Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN“NY S”DENGAN


OPEN FRAKTUR TIBIA PLATEU SINISTRA DAN FIBULA
SINISTRA 1/3 PROKSIMAL DI RUANG DAHLIA RSUD NEGARA

OLEH :
I GA PUTU WIWIEK PEBRONITA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NEGARA


JEMBRANA
2022
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat, rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus

berjudul “Asuhan Keperawatan pasien “Ny S” dengan Open fraktur Tibia

plateu Sinistra dan Fibula Sinistra 1/3 Proksimal di Ruang Dahlia RSU Negara

dari tanggal 30 Juni s/d 4 Juli 2022” dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan kasus ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha sendiri,

melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

Negara, Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………....…. ...ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. …iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....…..…v
BAB I. PENDAHULUAN……………………...……………...……….……….........1
A. Latar Belakang …………………………………………………....…..…....……...1
B. Tujuan Penulisan………………………………………………….….....………….2
C. Metode Penulisan………………………………………………….....…………….2
D. Sistematika Penulisan…………………………………………...…....…….……...3
BAB II. KONSEP DASAR DAN TINJAUAN KASUS…………….....……....…….5
A. Konsep Dasar Fraktur…………………………………………………......….……5

1. Definisi………………………………………………………………….......…..5

2. Epidemiologi........................................................................................................5

3. Etiologi……………………………………......………………...………...…….6

4. Patofisiologi………………………...…………......……………………...…….7

5. Klarifikasi............................................................................................................10

6. Gejala …..………………………………………......……….......……………...11

7. Pemeriksaan fisik.................................................................................................11

8. Pemeriksaan Penunjang………………...……......…………….……………….11

9. Penatalaksanaan……………………….....……………………….…………….12

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan………………………....……..……………...14

1. Pengkajian…………………………………………..……………....………….14

iii
2. Analisa Data........................................................................................................16

3. Diagnosa Keperawatan……………....……………….………….…....……....16

4. Perencanaan…………………………….......………….……….…….……….17

5. Evaluasi..............................................................................................................19

BAB III. TINJAUAN KASUS…………………………………...……......….………..20


A. PENGKAJIAN……………………………………………...……........…………..20

B. Diagnosa Keperawatan………………………………....….....…….……………...26

C. Perencanaan……………………………………………....…......………………....27

D. Pelaksanaan………………………………………………….….........…………....28

E. Evaluasi………………………………………………………….........…………...30

BAB IV. PENUTUP………………………………………...……......………………..32


A. Kesimpulan……………………………………………….......…….……………..32

B. Saran……………………………………………………...……......……………....32

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan  yang disebabkan
oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada
fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan
hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri
atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama
calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini.
Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara
ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian,
dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah
kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai
1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah
ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah
korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.

3
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu
jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur
vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah,
tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi.
Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu fraktur?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Apa saja manifestasi klinik dari fraktur ?
5. Apa saja komplikasi fraktur ?
6. Bagaimana penanganan fraktur ?
7. Bagaimana konsep askep dari fraktur ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apa itu fraktur
2. Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari fraktur
3. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui Apa saja manifestasi klinik dari fraktur
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi fraktur
6. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan fraktur
7. Untuk mengetahui Bagaimana konsep askep dari fraktur

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
(Price and Wilson, 1995 : 1183).
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
2.2 Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

5
2.3 Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma
akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)

6
2.4 Pathway

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas tulang Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang
kerusakan pada jaringan dan menembus otot dan kulit
pembuluh darah

Luka
Ketidakstabilan posisi fraktur,
Perdarahan lokal
apabila organ fraktur digerakkan

Hematoma pada daerah fraktur Gangguan integritas


Fragmen tulang yang patah kulit
menusuk organ sekitar

Kuman mudah masuk


Aliran darah ke daerah distal
berkurang atau terhambat
Gangguan rasa
nyaman nyeri Resiko tinggi infeksi
(warna jaringan pucat, nadi lemas,
Sindroma kompartemen
cianosis, kesemutan)
keterbatasan aktifitas

Kerusakan neuromuskuler
Defisit perawatan diri

Gangguan fungsi organ distal

Gangguan mobilitas fisik

7
2.5 Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari
reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
interna
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan,
hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi.
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat.
2.6 Klasifikasi
1. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan /
tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
3. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union,
dan infeksi tulang

8
2.7 Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
2.9 Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

9
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70
sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan
tropik dan vasomotor instability.
2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum

10
dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan
gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak
aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan
post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga
dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
2. Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi
dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang
berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas
pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan
pasien masih dapat melakukannya sendiri,
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat
juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada
pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.

12
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat
juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari
kepala sampai kejari kaki.
3. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin
timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
4. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri
tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada
area fraktur dan di daerah luka insisi.
5. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
6. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur
berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur
pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas jaringan  b.d fraktur
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler
4. Resiko infeksi b/d tindakan invasif

13
3.3 Intervensi

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Nyeri akut NOC : Managemen Nyeri
v  Pain Level
-      Kaji nyeri secara komprehensif
v  Pain control
termasuk lokasi, karakteristik,
v  Comfort level
durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
Kriteria Hasil :
-      Observasi reaksi nonverbal dari
·   Mampu mengontrol
ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab
-      Ajarkan tentang teknik non
nyeri.
farmakologi, tehnik relaksasi
·   Mampu
-      Berikan analgetik untuk
menggunakan tehnik
mengurangi nyeri
nonfarmakologi
-      Kolaborasikan dengan dokter
untuk mengurangi
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri, mencari
nyeri tidak berhasil
bantuan)
-      Atur posisi pasien yang nyaman
·   Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen  nyeri
·   Wajah rileks
·   Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
·   Tanda vital dalam
rentang normal

14
Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Kerusakan integritas NOC : NIC :
jaringan  b.d fraktur Tujuan: kerusakan -     Kaji ulang integritas luka dan
integritas jaringan dapat observasi terhadap tanda infeksi
diatasi setelah tindakan atau drainage
perawatan. -          Monitor suhu tubuh
·         Kriteria hasil: -    Lakukan perawatan kulit, dengan
 Penyembuhan sering pada patah tulang yang
luka sesuai waktu menonjol
·          Tidak ada -          Lakukan alih posisi,
laserasi, integritas pertahankan kesejajaran tubuh
kulit baik -          Kolaborasi pemberian
antibiotic

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Kerusakan mobilitas NOC : NIC :
fisik b.d cedera Tujuan : kerusakan -          Pertahankan tirah baring
jaringan sekitar mobilitas fisik dapat dalam posisi yang diprogramkan
fraktur, kerusakan berkurang setelah -          Tinggikan ekstrimitas yang
rangka neuromuskuler dilakukan tindakan sakit

15
keperaawatan -          Instruksikan klien/bantu
Kriteria hasil dalam latihan rentang gerak pada
NOC : ekstrimitas yang sakit dan tak
·         Meningkatkan sakit
mobilitas pada -          Beri penyangga pada ekstrimit
tingkat paling yang sakit diatas dan dibawah
tinggi yang fraktur ketika bergerak
mungkin -          Jelaskan pandangan dan
·         keterbatasan dalam aktivitas
Mempertahankan
posisi fungsinal
·        
Meningkaatkan
kekuatan /fungsi
yang sakit
·         Menunjukkan
tehnik mampu
melakukan
aktivitas

Perencanaan
Diagnosis
NOC NIC
Resiko infeksi b/d NOC : Infection Control (Kontrol
tindakan invasif v  Immune Status infeksi)
v  Risk control -      Bersihkan lingkungan setelah

16
dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : -      Gunakan sabun antimikrobia
v  Klien bebas dari tanda untuk cuci tangan
dan gejala infeksi -      Cuci tangan setiap sebelum
v  Menunjukkan dan sesudah tindakan
kemampuan untuk keperawatan
mencegah timbulnya -      Gunakan sarung tangan
infeksi sebagai alat pelindung
v  Jumlah leukosit dalam -      Pertahankan lingkungan
batas normal aseptik selama pemasangan alat
-      Tingkatkan intake nutrisi
-      Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
-      Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
-      Monitor hitung granulosit, WBC
-      Monitor kerentanan terhadap
infeksi
-      Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
-      Berikan perawatan kulit  pada
area epidema
-      Inspeksi kulit dan membran 
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
-      Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
-      Dorong masukkan nutrisi yang

17
cukup
-      Dorong masukan cairan
-      Dorong istirahat
-      Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
-      Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
-      Ajarkan cara menghindari infeksi
-      Laporkan  kecurigaan infeksi
-      Laporkan  kultur positif

3.4 Implementasi

Implementasi merupakan salah satu unsur pertahapan dari keseluruhan pembangunan


sistem komputerisasi, dan unsur yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan sistem
komputerisasi yaitu masalah perangkat lunak (software), karena perangkat lunak yang
digunakan haruslah sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, disamping masalah
perangkat keras (hardware) itu sendiri.
3.5 Evaluasi

TGL/jam dx EVALUASI (SOAP)


14/05/2010 1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
21.50 O: Ekspresi wajah tenang
A:  Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
22.50 2. S: Klien mengatakan pemenuhan kebutuhan sehari
hari masih sdikit dibantu.
O: Pemenuhan kebutuhan  klien sebagian dibantu.
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
00.00 3. S: Klien mengatakan cukup nyaman pada posisinya

18
O: keadaan klien membaik
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY M DENGAN EFUSI PLEURA


DI RUANG FLAMBOYAN RSUD NEGARA

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Identitas Klien
Nama ( Initial) : NY M
Umur : 47 tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Marital : Sudah menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Bali, Indonesia
Alamat : Br. Dauh Pangkung Jangu Pohsanten
Tanggal Masuk : 09-01-2022
Tanggal Pengkajian : 12-01-2022
No. Register : 121709
Diagnosa Medis : Efusi Pleura

19
Identitas Penanggung Jawab
Nama (Initial) : Tn. M
Umur : 50 tahun
Hub. Dengan Klien : Suami
Pekerjaan : Petani
Alamat : Br. Dauh Pangkung Jangu Pohsanten

2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD dengan keluhan batuk sejak 3 minggu, sesak nafas sejak 7 hari
yang lalu. Pasien dirawat di ruang Flamboyan sejak tanggal 09Januari2022. Saat
pengkajian pasien mengeluh sesak nafas dan batuk, batuk tampak tidak efektif, demam
disangkal, mual disangkal dan muntah disangkal, nyeri di dada disangkal
Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah opname di RS Balimed dengan keluhan sesak
nafas, pasien tidak punya alergi.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga lainnya yang mempunyai penyakit yang
sama dengan pasien, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung,
diabetes, penyakit ginjal ataupun penyakit lainnya.
Riwayat Sosiokultural
Pasien tidak aktif dalam kegiatan kemasyarakatan lansia, tidak memiliki konflik sosial.
Pasien tidak memiliki masalah keuangan, perawatan di RS dibiayai oleh BPJS. Pasien sulit
berkomunikasi dengan pasien dan penunggu lainnya karena sesak nafas.

20
3. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Keluarga dan pasien mengatakan sudah mengerti dengan kondisinya karena sudah
dijelaskan oleh dokter dan perawat. Pasien mengatakan pasrah akan kondisinya dan
berharap bisa segera sehat. Keluarga mengatakan sebelumnya apabila dirinya atau ada
anggota keluarga yang sakit selalu datang ke pelayanan kesehatan.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada masalah dalam pola dan nafsu makan. Saat
pengkajian pasien mengatakan enggan untuk makan, nafsu makan menurun karena
sesak, makanan yang dimakan habis ½ porsi, tidak ada penurunan BB secara
signifikan.

Pengkajian nutrisi :
Antropometri :
BB sekarang : 49 kg
BB ideal : 58,5 kg
TB : 165 cm
IMT : 17,9 (kurus), normal 18,5-24,9
Biochemical : tanggal 14/4/2021
Albumin :3,22 g/dL
Hb : 12 gr/dL
Bun : 7,9 mg/dL (N :8-23)
Kreatinin : 0,7 mg/dL (N : 0,72-1,25)
Clinical Sign :
tampak lemas, bibir pecah-pecah, batuk, sesak
Dietary History :
Asupan makan pasien selama 24 jam tidak adekuat, makanan habis ½ porsi, tidak ada
alergi makanan.
c. Pola Eleminasi

21
SMRS dan saat di RS pasien mengatakan pola BAB dan BAK pasien normal. BAB 2
hari sekali dengan konsistensi lembek. BAK ± 5-6 kali sehari tanpa ada keluhan.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
SMRS pasien Makan/minum, Mandi, Toileting, Berpakaian, Mobilisasi di tempat tidur,
Berpindah, Ambulasi ROM kadang-kadang dilakukan dengan mandiri secara pelan-
pelan, kadang-kadang dibantu oleh keluarga. Saat MRS pasien makan/minum,
mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi ROM, mandi, toileting, berpindah dan
berpakaian dibantu oleh keluarga.
e. Pola koqnitif dan Persepsi
Keluarga dan pasien mengatakan sudah paham dengan kondisi pasien saat ini.
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Tidak ada keluhan terkait persepsi diri termasuk citra tubuh, peran, harga diri, dan ideal
diri pada pasien. Pasien mampu menyebutkan identitas dirinya dengan lengkap dan
benar.
g. Pola Tidur dan Istirahat
SMRS pasien dikatakan kadang-kadang mengalami kesulitan untuk memulai tidur.
Pasien tidur siang ± 1 jam dan tidur malam ± 6 jam. Saat sakit pasien mengalami sulit
tidur karena sesak nafas.
h. Pola Peran-Hubungan
SMRS dan saat pengkajian pasien mengatakan tidak ada masalah terkait peran diri dan
hubungan pasien dengan orang terdekat, keluarga, dan kerabat pasien baik.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan atau masalah terkait dengan sistem seksual
dan reproduksi.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengatakan jika memiliki masalah terkait hal apapun selalu mendiskusikannya
dengan anak-anak dan keluarga yang lain.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien beragama Hindu. Pasien mengatakan SMRS dan saat ini hanya bisa berdoa di
tempat tidur saja.
4. PEMERIKSAAN FISIK

22
a. Keadaan Umum
Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis.
b. Tanda Vital
TD:130/80 mmHg Nadi : 110 kali/menit RR: 30 kali/menit Suhu: 36,80 C
c. Kepala
Bentuk bulat simetris, tidak ada lesi, warna rambut putih
d. Mata
Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, tidak menggunakan kacamata
e. Hidung
Hidung simetris, ada gerak pada cuping hidung, terpasang O2 nasal 2 lpm
f. Telinga
Bentuk telinga normal, simetris, telinga bersih
g. Mulut
Mulut tampak simetris, warna lidah merah muda, gigi tidak lengkap
h. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfa dan vena jugularis, denyut nadi karotis teraba
i. Dada dan Punggung
Paru-paru :
I : bentuk dada tidak simetris, gerak pernafasan kiri tertinggal, menggunakan otot bantu
pernafasan, terdapat luka post toracosintesis di dada kiri, tertutup kasa
Pa : fremitus taktil kiri tertinggal
Pe : terdengar sonor pada bagian kanan, redup pada kiri
A :suara nafas kanan vesikuler,suara menurun pada bagian kiri, tidak terdengar
ronchi/whezing, ekspirasi memanjang
Tidak ada luka di punggung
j. Abdomen
I : tampak simetris, tidak ada benjolan,
A : peristaltik usus 5 x/menit
Pa : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
Pe : terdengar suara timpani
k. Ekstremitas

23
Ektremitas atas dan bawah lengkap, bentuk simetris, tidak ada bengkak di ektremitas
atas, bengkak di ektremitas bawah.
l. Genetalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki, terdapat lubang uretra dan tidak ada kelainan
m. Anus
Tidak ada kelainan pada lubang anus

5. DATA PENUNJANG (Pemeriksaan Diagnostik) :


Tanggal 14-5-2021 :
WBC : 7,28.103/ μL Ne# : 5,86 . 103/ μL
HB : 12 gr/dL PLT : 397.103/uL
BUN : 7,9 mg/dL SC : 0,7 mg/dL
SGOT : 26,9 U/L SGPT : 17,6 U/L
Albumin : 3,22 g/dL LDH : 519 U/L
GDS : 131 mg/dL PCO2 : 32,66 mmHg
PO2 : 155 mmHg HCO3 : 21,20mmol/L
SO2 : 99% Na : 138 mmol/L K : 3,0 mmol/L
Hasil ro thorax tanggal 14-5-2021 : efusi pleura

6. DATA TAMBAHAN
Toracosintesis tanggal 14-5-21 (1300 ml), tanggal 17-5-21 (700 ml)
7. THERAPI
No Tanggal awal Nama Dosis Rute Indikasi
diberikan
1 09-01-2022 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm iv Kebutuhan
cairan
2 09-01-2022 Oksigen nasal 2 lpm nasal Kebutuhan
oksigenasi
3 09-01-2022 N-Asetilsistein 3x200 mg Oral Untuk
mengencerkan
dahak di
pernafasan
4 09-01-2022 KSR 2x600 mg Oral Meningkatkan
kalium
5 09-01-2022 Bubur (diet lunak 3x 1 porsi Oral Asupan

24
tinggi kalium) makanan

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah kolaboratif/
keperawatan
DS : pasien mengeluh sesak Tekanan pleura meningkat Pola nafas tidak efektif
nafas dan batuk
DO :
- R 30 kali/menit Ekspansi paru menurun
- N 110 kali/menit
- Ada gerak cuping hidung
- Menggunakan otot bantu takipnea
pernafasan
- Ekspirasi memanjang
O2 tidak adekuat

Pola nafas tidak efektif

DS : pasien mengatakan Tekanan pleura meningkat Risiko defisit nutrisi


enggan untuk makan
DO :
- tampak lemas Ekspansi paru menurun
- BB 49 kg, TB 165 cm
- makanan habis ½ porsi
- bibir kering
- IMT 17,9 Takipnea

Enggan untuk makan

Asupan menurun

Risiko defisit nutrisi

C. TABEL DAFTAR MASALAH KOLABORATIF / DIAGNOSA KEPERAWATAN


No Tanggal dan Diagnosa keperawatan Tanggal
jam ditemukan dan jam
teratasi

25
1 09-01-2022 Pola nafas tidak efektif
09.00
2 09-01-2022 Risiko defisit nutrisi
09.00

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan dengan
pasien mengeluh sesak nafas dan batuk, R 30 kali/menit, N 110 kali/menit, ada gerak
cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan, ekspirasi memanjang
2. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)

E. PERENCANAAN
No No Tujuan dan Intervensi Rasional
Diagnosa Kriteria Hasil
1 1 Setelah dilakukan Managemen jalan nafas
tindakan (I.01011)
keperawatan - Monitor pola nafas - Mengetahui status
selama 3x24 jam - Monitor bunyi nafas respirasi
diharapkan pola - Posisikan semi fowler - Memberi rasa
nafas membaik atau fowler nyaman
dengan kriteria - Berikan minum hangat - Mengencerkan
hasil : - Ajarkan batuk efektif sputum
- Sesak nafas - Berikan oksigen, bila - Meningkatkan O2
berkurang perlu
- Penggunaaan - Kolaborasi pemberian - Mengencerkan
otot bantu nafas ekspektoran, dahak
menurun bronkodilator, mukolitik
- Tidak ada nafas
cuping hidung
- Pemanjangan
fase ekspirasi
menurun
2 2 Setelah dilakukan Managemen Nutrisi
tindakan (I.03119)

26
keperawatan - Identifikasi status nutrisi - Mengetahui status
selama 3x24 jam nutrisi
diharapkan status - Identifikasi alergi dan - Alergi makanan
nutrisi membaik intoleran makanan mengurangi asupan
(L.03030) dengan - Identifikasi makanan - Makanan yang
kriteria hasil : yang disukai disukai
- Nafsu makan meningkatkan
membaik asupan makanan
- Makanan - Identifikasi kebutuhan - Mengetahui
dihabiskan 1 kalori dan nutrien kebutuhan kalori
porsi - Monitor asupan makanan - Mengetahui asupan
- IMT membaik makanan
- BB meningkat - Monitor BB - Mengetahui
- Bibir lembab peningkatan BB
- Sajikan makanan secara - Makanan menarik
menarik meningkatkan
asupan
- Berikan makanan TKTP - Menambah kalori
- Ajarkan diet yang - Meningkatkan
diprogramkan asupan
- Kolaborasi dengan ahli - Mempermudah
gizi penentuan jumlah
kebutuhan gizi

F. IMPLEMENTASI
Hari/ No Tindakan Evaluasi Nama
Tanggal/ Diagnosa Keperawatan Ttd
Jam
09-01- 1 - Memonitor pola S :pasien mengeluh sesak nafas ardani
2022 nafas O : R 30 kali/menit, ekspirasi
09.00 memanjang
1 - Memberi posisi S : pasien mengatakan lebih
semifowler nyaman
O : pasien dalam posisi
setengah duduk
1 - Memasang aliran S : pasien mengatakan sudah
oksigen nyaman
O : pasien terpasang O2 nasal 2
lpm
- Mengidentifikasi

27
2 status nutrisi S:-
09.10 - Memonitor asupan O : BB 49 kg, IMT 17,9 (kurus)
makanan pagi S : pasien mengatakan enggan
makan
- Memberi makanan O : makanan habis ½ porsi
2 siang dalam keadaan S : pasien mengatakan akan
12.00 hangat makan nanti
O : diberikan bubur dengan lauk
- Memberi obat oral 1 porsi
1 S:-
13.30 O : pasien minum obat, tidak
- Memonitor asupan ada alergi
2 makan siang S : pasien mengatakan tidak
nafsu makan
O : makanan habis ½ porsi
10-01- 1 - Memonitor pola nafas S : pasien mengatakan masih ardani
2022 sesak nafas
08.00 O : terpasang O2 nasal 2 lpm, R
26 kali/menit, ekspirasi
memanjang, menggunakan
otot bantu nafas, ada gerak
cuping hidung
2 - Memonitor asupan S : pasien mengatakan nafsu
makan pagi makan belum baik
O : makanan habis ½ porsi
2 - Memberi makan S : pasien mengatakan akan
12.00 siang makan
O : diberikan bubur dan lauk
sesuai diet
1 - Memberi obat oral S:-
13.30 O : obat diminum, tidak ada

28
alergi
2 - Memonitor asupan S : pasien mengatakan nafsu
makan siang makan belum baik
O : makanan habis ½ porsi

21-5-21 1 - Memonitor pola S : pasien mengatakan sesak ardani


08.00 nafas nafas berkurang
O : terpasang O2 nasal 2 lpm, R
24 kali/menit, pemanjangan
ekspirasi menurun,
menggunakan otot bantu
nafas, tidak ada gerak cuping
hidung
2 - Memonitor asupan S : pasien mengatakan nafsu
makan pagi makan meningkat
O : makanan habis ¾ porsi
12.00 2 - Memberi makan S : pasien mengatakan akan
siang makan
O : diberikan bubur dan lauk
sesuai diet
13.30 1 - Memberi obat oral S:-
O : obat diminum, tidak ada
alergi
2 - Memonitor asupan S : pasien mengatakan nafsu
makan siang makan meningkat
O : makanan habis ¾ porsi,
bibir lembab
2 - Mengidentifikasi S:-
status nutrisi O : BB 49 kg, TB 165 cm, IMT
17,9

29
G. EVALUASI

No Hari/ No evaluasi Nama


tanggal diagnosa ttd
1 11-01- 1 S : pasien mengatakan sesak nafas berkurang ardani
2022 O:
- R 24 kali/menit,
- pemanjangan ekspirasi menurun,
- menggunakan otot bantu nafas,
- tidak ada gerak cuping hidung
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

2 11-01- 2 S : pasien mengatakan nafsu makan meningkat ardani


2022 O:
- Makanan dihabiskan ½ porsi
- IMT tetap
- BB tetap
- Bibir lembab
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
4.2 Saran
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca operasi.
2. Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan
luka

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal BedahEdisi8 Volume2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.(2000). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.

31
Syamsuhidayat. (2004). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4 EGC. Jakarta, hal :1117-1119
http://putririzkadewi.blogspot.co.id/2011/09/fraktur.html
http://maemunah-machy.blogspot.co.id/2012/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-fraktur.html
https://id.scribd.com/doc/244576755/Pathway-Fraktur#scribd

32

Anda mungkin juga menyukai