Anda di halaman 1dari 45

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASKEP FRAKTUR

Nama Kelompok :

1. Gusti Ayu Agung Dwi Apriliani (19089014002)


2. Kadek Mita Baskara (19089014031)
3. Ketut Soni Asih (19089014042)
4. Putu Vingky Tamalia (19089014052)
5. Kadek Wahyuni (19089014053)

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi


Wasa /Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami menyambut gembira
atas terselesaikannya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Fraktur
Konsep Patofisiologi” yang mempunyai sebuah peranan yang penting yang perlu
untuk kita telaah bersama dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Dalam kesempatan ini tak lupa kami sampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang mendorong terbentuknya makalah ini. Ucapan terima kasih
kepada Ibu Ns. Putu Indah Sintya Dewi, S.Kep., M.Si. Selaku mentor dalam
menyelesaikan makalah ini.
Terakhir, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sebagai panduan
dalam pembelajaran. Meskipun demikian, masih banyak makalah yang lain
disamping ini yang dapat juga membantu dalam mengetahui teori dalam
keperawatan.
Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tugas makalah ini pada pembuatan yang akan datang.

Singaraja, 28 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………....1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...3
1.3 Tujuan………………………………………………………………….3
1.4 Manfaat…………………………………………………………...……4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fraktur ………………………………………………….....5
2.2 Etiologi Fraktur…………………………………………..………….....6
2.3 Patofisiologi Fraktur……………………………………………….......6
2.4 Klasifikasi Fraktur……………………………………………….…...10
2.5 Manifestasi Klinis Fraktur…………………………………………....12
2.6 Pemeriksan Diagnostic Fraktur…………………………………….....13
2.7 Penatalaksanaan Fraktur………………………………………….…...13
2.8 Komplikasi Fraktur………………………………………….………..15
2.9 Pendidikan Kesehatan Fraktur…………………………………..........17
2.10 Fase Penyembuhan Fraktur………………………………………....19
2.11 Obat Yang Digunakan…………………………………………........20
2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur…………………….…22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………......35
3.2 Saran…………………………………………………………………35
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan lalu lintas dan sebagainnya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat
faktor lain seperti proses degerneratif dan patologi (Depkes RI, 2005;
Noorisa et al., 2017). World Health Organization (WHO) mencatat pada
tahun 2011- 2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang
menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011). Menurut
Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada
ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2% (Depkes RI, 2011).

Fraktur plateau tibia atau fraktur tibia proximal disebut juga bumper
fracture. Fraktur tibia proximal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari
arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Trauma kaki
atau tungkai bawah akan memberikan suatu gangguan pada kaki dan
pergelangan kaki yang meliputi tulang tibia, fibula, maleolus, metatarsal,
palang kaki, dan jaringan lunak pada kaki oleh berbagai keadaan yang
meliputi cidera akibat trauma (Helmi, 2012). Tindakan bedah dari fraktur
tibia plateau yang biasanya terjadi displaced akan dilakukan tindakan Open
Reduction Internal Fixation (ORIF). Tindakan bedah ini dilakukan untuk
memposisikan kembali tulang dan fiksasi internal yang dilakukan
menggunakan fiksasi screw and plated yang dipasang pada area yang
mengalami cidera yang bertujuan untuk menyangga tulang agar tetap pada
posisinya. Tindakan ini bertujuan untuk pengobatan fraktur tibia plateau yang
memfasilitasi penyembuhan yang benar dari tulang dan mencegah
kemungkinan masalah yang akan terjadi di kemudian hari.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan reposisi
secara operatif yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang
dipakai biasanya berupa plate and screw. Keuntungan ORIF adalah
tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga

1
2

pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa
dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang (Sjamsuhidajat &
Jong, 2010). Masalah yang sering kali ditimbulkan pada pasien pasca bedah
ORIF yakni nyeri, pasien post ORIF biasanya merasakan nyeri, terutama pada
saat bergerak (Kneale, 2011). Selain itu pasien juga dapat mengalami
gangguan mobilitas yang menyebabkan keterbatasan gerak sendi, kelelahan
yang menyebabkan kelemahan otot, serta perubahan ukuran bentuk seperti
oedema/bengkak dan fungsi tubuh yang dapat mengubah sistem tubuh yang
biasanya terjadi akibat proses pembedahan (Ropyanto, 2013).

Fisioterapi berperan aktif dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan


otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi oedema atau bengkak
serta meningkatkan aktivitas fungsional pada tungkai bawah pada kasus ini.
Fisioterapi dapat menggunakan modalitas antara lain yaitu Infra Red (IR) dan
Exercise. IR adalah berkas energi elektromagnetik yang lengkap spektrum dan
telah digunakan secara efektif selama ribuan tahun untuk mengobati atau
meredakan penyakit dan ketidaknyamanan tertentu (Vatansever & Hamblin,
2012). Exercise adalah salah satu terapi yang mana di dalam pelaksanaanya
menggunakan gerakan-gerakan aktif maupun pasif. Selain berguna untuk
menghilangkan kekakuan atau spastisitas, terapi latihan juga berguna untuk
mengembalikan fungsional persendian secara optimal dan diharapkan pasien
dapat melakukan aktivitas sehari-harinya lagi secara mandiri (Mertha &
Laksmi, 2013). Dengan harapan dapat mengurangi keluhan pada pasien Post
ORIF Tibia Plateau karena apabila tidak dilakukan tindakan fisioterapi,
kemungkinan akan menyebabkan timbulnya masalah yang baru seperti (1)
adanya spasme pada otot-otot tungkai atas dan bawah (2) kontraktur pada
otot-otot tungkai atas dan bawah (3) gangguan postur (4) gangguan saat
berjalan.
Dalam Q.S Asy-Syu’araa’ ayat 80 bahwa “apabila aku sakit,
Dialah yang menyembuhkan aku” dari ayat tersebut dapat disimpulkan
apabila kita sakit memintalah kesembuhan kepada Allah karena Dialah yang
menyembuhkan kita. Dan sebagai perantaraan penyembuhan bisa dengan
ilmu kesehatan, dan salah satu pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan
3

pada kasus tersebut adalah datang ke pelayanan kesehatan fisioterapi.

Fisioterapi menggunakan modalitas IR dan Exercise yang memiliki manfaat


dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup
gerak sendidan meningkatkan aktivitas fungsional. Peran fisioterapi cukup
penting pada kasus fraktur tibia ini, maka penulis tertarik untuk mengetahui
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus fraktur tibia plateau atau tibia
proksimal dengan pemasangan plate and screw maka penulis mengambil
judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Open Reduction Internal
Fixation Fraktur Tibia Plateau Dextra dengan modalitas Infra Red dan
Exercise”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa Pengertian Fraktur ?

1.2.2 Apa Saja Etiologi Fraktur ?

1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Fraktur ?

1.2.4 Apa saja Klasifikasi Fraktur ?

1.2.5 Apa saja Manifestasi Klinis Fraktur ?

1.2.6 Apa saja Pemeriksaan Diagnostic Fraktur?

1.2.7 Apa saja Penatalaksanaan Fraktur?

1.2.8 Apa saja Komplikasi Fraktur?

1.2.9 Apa saja Pendidikan Kesehatan Pada Fraktur?

1.2.10 Apa saja Fase Penyembuhan Pada Fraktur?

1.2.11 Apa saja Obat Yang Digunakan Pada Fraktur?

1.2.12 Apa saja Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur?

1.3 Tujuan
4

1.3.1 Untuk mengetahui apa itu Pengertian Fraktur !

1.3.2 Agar mengetahui apa saja Etiologi dari Fraktur !

1.3.3 Untuk mengetahui Patofisiologi dari fraktur !

1.3.4 Untuk mengetahui Klasifikasi pada fraktur !

1.3.5 Untuk mengetahui Manifestasi Klinis pada Klien fraktur !

1.3.6 Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik pada Fraktur!

1.3.7 Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Fraktur!

1.3.8 Untuk mengetahui Komplikasi dari Fraktur!

1.3.9 Untuk mengetahui Pendidikan Kesehatan pada Fraktur!

1.3.10 Untuk mengetahui Fase Penyembuhan pada Fraktur!

1.3.11 Untuk megetahui Obat yang digunakan pada pasien Fraktur!

1.3.12 Untuk mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Fraktur!

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan lebih mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki mengenai Fraktur.
1.4.2 Bagi Pembaca
Semoga makalah ini bisa menjadi acuan atau panduan dalam melakukan
proses perawatan terhadap penderita Fraktur.
1.4.3 Bagi Instansi
Dapat menjadi acuan dalam pembelajaran proses keperawatan terutama
terhadap penderita Fraktur dan bahan untuk menyeleksi seorang perawat
yang tangguh dan bertanggung jawab dan sebagai sharing agar kita bisa
mengoreksi diri kita sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fraktur

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan
Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang
dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan dunia
luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kontinuitif ringan
4) Kontaminasi minimal
b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kontinuitif sedang
4) Kontaminasi sedang
c. Derajat III

5
6

1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas
:
a. IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b. IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan
lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
c. IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
2.2 Etiologi
1) Jatuh
2) Benturan menyerang langsung ke tubuh Anda
3) Peristiwa traumatis, seperti kecelakaan mobil atau luka tembak
4) Cedera karena olahraga

2.3 Patofisiologi Fraktur


Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price
& Wilson, 2006 dalam (Nuraruf & Kusuma, 2016))
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang (Black 2014 dalam (Astuti, 2018)). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian
yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013 dalam (Astuti,
2018)). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun
sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012 dalam (Astuti, 2018)).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada tulang
yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan,
dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat
meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,
dan rasa nyeri (Ghassani, 2016 dalam (Freye et al., 2019)).
7

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma
dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman
nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan
lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau
tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga
akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh
(Sylvia, 2006 : 1183 dalam (Saferi & Mariza, 2013)).

Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan


lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan
pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh
fraktur atau gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005 dalam (Sukmawa, 2013)).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:

a) Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah serta kekuatan tulang.
b) Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,
kelenturan, densitas serta kekuatan tulang
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dalam
(Freye et al., 2019) dapat dibedakan menjadi:
a) Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :


8

 Cedera langsung, adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang


patah secara spontan
 Cedera tidak langsung, adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b) Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan

trauma minor mengakibatkan :


 Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

 Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif
 Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
 Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran
9

Pathwey

Etiologi

Terjadi tekanan besar pada tulang

Rusaknya /terputusnya kontiunitas


jaringan pada tulang

Fraktur

Pre oprasi Post oprasi

Adanya Pergerakan Pasien terus Dipasang


luka pada fragmen bertanya dips
kulit dan tulang pasca
otot oprasi
Fungsi
Syaraf di tubuh
bagian terganggu
Microorgan
fraktur Kurang
isme masuk
terputus pengetahuan
ke dalam
ADL tidak
tubuh
terpenuhi
Impuls
nyeri
Resiko dikirim Kerusakan
infeksi melalui mobilitas fisik
serabut
syaraf

Klien
merintis
kesakitan

Nyeri akut
10

2.4 Klasifikasi

Menurut Smeltzer (2005) dalam (Sukmawa, 2013), jenis fraktur dapat dibagi menjadi:
a) Fraktur komplit

Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi
normal.
b) Fraktur tidak komplit / inkomplit

Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang atau tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
 Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh stress yang tidak
biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus menerus pada
pergelangan kaki.
 Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa dibawahnya.
 Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
c) Fraktur tertutup (Closed fracture)

Fraktur tertutup adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada
kulit. Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
d) Fraktur terbuka/fraktur komplikata (Open fracture)

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut
menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat
tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena
terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya. Fraktur terbuka di gradasi menjadi:
1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm, kontaminasi
minimal.

2) Grade II : fraktur lebih dari 1cm dengan luka lebih luas tanpa kerusakan
jaringan extensif sekitarnya, kontaminasi sedang.
3) Grade III : fraktur melebihi 6 hingga 8 cm ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak dengan kondisi luka
11

mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi.


Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:
 Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
 Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum ekstensif
dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya
 Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar

e) Jenis fraktur khusus Menurut Smeltzer (2005) dalam (Sukmawa, 2013), jenis
fraktur yang khusus lain seperti:

 Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya


membengkok.
 Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

 Oblik : garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang

 Spiral : fraktur yang memuntir seputar batang tulang

 Kominutif : tulang pecah menjadi beberapa bagian

 Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian


tulan lainnya seperti (pada tulang belakang)
 Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada
tulang tengkorak)
 Patologik : fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit
Paget, Osteosarcoma.
 Epifiseal : fraktur pada bagian epifiseal

f) Tipe Fraktur Ekstrimitas Atas

 Fraktur collum humerus

 Fraktur humerus

 Fraktur suprakondiler humerus


12

 Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)

 Fraktur colles

 Fraktur metacarpal

 Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

g) Tipe fraktur ekstremitas bawah

 Fraktur collum femur

 Fraktur femur

 Fraktur supra kondiler femur

 Fraktur patella

 Fraktur plateu tibia

 Fraktur cruris

 Fraktur ankle

 Fraktur metatarsal

 Fraktur phalang proksimal, medial dan distal

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer, 2005
dalam (Sukmawa, 2013)).
a) Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi.

b) Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa


diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
c) Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat
diatas maupun dibawah tempat fraktur.
d) Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara
fragmen satu dengan yang lainnya.
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat
13

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Doengoes, 2000) dalam (Saferi & Mariza, 2013) pemeriksaan
diagnostik fraktur diantaranya :
a) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
b) Skan tulang, tonogramm, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


meurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah
trauma.
e) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.

f) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi


multiple, atau cedera hati.

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddarth (2005) dalam (Sukmawa, 2013) selama
pengkajian primer dan resusitasi, sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang
diakibatkan oleh trauma muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang
dapat menjadi penyebab terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan
seksama dan lengkap. Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk
mencegah kerusakan soft tissue pada area yang cedera.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.

g) reduksi fraktur

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung
pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
14

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali


keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan


bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan solid terjadi.
3) Traksi Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner
& Suddarth (2005) dalam (Sukmawa, 2013), traksi adalah pemasangan
gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi spasme otot,
mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis – jenis
traksi meliputi:
 Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction

 Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan


menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada
traksi skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek
traksi.

h) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna.
Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin
dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.
i) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan


peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
15

2.8 Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dalam (Sukmawa,
2013) dibagi menjadi 2 yaitu:
j) Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan

penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang


rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran
darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk
emboli yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan
oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena
perdarahan atau edema.
4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.
k) Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan
distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga
dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion).
Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan
ujung- ujung dari patahan tulang.
16

2) Nekrosis avaskular tulang


Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan
tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps
struktural.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator
terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari
pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik disekitar ala
2.9 Pendidikan Kesehatan Fraktur

Pendidikan kesehatan diberikan kepada klien untuk menambah


pemahamannya sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi akibat deficit
pengetahuannya. Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,
berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan salah satu bentuk upaya
kesehatan adalah pelayanan kesehatan Pemerintah dan Swasta. Pelayanan
kesehatan melaksanakan program-programnya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat secara optimal salah satunya adalah pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan
karena keduanya berorientasi pada perilaku yang diharapkan yaitu perilaku
sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan
dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya
(Marianti, 2016).
No Faktor Resiko Edukasi
1. Fraktur dengan pasien 1.Tetap menggerak-gerakkan sendi atau
memakai gips bagian yang tidak dibalut gips agar tidak
kaku.
2.Mengkonsumsi obat pereda nyeri jika
muncul rasa sakit.
3.Memberikan pemahaman atau pendidikan
kesehatan kepada pasien terkait pemakaian
gips.
2. Fraktur dengan pasien 1.Edukasi secara spesifik pengontrolan pola
diabetes mellitus makan, dan jadwal diet.
2.Self-monitoring berupa monitor dan
pencatatan kadar gula darah harian,
umumnya dilakukan pagi hari sebelum
makan dan malam hari sebelum tidur.
3.Edukasi penyuntikan insulin pada pasien.
4.Melakukan gaya hidup sehat, tidak
merokok, tidak mengkonsumi alcohol, serta
olahraga secara teratur.
18

5. Edukasi cara mengecek gula darah dan


pengaturan dosis insulin berdasarkan kadar
gula darah.

3. Fraktur dengan pasien 1.Mengatur pola makan sehat.


osteoporosis 2.Menjaga komposisi protein, kalsium, dan
vitamin D.
3.Melakukan aktifitas terpapar sinar
matahari, tidak merokok, dan tidak
mengkonsumsi alcohol.
4. Fraktur dengan pasien 1.Lakukan follow-up 1-2 minggu setelah
kecelakaan operasi.
2.Pada pasien dengan kelainan neurologis
segera lakukan terapi rehabilitasi dan
mobilitasi awal.

A ) Edukasi Pasien Pada Fraktur


Berikut adalah hal-hal yang perlu di edukasi kepada pasien yang berisiko
Fraktur :

1. Mengurangi pergerakan pada bagian yang patah


2. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang baik
3. Asupan darah yang memadai
4. Hormon-hormon pertumbuhan yang optimal.

2.10 Fase penyembuhan fraktur


19

Proses penyembuhan fraktur dibagi dalam 3 fase, yaitu fase inflamasi,


reparasi dan remodelling, meski perlu dimengerti bahwa fase-fase tersebut
bukanlah proses yang terpisah melainkan sebuah proses yang continuum. Agar
penyembuhan fraktur dapat berjalan normal, beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu
viabilitas dari fragmen (suplai darah yang intak), immobilisasi mekanik, dan
absennya infeksi. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada konfigurasi fragmen
yang berbeda, dan dapat dibagi menjadi 3 kategori: penyembuhan fraktur spontan/
sekunder, penyembuhan fraktur kontak/ primer, dan penyembuhan fraktur gap.
Penyembuhan fraktur spontan merupakan penyembuhan natural yang paling
sering terjadi, dimana kedua fragmen fraktur didekatkan namun tidak beraposisi,
dengan terbentuknya hematoma dan adanya angulasi yang variatif. Hematoma
fraktur yang terbentuk akibat robeknya pembuluh dalah pada sistem harvesian
memulai respon penyembuhan. Dalam 48 jam, mekanisme signal kemotaksik
yang dimediasi oleh prostaglandin akan mendatangkan sel sel inflamasi yang
penting dalam proses penyembuhan fraktur. Ini menyebabkan terbentuknya
jaringan granulasi antara fragmen fraktur, memberikan vaskularisasi kepada 11
hematoma fraktur. Proses ini terjadi dalam 7-14 hari setelah fraktur. Penggunaan
obat anti inflamasi dalam seminggu pertama fraktur dapat merubah respon
inflamasi dan menginhibisi penyembuhan fraktur. Dalam fase reparasi, sel dalam
jaringan granulasi berproliferasi dan mulai berdiferensiasi menjadi fibroblas dan
kondroblas. Fibroblas membentuk matrik ekstraselular berupa jaringan fibrous
sedangkan kondroblas membentuk kartilago. Osteoblas kemudian menjadi osteoid
yang kemudian termineralisasi, membentuk soft callus. Selanjutnya, kalus
mengalami ossifikasim membentuk woven bone antar fragmen fraktur. Proses ini
berlangsung selama 4-6 minggu, dan pada saat ini kalus masih rentan terhadap
shear force, sehingga dibutuhkan fiksasi. Woven bone kemudian akan diganti oleh
lamellar bone, yang disusun paralel terhadap aksis tulang. Penyembuhan fraktur
selesai dalam fase remodelling dimana tulang yang sembuh kembali menpunyai
bentuk, struktur dan kekuatan yang semula. Proses ini dapat berlanjut bertahun-
tahun. Pada anak, proses remodelling berlangsung lebih cepat dari pada orang
dewasa. Penyembuhan fraktur kontak terjadi apabila jarak antar fragmen fraktur
dibawah 0.1 mm dan dilakukan netralisasi terhadap strain antar fragmen. Ini
20

merupakan tujuan dari fixasi internal yang stabil. Dalam penyembuhan fraktur
kontak, tidak terbentuk periosteal kalus. Terbentuknya kalus menandakan adanya
iritasi (irritation callus). Penyembuhan fraktur gap terjadi apabila fixasi internal
meninggalkan jarak 12 diatas 0.1 mm antar fragmen tulang. Dalam proses ini,
lamellar bone dideposisi dahulu tegak lurus terhadap aksis tulang. Remodelling
Harvesian tidak mulai sampai celah tersebut diisi oleh proses ini. Dalam
penelitian ini, kalus akan diambil pada hari ke 22, yaitu dalam fase reparasi. Kalus
tidak diambil lebih awal agar fase inflamasi telah dilewati dahulu. Proses
penyembuhan kemudian ditinjau dari gambaran histologi kalus, menggunakan
skor penyembuhan fraktur Allen.

2.11 Obat yang digunakan untuk fraktur

Selain penanganan utama di atas, pasien patah tulang atau fraktur pun
umumnya mendapat obat-obatan untuk membantu mengatasi gejala yang
dirasakan. Obat-obatan yang diberikan bisa berbeda pada masing-masing pasien
tergantung pada tingkat keparahan gejala yang dialami. Berikut beberapa obat-
obatan tersebut:

 Obat analgesik

bat pereda nyeri (analgesik) umumnya diberikan untuk membantu meredakan


rasa nyeri pada penderita fraktur. Rasa nyeri yang ringan akibat patah atau
retak tulang biasanya cukup mengonsumsi obat analgesik yang bisa dibeli di
apotik, seperti parasetamol. Namun, sebagian besar kasus patah tulang
menimbulkan rasa nyeri atau sakit yang hebat. Pada kondisi ini, dokter akan
meresepkan obat analgesik yang lebih kuat, seperti morfin atau tramadol .
Kedua jenis obat ini juga seringkali diberikan untuk meredakan rasa nyeri
setelah melakukan operasi patah tulang, terutama untuk fraktur di pinggul atau
patah tulang belakang
21

 Obat NSAID

Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) pun umumnya diberikan sebagai cara


untuk membantu menyembuhkan tulang yang patah atau retak. Jenis obat ini
berfungsi untuk meredakan rasa nyeri serta mengurangi peradangan saat patah
tulang baru terjadi. Beberapa jenis obat NSAID yang sering digunakan untuk
penanganan fraktur, yaitu ibuprofen, naproxen, atau obat lain yang lebih kuat.
Ibuprofen dan naproxen merupakan jenis obat NSAID untuk patah tulang yang
bisa dibeli di apotik. Meski demikian, penggunaan obat ini sebaiknya tetap sesuai
saran dokter agar terhindar dari efek samping yang mungkin timbul.

 Antibiotik

Obat antibiotik profilaksis, seperti cefazolin, seringkali diberikan kepada


pasien patah tulang terbuka. Pasalnya, dilansir dari laman University of Nebraska
Medical Center (UNMC), pasien patah tulang terbuka berisiko terkena infeksi,
yang juga meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi serius, seperti
nonunion dan osteomielitis.
Adapun penggunaan obat antibiotik tersebut dapat mencegah terjadinya infeksi
pada penderita patah tulang terbuka.

 Fisioterapi

Setelah menjalani berbagai cara untuk mengobati patah tulang dan telah
dinyatakan sembuh, Anda mungkin perlu melakukan fisioterapi untuk membantu
melemaskan otot dan mobilitas bagian tubuh yang mengalami fraktur. Fisioterapi
untuk patah tulang tentu membantu Anda untuk kembali menjalani aktivitas
normal seperti sebelum fraktur terjadi. Bila Anda mengalami patah tulang
kakifisioterapi dapat menjadi cara untuk membantu Anda belajar jalan setelah
pulih. Selain itu, fisioterapi juga membantu mengurangi risiko kekakuan
permanen pada bagian tubuh yang mengalami fraktur, terutama bila tulang yang
patah berada di dekat atau melalui persendian. Selain berbagai pengobatan medis,
beberapa orang lebih memilih menggunakan pengobatan tradisional untuk patah
tulang, seperti urut atau obat herbal. Menggunakan jenis pengobatan ini tidaklah
22

dilarang, tetapi bukan berarti sudah pasti aman dan tidak menimbulkan risiko.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter sebelum
menggunakannya untuk mencegah komplikasi patah tulang.

2.12 Konsep dasar asuhan keperawatan


2.12.1 Identitas Pasien

a) Keluhan utama: Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik.
Selain itu klien juga akan kesulitan beraktivitas.
b) Riwayat kesehatan sekarang: Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik
yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan
nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002).
c) Riwayat kesehatan dahulu : Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu
yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi,
(Sjamsuhidayat & Wim Dejong).
d) Riwayat kesehatan keluarga : Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
 Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat,
dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitali
23

d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur


sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya,
namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain
itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini
dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat
spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya
pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya
tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai
secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
1. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit.
2. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh
sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana
daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur
dan di daerah luka insisi.
3. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan
udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan
struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada
areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
24

 pemeriksaan diagnostik

Menurut (Doengoes, 2000) dalam (Saferi & Mariza, 2013)


pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :
c) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.

d) Skan tulang, tonogramm, scan CT/MRI: memperlihatkan


fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
e) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

f) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat


(hemokonsentrasi) atau meurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
g) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal.

h) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan


darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

2.12.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut b.d agens cedera fisik
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d trauma
3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tonjolan tulang
4. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal
25

2.12.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
Hasil (NIC)
(NOC)
1 Nyeri Akut b.d Pain Level Pain Management  Untuk
agens cedera Setelah diberikan memonitor
 Observasi
fisik tindakan respon
reaksi
keperawatan terhadap
nonverbal dari
diharapkan nyeri nyeri
ketidak-
dapat berkurang.  Untuk
nyamanan
Kriteria hasil: membantu
 Kurangi faktor
 Mampu mengurangi
presipitasi
mengontrol rasa nyeri
nyeri
nyeri (tahu  Untuk
 Ajarkan
penyebab memberikan
tentang teknik
nyeri). alternative
non
 Mampu penanganan
farmakolgi
menggunakan nyeri
 Libatkan
tehnik  Untuk
keluarga dalam
nonfarmakologi membantu
modalitas nyeri
untuk dalam
jika
mengurangi penanganan
memungkinkan
nyeri, mencari nyeri
bantuan)
 Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen
nyeri
 Wajah rileks
26

 Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
 Tanda vital
dalam rentang
normal

2 Ketidakefektifan Fungsi sensori Peripheral  Untuk


perfusi jaringan Setelah diberikan Sensation mengetahui
perifer b.d tindakan  Monitor adanya adanya
trauma keperawatan penekanan dari penekanan
diharapkan dapat alat-alat seperti dari alat-alat
meningkatkan gelang  Untuk
kemampuan untuk  Instruksikan menjaga
merasakan stimulasi pasien dan posisi tubuh
pada kulit keluarga untuk ketika
Kriteria hasil: menjaga posisi sedang
 Tekanan sistol tubuh ketika mandi,
dan diastol sedang mandi, duduk,
dalam rentang duduk, berbaring berbaring
yang  Ajarkan pasien  Untuk
diharapkan untuk melatih melatih
 Tidak ada gerak jari dengan gerak jari
ortostatik cara mengepal pasien
hipertensi bola  Untuk
 Tidak ada  Diskusikan atau mengidentifi
tanda-tanda identifikasikan kasikan
peningkatan penyebab sensasi penyebab
tekanan abnormal atau sensasi
intrakranial perubahan abnormal
(tidak lebih sensasi yang atau
dari 15 terjadi perubahan
27

mmHg) sensasi yang


terjadi

3 Kerusakan Tissue Integrity Pressure  Untuk


integritas kulit Setelah diberikan Management menjaga
b.d tekanan pada tindakan  Anjurkan agar luka
tonjolan tulang keperawatan pasien untuk tidak
diharapkan dapat menggunakan lembab
meningkatkan pakaian yang  Untuk tidak
integritas kulit longgar memperlua
dengan baik.  Hindari s luka/lesi
Kriteria hasil: kerutan pada  Untuk
 Tidak ada tempat tidur mengurangi
luka/lesi pada  Jaga adanya lesi
kulit kebersih  Untuk
 Perfusi jaringan an kulit megurangi
baik agar iritasi pada
 Menunjukkan tetap kulit
pemahaman bersih  Untuk
dalam proses dan mempercep
perbaikan kering at
kulit dan  Oleskan penyembuh
mencegah lotion atau an luka
terjadinya minyak/baby
28

sedera oil pada


berulang derah yang
 Mampu tertekan
melindungi  Mobilisasi
kulit dan pasien (ubah
mempertahan posisi pasien)
kan setiap dua jam
kelembaban sekali
kulit dan
perawatan
alami
4 Hambatan Mobility Level Exercise therapy:  Untuk
mobilitas fisik Setelah diberikan ambulation mengo
b.d gangguan tindakan  Monitori bserva
musculoskeletal keperawatan ng vital si
diharapkan dapat sign vital
meningkatkan sebelm/s sign
aktifitas fisik. esudah pasien
Kriteria hasil: latihan saat
 Klien dan lihat latihan
meningkat respon  Untuk
dalam pasien mema
aktivitas saat ntau
fisik latihan kema
 Mengerti  Kaji mpuan
tujuan dari kemam pasien
peningkatan puan dalam
mobilitas pasien melak
 Memverbalisas dalam ukan
ikan perasaan mobilis mobili
dalam asi sasi
meningkatkan  Bantu  Untuk
kekuatan dan klien memb
29

kemampuan untuk antu/


berpindah menggun melati
 Memperagaka akan hpasie
n penggunaan tongkat n
alat Bantu saat dalam
untuk berjalan mengu
mobilisasi dan rangi
(walker) cegah cedera
terhadap  Untuk
cedera memb
 Ajarkan antu
pasien pasien
bagaima dalam
na mobili
merubah sasi
posisi mandi
dan ri
berikan
bantuan
jika
diperluka
n

2.12.4 Implementasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon Klien


Keperawatan
28 maret Nyeri Akut b.d  Mengobservasi DS: Pasien
30

2021 agens cedera reaksi nonverbal masih merasa


fisik dari ketidak- nyeri ketika
nyamanan beraktifitas
 Mengurangi faktor atau
presipitasi nyeri mengangkat
 Mengajarkan benda berat
tentang teknik non
farmakologi DO: Pasien masih

 Melibatkan tampak nyeri.

keluarga dalam
modalitas nyeri jika
memungkinkan
28 maret Ketidak  Monitor adanya DS: Pasien
2021 efektifan penekanan dari masih
perfusi alat-alat seperti merasakan
jaringan gelang adanya
perifer b.d  Instruksikan pasien kesemutan /
trauma dan keluarga untuk kebas pada
menjaga posisi jari-jarinya
tubuh ketika sedang ketika
mandi, duduk, mengangkat
berbaring beban
 Ajarkan pasien DO: Pasien
untuk melatih gerak masih tampak
jari dengan cara nyeri
mengepal bola
 Diskusikan atau
identifikasikan
penyebab sensasi
abnormal atau
perubahan sensasi
yang terjadi
31

28 maret Kerusakan  Anjurkan pasien DS: Pasien


2021 integritas kulit untuk menggunakan mengatakan nyeri
b.d tekanan pada pakaian yang dibekas luka
tonjolan tulang longgar operasi saat
 Hindari kerutan pada bergerak
tempat tidur DO: Terdapat
 Jaga bekas luka operasi
kebersihan
kulit agar
tetap bersih
dan kering
 Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
 Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam
sekali
28 maret Hambatan  Monitoring DS : Pasien
2021 mobilitas fisik vital sign mengatakan sulit
b.d gangguan sebelm/sesudah beraktifitas
musculoskeletal latihan dan DO : Terlihat
lihat respon aktifitas pasien
pasien saat dibantu keluarga
latihan
 Kaji
kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
 Bantu klien
untuk
menggunakan
32

tongkat saat
berjalan dan
cegah terhadap
cedera
 Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

2.12.5 Evaluasi
Tanggal Diagnosa Evaluasi
28 maret Nyeri Akut b.d agens cedera Ds : klien mengatakan sudah
2021 fisik tidak nyeri lagi

Do : Pasien tampak tenang,


dan tampak lebih rileks
Ketidakefektifan perfusi Ds : Pasien mengatakan sudah
jaringan perifer b.d trauma tidak kesemutan
Do : Pasien sudah nampak
membaik dan tidak ada nyeri

Kerusakan integritas kulit b.d Ds : Pasien mengatakan tidak


tekanan pada tonjolan tulang nyeri lagi pada bagian luka

Do : Kondisi pasien tampak


membaik/normal
33

Hambatan mobilitas fisik b.d Ds : Pasien mengtakan sudah


gangguan musculoskeletal bisa beraktifitas kembali

Do : Pasien bisa beraktifitas


tanpa bantuan orang
lain/keluarga
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan  yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation). Tulang adalah
jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir
50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium
kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami memahami segala kekurangan dari apa yang
ada pada karya tulis kami sehingga kami sangat mengharapkan kritik atau saran
guna membangun karya tulisan kamu kedepan

33
DAFTAR PUSTAKA

Gloria M. Bulehek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi


Keenam
Lestari, W. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn . N DENGAN
GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL : HEPATITIS B DI RUANG
KENANGA RSUD CIAMIS Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
dalam Menyelesaikan PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's
principles of internal medicine 18th Ed EB. McGraw Hill Professional;
2012 Nov 8.
NANDA Internasional. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017, edisi 10. Jakarta : EGC
NICE. Cirrhosis in Over 16s: Assessment and Management. National Institute for
Health and Care Excellence (UK); 2016.
Oktaviani.J. (2018). 済無 No Title No Title. Sereal Untuk, 51(1), 51.
PB PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed Jakarta: Interna Publishing.
2014.
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Hepatitis B di Indonesia. Jakarta: 2012.
Rezende, G., et al., Viral and clinical factors associated with the fulminant course
of hepatitis A infection. Hepatology, 2003. 38(3): p. 613-8.
Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. The Lancet. 2008 Mar 8;371(9615):838-
51.
Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. The Lancet. 2014 May
17;383(9930):1749-61.
Van Damme P. Long-term Protection after Hepatitis B Vaccine. J Infect Dis
2016;214:1–3. doi:10.1093/infdis/jiv750
soal….

1. sebutkan jenis jenis pembidaian……


a. bidai fiksasi, bidai ikat
b. bidai keras, bidai lembut
c. bidai gendongan,bidai satu arah
d. bidai fiksasi, bidai improvisasi
e. bidai satu arah, bidai keras

2. klasifikasi klinis fraktur ada 6, dibawah ini yang benar adalah ……..
a. fraktur tertutup
b. fraktur terbuka
c. fraktur komplikata
d. fraktur lengkap
e. fraktur biasa

3. di bawah ini yang bukan merupakan klasifikasi klinis fraktur adalah…..


a. impacted fracture
b. fracture simplex
c. comminuted fracture
d. greenstick fracture
e. mobilisasi fracture
4. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa, fraktur
mempunyai bagian bagian, di bawah ini bagian-bagian fraktur yang benar
adalah……….
a. Fraktur kontinuitif
b. greenstick fracture
c. Fraktur komplit
d. bidai keras, bidai lembut

e. Fraktur kontinuitif sedang


5. Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang
disebut dengan fraktur ekstremitas, apa yang di sebut dengan fraktur
ekstremitas….

a. fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas


atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah
(pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki).

b. syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri

c. Patah tulang yang mempengaruhi jaringan sekitarnya yang


mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah.

d. Infeksi yang seperti ostemielitis yang dapat terjadi sebagai akibat


infeksi akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif

e. pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh


dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula

6. Di bawah ini Tipe Fraktur Ekstrimitas Atas yang benar adalah....

a. Epifiseal

b. Kominutif

c. Transversal

d. Greenstick

e. Fraktur humerus

7. Jenis fraktur khusus Menurut Smeltzer (2005) dalam (Sukmawa,


2013), jenis fraktur yang khusus lain seperti di bawah ini yang benar
adalah ....
a. Grade IIIB : trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum
ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya
b. Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada
tulang tengkorak)
c. Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
d. Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh stress
yang tidak biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus
menerus pada pergelangan kaki.
e. Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.

8. Apa yang di maksud dengan Fraktur tertutup (Closed fracture)?

a. adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit.


Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

b. adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada
daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak

c. adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah


secara. spontan

d. adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya


jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur
klavikula

e. adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.

9. Di bawah ini yang termasuk Tipe fraktur ekstremitas bawah adalah....

a. Fraktur metacarpal

b. Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

c. Fraktur colles

d. Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)


e. Fraktur collum femur

10. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran


dan rotasi anatomis Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan
traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Dari jawaban di bawah ini yang paling tepat cara melakukan
Reduksi tertutup adalah………………….

a. dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah dengan


menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan solid terjadi.

b. dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali


keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual

c. Di lakukan pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk


meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta
mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi

d. dipasang langsung pada tulang dengan menggunakan pin metal atau


kawat

e. dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran


darah

11. Jika seorang mengalami patah tulang hanya terjadi pada sebagian garis
disebut fraktur..?

a. Fraktur Terbuka

b. Fraktur Komplit

c. Fraktur Tidak Komplit

d. Fraktur Tertutup

e. Fraktur Biasa
12. Fraktur terbuka dapat dibagi menjadi beberapa bagian derajat yaitu ……

a. 5 derajat

b. 2 derajat

c. 6 derajat

d. 4 derajat

e. 3 derajat

13. Seseorang mengalami patah pada seluruh garis tengah tulang dan
mengalami penggeresan disebut fraktur ?

a. Fraktur Terbuka

b. Fraktur Komplit

c. Fraktur Tidak Komplit

d. Fraktur Biasa

e. Fraktur Tertutup

14. 1. Luka <1 cm

2. Kerusakan Jaringan Lunak Sedikit, tak ada tanda luka remuk .

3. Fraktur sederhana, tranversal, oblik atau kontinutif ringan

4. Kontaminasi minimal

Pernyataan diatas menunjukan fraktur terbuka di drajat kebeberapa ?

a. Derajat I

b. Derajat II

c. Derajat III

d. Derajat IV

e. Derajat V

15. Seseorang mengalami terputusnya kontinuistas jaringan tulang dimana


tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau
utuh disebut fraktur...?

a. Fraktur Terbuka
b. Fraktur Komplit

c. Fraktur Tidak Komplit

d. Fraktur Tertutup

e. Fraktur Biasa

16. Yang Menyebkan cedera tramuatik pada tulang yaitu ?

a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang patah secara


spontan

b. Pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

c. Infeksi akut atau dapat salah satu proses yang progresif

d. Kegagalann absorbsi vitamin D

e. Penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

17. Apa yang menyebabkan terjadinya fraktur ?

a.terjadi karena adanya tekanan atau benturan yang kuat ke


tulang, yang melebihi kekuatan dari tulang itu sendiri. 

b. terjadi karena adanya sakit asam urat

c. terjadi karena adanya tulang retak

d. terjadi karena adanya peristiwa traumastis

e. terjadi karena adanya suatu peristiwa

18. Faktor yang dapat mencegah terjadinya penyambungan fragmen-fragmen


adalah?

a. traksi yg berlebihan

b. sepsi

c. Mobilisasi

d. immobilisasi
e. keseleo

19. Cedera vertebra akibat jatuh dari ketinggian dapat menyebabkan ?

a.fracture remuk

b.seat belf fractures

c.frakture kompresi

d.frakture komplet

e.frakture galleasi

20. Diagnosa utama pada pasien frakture adalah?

a.resiko tinggi trauma

b.resiko tinggi gangguan pertukaran gas

c.nyeri (akut)

d.resiko tinggi infeksi

e.pegel tulang

Anda mungkin juga menyukai