Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR DAN PENCEGAHAN


PRIMER SEKUNDER TERSIER PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

Disusun guna menenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Disusun Oleh (Kelompok 6) :

Andre Pramudya P C1AA18015

Dik Dik Maulidan C1AA18033

Indri Apriani C1AA18053

Moch Fikri Khautal C1AA18071

Ryan Taufik Hidayat C1AA18101

Tania Larasati Y C1AA18113

Windi Meilany C1AA18119

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Dan Pencegahan Primer Sekunder Tersier
Pada Sistem Muskuloskeletal”. Tanpa ridho-Nya mungkin kami tidak dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui gangguan gaya
hidup dan menambah ilmu pengetahuan. Makalah ini disusun oleh penyusun
dengan sebenar-benarnya. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III dan teman-teman yang
telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang
dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan penyusun. Terima kasih.

Sukabumi, April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Definisi Fraktur.......................................................................................................3
B. Etiologi...................................................................................................................3
C. Klasifikasi Fraktur...................................................................................................4
D. Pathway..................................................................................................................8
E. Manifestasi klinis....................................................................................................9
F. Pemeriksaan penunjang.........................................................................................9
G. Penatalaksanaan..................................................................................................10
H. Faktor penyembuhan fraktur...............................................................................11
I. Komplikasi............................................................................................................11
BAB III...............................................................................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................................................13
A. Pengkajian............................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................21
C. Rencana Keperawatan..........................................................................................22
D. Implementasi.......................................................................................................25
E. EVALUASI..............................................................................................................26
BAB IV..............................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................28
Daftar pusaka...................................................................................................................29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian fraktur di indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan


jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara
(wrongdiagnosis, 2011). Kejadian fraktur di indonesia dilaporkan Depkes RI
(2007) menunjukan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur
dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di indonesia 5,5% dengan
rentang setiap profensi antara 2,2-9% (Depkes, 2007).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas,
seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang
dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan
subjekyif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal
maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk
beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal
dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999). Pada
beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi
bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

1
B. Tujuan

1. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
2. Tujuan Umum
a) Dapat menjelaskan definisi fraktur
b) Dapat mengetahui etiologi dari fraktur
c) Dapat memahami klasifikasi fraktur
d) Dapat menjelaskan patofisiologi fraktur
e) Dapat mengetahui menifestasi klinis dari fraktur
f) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur
g) Dapat memahami apasaja komplikasi yang disebebkan oleh fraktur
h) Dapat memahami asuhan keperawatan pada fraktur
i) Dapat memahami tentang factor primer, sekunder dan tersier pada
fraktur

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang


bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap
(Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

B. Etiologi

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan


tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok,
memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

3
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk;
trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.

C. Klasifikasi Fraktur

Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa


keadaan berikut.
a) Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan)
dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu.

4
Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktur

b) Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III

5
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.

Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan
terbuka

c) Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur
dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih
dari dua fragmen tulang.

6
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan
ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan
sering terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

Gambar 2.3 konfigurasi/sudut patah dari fraktur

7
D. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Pergeseran fragmen
Diskontinuitas tulang Nyeri akut
tulang

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen


tulang

Pergeseran fragmen Tek sumsum tulang lebih


Spame otot
tulang tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler Melepaskan


ketekolamin
Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam
lemak
Hambatan mobilitas Bergabung dengan
Protein plasma hilang
fisik trombosit
Laserasi kulit Edema emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit


Resiko infeksi Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Kehilangan volume Resiko syok
pendarahan
E. Manifestasi klinis cairan (hipovolemik)

1) Tidak dapt menggunakan anggota gerak


2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)

8
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371

F. Pemeriksaan penunjang

1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur


2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap
peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

G. Penatalaksanaan

1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)


Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau

9
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open
Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

H. Faktor penyembuhan fraktur

Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya


penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
a. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada

10
bayi sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin
berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

I. Komplikasi

1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi,
takipnea dan demam.

11
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur
terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam
pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan
tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung
fragmen tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur
tibia-fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur tanpa pengobatan,
pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

13
A. Pengkajian

1. Identitas Pasien ;
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 55 tahun
Alamat : Dusun Pamulihan RT 01 RW 01 Siti Raja Wanakerta Kab.
Sumedang
Pekerjaan : Sopir
No. RM : 1320185
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Kawin
Dx. Medis : Fraktur Femur Bilateral, Fraktur Cruris Bilateral, Fraktur
Ulna Kanan
Tgl Pengkajian : 6 Desember 2020
Tgl Masuk RS : 3 Desember 2020

Penanggungjawab :
Nama : Tn. S
Umur : 37 tahun
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Dusun Pamulihan RT 01 RW 01 Siti Raja Wanakerta Kab.
Sumedang

Saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh nyeri daerah fraktur,


terutama kaki kanan.Karakteristik nyeri seperti ditusuk-tusuk, bertambah
jika menggerakan daerah fraktur, berkurang jika immobilisasi.Pasien
meringis kesakitan jika kaki digerakkan saat ganti sprei, skala nyeri 8.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, saat pasien mengendarai mobil
di daerah Jatibarang (Indramayu), tiba-tiba bertabrakan dengan mobil
lain dari arah yang berlawanan. Pasien terlempar keluar dari mobil.Paha

14
kiri, tungkai bawah kanan dan kiri membentur aspal.Pasien dibawa ke RS
Sumedang dan dirujuk ke RSHS Bandung. Di RSHS pasien sudah
dilakukan debridement Cruris Dextra tanggal 3 Desember 2020 dan
pemasangan bidai (Posterior slab) pada daerah tangan kanan dan kedua
kaki sampai dengan pinggul.
Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit dengan kasus yang
sama, tidak pernah dilakukan operasi sebelumnya, pasien memiliki
riwayat merokok 1 bungkus perhari, dan minum kopi 3-4 gelas sehari.
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit yang sama
seperti yang diderita oleh pasien.Tidak ada anggota keluarga yang
menderita osteoporosis, kanker tulang atau diabetes.
Klien mengatakan menerima seluruh anggota tubuhnya, walaupun
dalam keadaan patah, Klien mengatakan ingin cepat sembuh, Peran
sebagai kepala keluarga terganggu, pasien mengatakan dengan sakit yang
dideritanya tidak dapat melakukan apa-apa, merasa merepotkan orang
lain dan perawat. Pada saat diajak bicara, pasien menunjukkan harga diri
yang baik terbukti pada saat wawancara, pasien terbuka dengan semua
pertanyaan yang dilontarkan

Riwayat ADL
No Aktivitas Sebelum sakit Setelah sakit
1 1. Nutrisi
 Makan
 3x sehari habis 1 porsi  Makan 3x sehari,
 Frekuensi habis 1 porsi yang
 Jenis  Nasi,  tahu, tempe, lalab, disediakan RS
sambal, kadang-kadang,  bubur, lauk, sayur
dengan ikan.Klien jarang (Pasien minta ganti
makan buah-buahan nasi).
2. Minum
-        Frekuensi  6-8 gelas sehari (±1500-
2000 cc sehari)
          Jenis  Air putih, teh manis, klien  6 – 8 gelas sehari
juga suka minuman soft (1.500 – 2000
drink cc/sehari)
 Air putih, kacang
hijau

15
2 Eliminasi
a.      1. BAK
-    Frekuensi  4 – 5 x/ hari
-    Warna  kuning  5 – 6 x/hari
b.       2. BAB
-    Frekuensi  1x / hari  Sejak dirawat di RS
-    Warna  Kuning baru 1 kali BAB
-    konsistensi  Padat  Kuning
 Keterangan : sebelum
masuk klien BAB cair
sampai 8 kali/hari
3 Personal
Hygiene  2x/hari memakai sabun  Mandi 2x dengan
a.      1. Mandi seka

 2x/hari memakai pasta


b.      2. Gosok Gigi  1x / hari
 2x/minggu memakai
3. Keramas shampo  Belum keramas

d.      4. Potong  Bila panjang  Belum potong kuku


Kuku
4 Istirahat Tidur
a.       Siang  Jarang tidur siang  Tidur siang 1 – 2
b.       Malam  6-7 jam/hari tidur jam
nyenyak  Tidur malam sering
terganggu karena
nyeri
5 Kegiatan /  Klien seorang kepala  Berbaring ditempat
Aktivitas keluarga dan sehari-harinya tidur.
Sehari-hari bekerja diluar rumah  Klien mengeluh nyeri
sebagai supir saat melakukan
aktivitas.

a. Sistem Integumen
Tidak tampak kusam, permukaan kulit berminyak, rambut hitam dan
banyak yang sudah memutih, terdapat luka lecet di tangan kiri akibat
trauma. Suhu tubuh 37 derajat C.
b. Sistem respirasi
Frekuensi pernafasan 20 x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Gerakan dada simetris, tidak terdapatretraksi suprasternal dan
intercosta, suara perkusi resonan, tidak terdapat ronchi pada basalparu,

16
tidak terdapat wheezing, dan vocal fremitus bergetar sama kanan dan
kiri.
c. Sistem pencernaan
Countur abdomen datar, simetris, tidak ada defens muskuler, turgor <
3 detik, terdapat bau mulut, tidak ada nyeri tekan, perabaan massa
tidak ada, hepar tidak teraba, dan tidak terdapat ascites, suara sonor
saat dilakukan perkusi.Selama dirawat, pasien BAB 1 kali
d. Sistem kardiovaskuler
Tidak terlihat iktus kordis, Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal : dalam
batas normal, tidak terdapat gallop dan murmur,CRT 3 detik,
ekstremitas agak pucat.TD 120/70 mmHg.
e. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Sistem perkemihan
Tidak terpasang kateter, tidak ada massa maupun nyeri ketuk pada
area CVA.
g. Sistem Muskuloskeletal
Panjang ekstremitas bawah kanan : 94 cm
Panjang ekstremitas bawah kiri : 93 cm
P : pain
Pasien mengatakan nyeri daerah fraktur
P : Pulsesesness
Nadi teraba cukup kuat pada daerah distal (pedis)
P : Pallor
Tidak terdapat pucat bagian distal daerah fraktur
P :Paralisis
Tidak terdapat kelumpuhan pada kedua tungkai. Klien dapat
menggerakan jari-jari kedua kakinya
P :Parestesia
Klien masih merasakan sensasi yang diberikan pada daerah fraktur
(distal).

17
Pengkajian daerah fraktur :
a. Femur Bilateral
Look (inspeksi) :wound (+), swelling (+), deformitas (+)
Feel (Palpasi) : nyeri tekan (+), crepitasi (+)
Move (Pergerakan) : ROM terbatas karena nyeri
b. Wrist Joint
Look :wound (+), swelling (+), deformitas (+)
Feel : nyeri tekan (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri
c. Cruris Dekstra
Look :swelling(+) , pus (+), wound (+),deformitas (+), luka
debridement berwarna hitam, nekrosis dan bau
Feel : nyeri tekan (+), hangat pada daerah yang bengkak, ada
krepitasi.
Move : ROM terbatas karena nyeri, saat diganti balut dan kaki
dianggkat paien berteriak karena kesakitan
d. Cruris Sinistra
Look :wound (+), swelling (+), deformitas (+)
Feel : nyeri tekan (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
No Hematologi 3/12/2020 6/12/2020 Nilai rujukan
1 Hemoglobin 7,4 9,8 12,0-16,0
2 Hematokrit 22 30 35-47
3 Leukosit 14.800 12.800 4400-11300
4 Eritrosit 2,48 3,42 3,6-5,8
5 Trombosit 118,000 213.000 150.000-
450.000
6 MCV 86,7 86,8 80-100
7 MCH 29,8 28,7 26-34
8 MCHC 34,4 33,0 32-36
Hitung Jenis

18
Leukosit
Basofil 1 0
Eosinofil 0 3
Batang 0 0
Segmen 83 74
Limfosit 9 12
Monosit 7 11
LED 88 76
Kimia Klinik
AST (SGOT) 149
ALT (SGPT) 40
Albumin 2,4
Protein total 4,8
Ureum 53
Creatinin 0,93
GDS 102 82
Natrium 135
Kalium 4,2
Clorida 102
Magnesium 2,01
Ca bebas 4,62
CRP kuantitatif 259,5 129,5 < 5mg/L

b. Hasil Rongen (3 Desember 2020)


Femur, Genue, Cruris dan Manus
- Fraktur komunitif 1/3 tengah os femur kanan, disertai
displacement ke posteromedial dan shortening
- Fraktur kominutif 1/3 tengah os femur kiri disertai displacement
ke posterolateral dan shortening
- Fraktur neglected pada os tibia dan os fibula kanan
- Fraktur kominutif 1/3 tengah os tibia kiri dan 1/3 distal os tibia
dan os ulna kiri disertai displacement ke medial
- Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis
- Manus kanan : fraktur kominutif end os radius ulna kanan
disertai displacement

19
20
Cruris Kanan

Cruris Kiri

21
Radius-Ulna Kanan

22
Femur Kanan

c. Terapi
- Infuse RL 20 tetes/mnt
- Gentamicin 2 x 80 mg / IV
- Cefazolin 2 x 1 gram / IV
- Metronidazole 2 x 500mg / IV
- Ketorolac 2 x 30 mg / IV
- Ranitidine 2 x 1 ampul / IV
- Tramadol dalam drip 500 cc RL 2x1
d. Transfuse PRC 2 kolf sat debridement

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1. DS: Fraktur Nyeri
pasien mengeluh nyeri
daerah fraktur, terutama Diskontinuitas tulang
kaki kanan.Karakteristik
nyeri seperti ditusuk- Pergeseran fragmen tulang
tusuk, bertambah jika
menggerakan daerah Nyeri akut
fraktur, berkurang jika
immobilisasi.

DO:
Pasien meringis
kesakitan jika kaki
digerakkan saat ganti
sprei, skala nyeri 8.

DS: Fraktur Hambatan mobilisasi


Klien mengeluh nyeri saat

23
melakukan aktivitas. fisik neuromuscular,
DO: Hambatan mobilisasi fisik nyeri, terapi restriktif
Pasien tidak dapat (imobilisasi)
melakukan aktivitas
sehari – hari

B. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)

C. Rencana Keperawatan

NO Dx Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut b.d agen injuri  Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
fisik, spasme otot, gerakan  Pain control secara komprehensif
fragmen tulang edema,  Comfort level termasuk lokasi,
cedera jaringan lunak Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
pemasangan traksi. - Pasien mampu frekuensi, kualitas dan faktor

mengontrol nyeri presipitasi

- Melaporkan bahwa - Observasi reaksi nonverbal

nyeri berkurang dengan dari ketidaknyamanan

menggunakan - Gunakan komunikasi


manajemen nyeri terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik relaksasi
kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri

24
NO Dx Keperawatan NOC NIC
2. Hambatan mobilisasi fisik  Joint movement: - Monitoring vital sign
b.d kerusakan rangka active sebelum/sesudah latihan dan
neuromuscular, nyeri,  Mobility Level lihat respon pasien saat latihan
terapi restriktif  Self care: ADL - Kaji kemampuan pasien dalam
(imobilisasi)  Transfer performance mobilisasi
Kriteria hasil: - Dampingi dan bantu pasien saat
- Pasien meningkat mobilisasi dan bantu penuhi
dalam aktivitas fisik kebutuhan
- Mengerti tujuan dari - Berikan alat bantu jika klien
peningkatan memerlukan
mobilisasi
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah

D. Implementasi

No Diagnosa Implementasi Paraf


.
1. Nyeri akut b.d - melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
agen injuri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
fisik, spasme dan faktor presipitasi
otot, gerakan - mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
fragmen tulang
- menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
edema, cedera
pengalaman nyeri pasien
jaringan lunak
- mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien

25
pemasangan - memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai
traksi. resep dokter

Hambatan - memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan


mobilisasi fisik lihat respon pasien saat latihan
b.d kerusakan - mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
rangka
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
neuromuscular,
penuhi kebutuhan
nyeri, terapi
- memberikan alat bantu jika klien memerlukan
restriktif
(imobilisasi)
,MWE

E. EVALUASI

No Tanggal/waktu Evaluasi Paraf


.
1. Nyeri akut b.d S : pasien mengatakan nyeri berkurang
agen injuri O: skala nyeri 0-10
fisik, spasme A: nyeri akut belum teratasi
otot, gerakan P: intervensi dilanjutkan
fragmen tulang - Kolaborasi pemberian analgetik
edema, cedera
jaringan lunak
pemasangan
traksi.

4. Hambatan S: Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan


mobilisasi fisik tubuhnya.
b.d kerusakan O: klien sulit melakukan aktivitas
rangka A: Hambatan mobilisasi fisik
neuromuscular, P: intervensi dilanjutkan

26
nyeri, terapi - mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
restriktif dan bantu
(imobilisasi)
,MWE

Pencegahan primer, sekunder, dan tersier fraktur


1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya
trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas
yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati,
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akiba-akibat yang lebih
serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang
tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang
benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk
selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk
melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto
radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang
tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi,
pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan
pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan.
Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur
dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan
untuk mengembalikan. fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan
mobilisasi seperti biasanya.

27
Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif,
memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi
gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan
dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi
antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap perawat perlu mengetahui tindakan medis yang biasanya dilakukan
oleh tim medis agar dapat melakukan asukan keperawatan yang tepat bagi
klien setelah ditagani oleh tim medis. Tim medis yang menangani keadaan
klinis klien yang mengalami fraktur memerlukan penilaian penatalaksanaan
yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis fraktur,
komplikasi yang terjadi, dan keadaan sosial ekonomi klien secara individual.
Ada beberapa penatalaksanaan, yaitu penatalaksanaan fraktur tertutup, fraktur
terbuka, dislokasi dan amputasi.

B. Saran
Sebagai seorang perawat harus berhati-hati dalam menangani asuhan
keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi
pada klien.

29
Daftar pusaka

Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal jilid 2. Jakarta: EGC
Nuratif,Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
Mediaction
Petunjuk Praktis Penyusunan Proses Keperawatan dan Dokumentasi NANDA-

NOC-NIC. Jogjakarta: Arrus Media.

Misbahatul, E. Anggraini, Y & Purwaningsih (2010). Analisis Faktor

Penyebab Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Balanced Scorecard. Jurnal Ners. Vol 5, No. 1.

Susiana, Endang. Wahyuni, E. D. & Asmoro, C. P. (2019). Faktor Yang

Berhubungan Dengan Mutu Pendokumentasian Asuhan

Keperawatan. Fundamental And Management Nursing Journal. Vol. 2

No.1.

30

Anda mungkin juga menyukai