Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

FRAKTUR

DI SUSUN OLEH

1. ZARIFADHILAH (105111100919)

2. INDAH AFRILIANI YUSUF (105111101419)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”Fraktur” makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan MedikalBedah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantusehingga makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya
kami berharap semoga tuhan memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah. Amiiin

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Makassar, 12 September 2021

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur merupakan ancaman potensial maupun actual terhadap intergritas


seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun
psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri.

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun, biasanya berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur dari pada
laki-laki berkaitan dengan perubahan hormon pada saat menopause
sehingga meningkatkan insiden osteoporosis

WHO mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecelakaan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni
insiden fraktur khususnya ekstremitas atas dan bawah diperkirakan
jumlahnya sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi, dimana
sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Setiap
tahunnya di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang mengalami fraktur.

Hasil penelitian Kilbourne et al di Baltimore (2008) dalam Nasrullah


(2011). Tentang analisis penanganan emergensi pasien trauma dibagian
ortopedi Rumah Sakit Umum Lahore terhadap 1.289 pasien, didapatkan
jumlah khasus fraktur tertutup sebanyak 915 (71%) pasien.

Dan berdasarkan data RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, jumlah


pasien fraktur ekstremitas tertutup pada tahun 2009 sebanyak 369 orang,
tahun 2010 sebanyak 409 orang, dan tahun 2011 sebanyak 418 orang.

3
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah, yaitu untuk mengetahui lebih spesifik
mengenai penyakit fraktur.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil
akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007).
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius
dan cruris dst)

5
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh
garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu
tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap
ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih
utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.

6
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit.Fraktur terbuka dibedakan
menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme


trauma :
c. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
c. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
d. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
e. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
f. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut.
 At lotus : fragmen tulang berjauhan.

7
 At longitudinal : berjauhan memanjang.
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-
ulang.
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang.
C. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma


Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang
itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan
hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

8
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan

9
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot

10
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau
cederah hati.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.

11
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan
leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus,
atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan

12
fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
H. Penatalaksanaan Medis
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa
nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah
yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.

13
 Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotik
f) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan
gips adalah :
g) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h) Gips patah tidak bisa digunakan
i) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
j) Jangan merusak / menekan gips

14
k) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
l) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari


fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu
yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap
seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi
internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat
tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain :
a) Traksi manual, Tujuannya adalah perbaikan dislokasi,
mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
b) Traksi mekanik, ada 2 macam
c) Traksi kulit (skin traction)Dipasang pada dasar sistem skeletal
untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4
minggu dan beban < 5 kg.

15
d) Traksi skeletalMerupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.Kegunaan pemasangan traksi,
antara lain :
e) Mengurangi nyeri akibat spasme otot
f) Memperbaiki & mencegah deformitas
g) Immobilisasi
h) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
i) Mengencangkan pada perlekatannyaPrinsip pemasangan traksi :
j) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya
tarik
k) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
l) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus
m) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
n) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

3. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang


logam pada pecahan-pecahan tulang.Pada saat ini metode
penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna
dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat

16
yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan
fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur
kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat,
dan paku.Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara
lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang
berada didekatnya
c. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
d. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
e. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada
kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan
mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal
selama penatalaksanaan dijalankan
1) FIKSASI INTERNA
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap
panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk
mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi
memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung
tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan
stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat
penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit
dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma
bedah tambahan dan risiko infeksi.\
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan
trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa

17
pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

2) FIKSASI EKSTERNA
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast
brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak
memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

18
    3.      Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
    4.      Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
Pengumpulan Data
Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.

19
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
f) Riwayat Psikososial

20
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini

21
juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
IstirahatSemua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur dibanding pekerjaan yang lain
5) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri.
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image)
7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain

22
itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya
9) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
10) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah
yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. 
Gambaran UmumPerlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala

23
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi

24
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

3. Intervensi
N Dx. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
o Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan a. Pertahankan a. Mengurangi
b/d spasme tindakan keperawatan imobilasasi nyeri dan
otot, gerakan diharapkan klien bagian yang mencegah
fragmen mengatakan nyeri sakit dengan malformasi.
tulang, berkurang atau hilang, tirah baring,
edema, dengan kriteria hasil : gips, bebat b. Meningkatk
cedera a.Menunjukkan dan atau an aliran
jaringan tindakan santai, traksi balik vena,
lunak, mampu berpartisipasi b. Tinggikan mengurangi

25
pemasangan dalam beraktivitas, posisi edema/nyeri
traksi, tidur, istirahat dengan ekstremitas .
stress/ansieta tepat, yang terkena. c. Mempertaha
s, luka Menunjukkan c. Lakukan dan nkan
operasi. penggunaan awasi latihan kekuatan
keterampilan relaksasi gerak otot dan
dan aktivitas trapeutik pasif/aktif. meningkatk
sesuai indikasi untuk d. Lakukan an sirkulasi
situasi individual tindakan vaskuler.
untuk d. Meningkatk
meningkatkan an sirkulasi
kenyamanan umum,
(masase, menurunaka
perubahan n area
posisi) tekanan
e. Ajarkan lokal dan
penggunaan kelelahan
teknik otot.
manajemen e. Mengalihka
nyeri (latihan n perhatian
napas dalam, terhadap
imajinasi nyeri,
visual, meningkatk
aktivitas an kontrol
dipersional) terhadap
f. Lakukan nyeri yang
kompres mungkin
dingin selama berlangsung
fase akut (24- lama.
48 jam f. Menurunkan
pertama) edema dan

26
sesuai mengurangi
keperluan. rasa nyeri.
g. Kolaborasi g. Menurunkan
pemberian nyeri
analgetik melalui
sesuai mekanisme
indikasi. penghambat
h. Evaluasi an rangsang
keluhan nyeri nyeri baik
(skala, secara
petunjuk sentral
verbal dan maupun
non verval, perifer.
perubahan h. Menilai
tanda-tanda perkembang
vital) an masalah
klien
2 Gangguan Setelah dilakukan a. Pertahankan a. Memfokusk
mobilitas tindakan keperawatan pelaksanaan an
fisik b/d diharapkan mobilitas aktivitas perhatian,
kerusakan fisik klien optimal, rekreasi meningkata
rangka dengan criteria hasil : terapeutik kan rasa
neuromuskul Klien dapat (radio, koran, kontrol
er, nyeri, meningkatkan/mempert kunjungan diri/harga
terapi ahankan mobilitas pada teman/keluarg diri,
restriktif tingkat paling tinggi a) sesuai membantu
(imobilisasi) yang mungkin dapat keadaan klien. menurunkan
mempertahankan posisi b. Bantu latihan isolasi
fungsional, rentang gerak sosial.
meningkatkan pasif aktif b. Meningkatk
kekuatan/fungsi yang pada an sirkulasi

27
sakit dan ekstremitas darah
mengkompensasi bagian yang sakit muskuloskel
tubuh, menunjukkan maupun yang etal,
tekhnik yang sehat sesuai mempertaha
memampukan keadaan klien. nkan tonus
melakukan aktivitas. c. Berikan papan otot,
penyangga mempertaha
kaki, gulungan kan gerak
trokanter/tanga sendi,
n sesuai mencegah
indikasi. kontraktur/a
d. Bantu dan trofi dan
dorong mencegah
perawatan diri reabsorbsi
(kebersihan/eli kalsium
minasi) sesuai karena
keadaan klien. imobilisasi.
e. Ubah posisi c. Mempertaha
secara nkan posisi
periodik sesuai fungsional
keadaan klien. ekstremitas.
f. Dorong/ d. Meningkatk
pertahankan an
asupan cairan kemandirian
2000-3000 klien dalam
ml/hari. perawatan
g. Berikan diet diri sesuai
TKTP. kondisi
h. Kolaborasi keterbatasan
pelaksanaan klien.
fisioterapi e. Menurunkan

28
sesuai insiden
indikasi. komplikasi
i. Evaluasi kulit dan
kemampuan pernapasan
mobilisasi (dekubitus,
klien dan atelektasis,
program penumonia)
imobilisasi. f. Mempertaha
nkan hidrasi
adekuat,
men-cegah
komplikasi
urinarius
dan
konstipasi.
g. Kalori dan
protein yang
cukup
diperlukan
untuk proses
penyembuha
n dan mem-
pertahankan
fungsi
fisiologis
tubuh.
h. Kerjasama
dengan
fisioterapis
perlu untuk
menyusun

29
program
aktivitas
fisik secara
individual.
i. Menilai
perkembang
an masalah
klien
3 Gangguan Setelah dilakukan a. Pertahankan a. Menurunkan
integritas tindakan keperawatan tempat tidur risiko
kulit b/d diharapkan intregitas yang nyaman kerusakan/a
fraktur kulit pasien normal, dan aman brasi kulit
terbuka, dengan kriteria hasil : (kering, yang lebih
pemasangan - Klien menyatakan bersih, alat luas.
traksi (pen, ketidaknyamanan tenun kencang, b. Meningkatk
kawat, hilang, menunjukkan bantalan an sirkulasi
sekrup) perilaku tekhnik untuk bawah siku, perifer dan
mencegah kerusakan tumit). meningkatk
kulit/memudahkan b. Masase kulit an
penyembuhan sesuai terutama kelemasan
indikasi, mencapai daerah kulit dan
penyembuhan luka penonjolan otot
sesuai tulang dan terhadap
waktu/penyembuhan area distal tekanan
lesi terjadi. bebat/gips. yang relatif
c. Lindungi kulit konstan
dan gips pada pada
daerah imobilisasi.
perianal c. Mencegah
d. Observasi gangguan
keadaan kulit, integritas

30
penekanan kulit dan
gips/bebat jaringan
terhadap kulit, akibat
insersi kontaminasi
pen/traksi fekal.
d. Menilai
perkembang
an masalah
klien.
4 Risiko
Setelah diberikan a. Lakukan a. Mencegah
infeksi b/d
tindakan keperawatan perawatan pen infeksi
ketidakadeku
diharapkan klien steril dan sekunderdan
atan
mencapai penyembuhan perawatan mempercepa
pertahanan
luka sesuai waktu, luka sesuai t
primer
dengan KH : bebas protokol penyembuha
(kerusakan
drainase purulen atau b. Ajarkan klien n luka.
kulit, taruma
eritema dan demam untuk b. Meminimal
jaringan
mempertahank kan
lunak,
an sterilitas kontaminasi
prosedur
insersi pen. .
invasif/traksi
c. Kolaborasi
tulang)
pemberian c. Antibiotika
antibiotika dan spektrum
toksoid tetanus luas atau
sesuai spesifik
indikasi. dapat
digunakan
secara
profilaksis,
d. Analisa hasil mencegah
pemeriksaan

31
laboratorium atau
(Hitung darah mengatasi
lengkap, LED, infeksi.
Kultur dan Toksoid
sensitivitas tetanus
luka/serum/tul untuk
ang) mencegah
infeksi
tetanus.
d. Leukositosis
e. Observasi biasanya
tanda-tanda terjadi pada
vital dan proses
tanda-tanda infeksi,
peradangan anemia dan
lokal pada peningkatan
luka. LED dapat
terjadi pada
osteomielitis
. Kultur
untuk
mengidentifi
kasi
organisme
penyebab
infeksi.
e. Mengevalua
si
perkembang
an masalah
klien.

32
4. Implemetasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Dx 1 : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 2 : Klien dapat menerima situasi dengan realitas
Dx 3 : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 4 : Tidak terjadi infeksi

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen
tulang.Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya.Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.Biasanya pasien mengeluhkan cedera pada daerah tersebut.

34
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.


EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau


di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Lukman & Nurna Ningsih. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

35

Anda mungkin juga menyukai