Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
A. Latar Belakang ....................................................................................................................3

B. Tujuan Penulisan .................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................................... 4

A. Definisi .................................................................................................................................4
B. Etiologi .................................................................................................................................4
C. Klasifikasi Fraktur.............................................................................. ................................5
D. Manifestasi Klinis................................................................................................................9
E. Teks Diagnostik………................................................................................................. ...10
F. Komplikasi……………….................................................................................................11
G. Penatalaksanaan.................................................................................................................13
H. Pengelolaan Pasien Fraktur………………………………………………………………16
I. Teknik Pembidaian………………………………………………………………………16
J. Macam-Macam Bidai………………………………………………………………........17
K. Alat-Alat Pembidaian……………………………………………………………………17
L. Prinsip Pembidaian……………………………………………………………………...17
M. Syarat-Syarat Pembidaian…………………………………………………………….....18
N. Contoh Penggunaan Bidai……………………………………………………………….21
O. Observasi Setelah Pemasangan………………………………………………………….22
P. Komplikasi Pemasangan Bidai………………………………………………………….22
Q. Survei Primer Pada Pasien Fraktur………………………………………………………23
R. Kegawatdaruratan Fraktur……………………………………………………………….25
S. Patoflow………………………………………………………………………………….29

1
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................................31

A. Pengkajian .........................................................................................................................32
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................32
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................................................32

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................................35

A. Kesimpulan .......................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................36

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap intergritas seseorang,
sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat
menimbulkan respon berupa nyeri.
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun, biasanya berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor.Pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur
dari pada laki-laki berkaitan dengan perubahan hormon pada saat menopause sehingga
meningkatkan insiden osteoporosis.
WHO mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan
insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang mengalami kecelakaan fisik. Salah satu
insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur khususnya ekstremitas atas
dan bawah diperkirakan jumlahnya sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi,
dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Setiap tahunnya di
Amerika Serikat sekitar 25 juta orang mengalami fraktur.
Hasil penelitian Kilbourne et al di Baltimore (2008) dalam Nasrullah (2011).Tentang
analisis penanganan emergensi pasien trauma dibagian ortopedi Rumah Sakit Umum
Lahore terhadap 1.289 pasien, didapatkan jumlah khasus fraktur tertutup sebanyak 915
(71%) pasien.
Dan berdasarkan data RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, jumlah pasien fraktur
ekstremitas tertutup pada tahun 2009 sebanyak 369 orang, tahun 2010 sebanyak 409
orang, dan tahun 2011 sebanyak 418 orang.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari fraktur dan bidai
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara teknik membidai
3. Agar mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan dari fraktur
4. Agar mahasiswa mengetahui tindakan kegawatdaruratan fraktur

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Fraktur adalah gangguan dari konstinuitas yang normal dari suatu tulang.Jika terjadi
fraktur, maka jaringan jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.Radiografi
(sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan
otot atau ligmen yang robek, saraf yang putus, atau pembulu darah yang pecah yang
dapat menjadi komplikasi pemulihan klien.
Bidai atau spalkadalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi
ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak
bergerak (immobilisasi).
B. Etiologi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik, trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan
fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Fraktur yang dapat terjadi akibat daya secara langsung contohnya seperti saat sebuah
benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang tersebut sehingga
menjadi patah
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Di sebabkan ketika suatu kontraksi dari otot dapat menekan
tulang tekanan dan kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan
kemampuan tulang menahan gaya mekanikal misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap
utuh, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

4
1) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis.
Contohnya :
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukam tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan
rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b. Osteoatritis Penyakit sendi degeneratif yang paling sering terjadi pada semua bentuk
atritis yang menyebabkan nyeri dan disabilitas pada lansia
c. Osteopenia terjadi akibat penurunan kepadatan secara perlahan sehingga menjadi
lebih lemah di bandingkan tulang normal bisa terjadi juga karna pegunaan steroid
sidroma cushing
d. Osteogenesis terjadi akibat kelainan genetik di tulang yang mempengaruhi proses
produksi kolagen oleh osteoblas sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah
e. Neoplasma merupakan pertumbuhan abnormal ( tumor ) yang dapat melemahkan
tulang hingga menjadi fraktur
f. Osteomilitas merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang disebabkan oleh
bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar
melalui sirkulasi darah
C. Klasifikasi fraktur
Berdasarkan sifat fraktur :
1. fraktur tertutup ( closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar di sebut juga fraktur bersih ( karna kulit masih utuh ) tanpa ada komplikasi
2. fraktur terbuka ( open compound) bila terdapat hubungan antara hubungan fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

5
Berdasarkan komplit dan ketidakkomplitan fraktur :

1. fraktur komplit, patah melintang disatu bagian tulang, membaginya menjadi


fragmen-fragmen yang terpisah; sering kali bergeser
2. fraktur inkomplit, fraktur terjadi hanya pada satu sisi korteks tulang; biasanya tidak
bergeser.
3. Green stick, fraktur inkomplit dimana satu sisi korteks tulang patah dan sisi lain
melekuk tetapi masih utuh

Berdasarkan bentuk garis patahan dan hubungan dengan mekanisme trauma :


1. Fraktur Transversal fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat dari taruma angulasi atau langsung
2. fraktur oblik fraktur yang garis patahanya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupaka akibat trouma angulasi juga
3. fraktur spiral akibat torsi ekstremitas dimana fraktur ini arah garis patahanya
membentuk spiral yang di sebabkan trouma rotasi
4. fraktur kompresi fraktur yang terjadi karena trouma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain
5. fraktur avulusi fraktur yang diakibatkan karena trouma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang

6
Berdasarkan jumlah garis patahan :

1. fraktur komunitif fraktur yang di mana garis patahan nya lebih dari satu dan
saling berhubungan
2. fraktur segmental fraktur yang di mana garis patahanya lebih dari satu dan saling
berhubungan
3. faktur multiple fraktur di mana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama

Berdarkan pergeseran fragmen tulang :

1. fraktur undisplance ( tidak bergeser ) garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser periode masih utuh
2. fraktur displanced ( bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen terbagi atas
 dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
 dislokasi ad axim ( pergeseran yang membentuk sudut)

 dislokasi ad latus ( pergeseran di mana kedua fragmen tulang saling menjauh )


1. F
r Tingkatan Keadaan jaringan lunak
a trauma
k
0 Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
t
sekitarnya
u
Ir Fraktur yang lebih berat dengang konstusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
P
II Fraktur lebih berat engan konstusio jaringan lunak bagian dalam dan
a
pembengkakan
d
III
a cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma

7
1. Fraktur tertutup Terdapat kalsifikasi tersendiri berdasarkan keadaan jaringan lunak di
sekitar trauma yaitu
2. Patah tulang terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
patah tulang.

Derajat patah tulang terbuka.

Derajat Luka Fraktur


I Laserasi < 1cm Sederhana, dislokasi fragmen
minimal
II Laserasi > 2 cm, kontusi otot Dislokasi fragmen jelas
disekitarnya
III Luka lebar, rusak hebat atau Kominutif, segemental, fragmen
hilangnya jaringan disekitarnya tulang ada yang hilang
kerusakan luka pada saraf, lunak
, tendon

8
Tipe patah tulang epifisis

Tipe Penjelasan
I episifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh
II periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali
dari metafisis
III patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

IV terdapat fragmen patahan tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis
V terdapat kompresi pada bagian cakram epifilis yang menyebabkan kematian
cakram

D. Manifestasi klinis
1. Deformitas pembekakan dari pendarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur spasme otot dapat menyebabkan pemnedekan tungkai deformitasi
rotasional atau angulasi dibandingkan sisi yang sehat. Lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata
2. Pembengkakan edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur ekstravasasi darah kejaringan sekitar
3. Memar (ekimosis) memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme Otot sering mengiringi fraktur spasme otot involenter sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur

9
5. Nyeri . terus menerus sampai tulang diimobilisasi jika klien secara neurologis masih
baik nyeri akan selalu mengiringi fraktur intensitas dan keparahan dari nyeri akan
berbeda masing masing klien. Nyeri biasanya terus menerus meningkat jika fraktur
tidak di imobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan, atau cidera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan. Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cidera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri disebabkan fraktur/karena
hilangnya fungsi pengugkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cidera saraf.
8. Gerakan abnormal dan repitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian
tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan
suara deritan.
9. Perubahan neurovaskular. Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dan fraktur.
10. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Peredaran besar/tersembunyi
dapat menyebabkan syok.

E. Test diagnostik
1. Radiografi (sinar-X)
Merupakan uji noninvasif yang paling sering digunakan untuk mendeteksi
abnormalitas pada tulang, namun mereka tidak memperlihatkan kelainan jaringan
lunak/tendon atau ligamen.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Merupakan pemeriksaan yang menggunakan magnet besar untuk menghasilkan
gambaran yang detail akan jaringan lunak begitu pula tulang.
3. CT-scan tulang
Digunakan untuk mengevaluasi trauma muskuloskeletal/fraktur dan abnormalitas
tulang
4. Artoskopi
Pemeriksaan digunakan untuk melakukan pembedahan dan diagnosis penyakit pada
patella, meniskus dan sinovial serta membran sinovial

10
F. Komplikasi

a. Cidera Saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf .Hati hati jika ada pucat dan tungkai klien yang sakit
teraba dingin, perubahan pada kemampuan klien untuk mengerakan jari jari tangan
atau tungkai parestesia atau adanya keluhan nyeri yang meningkat

b. Sindrom Kompartemen
Terjadi ketika tekanan dalam batas ruang mengalami konstriksi dan menjerat
struktur didalamnya. Sindrom kompartemen akut dapat menyebabkan hemoragik
dan edema dalam kompartemen setelah fraktur atau dari cedera kecelakaan,atau dari
kompresi eksternal ekstermitas oleh gib yang terlalu ketat. Kompresi saraf dalam
kompertemen menyebabkan nyeri hebat (terbakar, kesemutan, atau kehilangan
sensasi) dan pengurangan reflex.

c. Kontraktur volkman, dapat terjadi akibat sindrom kompartemen yang tidak


sembuh. Aliran darah arteri menurun, menyebabkan iskemia, degenerasi, dan
kontraktur otot lengan bawah.

d. Sindrom embolisme lemak


Emboli lemak terjadi ketika globula lemak tersumbat dalam bed vascular pulmonal
atau sirkulasi perifer. Sindrom embolisme lemak ditandai dengan disfungsi
neurologic, insufiensi pulmonal, dan ruam peteki pada dada, aksila, dan lengan atas.
Fraktur tulang panjang dan trauma mayor lainnya merupakan faktor resiko utama
untuk emboli lemak, pembedahan penggantian pinggul juga memaparkan resiko
FES.

e. Thrombosis vena profunda


Embolisme paru akibat dari thrombosis vena profunda (DTV) adalah penyebab
utama kematian di rumah sakit yang dapat dicegah. Thrombosis vena profunda
adalah kondisi saat bekuan darah terbentuk disepanjang lapisan intimal vena besar,

11
disertai dengan inflamasi dinding vena. Faktor resiko untuk DTV adalah : statis
vena, atau penurunan aliran darah, cedera pada dinding pembuluh darah, dan
gangguan koagulasi darah.

f. Infeksi
Infeksi lebih cenderung terjadi pada fraktur terbuka dari pada fraktur tertutup tetapi
semua komplikasi yang menurunkan suplai darah meningkatkan resiko infeksi.
Infeksi dapat terjadi pada saat cedera atau selama pembedahan.

g. Sindrom Nyeri Regio Non kompleks


Sindrom Nyeri Regio Nonkompleks (complex regional pain syndrome, CRPS)
dapat terjadi setelah trauma muskuloskletal atau trauma saraf. Jenis kelamin wanita
dan usia tua merupakan faktor resiko CRPS. Menyebabkan nyeri ekstermitas, difus,
dan terbakar. Pada CRPS, tampaknya reseptor nyeri pada ekstermitas yang terkena
menjadi sensitive terhadap katekolamin, neurotransmitter terkait dengan aktivitas
system saraf simpatik. Penyebabnya tidak jelas, namun dapat berkaitan dengan
kerusakan system saraf pusat atau perifer, atau gangguan penyembuhan, atau proses
imun

Komplikasi dalam jangka panjang fraktur


a. Kaku Sendi atau Artristis Traumatik.
Setelah cidera atau imobilisasi dalam jangka panjang, kekakuan sendi dapat
terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergeseran ligamen, atau
atrofi otot. Kejadian atritis traumatik, yang memberikan semua gejala dari
srtritis idiopatik, dipengaruhi oleh seberapa parah cedera awal dan kesuksesan
reduksi tulang.
b. Nekrosis Avaskular
Nekrosis Avaskular (AVN) dari kepala femur terjadi utamanya pada fraktur di
proksima l dari leher femur.
c. Penyatuan Nonfungsional
Kebanyakan fraktur dapat sembuh tanpa masalah,tetapi mungkin dibutuhkan
intervensi biologis untuk menstimulasi penyembuhan fraktur.

12
d. Malunion
terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi kelurusan tulang yang tidak
tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.
Manifestasi awal adalah deformitas eksternal dari tungkai yang terlibat.
e. Penyatuan Terhambat
Penyatuan terhambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak benar-
benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau
adanya penyebab sistemik seperti infeksi. Non-union adalah ketika
penyembuhanfraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah cedera awal dan setelah
penyembuhan spontan sepertinya tidak akan terjadi.
f. Penyatuan Fibrosa
Jaringan fibrosa terletak di antara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan tulang
karena pembedahan atau cidera meningkat risiko klien terhadap jenis
penyatuan fraktur ini.
g. Sindroma Nyeri Regional Kompleks (CRPS)
Awalnya dikenal sebagai distrofi refleks simpatis, kondisi ini merupakan suatu
sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah disertai nyeri yang dicirikan
oleh nyeri abnormal dan pembengkakan pada tungkai yang sakit.

G. Penatalaksanaan

Peran Perawat Dalamn 4R Pcnatalaksanaan Fraktur

1.Recognition
Peran : pada recognition perawat melakukan pengkajian rnenyeluruh mengenai fraktur
(lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan,
komplikasi yang mungkin terjadi selamna pengobatan.) dan melakukan pemeriksaan fisik
untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta sebagai acuan
dalamn berkolaborasi bersama tenaga kesehatan lain. Melakukan pengambilan sampel
darah untuk pemeriksaan laboratorium dan memberikan cdukasi pada keluarga terkait
dengan apabila ada tindakan operatif yang sclanjutnya akan dilakukan pada pasien.

13
2.Reduction
Peran: pada reduction perawat herperan scbagai observer dan monitoring kondisi pasien
dan kondisi frakiur sciama dan sctelah pemnasangan rcduksi pada frakiur. Pcrawat menilai
adanya infeksi post opcrasi rcduksi, mcnccgah adanya tandat aana? nekrosis. monitoring
tanda-tanda vital pasien. mcngcdukasi pasicn dan keluarga mcngcnai pcmasangan rcduksi
serta pcrawatannya dirumah, edukasi pemberian nutrisi yang tepat. edukasi lamanya
pcmIsangan traksi pada pasicn.

3.Retention
Peran : Pada retention pcran perawat adalah monitoring dan mcnilai bagianh bgiinn
ckstrcmitas yang terpasang traksi untuk mencegah adanya kebiruan. nadi lcmah, mati rasa
dan tanda-tanda nckrosis, mncmbcrikan cdukasi

4.Rehabilitation
Peran : Pada Rehabilitation pci-an perawat adalah sebagai edukator dalam memberikan
edukasi pada keluarga tentang pasien dan keluarga untuk kembali memandirikan pasien
sehingga pasien setelah sembuh mampu kembali bcraktifitas scpcrti scbclumnya. Pada
rehabilitasi perawat imcngajarkan pada pasien untuk scring mclakukan ROM (Range of
Morion) pasif maupun aktif untuk mcncegah kontraktur ataupun atrofi otot kamna proses
imobilisasi sciama pcmakaian traksi maupun gips. Sclain itu. pcrawat juga berkolaborasi
dengan doktcr dalam pcmnbcrian therapy anaigetik untuk mcngurangi nyeri, maupun
mncdikasi Iainnya. Pcrawat juga mcmbcrikan pcngctahuan pada kcluarga mcngcnai
nutrisi yang pcnting dikonsumsi guna mncmpcrccpat proscs pcnycrnbuhan.

penatalaksanaan prinsip 4r:


1. recognition
diagnosis penilaian fraktur:
pada awal pengobatan perlu diperhatikana.

a. lokalisasi fraktur

b. bentuk fraktur

c. menetukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

14
d. komplikasi yang mugkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

2.reduction / reduksi fraktur apabila perlu.


posisi yang baik adalah:
a. alignment yang sempurna
b. aposisi yang sempurna

dua metode reduksi:


1. reduksi terbuka
2. reduksi tertutup.
3. retention:

imobilisasi fraktur:
1. traksi kontinu

2.pembebatan dengan gips

3.pemakaian penahanan fungsional

4.fiksasi internal

5.fiksasi eksternal

4. Rehabilitasi

15
tujuannya adalah mengembangkan aktivitas fungsional semaksimal mungkin
 rehabilitasi: mengembangkan aktifitas funsinal semaksimal mungkin
 diperlukan tindakan rehabilitasi untuk mencegah disuse athrophy dan kekakuan
sendi distal dari tulang yang fraktur dengan melaksankan aktif isometrik exercise.

H. Pengelolaan Pasien Fraktur


Persiapan klien meliputi 2 keadaan berbeda; yang pertama tahap pra RS (Pra
hospital), dimana seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi dengan
dokter di RS.Fase kedua adalah fase RS (In hospital), dimana dilakukan persiapan
untuk menerima klien sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
1. Tahap Pra-RS
Koordinasi yang baik antara dokter di RS dengan petugas lapangan akan
menguntungkan klien. Sebaiknya RS sudah diberitahukan sebelum klien diangkat
dari tempat kejadian.Yang harus diperhatikan adalah menjaga airway, breating,
kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi klien dan pengiriman ke RS terdekat
yang cocok, sebaiknya ke pusat trauma.Harus diusahakan untuk mengurangi
waktu tanggap (Respons time).Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi
tingkatan paramedik semakin lama klien berada di TKP.Saat klien dibawa ke RS
harus ada data tentang waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari
mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.
2. Tahap RS
Saat klien berada di RS segera dilakukan survai primer dan selanjutnya lakukan
resusitasi dengan cepat dan tepat.

I. Teknik Pembidaian
Tujuan dilakukannya pembidaian antara lain :
1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah
2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah
3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4. Mengurangi rasa nyeri
5. Mempercepat penyembuhan

16
J. Macam-Macam Bidai
1. Splint improvisasi
 Tongkat: payung, kayu, koran, majalah
 Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah
atau lengan dengan badan.
2. Splint konvensional
 Universal splint extremitas atas dan bawah
K. Alat-Alat Pembidaian
1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.
L. Prinsip Pembidaian
1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di
sebelah proksimal dan distal fraktur.
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periks adanya
luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler
dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai
patah atau dislokasi).
6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di
tempat bahaya.
7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlaluketat
sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

17
M. Syarat-Syarat Pembidaian
1. Siapkan alat alat selengkapnya.
2. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada anggota
badan kontralateral korban yang sehat.
4. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
N. Contoh Penggunaan Bidai
1. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap kedalam.
Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
Lengan bawah digendong.
Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lenganbawah dan
biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
Bawa korban ke rumah sakit.

18
2. Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).
Pertolongan:
 Letakkan tangan pada dada.
 Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
 Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
 Lengan digendong.
 Bawa korban ke rumah sakit.

19
3. Fraktur clavicula (patah tulang selangka).
a. Tanda-tanda patah tulang selangka:
 Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
 Nyeri tekan daerah yang patah.
b. Pertolongan:
 Dipasang ransel verban.
 Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
 Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak
kanan.
 Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan
disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
 Bawa korban ke rumah sakit.

2. Fraktur Femur (patah tulang paha).


Pertolongan :

20
 Pasang 2 bidai dari :
- Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
- Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
 Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
 Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi
pergerakan.
 Bawa korban ke rumah sakit.
3. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah). Pertolongan :
 Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
 Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
 Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
 Bawa korban ke rumah sakit.

21
O. Observasi Setelah Tindakan
Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang
dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar.Bila
pasien masih merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai.Longgarkan
bebat jika dirasakan terlalu kencang.

Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera setelah memasang


bebat dan bidai, meliputi :
 Warna kulit di distal
 Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.
 Pulsasi arteri
 Pengisian kapiler
Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi
ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik
untuk mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri.Berikan instruksi kepada pasien
untuk menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih
awal dari waktu yang diinstruksikan dokter.
P. Komplikasi Pemasangan
Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang
karena berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien
untuk datang kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler

22
atau compartment syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri,
kesulitan menggerakkan jari, dan gangguan fungsi sensorik.
Q. Survai Primer Pada Klien Fraktur
a. Airway (A)
Penilain kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafasyang dapat disebabkan benda asing, fraktur
wajah, fraktur mandibular atau maksila, fraktur laring atau trachea.Usaha untuk
membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus lalu diperhitungkan . dalam hal ini dapat dilakukan
chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiperektensi leher. Cara melakukan chin
lift dengan menggunakan jari jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibular,
kemudian mendorong dagu ke anterior ibu jari tangan yang sama sedikit menekan
bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakan
didalam mulut belakanggigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw Trust juga merupakan
teknik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini menggunakan dua tangan
masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibular dan menarik rahang
kedepan. Bila tindakan ini memakai face mask akan dicapai penutupan sempurna
dari mulut sehingga dapat dlakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien
menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang Gueldell(Oropharingal airway) di
masukan kedalam mulu dan di letakan kedalam lidah cara terbaik adalah dengan
menekan lidah memakai tonge spatel dan memasukan alat kearah posterior. Alat ini
tidak boleh mendorong lidah kebelakang, karena dapat menyumbat fariks.Pada klien
sadar tidak boleh dipake alat ini, karena dapat menyebabkan muntah dan aspirasi.
Cara lain dapat dilakukan dengan memasuka Guedel secara terbalik sampai
menyentuh palatum mole, lalu angkat di putar 180◦ dan letakan dibelakang
lidah.nasopharingeal airway juga merupakan salah satu alat untuk membebaskan
jalan nafa. Alat ini dimasukan pada satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara
perlahan dimasukan sehingga ujungnya terletak di pharings. Jika pada saat
pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah ke lubang hidung yang
satunya, selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus di perhatikan bahwa
tidak boleh dilakuka extensi, fleksi (rotasi leher)

23
b. Breathing (B)
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.Pertukarang gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh.Ventilasi yang baik meliputi fungsi baik dari paru,
dinding dada dan diafragma.Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang
baik.Auskultasi di lakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.Inspeksi dan
palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin menganggu
ventilasi.Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan
leher.Perlukaan yang mengakitbatkan ganguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flying chest dengan kontusio paru, open pneuomothorax dan
hematothoraxs massif.Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien untuk intubasi
trakea atau trakeastomi sesuai indikasi.
c. Circulation (C)
Kontrol perdarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan
dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Curigai
hemoragi internal (plural,pericardial,atau abdomen) pada kejadian syok lanjut dan
adanya cidera pada dada dan abdomen. Atasi syok, dimana klien dengan fraktur
biasanya mengalami kehilangan darah.Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan
tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus.Harus tetap diingat bahwa
banyaknya darah yang hilang berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis.Pertahankan
tekanan darah dengan infus IV, plasma atau plasma expander sesuai indikasi.Berikan
trasfusi darah untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia
darah.Berikan oksigen karena abstruksi jantung paru menyebabkan colabs
sirkulasi.Berikan analgesic sesuai dengan ketentuan untuk mengontrol
nyeri.Pembebatan extremitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok
yang menyertai fraktur.
d. Disability/Evaluasi Neurologis (D)
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat, yang
dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.GCS (Glow Coma Scale)
adalah system skoring yang sederhana dan dapat meramal tingkat kesadaran
klien.Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan

24
perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak.Perubahan kesadaran menuntut
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan fertilasi, perfusi dan
oksigenasi.Alcohol dan obat-obatan dapat menganggu tingkat kesadaran klien, jika
hal tersebut dapat disingkirkan kemungkina hipoksia atau hipofolemia sebagai sebeb
penuruna kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebabnya, sampai
terbukti sebaliknya.
e. Expocure/Control Lingkungan (E)
Expucure dilakukan di RS, tetapi jika perlu dapat membuka pakaian, misalnya
membuka baju untuk melakukan pemeriksaan fisik thoraks.Di RS klien harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, untuk evalusi klien. Setelah pakaian dibuka penting agar
klien tidak kedinginan. Harus diberikan selimut hangat, ruang cukup hangat dan
diberikan cairan intra vena yang sudah dihangatkan.

R. Kegawatdaruratan Fraktur
1. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
a. inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas.
b. Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi.
c. Palpasi nadi distal untuk fracture dan palpasi semua perifer.
d. Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya palpasi: hal
tersebut menandakan cedera pada saraf atau suplai darah terganggu.
e. Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan yang
kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur.
2. Berikan bebat sebelum klien di pindahkan ; bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur tertutup
menjadi fraktur terbuka.
a. Imobilisasi sendi di atas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan
distal terhadap fraktur dan berikan status penarikan ketika menempatkan tangan
lain diatas fraktur untuk menyokong.
b. Pembebatan dibrikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
c. Priksa status vaskuler eksremitas setelah pembebatan; priksa warna,suhu, nadi,
dan pemucatan kuku.
d. Kaji unutk adanya deficit neurologi ytang di sebabkan oleh fraktur.

25
e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
3. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.
4. Pindahkan klien secara hati-hati dan lembut, untuk meminilisasi gerakan yang dapat
menyebabkan gerakan pada patahan tulang.
5. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik.
a. Trauma tulang belakang
Jika terjadi trauma pada tulang belakang, imobilisasi harus selalu dilakukan
untuk mencegah paralisis seumur hidup bahkan kematian.Mempersiapkan klien
dalam papan spinal harus adekuat. Harus diingatkan beberapa mekanisme dari
luka seperti; jatuh dari ketinggian dan mendarat dengan kedua kaki dapat
menyebabkan fraktur lumbal karna semua beban terlokalisir didaerah tulang
belakang.
b. Trauma pelvis
Trauma pelvis dimasukan dalam trauma ekstremitas; karna keduanya sangat
berhubungan.Trauma pelvis biasanya terjadi karna kecelakaan lalu lintas atau
trauma seperti jatuh dari ketinggian.Pada pemeriksaan klien didapatkan tekanan
keras pada tulang iliaka, tulang panggul dan pubis.Selalu ada potensi pendarahan
serius pada fraktur felvis, maka syok harus selalu dipikirkan dan pasien harus
segera dikirim dengan papan spinal.
c. Trauma femur
Femur biasanya patah pada sepertiga tengah, walaupun pada orang tua selalu
dipikirkan patah pangkal tulang paha (collum femoris).Fraktur ini dapat menjadi
fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus di tangani sebagai fraktur terbuka
banyak otot di sekeliling femur dan pendarahan massif dapat terjadi pada
paha.Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan kehilangan sampai dari 50%
volume sirkulasi darah.
d. Trauma pangkal paha dan sendi panggul
Harus dipertimbangkan fraktur pangkal paha pada orang tua yang telah jatuh dan
sakit pada lutut, panggul atau daerah pelvis.Bila ada nyeri harus dianggap
sebagai fraktur sampai hasil rotgen membuktikan sebaliknya.Pada fraktur jenis
ini, rasa sakit dapat di tolerir dan kadang-kadang di abaikan/di sangkal.Secara
umum jaringan pada klien yang lebih tua lebih rentan dan kurang tenaga. Selalu

26
di ingatkan bahwa rasa nyeri pada lutut dapat timbul dari rusaknya panggul pada
masa kanak-kanak dan pada usia tua.
e. Dislokasi panggul adalah hal yang berbeda, banyak dislokasi panggul sebagai
akibat terbenturnya lutut pada dashboard, desakan kuat pada lutut, dan dislokasi
pada kaput di pelvis. Dislokasi panggul adalah kasus emergency ortopedi dan
harus dilakukan reduksi secepatnya untuk mencegah trauma nervus ischiadikus
atau nekrosis pada kaput femur akibat terganggunya peredaran darah. Dislokasi
ini memerlukan reposisi yang kadang-kadang sulit dilakukan karena
membutuhkan kekuatan yang cukup besar dan teknik tepat.
f. Trauma lutut
Fraktur dan dislokasi di daerah ini sangat serius, karena arteri berada di bawah
dan diatas dari persendian lutut dan bias terjadi laserasi apabila persendian
tersebut tidak dalam keadaan normal. Tidak ada cara untuk mengetahui apakah
ada fraktur atau tidak dalam keadaan posisi yang abnormal tersebut. Pada
keadaan ini diagnostic harus berdasarkan pemeriksaan NVD (neuro vaskuler
distal).
g. Trauma tibia dan fibula
Fraktur tungkai bawah sering membuat luka dan sering mengakibatkan
perdarahan baik eksternal dan internal. Perdarahan internal daerah ini akan
dapat menyebabkan terjadinya compartement syndrome. Fiksasi dengan
mempergunakan: rigid splint, air splint atau bantal (baca pada pemasangan
splint)
h. Trauma klavikula
Trauma klavikula sering terjadi fraktur tulang tetapi tidak banyak menyebabkan
problem.Imobilisasi terbaik dapat dilakukan dengan mempergunakan sling, juga
jarang terjadi kerusakan pada vena subklavia atau arteri dan saraf dari tangan.
i. Trauma bahu
Trauma bahu kebanyakan dari kerusakan bahu tidak mengancam jiwa tetapi
dapat disertai kerusakan yang parah dari dada dan leher.Juga dapat disertai
dengan dislokasi dari persendian bahu.Dislokasi bahu menyebabkan rasa yang
sangat nyeri karena itu sering digunakan bantal antara lengan dan badan untuk
mempertahankan tangan atas dan dalam posisi yang menyenangkan klien.Selain

27
itu dapat juga terjadi patah tulang humerus bagian atas yang dapat menyebabkan
kerusakan nadi radialis, gejala yang timbul yaitu ketidakmampuan klien untuk
mengangkat tangan.
j. Trauma siku
Kadang-kadang sulit mengenal adanya fraktur atau dislokasi pada siku padahal
keduanya sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan saraf (yang berjalan sepanjang permukaan fleksor dan
siku).Kerusakan pada siku harus difiksasi dalam posisi yang menyenangkan
bagi klien dan bagian distal harus dievaluasi secara benar.Jangan mencoba
untuk meluruskan atau melakukan traksi pada kerusakan siku.
k. Trauma tangan dan pergelangan tangan
Fraktur yang terjadi biasanya akibat jatuh/ penarikan yang terlalu kuat. Biasanya
untuk imobilisasi dilakukan dengan mempergunakan rigid splint/ splint udara
(baca pada pemasangan splint)
l. Trauma kaki dan tangan
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan perdarahan yang mengancam
jiwa.Untuk mempertahankan kaki dan tangan dalam posisi normal sering
digunakan bantal.Metode alternatif untuk membalut tangan yaitu dengan
membalut tangan dengan bola yang di genggam pasien dengan balutan yang
tebal.

28
S. Patoflow

Trauma langsung Trauma tidak langsung kondisi patologis


uma langsung Trauma
langsung
Reabsobsi kaliumm

FRAKTUR Rentang Fraktur

GIPS Fraktur Tertutup


Fraktur Terbuka TRAKSI Radiografi buka
MRI
Fraktur ter Fiksasi
CT SCAN Tidakan
Tulang
Ujung tulang pembedahan
Gangguan Elektrik
menembus
buka otot dan
kulit intergitas
kulit Pre OP Intra op Post op

Luka
Defisit Pendarahan Efek anastesi
Peningkatan pengetauan
Kuman mudah suhu tubuh
Defisit Mual
masuk Stresor
meningkat volume cairan Muntah
Inflamasi Bacteri
Perubahan nutrisi kurang dari
Cemas
kebutuhan tubuh
k/ Resiko infeksi

Komplikasi Spasme otot Kerusakan pada


Kehilangan integritas jaringan dan
tulang 1.Mal- union
pembulu darah
Tekana kalpiler
2.Deled inion
29 meningkat
3.Non- unio
Kestabilan Posisi Pendarahan
Tubuh
Fraktur Apabila
mengelurakan
organ fraktur di Gangguan rasa
nyaman nyeri histamin
gerakan Edema

Pergeseran Fragmen Vasoldilatsi


tulang Terputusnya Penekanan pada
sambungan pembuluh darah
jaringan vaskuler
tulang
Deformitas
Lepasnya lipid Penurunan perfusi
Hematpoesis Penurunan aliran
pada sumsum jaringan
Gangguan terganggu darah
tulang
fungsi
Gangguan
Lipid masuk Aliran sel darah perfusi Kesemutan,
Gangguan aliran darah Kerusakan Konjungtiva
jaringan neurovskuler
imobilisasi anemis
fisik Anemia
Eksremitas
Emboli lemak pucat

30
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Identitas klien. Meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
agama, suku, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa
medis.
2. Keluhan utama. Klien meminta pertolongan karena nyeri, dan deformitas pada daerah
trauma.
3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry. Pengkajian yang
didapat meliputi hilangnya sensibilitas.
4. Masalah penggunaan obat-obatan. Perawat perlu menanyakan kepada klien masalah
penggunaan obat-obatan adiktif dan pengguanaan obat-obatan alcohol.
5. Riwayat penyakit dahulu. Perawat perlu menanyakan adanya riwayat penyakit
degenerative pada tulang belakang, seperti osteoporosis, dan osteoarthritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Dan penggunaan obat-
obatan.
6. Pengkajian psikospiritual. Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan
klien, diperlukan untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya.
7. Pemeriksaan fisik. Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6)dengan fokus pemeriksaan
B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang tearah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

Tanda-Tanda Vital

1. Pernafasan. Perubahan sistem pernafasan bergantung pada gradasi blok saraf


parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernafasan) dan perubahan
karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang.
2. Kardiovaskuler. Pemeriksaan kardiovaskuler: tekanan darah menurun, bradikardia,
berdebar-debar, pusing, ektremitas dingin atau pucat.

31
3. Persyarafan. Meliputi: tingkat kesadaran, pemeriksaan fungsi selebral, pemeriksaan
saraf cranial, pemeriksaan reflek, pemeriksaan sensorik.
4. Perkemihan. Meliputi: warna, jumlah, dan karakteristik urine.
5. Pencernaan. Pemeriksaan rongga mulut, dengan menilai ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah, dapat menunjukan adanya dehidrasi.
6. Musculoskletal. Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma.
2. Diagnosis
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi.
2) Kerusakan intergritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi, restriktif
(imobilisasi).
3. Intervensi
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi.

Nyeri Akut NOC NIC


Definisi : Pengalaman sensori  Pain level  Lakukan pengjakian nyeri secara
dan emosional yang tidak  Pain control komperhensif
menyenangkan yang muncul  Comfort level  Observasi reaksi nonverbal dan
akibat kerusakan jaringan yang Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
actual atau potensial atau  Mampu mengontrol nyeri  Ajarkan tentang teknik non
digambarkan dalam hal  Melaporkan bahwa nyeri farmakologi
kerusakan. berkurang  Berikan analgesik untuk
 Mampu mengenali nyeri mengurangi nyeri
(skala, intensitas,  Tingkatkan istirahat
frekuensi dan tanda  Monitor vital sign sebelum dan
nyeri) sesudah pemberian analgesik
 Menyatakan rasa nyaman pertama kali
setelah nyeri berkurang.  Evaluasi efektivitas analgesik,

32
tanda dan gejala

2) Kerusakan intergritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).

Kerusakan integritas kulit NOC NIC


Definisi : perubahan /
gangguan epidermis / dermis.  Tissue integrity : skin - AnjurkJaga kulit agar tetap
and mucous bersih dan kering
 Membranes - Anjurkan klien menggunakan
 Hemodyalis akses pakaian yang longgar
- Mobilisasi klien (ubah setiap 2
Kriteria hasil
jam sekali)
 Integritas kulit yang
- Monitor status nutrisi klien
baik dapat
dipertahankan
 Perfusi jaringan baik
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit.

3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi, restriktif
(imobilisasi).

Hambatan mobilitas fisik NOC NIC

Definisi : keterbatasan pada - Monitor vital sign


 Mobility level
pergerakan fisik secara mandiri sebelum/sesudah latihan
 Self care
ataupun terarah. - Bantu klien menggunakan
 Transfer performance
tongakat
Kriteria hasil
- Latih klien dalam pemenuhan

33
 Klien meninggkat kelutuhan ADLs secara
dalam aktivits fisik mandiri
 Memperagakan
penggunaan alat
 Bantu untuk mobilisasi

34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras pada
tulang.Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.

Fraktur diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, fraktur terbuka dengan ciri memiliki robekan di atas
tulang cedera dan fraktur tertutup dengan kulit utuh di area tulang cedera. Beberapa kejadian
fraktur mempunyai tipe fraktur yang umum terjadi tergantung dari gaya yang menyebabkan
terjadinya fraktur. Bidai atau spalkadalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi).

35
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda. (2015). NANDA & NIC-NOC. Jakarta: Mediaction

Brunner and Suddarth.(2008). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 2.Jakarta: EGC

Potter and Perry.(2010). Fundamental Keperawatan.Buku 3 Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika

Joyce M.Black and Jane Hokanson.(2014). Keperawatan Medikal Bedah.Buku1 Edisi 8. Jakarta:

Salemba Medika

Devi, M., Rosnani., & Sosya, M.S. (2012).Pemberian Kompres dingin terhadap nyeri pada

pasien fraktur ekstremitas tertutup di IGD RSMH Palembang tahun 2012.Jurnal Kedokteran dan

Kesehatan. 2(3), 253-260.

Materi Teknik Dasar Bidai.Welirang KomunityRescue.

BukuKeterampilanKeperawatanBlok.42.Emergency And Critical Care Nursing.Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Krisanty Paula dkk.(2009).Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta:CV.Trans Info Media.

Kurniati Amelia.2010.Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.Indonesia.Trans Info

Media

36

Anda mungkin juga menyukai