan otot naik khususnya otot
hamstring dengan mengkontraksikan otot antagonis secara eksentrik. Latihan ini juga
bersifat mengulur otot (stretching) dan juga penguatan (strengthening), Konsumsi
oksigen pada gerakan eksentrik sangat sedikit karena kontraksi yang di keluarkan
menghasilkan perlambatan terhadap otot, namun gaya yang di hasilkan oleh gerakan
eksentrik besar karna adanya gerakan melawan gravitasi sehingga terjadi penurunan
tegangan otot pada akhir gerakan, yang mengakibatkan otot akan memanjang serta
ruang gerak sendi bertambah. Menurut Waseem et al (2009), latihan ini bertujuan
untuk meningkatkan fleksibilitas atau panjang otot hamstring. Selain untuk
menambah panjang otot, latihan ini juga dapat meningkatkan kekuatan otot serta
mencegah terjadinya cedera. Menurut penelitian Ferdian, et al, (2016) bahwa nordic
hamstring exercise efektif dalam meningkatkan ekstensibilitas pada kasus tightness
hamstring.
Menurut Rosella (2013) metode lain yang lebih efektif dalam meningkatkan
fleksibilitas otot adalah MET. MET merupakan teknik osteopatik yang memanipulasi
jaringan lunak dengan gerakan langsung dan dengan kontrol gerak yang dilakukan
oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isometrik, gerakan ini bertujuan untuk
meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. MET merupakan teknik
osteopatik yang memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung dan dengan
kontrol gerak yang dilakukan oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isometrik
gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi
nyeri. MET memiliki prinsip manipulasi dengan cara yang halus, dengan kekuatan
tahanan gerak yang minimal hanya sebesar 20 - 30% dari kekuatan otot, melibatkan
kontrol pernapasan pasien, dan dengan repetisi yang optimal. MET bekerja dengan
merilekskan otot tanpa menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan melalui tekanan
yang ringan dan lembut sehingga tidak membuat jaringan iritasi dan teregang kuat.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti dan
membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul perbedaan intervensi. Nordic
hamstring exercise dengan MET untuk meningkatkan ekstensibilitas pada kasus
tightness hamstring.
C. Identifikasi Masalah
Dalam melakukan pekerjaan apapun profesi nya manusia juga harus bergerak
seperti berjalan, berlari, makan dan sebagainya. Apabila kebutuhan gerak tidak
tercukupi maka seseorang akan terganggu aktivitasnya. Begitu pentingnya bergerak
bagi manusia sehingga manusia akan selalu berusaha untuk mencegah supaya tidak
cedera/sakit yang menyebabkan pembatasan diri dalam bergerak.
Hamstring adalah kelompok otot besar yang melalui sendi pinggul dan sendi
lutut dan sangat penting untuk fungsi normal berkaitan dengan berjalan dan berlari.
Masalah pada otot-otot ini dapat menyebabkan nyeri signifikan pada lutut, paha, atau
pinggul. Otot hamstring merupakan otot yang sering sekali mengalami Muscle
tightness. Sehingga apabila penderita mengalami hamstring muscle tightness maka
akan beresiko mengalami gangguan muskuloskeletal lainnya seperti hamstring muscle
injury , anterior crusiatum ligament injury (ACL), low back pain (LBP), dan juga
plantar fascitis (Amin et al, 2015) . Maka ketika tightness pada otot hamstring tidak
dipulihkan dengan segera maka akan mengakibatkan penurunan gerak dan fungsi.
Fisioterapi dapat memberikan berbagai alternatif intervensi pada kasus tightness
hamstring khususnya pada peningkatan gerak dan fungsi seseorang. Untuk
meningkatkan ekstensibilitas kasus tightness hamstring, dapat diberikan dengan
latihan-latihan seperti nordic hamstring exercise dan MET.
D. Cakupan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah pada kasus ini dan keterbatasan penelitian, peneliti
akan membatasi penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa efektifnya terapi
ultrasound pada kasus cidera hamstring yang banyak terjadi di kalangan athlete
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Hamstring?
2. Apa Penyebab Terjadinya Hamstring?
3. Apa Pengertian Terapi Ultrasound?
4. Bagaiamana Penatalaksanaan Terapi Ultrasound Pada Kasus Hamstring?
5. Bagaimana Pengaruh Pemberian Terapi Ultrasound Pada Kasus Hamstring?
F. Tujuan Penelitian
. Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan cakupan masalah, peneliti
merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Penyebab Terjadinya Hamstring.
2. Mengidentifikasi Penatalaksanaan Terapi Ultrasound Pada Kasus Hamstring.
3. Mengidentifikasi Pengaruh Pemberian Terapi Ultrasound Pada Kasus
Hamstring.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai pengembangan ilmu fisioterapi untuk diberikan kepada masyarakat.
b. Untuk informasi penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa/i yang akan
mengembangkan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Terapi Ultrasound
Pada Kasus Hamstring.
2. Manfaat Praktis
a. Agar fisioterapi dapat mengembangkan ilmu yang dimiliki khususnya
fisioterapis yang bergerak di bidang pelayanan untuk memberikan latihan
dalam upaya peningkatan ekstensibilitas pada kasus hamstring.
b. Dapat menangani kasus hamstring di fasilitas pelayanan kesehatan.
H. Kerangka Teoritis
1. Hamstring
I.1 Pengertian Hamstring
Otot hamstring merupakan salah satu group otot besar yang terdiri dari
3 kumpulan otot diantaranya otot semitendinosus, otot semimembranosus,
dan otot biceps femoris. Letaknya pada superficial bagian posterior dari hip
dan knee yang melewati 2 persendian (biarticular) yaitu sendi panggul dan
sendi lutut (LuqueSuarez et al., 2012). Otot hamstring berorigo di bawah otot
gluteus maximus pada tulang pelvis (tuberocity of ischiadicus) dan
berinsertio pada tulang tibia, persyarafannya dilakukan oleh N.Ischiadicus
(Netter, 2011).
Otot hamstring adalah otot yang bertipe primarily fast-twitch dan
powerful movement, sehingga otot hamstring tahan terhadap beban yang
berlebih tapi cepat lelah saat pengulangan berlebih (Luque-Suarez et al.,
2012).
Otot ini berfungsi sebagai penggerak utama gerakan lutut fleksi dan juga
gerakan sendi panggul ekstensi yang membantu kerja dari otot gluteus
maximus. Pada saat jalan fungsi dari otot hamstring adalah saat fase
deselerasi pada bidang
sagital (Shumway-Cook et al., 2007).
Otot hamstring disebut sebagai otot mobilisasi yang berfungsi sebagai
otot imbalance sehingga mudah mengalami pemendekan (Luque-Suarez et
al., 2012).
I.2 Penyebab Hamstring
Penyebab utama cedera hamstring adalah meregangnya otot hamstring
melebihi batas, terutama saat melakukan gerakan yang tiba-tiba dan
eksplosif. Berikut ini adalah beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko
cedera hamstring:
1. Memiliki otot hamstring yang lemah
2. Tidak melakukan peregangan sebelum olahraga
3. Mengabaikan kondisi tubuh yang sudah lelah untuk tetap berolahraga
4. Memiliki riwayat cedera hamstring
5. Memiliki kelenturan otot yang buruk
6. Usia yang sudah tua
2. Ultrasound
2.1 Pengertian Ultrasound
Terapi ultrasound (US) adalah salah satu jenis terapi dalam bidang
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang menggunakan gelombang
suara/ultrasound dengan frekuensi gelombang suara yang tidak dapat
didengar oleh telinga manusia yaitu dengan frekuensi >20.000 kali per
detik/Hertz (Hz) untuk tujuan terapi dalam bidang rehabilitasi
muskuloskeletal. Terapi ultrasound dapat mencapai kedalaman 2-5 cm dari
permukaan tubuh. Terapi ultrasound dapat memberikan efek termal atau efek
pemanasan dalam maupun superfisial, dan efek non termal (efek mekanik
yang dapat berfungsi untuk memasukan jenis obat tertentu, efek pemijatan
dan efek biologis yang dapat mempengaruhi proses yang terjadi di jaringan
atau sel sehingga dapat mempercepat terjadinya pemulihan atau regenerasi
jaringan). Efek terapi ini tentunya bergantung pada diagnosis penyakit
seseorang dan tujuan terapi yang diberikan dengan dosis yang berbeda-beda
untuk setiap individu.
2.2 Penatalaksanaan trapi ultrasound pada kasus Hamstring
Fisioterapis memberikan terapi berupa terapi ultrasonic dengan latihan
kotraksi isometrik pada otot hamstring. Terapi ultrasonik merupakan terapi
menggunakan energi mekanis melalui konversi gelombang suara ultra yang
menghasilkan vibrasi mekanis dengan frekuensi antara 1 MHz sampai 3 MHz
(Watson, 2010). Dalam teori oleh Watson, (2014) menjelaskan, dengan
vibrasi mekanis terapi ultrasonik menghasilkan efek termal dan non-termal
berupa cavitation, acoustic streaming dan micromassage sehingga
meningkatkan aliran darah lokal yang membantu perbaikan jaringan yang
rusak. Dosis terapi ultrasounik diberikan menyesuaikan penggunaan
frekuensi yaitu 1 MHz karena jaringan otot hamstring cukup dalam. Lalu,
untuk intensitas diberikan pada 1 Watt/cm2 karena kondisi adalah kronis
dengan tipe kontinyu. Untuk lama penggunaan alat utrasonik menggunakan
penghitungan waktu dari Watson (2014) yaitu 1 menit x (Effective Radiating
Area : Luas area) x (Jumlah pulse ratio) dan mendapatkan hasil 4 menit.
Frekuensi terapi ultrasonik dilakukan 2 kali seminggu. Latihan isometrik
kontraksi adalah bentuk latihan statik dimana otot yang dilatih tidak
mengalami perubahan panjang dan tanpa ada pergerakan dari sendi. Sehingga
latihan akan menyebabkan ketegangan (tension) otot bertambah dan panjang
otot tetap (Kisner & Colby, 2012). Latihan ini menggunakan prinsip latihan
dengan pembebanan minimal yang digunakan untuk mengurangi nyeri,
meningkatkan relaksasi dan sirkulasi setelah cedera pada jaringan lunak
selama fase akut penyembuhan. Beberapa otot yang dapat dilatih dengan cara
ini adalah otot quadriceps, hamstring dan gluteal. Latihan kontraksi isometrik
diberikan pada pasien setelah mendapatkan terapi ultrasonik.
Prosedur Latihan kontraksi isometric adalah sebagai berikut: Posisi
pasien tidur dalam posisi tengkurap. Sedangkan, posisi fisioterapis berada
berdiri disamping tungkai yang sakit. Fisioterapis menjelaskan kepada pasien
teknik latihan yang akan diberikan seperti pasien harus menekuk lututnya dan
terapis akan memberi tahanan maksimal untuk mencegah terjadinya gerakan.
Pegangan terapis daerah distal pada sendi ankle, dan daerah proksimal pada
daerah gluteal. Latihan dilakukan 2 kali seminggu dengan 8 detik kontraksi,
dan 5 detik rileksasi. Kemudian latihan diulangi sebanyak 10 kali set dalam
satu kali sesi terapi. Pasien diberikan terapi sebanyak 4 kali terapi selama 2
minggu. Lalu pada minggu terakhir dilakukan pemeriksaan terhadap lingkup
gerak sendi pasien.
2.3 Pengaruh Pemberian Terapi Ultrasound pada kasus Hamstring
Ultrasound adalah suatu alat terapi yang menggunakan getaran
mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Perbaikan
sirkulasi darah oleh efek terapi ultrasound akan menyebabkan terjadinya
relaksasi otot karena zat-zat pengiritasi jaringan bersirkulasi untuk
dieliminasi dengan lebih baik (Buana et al., 2017). Jika gelombang
ultrasound masuk ke tubuh efek pertama yang muncul adalah efek mekanik.
Adanya gelombang longitudinal menyebabkan adanya peregangan dengan
frekuensi yang sama menghasilkan variasi tekanan didalam jaringan. Variasi
tekanan merupakan efek mekanik yang disebut efek micromassage. Adanya
variasi tekanan tersebut akan menghasilkan perubahan volume dari sel-sel
tubuh sebesar 0,02%, perubahan permeabilitas dari membran sel dan
membran jaringan dan mempermudah proses metabolisme (Hayes, 2014).
Melalui efek nonthermal penggunaan ultrasound dapat menghasilkan
microstreaming pada pergerakan molekul. Hal tersebut merangsang
pelepasan histamin dari mast cells yang meningkatkan transport ion kalsium
melintasi membran sel sehingga merangsang pelepasan histamin. Histamin
menarik polimorfonuklear leukosit, bersama dengan monosit yang fungsi
utamanya adalah untuk melepaskan agen chemotactic dan faktor
pertumbuhan yang merangsang fibroblast dan sel endotel untuk membentuk
kolagen, vaskularisasi digunakan untuk pengembangan jaringan ikat baru
yang sangat penting untuk perbaikan yang cepat. Micromassage yang
ditimbulkan dari ultrasound akan menimbulkan efek panas dalam jaringan.
Efek panas yang diproduksi tidak sama untuk setiap jaringan tergantung dari
beberapa faktor yang ditentukan diantaranya bentuk aplikasi ultrasound
(continue atau terputus-putus), intensitas, lamanya terapi dan keoefisien
absorbsi
I. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperiment yang sering
disebut juga sebagai eksperimental semu oleh karena tidak semua variable
dikontrol oleh peneliti. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu dengan menggunakan pre test and post test with control group
design (Notoatmojo, 2005). Penelitian ini merupakan pengumpulan data
berupa pengukuran fleksibilitas otot hamstring dulakukan pre-test dan post-
test. Analisis statistic yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah
Shapiro Wilk Test. Pada data berdistribusi normal digunakan uji statistik
paired sample T-test dan uji wilcoxon test pada data distribusi tidak normal.
Uji beda pengaruh dua kelompok menggunakan independen T-test pada data
berdistribusi normal dan mann whitney jika data distribusi tidak normal.
Pengolahan data menggunakan software program SPSS windows versi sor
windows.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah warga jajarwayang Bojong Pekalongan tahun
2021, dengan jumlah 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
3. Metode pengumpulan data.
a. Observasi
Pengamatan atau observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau
objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari
sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui
sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk
melanjutkan suatu penelitian.
b. Wawancara
Wawancara atau dikenal juga dengan istilah interview atau interviu adalah
percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber
dan pewawancara. Tanya jawab antara pewawancara dan narasumber ini
bertujuan untuk mendapatkan sebuah informasi, pendapat, data, dan
keterangan.
4. analisa data
Analisis data adalah sebuah proses untuk mengelompokan, melihat
keterkaitan, membuat perbandingan, persamaan dan perbedaan atas data yang
telah siap untuk dipelajari, dan membuat model data dengan maksud untuk
menemukan informasi yang bermanfaat sehingga dapat memberikan petunjuk
untuk mengambil keputusan.
Analisis Data terdiri dari tahapan berikut :
- Pengumpulan Kebutuhan Data.
- Pengumpulan data.
- Pembersihan Data.
- Analisis data.
- Interpretasi data.
- Visualisasi data.
5. Teknik analisa data
Teknik Analisis Data adalah suatu metode atau cara untuk mengolah
sebuah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut menjadi
mudah untuk dipahami dan juga bermanfaat untuk menemukan solusi
permasalahan, yang terutama adalah masalah yang tentang sebuah penelitian.
J. Daftar Pustaka

(n.d.). Retrieved December 30, 2021, from sinta.unud:


https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1302315010-3-BAB%20II.pdf
(n.d.). Retrieved from Universitas Esa Unggul:
https://sg.docs.wps.com/l/sIFDyn8-AAYTvtI4G

Anggiat, L. (2021, April 20). Retrieved December 30, 2021, from Universitas
Kristen Indonesia:
http://repository.uki.ac.id/4318/1/EarlyStageRehabilitationforStrainHamstring.
pdf

Soemarjono, A. (2015, September 4). Retrieved December 30, 2021, from


flexfreeclinic: https://flexfreeclinic.com/layanan/detail/26

Tamin, R. (2020, October 5). Retrieved December 30, 2021, from alodokte:
https://www.alodokter.com/cedera-hamstring

Anda mungkin juga menyukai