DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2B
KETUA : SULHANDIKA (1801096)
SEKRETARIS : RIZKY AMELIA ANWAR ( 1801100)
ANGGOTA :
1. ANDI MUTMAINNAH (1801067)
2. M. HIJAZ (1801075)
3. HIJRATUN (1801087)
4. NURLINDA (1801079)
5. RIZKY AMALIA (1801100)
6. NURINSANI (1801127)
7. SAMSUDDIN (1801057)
8. MOH RIOH GUNAWAN ( 1801071)
9. NUR HIKMA (1801063)
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi ............................................................................................. 23
2. Etiologi ............................................................................................. 23
3. Patofisiologi ..................................................................................... 24
4. Manifestasi klinis ............................................................................. 26
5. Komplikasi ....................................................................................... 26
6. Penatalaksanaan ............................................................................... 27
7. Pemeriksaan penunjang.................................................................... 29
8. Pencegahan ...................................................................................... 29
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ....................................................................................... 31
2. Diagnosa........................................................................................... 32
3. Intervensi .......................................................................................... 32
4. Evaluasi...................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 36
B. Saran ...................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Peristiwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab semakin
meningkatnya angka kejadian fraktur di Indonesia (Rois, 2016). Open
Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan intervensi untuk
mempertemukan serta memfiksasi kedua ujung fregment tulang yang patah
(Muttaqin, 2013, hal. 341). Setelah dilakukan proses tindakan pembedahan
yang dirasakan pasien adalah nyeri. Nyeri operasi fraktur tibia akibat
kompresi saraf atau pergerakan fregmen tulang menyebabkan pasien sulit
memenuhi aktivitas sehari-hari (Muttaqin, 2013, hal. 142) .
Berikut akan disajikan angka kejadian fraktur di Indonesia, Jawa
Timur, dan Kabupaten Jember pada tabel 1.1 dibawah ini:
Tabel 1. 1 Angka Kejadian Fraktur di Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten
Jember Pada Tahun 2016-2018
Fraktur tibia terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut
dengan kaki yang masih terfiksasi ketanah (Noor, 2016, hal. 539). Luka yang
ditimbulkan fraktur dapat terbuka maupun tertutup (Rosyidi k, 2013, hal. 37).
Tindakan selanjutnya ORIF yang tindakanya mengacu pada operasi terbuka
untuk mengatur tulang, sebagai fiksasi atau penyambung tulang yang patah
(Muttaqin, 2013, hal. 341). Tindakan ORIF akan mengenai serabut saraf serta
tulang dan mengakibatkan atau merangsang pengeluaran histamin, bradikinin
dan prostaglandin yang akan merangsang A-delta untuk menghantarkan
rangsangan nyeri sehingga menimbulkan nyeri akut pada pasien (Putri, 2013,
hal. 238).
Skenario 5
Kata Kunci :
1. Ditabrak motor
2. Tampak luka
3. Keluar darah dibetis kanannya
4. Tidak bisa digerakkan
5. Mengerang kesakitan
1. Ditabrak motor adalah suatu insiden kecelakaan sepeda motor yang sering
terjadi dijalan raya atau pelanggaran lalu lintas yang bisa menimbulkan cedera
fisik.
2. Luka adalah hilang/rusaknya sebagian jaringan atau tubuh, keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul.
3. Perdarahan adalah kondisi ketika darah keluar dari pembuluh darah dan
menyebabkan penderita kehilangan darah dalam tubuhnya. Tidak semua
perdarahan tampak dilihat mata telanjang. ada beberapa perdarahan yang
terjadi di organ tubuh bagian dalam, perdarahan besar (mayor) bisa sangat
berbahaya dan mengancam nyawa.
4. Tidak bisa digerakkan adalah suatu keadaan dimana anggota tubuh tidak dapat
digerakkan yang biasanya diakibatkan oleh cedera fisik.
5. Mengerang kesakitan adalah perasaan tidak nyaman yang terjadi ketika
seseorang mengalami cedera atau kerusakan pada anggota tubuh.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi fisiologi dari tibia?
2. Jelaskan pengertian fraktur tibia?
3. Jelaskan penyebab terjadinya fraktur tibia?
4. Jelaskan patofisiologi dari fraktur tibia?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari fraktur tibia?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada fraktur tibia?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada fraktur tibia?
8. Jelaskan komplikasi pada fraktur tibia?
9. Jelaskan pengkajian diagnose, intervensi, dan evaluasi pada fraktur
tibia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi tibia.
2. Untuk mengetahui pengertian fraktur tibia.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraktur tibia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur tibia.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur tibia.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada fraktur tibia.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada fraktur tibia.
8. Untuk mengetahui komplikasi pada fraktur tibia.
9. Untuk mengetahui pengkajian diagnose, intervensi, dan evaluasi pada
fraktur tibia.
BAB II
Pembahasan
2. Anatomi Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang
hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur.
Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut.
Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal.
Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial
terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang panjang dan
kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang
femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya terdapat maleolus
lateralis.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat
deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah
sebagai berikut, yaitu :
Tuberositas tibia
Caput fibulae
Malleolus
Malleolus Malleolus
Lateralis Malleolusmedialis
3. Etiologi
Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :
4. Patofisiologi
jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek,
sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan.
Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak
(otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary
antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan nekrotik
ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh vasodilasi,
eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih lainnya.
Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sum-sum tulang terutama pada tulang panjang, sum-sum kuning
yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti
aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli lemak apabila emboli
lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter
emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi
hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi
jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ
vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Trauma
- Gangguan mobilitas fisik
Fraktur - Risiko cedera
Kerusakan periosteum, pembuluh darah,
- Gangguan rasa
nyaman nyeri
- Risiko tinggi infeksi
KLASIFIKASI PATAH TULANG
A. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang ( sering terjadi pada anak
dengan tulang yang lembek ).
B. Transverse, patah menyilang.
C. Obligue, garis patah miring.
D. Spiral, patah tulang melingkari tulang.
A B C D
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
2) Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan
a. Darah lengkap.
Dapat menunjukan tingkat kehilangan darah hingga cedera
(pemeriksaan Hb dan Ht). Nilai leukosit meningkat sesuai respon
tubuh terhadap cedera.
b. Golongan darah .
Dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan
darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
c. Pemeriksaan kimia darah.
Mengkaji ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan masalah pada
saat operasi.
Jika keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan maka kadang dilakukan
juga debridement untuk memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar
fraktur.
8. Emergency Treatment
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk
mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah
mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti semula.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur
yang tepat adalah
(1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation,
(2) meminimalisir rasa nyeri
(3) mencegah cedera iskemia-reperfusi,
(4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi.
Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi
dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk
proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih
lanjut.
9. Komplikasi
1) Shock dan pendarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera
dioperasi.
2) Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan
3) Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain :
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
4) Non-union , penyembuhan terlambat. Sering pada fraktur tibia maupun
fraktur lainnya sembuh lebih lambat bila terdapat kerusakan jaringan
vascular luas yang memberikan suplai darah ke daerah fraktur.
5) Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal
bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan
jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
6) Osteomyelitis, terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah
faktur (biasanya fraktur terbuka)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai
adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian
wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas 6 harus memproteksi
tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien
dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya
memerlukan pemasangan airway definitif.
2) B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita
harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma.
Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas
bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m
lewat non-rebreathing mask dengan reservoir.
3) C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus
diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus
patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik
adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi
atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara
nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,
penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan
pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting
disamping usaha menghentikan pendarahan.
4) D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan
evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini
adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda
lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
5) E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring
dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien
tidak hipotermia12 .
b. Secondary survey
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan memadai.
Adanya kegiatan yang berisiko cidera.
Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
b) Pola nutrisi
Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
c) Pola eliminasi
Obstipasi karena imobilitas.
d) Pola aktivitas dan latihan
Ada riwayat jatuh/terbentur ketika sedang beraktivitas atau
kecelakaan lain.
Tidak kuat berdiri/menahan beban.
Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian
betis/tungkai bawah.
e) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada
daerah cidera.
f) Pola persepsi kognitif
Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang
terkena.
Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang
terkena.
Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur
tindakan.
g) Pola konsep diri dan persepsi diri
Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cidera.
Rasa khawatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti
sebelumnya.
h) Pola hubungan-peran
Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban
memenuhi kebutuhan keluarga dan melindungi.
Merasa tidak berdaya.
i) Pola seksual dan reproduksi
Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap
pasangan.
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Ekspresi wajah sedih.
Tidak bergairah.
Merasa terasing di rumah sakit.
2. Diagnosa
Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
2) Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak.
4) Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan gangguan
mobilisasi.
5) Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
2) Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka
operasi.
3) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi fraktur,
pemasangan traksi, gips dan fiksasi.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
bertambahnya metabolisme untuk penyembuhan tulang dan jaringan.
5) Regimen terapeutik in efektif berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan pencegahannya.
6) Risiko tinggi terjadinya komplikasi post operasi b.d. imobilisasi.
3. Intervensi
Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, ekspresi
wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan tepat, dan mampu
melakukan teknik relaksasi dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui rentang respon klien
tentang nyeri.
2. Tinggikan dan sokong Meningkatkan aliran balik vena,
ekstremitas yang sakit. menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
3. Pertahankan bidai pada posisi Mengurangi kerusakan yang lebih
yang sudah ditetapkan. parah pada daerah fraktur.
4. Mempertahankan tirah baring Mempertahankan kerusakan yang
sampai tindakan operasi. lebih parah pada daerah fraktur.
5. Dengarkan keluhan klien. Mengetahui tingkat nyeri klien.
6. Ajarkan teknik relaksasi untuk Meningkatkan kemampuan koping
mengurangi nyeri (latihan nafas dalam menangani nyeri.
dalam).
7. Kolaborasikan dengan dokter Intervensi tepat mengatasi nyeri.
mengenai masalah nyeri.
Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan pemasangan pen, sekrup, drain dan adanya
luka operasi.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: ekspresi wajah tenang, klien mengungkapkan nyeri
berkurang.
Intervensi Evaluasi
1. Observasi TTV tiap 4 jam. Peningkatan tanda-tanda vital
menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, Menentukan tindakan yang tepat
intensitas dan karakteristik sesuai dengan kebutuhan pasien.
nyeri. Napas dalam dapat
3. Anjurkan teknik relaksasi mengendorkan ketegangan,
napas dalam. sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
4. Berikan posisi yang nyaman Posisi anatomi memberikan rasa
pada tulang yang fraktur nyaman dan melancarkan
sesuai anatominya. sirkulasi darah.
5. Berikan terapi analgetik Analgesik akan menghambat dan
sesuai dengan program menekan rangsang nyeri ke otak.
medik.
Intervensi rasional
1. Observasi TTV (S, TD, N, Sebagai data dasar untuk
P) tiap 4 jam. menentukan tindakan
2. Kaji tingkat kemampuan keperawatan.
pasien dalam beraktivitas, Menentukan tingkat keperawatan
mobilisasi secara mandiri. sesuai kondisi pasien.
3. Bantu pasien dalam
pemenuhan higiene, nutrisi, Kerjasama antara perawat dengan
eliminasi yang tidak dapat pasien yang baik mengefektifkan
dilakukan sendiri. pencapaian hasil dari tindakan
4. Dekatkan alat-alat dan bel keperawatan yang dilakukan.
yang dibutuhkan klien. Klien dapat segera memenuhi
5. Libatkan keluarga dalam kebutuhan yang dapat dilakukan.
memenuhi kebutuhan Kerjasama antara perawat dan
pasien. keluarga akan membantu dalam
mencapai tujuan yang diinginkan.
6. Anjurkan dan bantu klien Mobilisasi dini secara bertahap
untuk mobilisasi fisik secara membantu dalam proses
bertahap sesuai kemampuan penyembuhan
pasien dan sesuai program
medik.
Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta :
Akademi Perawatan Sint Carolus.
Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical
Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders
Company.
8. evaluasi