Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR TERTUTUP

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing:

Natanael, S.Kep., Ns.

Disusun oleh:

Qoiril Asfari D3A2021.050

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI KOSALA

TAHUN 2023

i
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah II: Fraktur Femur Tertutup


Nama : Qoiril Asfari
NIM : D3A2021.050

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Sukoharjo, Mei 2023

Dosen Pembimbing

(Natanael, S.Kep., Ns.)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dengan
judul “Laporan Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah II: Fraktur Femur
Tertutup”. Laporan Pendahuluan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan mata ajar BLOKPK 018 di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti
Kosala.
Laporan Pendahuluan ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan banyak
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ratna Indriati, A., M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Panti Kosala.
2. Ibu Sri Aminingsih, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku Ketua Program Studi
Diploma III Keperawatan.
3. Bapak Natanael S.Kep., Ns., selaku pembimbing dalam pembuatan
Laporan Pendahuluan ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Kosala
5. Keluarga yang telah memberi motivasi bagi penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih
banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bermanfaat dan bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
penyusunan diwaktu yang akan datang. Penulis berharap semoga Laporan
Pendahuluan ini dapat berguna bagi semua pihak.

Sukoharjo, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

i
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR TERTUTUP

A. KONSEP UMUM FRAKTUR


1. Definisi
Menurut Brunner dan Suddharth (2002) sebagaimana dikutip
oleh Istianah (2018:207), fraktur adalah kondisi tulang yang patah
atau terputus sambungannya akibat tekanan berat. Tulang
merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika diberi gaya tekan
yang lebih besar daripada yang dapat diabsorpsi, maka bisa terjadi
fraktur. Gaya tekan yang dimaksud antara lain seperti pukulan keras,
gerakan memuntir atau meremuk yang terjadi mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem.
Menurut Menurut Noor (2017:24), fraktur merupakan istilah dari
hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun
sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang
yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, serta jaringan lunak
untuk menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap.
Menurut Sjamsuhidajat (1999) sebagaimana dikutip oleh
Risnawati (2021:74), fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan
patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen
tulang melulas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan,
yang terbagi atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
2. Penyebab
Menurut Noor (2017:24-25), pada beberapa keadaan
kebanyakan proses fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma muskuloskeletal yang dapat menjadi fraktur dapat dibagi atas
trauma langsung dan tidak langsung.

a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

1
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.
Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih
dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan
yang dapat terjadi pada tulang dapat berupa hal-hal berikut:
a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral/oblik.
b. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.
c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan
fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi.
d. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur
kominutif/memecah, misalnya pada badan vetebra, talus, atau
fraktur buckle pada anak.
e. Trauma langsung disertai dengan resisteni pada satu jarak
tertentu akan menyebabkan fraktur oblik/fraktur Z.
f. Fraktur remuk (brust fracture).
g. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik
sebagian tulang.
3. Jenis-jenis
Menurut Istianah (2018:208-211), klasifikasi fraktur dapat terbagi
atas:
a. Berdasarkan garis fraktur
1) Fraktur komplit.
Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua konteks tulang
2) Fraktur inkomplit.
Apabila garis patah tidak melalui penampang tulang.
b. Berdasarkan bentuk fraktur dan kaitannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur tranversal.
Fraktur dengan garis patah tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Jika segmen patah tulang direposisi atau
direduksi kembali ke tempat semula, maka segmen akan
stabil dan biasanya akan mudah dikontrol dengan bidai gips.
2) Fraktur oblique.
Fraktur dengan garis patah membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil.

2
3) Fraktur serial
Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas. Kondisi ini
dapat menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
4) Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk pada
tulang ketiga yang berada di antaranya, misalnya satu
vertebra dengan vertebra lain.
5) Fraktur anulas
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat insisi
tendon atau ligamen, contohnya fraktur patella
c. Berdasarkan jumlah fraktur
1) Fraktur komminute
Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang
terlepas
2) Fraktur segmental
Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan,
sehingga satu ujung yang memiliki pembuluh darah menjadi
sulit untuk sembuh.
3) Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan
tempat
d. Berdasarkan kaitan antara fragmen dengan lingkungan luar
tubuh
1) Fraktur terbuka.
Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. Fragmen
terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu:
a) Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit
terkontaminasi ringan, luka kurang dari 1 cm.
b) Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar
dari 1 cm
c) Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot,
kerusakan neuromaskular, kontaminasi besar.
2) Fraktur tertutup.
Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab
terbanyaknya adalah osteoporosis dan osteomalasia.

3
4. Manifestasi klinis
Menurut Smelzter dan Bare (2012) sebagaimana dikutip oleh Suriya,
M dan Zuriati (2019:47-48), manifestasi klinis yang dapat ditemukan
pada fraktur, yaitu:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen
pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang biasa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang
normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang yang dinamakan krepitus. Hal ini teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.

B. KONSEP KHUSUS
1. Anatomi Fisiologi
Menurut Nugraheni (2020:53), anatomi fisiologi femur adalah:
Tulang paha merupakan tulang terpanjang dan terkuat dalam tubuh
manusia. Tulang paha berartikulasi dengan acetabulum secara
proksimal untuk membentuk sendi panggul. Tibia dan patella secara
distal membentuk sendi lutut. Tulangnya berupa tulang pipa dan
mempunyai sebuah batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan sebuah caput dua pertiga dari daerah itu;
dipuncaknya ada lekukan seperti bentuk kulit telur dengan
permukaan kasar; untuk kaitan ligamentum teres. Di bawah caput
ada colum yang panjang dan gepeng. Pada dataran, di tempat leher
menjadi batang, disebelah luar, terdapat trochanter mayor, dan di
sebelah belakang dan tengah terdapat trochanter minor
2. Definisi
Menurut Risnawati (2021:79), fraktur tertutup (simple fracture)
adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit

4
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. Menurut Noor, Z.
(2017:508), fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha,
kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur tertutup.
Menurut Desiartama dan Wien (2017:2), fraktur femur adalah
diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma
secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa. Apabila
seseorang mengalami fraktur pada bagian ini, pasien akan
mengalami perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan
penderita mengalami syok
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa fraktur
femur tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur
dimana fraktur dengan fragmen tulang tidak menembus keluar kulit.
3. Etiologi
Menurut Noor (2017:508-509), fraktur pada femur dapat terjadi akibat
hal-hal berikut:
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung.
tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif yang disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan
tersebut, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin
tidak ada. Kekuatan dapat berupa:
1) Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2) Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang
menyebabkan fraktur melintang

3) Penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur


sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu
berbentuk segitiga yang terpisah
4) Kombinasi dari pemuntiran, penekukan, dan penekanan
yang menyebabkan fraktur obliq pendek

5
5) Penarikan di mana tendon atau ligamen benar-benar
menarik tulang sampai terpisah.
b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, jika tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya: pada penyakit Paget).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Noor (2017:511), pada anamnesis, penting untuk
ditanyakan mengenai kronologi dari mekanisme trauma pada paha.
Sering didapatkan adanya keluhan meliputi nyeri pada paha, keluhan
luka terbuka pada paha. Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama
pada klinis fraktur umum tulang panjang seperti nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi
otot, krepitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit
yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini mungkin baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
Menurut Black (2014) sebagaimana dikutip oleh
Shodiqurrahman et.,al (2022:35), tanda gejala fraktur tertutup dapat
ditemukan pada pasien dengan pembengkakan, memar dan
deformitas, merasakan nyeri saat bergerak, mati rasa atau
kesemutan di area cedera, perubahan warna dan suhu, kelainan
bentuk, ukuran atau panjang tulang berbeda dibandingkan pasangan
tulang lainnya.
5. Klasifikasi
Menurut Noor (2017:509-518), klasifikasi fraktur femur dapat terbagi
atas:
a. Fraktur intertrokhanter femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat
ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan
kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik
dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana risiko nekrosis
avaskular lebih rendah.
b. Fraktur subtrokhanter femur
Fraktur subtrokhanter femur adalah fraktur di mana garis
patahnya 5 cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini
dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih mudah
dipahami adalah klasifikasi Fielding dan Magliato, yaitu:
1) Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.

6
2) Tipe 2: garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas
trokhanter minor.
3) Tipe 3: garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas
trokhanter minor.
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
pada kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari
ketinggian. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam
syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah
yang patah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang
mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami
jatuh dari ketinggian. Biasanya, pasien ini mengalami trauma
multipel yang menyertainya. Secara klinik fraktur batang femur
dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
d. Fraktur suprakondiler femur
Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi ke
posterior. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan
otot-otot gastroknemius. Biasanya fraktur suprakondiler ini
disebabkan oleh trauma langsung dalam kecepatan tinggi
sehingga gaya aksial dan stress valgus/varus dan disertai gaya
rotasi.
e. Fraktur kondiler femur
Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu
femur ke atas.
6. Penatalaksanaan
Menurut Noor (2017:514-515), penatalaksanaan fraktur femur
tertutup adalah sebagai berikut:
a. Terapi konservatif
1) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
2) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi
lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang berifat semental
dan komunitif.
3) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi
union fraktur secara klinis.
b. Terapi operatif
c. Pemasangan plate dan screw

7
Menurut Istianah (2018:214-215), penatalaksanaan fraktur yang
dapat dilakukan, antara lain:
a. Diagnosis dan penilainan fraktur
Anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan
teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi adalah untuk mengembalikan panjang dan
kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi
tertutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian
memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal.
Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa
dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi
internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan
tulang menjadi solid. Alat fiksasi internal tersebut antara lain pen,
kawat, skrup dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam
fraktur melalui pembedahan open reduction internal ficsation
(ORIF). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasikan
fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung
kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran
fragmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam
penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk
mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Istianah (2018:214), pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada kasus fraktur adalah:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, tomogram atau CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.

8
d. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan, selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi
sebagai respons peradangan.
e. Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera organ hati.
8. Komplikasi
Menurut Noor (2017:30-32), secara umum komplikasi fraktur terbagi
atas komplikasi awal dan komplikasi lama:
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur.
Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering
terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada
pasien.
2) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak
adanya nadi; CRT (Cappillary Refill Time) menurun; sianosis
bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
3) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi di mana terjadi
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut akibat suatu pembengkakan dan edema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur
hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian
dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas
untuk sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu: pain (nyeri
lokal), paralysis (kelumpuhan tungkai), paller (pucat bagian
distal), parestesia (tidak ada sensasi dan puiselessness
(tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak
baik, dan CRT 3 detik pada bagian distal kaki).

9
4) Infeksi
Sistem pertahanan rubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
(ORIF dan OREF) atau plat.
5) Avaskular nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman's
Ischemia.
6) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah, yang
ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi,
takipnea, dan demam.
b. Komplikasi lama
1) Delayed union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh
atau tersambung dengan baik. Hal ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah
fraktur yang sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga
bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah).
2) Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu
antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga
terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi
yang disebut sebagai infected pseudoarthrosis.
3) Mal-union
Deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau menyilang. Mal-union adalah keadaan di
mana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas misalnya pada fraktur radius-ulna.

10
C. Nursing Care Plan
1. Anamnesa dan Pengkajian Fisik
Menurut Noor (2017:528), pada pemeriksaan fisik regional
fraktur batang femur tertutup, umumnya didapatkan hal-hal berikut ini:
a. Look
Pasien fraktur femur mempunyai komplikasi delayed union, non-
union, dan malunion. Kondisi yang paling sering didapatkan di
klinik adalah terdapatnya malunion, terutama pada pasien fraktur
femur yang telah lama dan telah mendapat intervensi dari dukun.
Pada pemeriksaaan look akan didapatkan adanya pemendekan
ekstremitas dan akan lebih jelas derajat pemendekan dengan
cara mengukur kedua sisi tungkai dari spina iliaka ke maleolus.
b. Feel
Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah
paha.
c. Move
Pemeriksaan yang didapat seperti adanya gangguan/
keterbatasan gerak tungkai. Didapatkan ketidakmampuan
menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstremitas
bawah dalam melakukan pergerakan.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Suriya, M dan Zuriati (2019:51), diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien fraktur femur, antara lain:
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai
darah ke jaringan
c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
e. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun,
prosedur invasif (pemasangan traksi)
f. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur)

11
3. Intervensi
a. Diagnosa I: nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
1) SDKI
a) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab: agen pencedera fisiologis, agen pencedera
kimiawi, agen pencedera fisik.
c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
(1) Mengeluh nyeri (1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi
meningkat
(5) Sulit tidur

d) Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
(tidak tersedia) (1) Tekanan darah
meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir
terganggu
(5) Menarik diri

e) Kondisi klinis terkait: kondisi pembedahan, cedera


traumatis, infeksi, sindrom koroner akut, glaukoma.
2) SLKI
Luaran keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien
dengan fraktur femur menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan, antara lain:
a) Luaran: tingkat nyeri
b) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

12
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
c) Ekspetasi: meningkat
d) Kriteria hasil:

No Indikator 1 2 3 4 5
√1 Keluhan nyeri
√2 Sikap protektif
√3 Kesulitan tidur
√4 Gelisah
√5 Diaforesis
Keterangan skala No. 1-5:
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
3) SIKI
Tindakan keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien
dengan fraktur femur menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan, antara lain:
a) Manajemen nyeri
(1) Observasi
(a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
(b) Identifikasi faktor memperingan dan
memperberat nyeri.
(2) Terapeutik
(a) Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri (misal: terapi musik, kompres
hangat/dingin, akupresur).
(b) Fasilitasi istirahat dan tidur.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(b) Ajarkan teknik non farmakologis relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi nyeri.
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian analgetik.
b) Terapi relaksasi

13
(1) Observasi
(a) Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala
lain yang mengganggu keampuan kognitif.
(b) Monitor respons terhadap terapi relaksasi.
(2) Terapeutik
(a) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman
(b) Gunakan pakaian longgar
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan, manfaat dan jenis relaksasi
(misal: musik, meditasi, nafas dalam)
(b) Anjurkan rileks dan sering mengulangi teknik
yang dipilih.
(4) Kolaborasi
(a) Kolaborasi dengan keluarga terkait teknik
relaksasi yang dipilih.
b. Diagnosa II: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal.
1) SDKI
a) Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstermitas secara
b) Penyebab: kerusakan integritas struktur tulang,
perubahan metabolisme, penurunan kekuatan otot,
kontraktur, gangguan muskuloskeletal, nyeri.
c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
(1) Mengeluh sulit (1) Kekuatan otot
menggerakan menurun
ekstremitas (2) Rentang gerak
(ROM) menurun

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif
(1) Nyeri saat bergerak (1) Sendi kaku
(2) Enggan melakukan (2) Gerakan tidak
pergerakan terkoordinasi
(3) Merasa cemas saat (3) Gerakan terbatas

14
bergerak (4) Fisik lemah

e) Kondisi klinis terkait: stroke, cedera medula spinalis,


trauma, fraktur, osteoarthritis, osteomalasia, keganasan.
2) SLKI
Luaran keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien
dengan fraktur femur menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan, antara lain:
a) Luaran: mobilitas fisik
b) Definisi: kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri.
c) Ekspetasi: Meningkat
d) Kriteria hasil:
No Indikator 1 2 3 4 5
√1 Pergerakan
ekstermitas
√2 Nyeri
√3 Kecemasan
√4 Kaku sendi
√5 Gerakan terbatas
Keterangan Skala No. 1 :
1: Menurun
2: Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup Meningkat
5: Meningkat
Keterangan skala No. 2-5:
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
3) SIKI
Tindakan keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien
dengan fraktur femur menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2018) berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan, antara lain:
a) Dukungan ambulasi
(1) Observasi

15
(a) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi.
(b) Monitor keadaan umum selama melakukan
ambulasi.
(2) Terapeutik
(a) Fasilitasi aktivitas selama ambulasi.
(b) Fasilitasi dalam mobilitas fisik.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
(b) Anjurkan melakukan ambulasi dini.
(4) Kolaborasi
(a) Libatkan keluarga dalam melakukan ambulasi.
b) Dukungan mobilisasi
(1) Observasi
(a) Identifikasi adanya keluhan nyeri atau kekuatan
fisik lainnya.
(b) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi.
(2) Terapeutik
(a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(b) Fasilitasi melakukan pergerakan.
(3) Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
(b) Ajarkan mobilisasi sederhana (misal: duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).
(4) Kolaborasi
(a) Libatkan keluarga dalam melakukan aktivitas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Destiartama, A dan Wien, A. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur


Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. Jurnal Medika, 6(5),
1-4.

Istianah, U. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Noor, Z. 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskleletal. (P. Puji, Ed: Edisi 3).
Salemba Medika, Jakarta.

Nugraheni, A. 2022. Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia. Anak Hebat Indonesia,


Yogyakarta.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperwatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian Hasil
Keperwatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Risnawati. 2021. Modul Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Perkemihan


dan Sistem Muskuloskleletal). Media Sains Indonesia, Bandung.

Shodiqurrahman, R et.,al. 2022. Keperawatan Kegawatdaruratan dan


Keperawatan Kritis. Media Sains Indonesia, Bandung.

Suriya, M dan Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi NANDA, NIC & NOC.
Pustaka Galeri Mandiri, Padang.

17

Anda mungkin juga menyukai