Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN KASUS FRACTURE

DISUSUN OLEH KELOMPOK I :

ANTON SURYA MAHENDRA B2001003


NOOR SITI AMINAH B2001019
SITI MAISYAROH B2001028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN ALIH JALUR


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum WR. Wb. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul MANAJEMEN KASUS
FRACTURE ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari pada mata kuliah Keperawatan Jiwa. Selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Klaten, 22 September 2021

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.................................................................................................4
A. Konsep Dasar......................................................................................................4
I. Definisi..................................................................................................................4
II. Etiologi................................................................................................................4
1) Fraktur akibat peristiwa trauma...........................................................................4
2) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan...............................................................4
3) Fraktur Patologis..................................................................................................4
III. Patofisiologi.......................................................................................................5
IV. Klasifikasi Fraktur.............................................................................................9
V. Penatalaksanaan................................................................................................11
B. Asuhan Keperawatan Fraktur............................................................................12
I. Pengkajian...........................................................................................................12
II. Diagnosa Keperawatan......................................................................................14
III. Intervensi Keperawatan....................................................................................15
IV. Implementasi Keperawatan..............................................................................18
V. Evaluasi Keperawatan.......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
I. Definisi
Fraktur adalah diskontinuitas struktur pada tulang (Sylvia Anderson,
1995 : 261). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Marilynn E.
Doenges, 2000 : 761). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

II. Etiologi
Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah
pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada.
2) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
3) Fraktur Patologis
Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau ostepororsis.

4
III. Patofisiologi
Barbara C. Long menguraikan bahwa ketika tulang patah,
periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan
jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan
keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi
menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang
apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang
mengakibatkan syok neurogenik.
Sedangkan kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan
kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada
fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah
yang cidera.
Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh
karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit
robek an luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat
mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall,
1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)

5
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
2) Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang
lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang
patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan
tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima
stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang
yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan
bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.

6
Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik
dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan
mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa
sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup
kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-
menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

7
3) Komplikasi fraktur
a. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

8
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah
ke tulang.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)

IV. Klasifikasi Fraktur


Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Berdasarkan sifat fraktur.
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

9
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit.
2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada
foto.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
 Hair Line Fraktur (patah garis rambut)
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4) Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak berhubungan.

10
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
c. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
d. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang.

V. Penatalaksanaan
1) Reposisi, mengembalikan allgment dapat dicapai dengan
manipulasi tertutup atau operasi terbuka.
2) Immobilisasi, mempertahankan posisi dengan
a. Fiksasi eksterna (gips dan traksi)
b. Fiksasi interna (orif), dengan lempeng logam (plate) dan nail
yang melintang pada cavum medularis tulang.
3) Rehabilitasi mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.

11
B. Asuhan Keperawatan Fraktur
I. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan, verifikasi /
pembuktian dan komunikasi data tentang pasien (Patricia A. Potter).
Pengkajian ini meliputi data-data tentang :
1) Informasi Biografikal / biodata
Adalah data factual demografik pasien, meliputi nama, tanggal
lahir, jenis kelamin, nama dan alamt anggota keluarga, status
perkawinan, agama dan ketaatan pelaksanaannya, pekerjaan,
sumber perawatan kesehatan dan tipe asuransi yang dimiliki.
2) Alasan membutuhkan perawatan kesehatan / keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit yang lalu, riwayat
keluarga, riwayat lingkungan dan riwayat psikososial.
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen = menentukan lokasi / luasnya fraktur /
trauma.
b. Scan tulang = tomogram, scan CT / MRI, memperlihatkan
fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram = dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap = hitung mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh trauma multiple), peningkatan jmlah
leukosit adalah respon stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin = trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
f. Profil koagulasi = perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, tranfusi mutiple atau cedera hati.
4) Pola-pola Kesehatan Fungsional
Pengkajian komponen ini dnegan menggunakan konsep model
Gordon (1991-1992) dikutip oleh Long 1996 meliputi :
a. Persepsi kesehatan – pemeliharanaan kesehatan :

12
Persepsi kesehatan pasien tentang kesehatan umum dan
bagaimana mengatur kesehatan (menurut Klien).
b. Pola Nutrisi
Pola masukan makanan dan cairan, pada pasien paska
pembedahan ada kemungkinan dijumpai penurunan masukan
karena mual, muntah akibat efek anestesi dan penambahan
masukan melalui jalur parenteral.
c. Pola Eliminasi
Pola dan fungsi eksresi (usu, kandung kemih dan kulit), pada
bagian paska pembedahan dapat dijumpai penggunaan kateter
dan penurunan frekuensi BAB akibat penurunan motilitas usus
sebagai efek anestesi.
d. Pola Kognitif dan Persepsi
Keadekuatan alat sensori dan kemampuan fungsional kognitif,
penurunan fungsi mungkin dijumpai karena efek anestesi dan
kurangnya pemahaman dn pemberian informasi atau sumber-
sumber informasi.
e. Pola Kognitif dan Persepsi
Pola latihan, aktivitas, memanfaatkan waktu luang dan rekreasi.
Pada pasien paska pembedahan orif femur 1/3 distal sinistra
didapatkan data penurunan fungsi ini akibat nyeri luka operasi
dan pembatasan aktivitas sebagai terapi imonilisasi.
f. Istirahat dan Tidur
Pola tidur dan periode, relaksasi selama 24 jam dan juga kualitas
dan kuantitas serta bantuan tidur.
g. Pola peran dan hubungan
Persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggung jawab
dalam situasi kehidupan sekarang.
h. Pola Konsep Diri – persepsi diri
Sikap individu mengenai dirinya, persepsi diri mengenai citra
tubuh.

13
i. Pola Koping-penanganan masalah
Pola koping umum dan efektif pada toleransi terhadap stress
sistem pendukung dan kemampuan yang dirasakan untuk
mengendalikan dan mengubah situasi.
j. Pola Seksualitas – reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan pasien dalam hal
seksualitas.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Adalah nilai dan keyakinan pasien dalam menghadapi situasi
yang dialami.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawaan yang ditegakkan pada pasien fraktur (Marilyn E.
Doenges)
1) Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen
tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi /
immobilisasi, stress dan anestessi.
2) Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dnegan
penurunan / interupsi thrombus.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan degan tak adekuatnya
pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringa, terpapar pada
lingkungan) prosedur invasive, traksi tulang.
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromoskuler (nyeri/ketidaknyamanan).
5) Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
kehialngan integritas tulang.
6) Aktual / resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan cidera tusuk (Fraktur terbuka, bedah
perbaikan, pemasangan traksi pen/kawat / sekrup) perubahan
sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi / sekret,
immobilitas fisik.

14
III. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergerakan fragmen
tulang, edema, cidera pada jaringan lunak, alat traksi /
immobilisasi, stress dan anestesi.
Tujuan : menyatakan nyeri tulang berkurang
Kriteria hasil : menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat dan
menunjukkan penggunaan ketrampilan. Relaksasi
dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual.
Intervensi :
a. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, pembebat, traksi.
b. Dukungan tinggikan ekstremitas yang terkena.
c. Evaluasi keluhan nyeri
d. Dorong menggunakan teknik menejemen stress contoh :
Relaksasi progresif, latihan nafas dalam.
e. Berikan obat sebelum perawatan aktivits.

2) Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


penurunan / interupsi aliran drah, cidera vaskuler langsung, edema
berlebihan, pembentukan thrombus.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil : perfusi jaringan dapat dieprtahankan,
dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit kering /
hangat, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital
stabil dan keluaran urine adekuat untuk situasi.
Intervensi :
a. Lakukan pengajian neuromuskuler
b. Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali
indikasi.

15
c. Kaji keseluruhan panjang eekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan / pembentukan edema.
d. Monitor tanda eskemia ekstremitas tiba-tiba.
e. Dorong pasien untuk latihan jari /sendi distal cedera secara rutin.

3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya


pertahanan primer (keruskan kulit, trauma, jaringa, terpapar pada
lingkungan / prosedur invasif, traksi tulang.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria hasil : bebas drainase parulen atau eritem dan
demam.
Intervensi :
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
b. Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh isis insersi.
c. Kaji tonus otot, refleks endon dalam dan kemampuan berbicara.
d. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema
lokal / eritema keekstremitas cedera.
e. Awasi pemeriksaan laboratorium : hitung darah lengkap, LED,
kultur dan sensivitas luka /seram / tulang.

4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengahn kerusakan


neuromuskler ( nyeri / ketidaknyamanan, terapi restriktif /
immonilsasi tungkai).
Tujuan : meningkatkan / mempertahankan mobilitas
pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin.
Kriteria hasil : memprtahankan posisi fungsional,
meningkatnya kekuatan / fungsi yang sakit dan
menunjukkan teknis yang memampukan melakukan
aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan cedera / pengobatan.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi.

16
c. Tinggikan eketremitas yang sakit.
d. Jelaskan pantangan dan keterbatasan dalam aktivitas.
e. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan.

5) Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan


kehilangan integritas tulang.
Tujuan : mempertahankan stabilitas dan posisi
fraktur.
Kriteria hasil : menunjukkan mekanika tubuh yang
meningkatkan stabilisasi pada sisi fraktur dan
menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan
fraktur dengan tepat.
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring ekstremitas sesuai indikasi.
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur.
3. Sokong fraktur dengan bantal.
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema.
5. Kaji ulang foto Rontgen.

6) Aktual / resiko tinggi terhadap kerusakan integrutas kulit / jaringan


berhubungan dengan cedera tusuk (fraktur terbuka, bedah
perbaikan, permasalahan, pemasangan traksi pen / kawat / sekrup)
perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, akumulasi ekskresi,
immobilisasi fisik.
Tujuan : ketidaknyamanan hilang
Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang
menunjukkan perilaku / teknik untuk mencegah
keruakan kulit / memudahkan penyembuhan luka
dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu /
penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi :
a. Masae kulit dan penonjolan tulang.

17
b. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
c. Ubah posisi dengan sering.

IV. Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan keperawatan
yang ada dan perencanaan keperawatan yang telah disusun dengan
melibatkan tim keehatan yang lain serta pasien dan keluarga.

V. Evaluasi Keperawatan
Menurut Patricia A. Potter bahwa Evaluasi keperawatan dilakukan
setelah implementasi diterapkan dan mengacu pada kriteria hasil yang
telah disusun sebagai tolak ukur keberhasilan.

18
DAFTAR PUSTAKA

- Marillyn,E.Doengoes, 2000, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, Alih Bahasa : I Made Kariyasa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
- Long, Barbara C, 2000, Perawatan Medikal Bedah I, Alih Bahasa : Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung.
- Price, Silvia Anderson & Lorraine Mecarty Wilson, 1995, Patofisiologi
Proses-proses Penyakit, EGC
- Potter, P.A dan Anne G. Perry, 2000, Fundamental Of Nursing : Concepts
process & practice, The CV Mosby Company, St Louis

19
20

Anda mungkin juga menyukai