Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN MODUL 2

KEDARURATAN SISTEM ENDOKRIN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2B
KETUA : SULHANDIKA (1801096)
SEKRETARIS : RIZKY AMELIA ANWAR ( 1801100)
ANGGOTA :
1. ANDI MUTMAINNAH (1801067)
2. M. HIJAZ (1801075)
3. HIJRATUN (1801087)
4. NURLINDA (1801079)
5. RIZKY AMALIA (1801100)
6. NURINSANI (1801127)
7. SAMSUDDIN (1801057)
8. MOH RIOH GUNAWAN ( 1801071)
9. NUR HIKMA (1801063)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 5
B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 6
C. TUJUAN .................................................................................................. 7

BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi ............................................................................................. 23
2. Etiologi ............................................................................................. 23
3. Patofisiologi ..................................................................................... 24
4. Manifestasi klinis ............................................................................. 26
5. Komplikasi ....................................................................................... 26
6. Penatalaksanaan ............................................................................... 27
7. Pemeriksaan penunjang.................................................................... 29
8. Pencegahan ...................................................................................... 29
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ....................................................................................... 31
2. Diagnosa........................................................................................... 32
3. Intervensi .......................................................................................... 32
4. Evaluasi...................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 36
B. Saran ...................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala


yang Maha pengasih lagi maha penyayang. Kami panjatkan segala puji dan syukur
atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Skenario 5 tentang Asuhan
Keperawatan pada pasien Fraktur Tibia.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Peristiwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab semakin
meningkatnya angka kejadian fraktur di Indonesia (Rois, 2016). Open
Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan intervensi untuk
mempertemukan serta memfiksasi kedua ujung fregment tulang yang patah
(Muttaqin, 2013, hal. 341). Setelah dilakukan proses tindakan pembedahan
yang dirasakan pasien adalah nyeri. Nyeri operasi fraktur tibia akibat
kompresi saraf atau pergerakan fregmen tulang menyebabkan pasien sulit
memenuhi aktivitas sehari-hari (Muttaqin, 2013, hal. 142) .
Berikut akan disajikan angka kejadian fraktur di Indonesia, Jawa
Timur, dan Kabupaten Jember pada tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 1. 1 Angka Kejadian Fraktur di Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten
Jember Pada Tahun 2016-2018

Tahun Indonesia Jawa Timur Kab. Jember


2016 1.775 kasus 1.422 jiwa 122 jiwa
2017 2.230 kasus 2.065 jiwa 104 jiwa
2018 2.387 kasus 3.390 jiwa 754 jiwa

Sumber: (Riskedas, 2016), (Riskedas, 2017), (Riskedas,


2018), (Rois, 2016), (Prasetyo, 2018), (Handayani, 2018), (Nurdiati,
2017), (Purwaningsi, 2018), (Wahyunik, 2018).

Berdasarkan tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa angka kejadian fraktur


di Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten Jember setiap tahun mengalami
peningkatan, dimana angka kejadian fraktur tertinggi terjadi pada tahun 2018.

Fraktur tibia terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut
dengan kaki yang masih terfiksasi ketanah (Noor, 2016, hal. 539). Luka yang
ditimbulkan fraktur dapat terbuka maupun tertutup (Rosyidi k, 2013, hal. 37).
Tindakan selanjutnya ORIF yang tindakanya mengacu pada operasi terbuka
untuk mengatur tulang, sebagai fiksasi atau penyambung tulang yang patah
(Muttaqin, 2013, hal. 341). Tindakan ORIF akan mengenai serabut saraf serta
tulang dan mengakibatkan atau merangsang pengeluaran histamin, bradikinin
dan prostaglandin yang akan merangsang A-delta untuk menghantarkan
rangsangan nyeri sehingga menimbulkan nyeri akut pada pasien (Putri, 2013,
hal. 238).
Skenario 5

Tn. M 45 tahun pekerjaan tukang becak, ditemukan mengerang kesakitan sekali


terdengar teriakan minta tolong dari arah jalan A. Pettarani dan Jend.Hertasning dia
ternyata baru saja tertabrak motor. Tampak luka dan keluar darah dibetis kanannya
serta tidak bisa digerakkan.

Kata Kunci :

1. Ditabrak motor
2. Tampak luka
3. Keluar darah dibetis kanannya
4. Tidak bisa digerakkan
5. Mengerang kesakitan

Klasifikasi Kata Kunci :

1. Ditabrak motor adalah suatu insiden kecelakaan sepeda motor yang sering
terjadi dijalan raya atau pelanggaran lalu lintas yang bisa menimbulkan cedera
fisik.
2. Luka adalah hilang/rusaknya sebagian jaringan atau tubuh, keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul.
3. Perdarahan adalah kondisi ketika darah keluar dari pembuluh darah dan
menyebabkan penderita kehilangan darah dalam tubuhnya. Tidak semua
perdarahan tampak dilihat mata telanjang. ada beberapa perdarahan yang
terjadi di organ tubuh bagian dalam, perdarahan besar (mayor) bisa sangat
berbahaya dan mengancam nyawa.
4. Tidak bisa digerakkan adalah suatu keadaan dimana anggota tubuh tidak dapat
digerakkan yang biasanya diakibatkan oleh cedera fisik.
5. Mengerang kesakitan adalah perasaan tidak nyaman yang terjadi ketika
seseorang mengalami cedera atau kerusakan pada anggota tubuh.

Core Problem : Fraktur Tibia

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi fisiologi dari tibia?
2. Jelaskan pengertian fraktur tibia?
3. Jelaskan penyebab terjadinya fraktur tibia?
4. Jelaskan patofisiologi dari fraktur tibia?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari fraktur tibia?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada fraktur tibia?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada fraktur tibia?
8. Jelaskan komplikasi pada fraktur tibia?
9. Jelaskan pengkajian diagnose, intervensi, dan evaluasi pada fraktur
tibia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi tibia.
2. Untuk mengetahui pengertian fraktur tibia.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraktur tibia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur tibia.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur tibia.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada fraktur tibia.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada fraktur tibia.
8. Untuk mengetahui komplikasi pada fraktur tibia.
9. Untuk mengetahui pengkajian diagnose, intervensi, dan evaluasi pada
fraktur tibia.
BAB II

Pembahasan

A. Konsep Medis Fraktur Tibia


1. Definisi
fraktur tibia adalah terjadinya trauma, a k i b a t p u k u l a n
langsung jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau
gerakan memuntir yang keras dan kebanyakan trauma terjadi pada organ
ekstrimitas bawah, terutama fraktur dan kedua tibia dan fibula.

2. Anatomi Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang
hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur.
Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut.
Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal.
Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial
terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang panjang dan
kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang
femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya terdapat maleolus
lateralis.

Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya


berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan
untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.

Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat
deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah
sebagai berikut, yaitu :

a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka


tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh (contoh, tengkorak melindungi
otak )
c. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk
berkontraksi dan bergerak.
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh, kalsium)
e. Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-
sum tulang )

Tuberositas tibia

Caput fibulae

Malleolus

Malleolus Malleolus
Lateralis Malleolusmedialis

Gambar Tulang Tibia dan Fibulae


(Andy Santosa Augustinus, dr., 1994)

3. Etiologi
Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :

a. Benturan / trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu


lintas atau jatuh.
b. Kelemahan / kerapuhan struktur tulang, akibat gangguan atau penyakit
primer seperti osteoporosis atau kanker tulang metastase.
c. Olah raga / latihan yang terlalu berat , masukan nutrisi yang kurang.

4. Patofisiologi
jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek,
sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan.
Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak
(otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary
antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik
ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi,
eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya.
Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sum-sum tulang terutama pada tulang panjang, sum-sum kuning
yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti
aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak apabila emboli
lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter
emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi
hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi
jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ
vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.

Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri


yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan
pada tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan
ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah
yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan fungsi syaraf, yang
ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih
mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai
dengan anatominya

PENYIMPANGAN KDM FRAKTUR

Trauma
- Gangguan mobilitas fisik
Fraktur - Risiko cedera
Kerusakan periosteum, pembuluh darah,

sumsum tulang dan jaringan sekitar.


- Kerusakan integritas
kulit dan jaringan Perdarahan, kerusakan
- Gangguan rasa nyaman Jaringan diujung tulang Resiko tinggi
nyeri Dan spasme otot
penurunan
perfusi jaringan
Hematoma dikanal dan medula
perifer
Terjadinya peradangan vasodilatasi,
Pengeluaran plasma, lekosit, dan
inflamasi

nekrosis jaringan sekitar udema

pemasangan gips atau traksi

- Gangguan rasa
nyaman nyeri
- Risiko tinggi infeksi
KLASIFIKASI PATAH TULANG

KLASIFIKASI MENURUT BENTUK PANTAH TULANG

a. faktur complete, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen


b. fraktur incomplete, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. simple atau closed fraktur, tulang patah, kulit utuh
d. fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempat pada
tempat yang normal
f. fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat patah
g. commuited fraktur, tulang patah menjadi beberapa fragmen
h. impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah
menancap pada yang lain.

KLASIFIKASI MENURUT GARIS YANG PATAH

A. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang ( sering terjadi pada anak
dengan tulang yang lembek ).
B. Transverse, patah menyilang.
C. Obligue, garis patah miring.
D. Spiral, patah tulang melingkari tulang.
A B C D

Gambar Klafikasi fraktur. A. Greenstik B,Transversal. C, Oblik, D. Spiral.

Fase-fase penyembuhan patah


tulang, yaitu :

a) Hematon segera setelah cedera


Dalam 72 jam, darah akan menjadi beku pada tempatnya adanya
fraktur. Tidak seperti hematon lainnya, hematon akan terjadi di sekitar
fraktur yang tidak melakukan absorbsi selama proses penyembuhan.
b) Pembentukan fibrocartilage
Bagian ini akan terjadi lebih dari 3 hari sampai 2 minggu. Pada
periosteum, endosteum dan tulang mendapat supply, dimana akan
mengadakan proliferasi ke dalam fibrokartilago.
c) Pembentukan kalus
Terjadi 3-10 hari sesudah injury, mengubah jaringan granulasi dan
callus .
d) Penyatuan tulang
Kalus fibrosa menjadi kalus tulang. Pada foto Rontgen proses ini
terlihat sebagai bayangan tetapi bayangan garis patah tulang masih
terlihat.
e) Konsolidasi
Terjadinya penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel
tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang
bekerja pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara
lamellar seperti sel tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan
kekuatan tulang biasa.

5. Tanda dan Gejala


a. Nyeri hebat pada daerah fraktur. Nyeri bertambah hebat jika
ditekan/raba.
b. Tak mampu menggerakkan kaki.
c. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spamus otot-otot.
d. Adanya rotasi pada tungkai tersebut.
e. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan
normal.
f. Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur.
g. Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi
di daerah tersebut.
h. Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang.
i. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen
tulang.
j. Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut
jika sudah pasti ada fraktur).
k. Pendarahan.
l. Hematoma, edema karena ekstravasasi darah dan cairan jaringan.
m. Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat
nyeri hebat.
n. Keterbatasan mobilisasi.
o. Terbukti fraktur lewat foto rontgen.

6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
2) Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan
a. Darah lengkap.
Dapat menunjukan tingkat kehilangan darah hingga cedera
(pemeriksaan Hb dan Ht). Nilai leukosit meningkat sesuai respon
tubuh terhadap cedera.
b. Golongan darah .
Dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan
darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
c. Pemeriksaan kimia darah.
Mengkaji ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan masalah pada
saat operasi.

7. Terapi Pengelolaan Medik


Pemilihan jenis tindakan lokasi fraktur, potensial nekrosis, pilihan pasien,
dan kesukaan dokter yang merawat.

Jenis tindakan untuk fraktur antara lain :


a) Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban
seminimal mungkin pad daerah distal.
b) Manipulasi dengan Closed reduction and external fixation (reduksi
tertutup + fiksasi eksternal), digunakan gips sebagai fiksasi eksternal,
dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani
pembedahan.
c) Prosedur operasi dengan open reduction and internal fixation (ORIF).
Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: sekrup, plat, kawat, paku).
Alat ini bisa dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis
yang sama antara plate dan sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi
kimia.

Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan
juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar
fraktur.
8. Emergency Treatment
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk
mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah
mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur
yang tepat adalah
(1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation,
(2) meminimalisir rasa nyeri
(3) mencegah cedera iskemia-reperfusi,
(4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi.
Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi
dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk
proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih
lanjut.
9. Komplikasi
1) Shock dan pendarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera
dioperasi.
2) Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan
3) Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain :
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
4) Non-union , penyembuhan terlambat. Sering pada fraktur tibia maupun
fraktur lainnya sembuh lebih lambat bila terdapat kerusakan jaringan
vascular luas yang memberikan suplai darah ke daerah fraktur.
5) Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal
bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan
jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
6) Osteomyelitis, terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah
faktur (biasanya fraktur terbuka)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai
adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian
wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas 6 harus memproteksi
tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien
dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya
memerlukan pemasangan airway definitif.
2) B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita
harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma.
Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas
bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m
lewat non-rebreathing mask dengan reservoir.
3) C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus
diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus
patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik
adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi
atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara
nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,
penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan
pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting
disamping usaha menghentikan pendarahan.
4) D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan
evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
5) E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring
dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien
tidak hipotermia12 .
b. Secondary survey
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
 Adanya kegiatan yang berisiko cidera.
 Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b) Pola nutrisi
 Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c) Pola eliminasi
 Obstipasi karena imobilitas.
d) Pola aktivitas dan latihan
 Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas atau
kecelakaan lain.
 Tidak kuat berdiri/menahan beban.
 Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian
betis/tungkai bawah.
e) Pola tidur dan istirahat
 Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada
daerah cidera.
f) Pola persepsi kognitif
 Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang
terkena.
 Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang
terkena.
 Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur
tindakan.
g) Pola konsep diri dan persepsi diri
 Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cidera.
 Rasa khawatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti
sebelumnya.
h) Pola hubungan-peran
 Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban
memenuhi kebutuhan keluarga dan melindungi.
 Merasa tidak berdaya.
i) Pola seksual dan reproduksi
 Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap
pasangan.
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
 Ekspresi wajah sedih.
 Tidak bergairah.
 Merasa terasing di rumah sakit.

2. Diagnosa
Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2) Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4) Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5) Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.

Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka
operasi.
3) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5) Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
6) Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.

3. Intervensi
Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, ekspresi
wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat, dan mampu
melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui rentang respon klien
tentang nyeri.
2. Tinggikan dan sokong Meningkatkan aliran balik vena,
ekstremitas yang sakit. menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
3. Pertahankan bidai pada posisi Mengurangi kerusakan yang lebih
yang sudah ditetapkan. parah pada daerah fraktur.
4. Mempertahankan tirah baring Mempertahankan kerusakan yang
sampai tindakan operasi. lebih parah pada daerah fraktur.
5. Dengarkan keluhan klien. Mengetahui tingkat nyeri klien.
6. Ajarkan teknik relaksasi untuk Meningkatkan kemampuan koping
mengurangi nyeri (latihan nafas dalam menangani nyeri.
dalam).
7. Kolaborasikan dengan dokter Intervensi tepat mengatasi nyeri.
mengenai masalah nyeri.

2) Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan


dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
HYD: Perfusi jaringan perifer memadai ditandai dengan terabanya nadi,
kulit hangat/kering, sensasi dan sensori normal, TTV dalam batas
normal dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV tiap 3-4 Ketidakefektifan volume sirkulasi
jam. mempengaruhi tanda-tanda vital.
Warna kulit pucat merupakan
2. Kaji aliran kapiler, warna tanda gangguan sirkulasi.
kulit, dan kehangatan
bagian distal fraktur. Rasa baal, kesemutan,
3. Lakukan pengkajian peningkatan nyeri dapat terjadi
neuromuskuler, perhatikan bila sirkulasi pada saraf tidak
perubahan fungsi adekuat atau syaraf rusak.
motorik/sensorik. Dislokasi fraktur dapat
4. Identifikasi tanda iskemia menyebabkan kerusakan arteri
ekstremitas tiba-tiba. yang berdekatan.
Mengidentifikasi tanda-tanda
5. Monitor hasil laboratorium kelainan darah.
melalui kolaborasi dengan
dokter (mppp, Hb, Ht). Dapat membendung sirkulasi bila
6. Lepaskan perhiasan dari terjadi edema.
ekstremitas yang sakit. Intervensi tepat dan cepat dapat
7. Kolaborasi dengan dokter mencegah kerusakan yang lebih
untuk menyiapkan klien parah.
intervensi pembedahan.

3) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
HYD: Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan tanda-
tanda vital dalam batas normal dan pemeriksaan laboratorium normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital tiap Infeksi yang terjadi dapat
3-4 jam. meningkatkan suhu tubuh.
2. Monitor hasil laboratorium Mengidentifikasi tanda-tanda
(leukosit). infeksi.
3. Rawat luka secara steril. Mengurangi risiko terjadinya
4. Beri diet tinggi kalori dan infeksi.
tinggi protein. Makanan yang bergizi akan
membantu meningkatkan
5. Kolaborasi dengan dokter pertahanan tubuh.
untuk pemberian terapi. Mengidentifikasi supaya infeksi
tidak terjadi.

4) Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan


mobilisasi.
HYD: Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien tidak mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas sebagaimana
mestinya, dan mengungkapkan perasaan lebih santai, ekspresi wajah
rileks.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan Menentukan intervensi yang
klien. tepat.
2. Beri dan luangkan waktu Mengetahui tingkat kecemasan
bagi klien untuk klien dan memenuhi kebutuhan
mengungkapkan untuk didengarkan.
perasaannya. Mengurangi kecemasan klien.
3. Ajarkan dan bantu klien
untuk melakukan teknik-
teknik mengatasi Klien tampak lebih rileks dan
kecemasan. tidak terlalu memikirkan hal-hal
4. Kaji perilaku koping yang yang menimbulkan kecemasan.
ada dan anjurkan
penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan Orang terdekat merupakan
untuk mengatasi kecemasan pemberi support sistem yang
yang lain. paling tepat.
5. Berikan dukungan kepada
klien untuk berinteraksi
dengan keluarga, orang tua dapat memulihkan klien ke
terdekat. tingkat awal.
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi
untuk mengurangi
kecemasan klien.

5) Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya


informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
HYD: Klien dapat mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda gejala,
pengobatan, pencegahan serta tindakan operasi dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan Meningkatkan pengetahuan klien
klien mengenai mengenai penyakit yang sedang
penyakitnya, penyebab, dialaminya.
tanda gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur
operasi. Mempercepat proses penerimaan
2. Jalin hubungan saling diri.
percaya. Meningkatkan pengetahuan klien.

3. Jelaskan tentang rencana Meningkatkan pengetahuan dan


operasi dan post operasi. kerjasama klien.
4. Beri kesempatan pada klien Mencegah kekakuan sendi,
untuk bertanya. kontraktur, dan kelemahan otot,
5. Dorong pasien untuk meningkatkan kembalinya
melanjutkan latihan aktif aktivitas sehari-hari.
untuk sendi di atas dan di Untuk memanipulasi kruk atau
bawah fraktur. dapat mencegah kelelahan otot
6. Anjurkan penggunaan back yang tidak perlu bila satu tangan
pack. digips.
Menurunkan risiko trauma
7. Kaji ulang perawatan tulang/jaringan dan infeksi yang
pen/luka yang tepat. dapat berlanjut melalui
osteomielitis.

Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan nyeri
berkurang.
Intervensi Evaluasi
1. Observasi TTV tiap 4 jam. Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, Menentukan tindakan yang tepat
intensitas dan karakteristik sesuai dengan kebutuhan pasien.
nyeri. Napas dalam dapat
3. Anjurkan teknik relaksasi mengendorkan ketegangan,
napas dalam. sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
4. Berikan posisi yang nyaman Posisi anatomi memberikan rasa
pada tulang yang fraktur nyaman dan melancarkan
sesuai anatominya. sirkulasi darah.
5. Berikan terapi analgetik Analgesik akan menghambat dan
sesuai dengan program menekan rangsang nyeri ke otak.
medik.

2) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka


operasi.
HYD: Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan kulit
bersih, pasien tidak mengalami infeksi tulang.
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital Peningkatan TTV dapat
(TD, S, N, P) tiap 4 jam. menunjukkan adanya infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan Mencegah dan menghambat
baik dengan tehnik berkembangnya bakteri.
antiseptik. Kasa steril dapat menghambat
3. Tutup luka operasi dengan masuknya kuman ke dalam luka.
kasa steril. Luka yang kotor dan basah
4. Jaga daerah luka tetap menjadi media yang baik bagi
bersih dan kering. perkembangbiakan bakteri.
Antibiotik akan menghambat
5. Berikan terapi antibiotik hidup dan berkembangnya bakteri.
sesuai dengan program
medik.

3) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,


pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
HYD: Klien dapat mobilisasi seperti biasanya dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan klien dapat mobilisasi sendiri, dapat melakukan
aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.

Intervensi rasional
1. Observasi TTV (S, TD, N, Sebagai data dasar untuk
P) tiap 4 jam. menentukan tindakan
2. Kaji tingkat kemampuan keperawatan.
pasien dalam beraktivitas, Menentukan tingkat keperawatan
mobilisasi secara mandiri. sesuai kondisi pasien.
3. Bantu pasien dalam
pemenuhan higiene, nutrisi, Kerjasama antara perawat dengan
eliminasi yang tidak dapat pasien yang baik mengefektifkan
dilakukan sendiri. pencapaian hasil dari tindakan
4. Dekatkan alat-alat dan bel keperawatan yang dilakukan.
yang dibutuhkan klien. Klien dapat segera memenuhi
5. Libatkan keluarga dalam kebutuhan yang dapat dilakukan.
memenuhi kebutuhan Kerjasama antara perawat dan
pasien. keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
6. Anjurkan dan bantu klien Mobilisasi dini secara bertahap
untuk mobilisasi fisik secara membantu dalam proses
bertahap sesuai kemampuan penyembuhan
pasien dan sesuai program
medik.

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
HYD: Perubahan nutrisi tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan penyembuhan tulang dan jaringan dapat kembali secara bertahap
sempurna seperti normalnya.
Intervensi Rasional
1. Kaji abdomen, catat adanya Distensi abdomen dan atoni usus
bising usus, distensi sering terjadi, mengakibatkan
abdomen dan keluhan mual. penurunan tak adanya bising usus
untuk mencerna makanan.
2. Berikan perawatan oral. Menurunkan rangsangan muntah
dan inflamasi/iritasi, mukosa
membran kering.
3. Bantu pasien dalam Kebiasaan diet sebelumnya
pemilihan makanan/cairan mungkin tidak memuaskan pada
yang memenuhi kebutuhan pemenuhan kebutuhan saat ini
nutrisi tinggi kalsium. untuk regenerasi jaringan dan
penyembuhan.
4. Kaji adanya peningkatan Mewaspadai terjadinya
haus dan berkemih atau hiperglikemia karena
perubahan mental dan peningkatan pengeluaran
ketajaman visual. glukagon dan penurunan
pengeluaran insulin.
5. Menganjurkan klien untuk Konsumsi buah dan sayur-
banyak mengkonsumsi buah sayuran dapat meningkatkan
dan sayur-sayuran. proses penyembuhan tulang.
6. Kolaborasi dengan ahli diet. Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi klien.

5) Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.


HYD: Tidak terjadi komplikasi post operasi dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan tidak ada perasaan nyeri, sesak, mati rasa dll.
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan pasien. Mengetahui masalah pasien.
2. Observasi TTV (S, T, N, P) Untuk mendeteksi adanya tanda-
tiap 4 jam. tanda awal dari komplikasi.
3. Anjurkan dan ajarkan Meningkatkan pergerakan
latihan aktif dan pasif. sehingga dapat melancarkan
4. Kolaborasi dengan dokter. aliran darah.
Mengetahui dan mendapatkan
penanganan yang tepat.

6) Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi


mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya
dan prosedur pembedahan.
HYD: Regimen terapeutik menjadi efektif dalam waktu 2-3 hari ditandai
dengan klien dapat mengetahui penyakit, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan prosedur operasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan Untuk mengukur sejauh mana
pasien mengenai penyakit, pengetahuan pasien tentang
tanda gejala, pengobatan, penyakit.
pencegahan dan prosedur
operasi.
2. Ajarkan dan anjurkan pasien Dengan latihan aktif dan pasif
untuk melakukan latihan diharapkan dapat mencegah
pasif dan aktif secara terjadinya kontraktur pada tulang.
teratur. Hal kurang jelas dapat
3. Berikan kesempatan pada diklarifikasi kembali.
pasien untuk bertanya. Mencegah keadaan yang dapat
4. Anjurkan pasien untuk memperburuk keadaan fraktur.
menaati terapi dan kontrol
tepat waktu. Mencegah stres pada tulang.
5. Anjurkan pasien untuk tidak
mengangkat beban berat
pada tangan yang fraktur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan
bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim
De Jong, l 998)
Klasifikasi fraktur meliputi, fraktur tertutup, fraktur terbuka, fraktur lengkap
dan tidak lengkap, fraktur komplet dan inkomplet, penatalaksanaan fraktur
meliputi rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi, serta dalam penyembuhan
luka pada fraktur meliputi yang pertama adalah hematoma, poliferasi,
pembentukan kallus, konsolidasi dan remodeling.
B. Saran
Pada penderita fraktur tibia sangat dibutuhkan istirahat total dan minimalkan
pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien
dan keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat
total.
DAFTAR PUSTAKA

Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta :
Akademi Perawatan Sint Carolus.

Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Donna. D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991). Medical Surgical Nursing. A


Nursing Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical
Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders
Company.

Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (1994). Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

8. evaluasi

Anda mungkin juga menyukai