Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pengampuh :

OLEH :

NORBERTUS WEODAY : 011221094


STEFANIA LIDIA : 011221100

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA

INDONESIA

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan memegang peranan penting dalam

meningkatkan kesejahteraan manusia dalam tahap kehidupan. Selain

berperan dalam membangun manusia sebagai sumber daya pembangunan.

Perkembangan tehnologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini

membawa dampak positif dan negatif, dampak positif yang terjadi adalah

kemajuan transportasi, bertambahnya kendaraan, dan makin bertambahnya

lalu lintas, sedangkan dampak negatifnya adalah makin banyaknya kasus

kecelakaan lalu lintas. Sehingga insident penyakit/kejadian fraktur lebih

tinggi terutama fraktur femur 1/3 tengah dextra segmental terbuka grade III

A. Klien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah yang dipasang traksi

dengan imobilisasi tirah baring yang lama sering mengalami masalah yang

kompleks. Klien dengan tirah baring dan atropi pada sistem muskuloskeletal

itu sendiri, juga akan dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler,

keseimbangan hemodinamik, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem

integumen, dan masalah lain.

Di samping membatasi kemandirian klien juga mengganggu masalah

ekonominya, untuk itu diperlukan perhatian khusus dalam pelaksanaan

tindakan perawatan agar supaya penyembuhan dapat seefektif mungkin dan

leher akan terhindari dari kelainan yang mengganggu fungsi tubuh.

Berikaitan dengan hal ini tersebut di atas, maka penulis membuat Makalah

Asuhan Keperawatan tentang Fraktur


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar Fraktur ?


2. Bagaiman konsep dasar asuhan keperawatan Fraktur ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan konsep dasar Fraktur.


2. Menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan Fraktur.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total, maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh terauma.
Fraktur adalah kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan tulang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasive atau suatu
proses bilogis yang merusak (Keneth A et al,2015). Fraktur adalah setiap
retak , atau patah tulang , yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik,
kekuatan, keadaan tulang, dan jatingan lunak disekitar tulang yang
merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak lengkap
(Astanti, 2017),
2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa factor diantaranya adalah
cidera stress, dan melemahnya tulang, akibat abnor alitas seperti fraktur
patologis (Apelys & Louis, 2018 )
Menurut purwanto (2016) penyebab terjadinya fraktur adalah :
a. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang tulang yang menyebabkan fraktur.
b. Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain, oleh karena
itu kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain
c. Kondisi patologis
Terjadinya karena penyakit pada tulang (degenerative dan kanker
tulang ).
3. Klasifikasi
Menurut sulistyaningsih (2016 ) berdasarkan ada tidaknya gubungan
antar tulang dibagi menjadi :
a. Fraktur terbuka : Adalah patah tulang yang menembus kulit dan
memungkinkan adanya hubungan dengan dunia luar serta
menjadikan adanya kemungkinan untuk masuknya kuman atau
bakteri ke dalam luka,. Berdasarkan tingkat keparahannya fraktur
terbuka dikelompokjan menjadi 3 kelompok besar menurut
klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015)
1) Derajat I
Kulit terbuka < 1 cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot
yang ringan disebabkan oleh energy rendah atau fraktur
dengan luka terbuka menyerong pendek.
2) Derajat II
Kulit terbuka < 1 cm, tanpa uka lunak ryang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka
terbuka melintang sederhana dengan pemecahan minimal.
3) Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot ,
kulit,dan struktur neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh
energy tinggi dengan kehancuran komponen tulang yang
parah.
4) Derajat III A
Laserasi jaringan lunak yang lebih luas, cakupan tulang yang
memadai, fraktur segmental, pengupasan periosteal minimal.
5) Derajat III B
Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan
periosteal dan paparan tulang yang membutuhkan penutupan
jaingan, biasanya berhubungan dengan kontiminasi massif.
6) Derajat III C
Cidera vascular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth A et
al, 2015 ).

b. Fraktur tertutup
Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit
sehingga tidak ada kontak dengan dunia luar. Fraktur tertutup
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan lunak dan
mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung antara lain :

1) Derajat O
Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan
kerusakan jaringan lunak tidak begitu berarti.
2) Derajat I
Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energy
rendah sampai sedang dengan abrasi superfisial atau memar
pada jaringan lunak dipermukaan situs fraktur.
3) Derajat 2
Fraktur tertutup dengan memar yang significant pada otot,
yang mungkin dalam, kulit lecet terkontaminasi,yang
berkaitan dengan mekanisme energy sedang hingga berat dan
cidera tulang, sangat beresiko terkena sindrom
kompartement.
4) Derajat 3
Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan
gangguian arteri atau terbentuknya sindrom kompartement
(Kenneth A et al, 2015 ).
Menurut Purwanto (2016 ) berdasarkn garis frakturmya dibagi menjadi
a. Fraktur Kompleks
Terjadi patahan seluruh penampang tulang biasanya disertai dengan
perpindahan posisi tulang .
b. Fraktur inkomplit
Fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur Transfersal
Fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah tulang
d. Fraktur Oblig
Fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis tengah tulang.
e. Fraktur Spiral
Garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang sehingga
menciptakan pola spiral.
f. Fraktur kompresi
Adanya tekanan tulang pada satu sisi biasa disebabkan tekanan,
gaya aksial langsung diterapkan diatas sisi fraktur.
g. Fraktur kominutif
Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai
meghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih bagian.
h. Fraktur Impasi
Fraktur dengan salah satu irisan keujung atau ke fragment retak.

4. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh permukaan dikulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak disekitar tulang
tersebut, Jaringan lunak yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat disekitar fraktur.Sel – sel darah putih
dan sel – sel darah merah berakumulasi mengakibatkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut aktivitas osteoblast teransang dan
terbentuk tulang baru amatir yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel – sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang.Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan , okliusa darah total dan berakibat
anorexia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment ( Brunner &
Suddarrth,2015).
PATHWAY
Trauma tidak langsung Kondisi patologis
Osteoporosis, Osteomielitis,
Trauma langsung
keganasan
(Jatuh kecelakaan Benturan) Tekanan ada Tulang
Tulang Rapuh
Tidak mampu meredam energy
yang begitu besar

FRAKTUR Tidak mampu menahan beban


berat

Merusak Jaringan Sekitar Pergeseran Fragmen Tulang Prosedur Pembedahan

Menembus kulit (Fraktur


Pelepasan mediator Nyeri Pelepasan mediator inflamasi Trauma arteri/ vena
Terbuka)
↓ ↓ ↓ ↓
Histamin, prostalgladin, bradikinin,
Luka Vasodilatasi Perdarahan tidak terkontrol
serotonin,dll
↓ ↓ ↓ ↓
Kerusakan integritas Kehilangan volume cairan
Ditangkap reseptor nyeri perifer Peningkatan permeabilitas kapiler
Jaringan berlebihan
↓ ↓ ↓ ↓
Kerusakan pertahanan Resiko Syok
Implus ke otak Kebocoran cairan ke intertisiel
primer
↓ ↓ ↓
Port de entry kuman Persepsi nyeri Oedema
↓ ↓ ↓
Resiko Infeksi Nyeri Menekan pembuluh darah perifer

Perfusi Jaringan Perifer tidak

efektif
Gangguan mobilitas Keterbatasan Aktivitas
Fisik

Prosedur Anastesi

Kurang terpaparnya
Perdarahan SAB General anastesi Kamar Operasi
informasi
mengenai prosedur
↓ ↓ ↓ ↓
pembedahan
↓ Kehilangan cairan tidak terkontrol Kelemahan anggotan gerak Depressed SSP Suhu ruangan rendah
Ancaman kematian ↓ ↓ ↓
Linen pasien tipis cairan tubuh
↓ Penurunan motorik Penurunan kesadaran
dan darah
↓ ↓ ↓
Prosedur pemindahan dan Gangguan Rasa Nyaman
Pemasangan endotrakeal
transportasi
Ansietas ↓ ↓
Resiko Cedera Gangguan Ventilasi Spontan
5. Tanda dan Gejala
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) .Tanda dan gejala dari fraktur
antara lain :
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri dan adanya pembengkakan
c. Terdapat trauma ( kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
jatuh dari kamar mandi, penganiyaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga.
d. Gangguan fungsi anggota gerak
e. Deformitas, mengalami perubahan bentuk pada daerah fraktur.
f. Kelainan gerak
g. Pembengkakan dan perubahan warna local pada daerah fraktur
h. Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain.

5. Komplikasi
Menurut Sulystianingsih ( 2016) komplikasi fraktur yaitu :
a. Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi ,sebelum
ataupun setelah bedah, nyeri yang sangat hebat akan dirasakan pada
hari – hari pertama.
b. Gangguan mobilitas pada pasien sebelum dan pasca bedah, juga
akan terjadi sebagai akibat dri proses pembedahan.
c. Kelelahan sering kali terjadi yaitu kelelahan sebagai suatu sensasi ,
gejala nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala , dan kelemahan dapat
terjadi akibat kelelahan sistim muskuluskeletal,
d. Perubahan ukuran , bentuk, dan fungsi, tubuh yang dapat
mengubah sistim tubuh, keterbatasan gerak, kegiatan dan
penampilan juga sering kali dirasakan.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. X – Ray menentukan lokasi luasnya fraktur
b. Scan tulang memperlihatkan fraktur yang lebih jelas.
Mengidentifikasi karena jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan umtuk memastikan ada tidaknya kerusakan
d. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, dan
menurun pada perdarahan , peningkatan leukosit, sebagai respon
terhadap peradangan .
e. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah ,
transfuse atau cidera hati, ( Huda nurarif & Kusuma, 2015 )

8. Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk , lokasi,
serta usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada fraktur
menurut (Muttaqin A, 2015)
a. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang
terjadi, karena benturan, terjatuh, atau tertimpa, benda keras yang
menjadi alas an kuat pasien mengalami fraktur
b. Jika ditemukan luka yang terbuka , bersihkan dengan aniseptik ,
dan bersihkan perdarahan dengan cara di perban .
c. Lakukan reposisi ( pengembalian tulang ke posisi semula ) tetapi
hal ini hanya boleh dilakukan para ahli , dengan cara operasi oleh
ahli bedah untuk mengembalikan tulang ke posisi semula .
d. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau
papan dari kedua posisi tulang yang parah untuk menyangga agar
posisi tulang teap stabil.
e. Berikan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri sekitar luka , beri
perawatan pada luka fraktur baik itu pre operasi ataupun post
operasi .
f. Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula ( reposisi ) dan mempertahnkan posisi itu
selama masa penyembuhan patah tulan ( Syamsuhidayat & Jong ,
2015 ).
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
a. Fraktur Terbuka
Adalah kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6 – 8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh, dilakukan pembersihan
luka , eksisi,, heacthing situasi,antibiotic ,
Ada beberapa prinsipnya yaitu :
1) Harus ditegakan dan ditangani lebih dahulu akibat trauma
yang membahayakan jiwa airway, breathing, dan circulation.
2) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan bidai, menghentikan
perdarahan dengan klem.
3) Pemberian Antibiotik
4) Debridement dan irigasi sempurna
Debridement untuk membuang semua jaringan mati pada
daerah terbuka baik berupa benda asing. Untuk mengurangi
keoadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan
fiiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan ataupun
tampa tekanan.
5) Stabilisasi
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan
stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung
derajat patah terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat
1 & 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam
secara primer, utuk derajat 3 dianjurkan fiksasi luar.
Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan
langkah awal dari rehabilitasi pengguna.
6) Penutup Luka
7) Rehabilitasi
8) Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka diingat sebagai
penderita dengan kemugkinan besar mengalami cidera
ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan bahwa
terjadinya patah tulang diperlukan prinsip dasar yaitu airway,
breathing, dan circulation.
9) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
dengan terbukanya barrier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terncam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka luka yang
terjadi masih dalam stadium kontaminasi ( golden period ),
dan setelah waktu tersebut luka yang terbuka akan menjadi
luka infeksi.Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka
harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar
sasaran terakhir penangana patah tulang terbuka tercapai
walupun tinjauan dari segi perioritas penangananya . Sasaran
akhir ini adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang dan
pulihnya fungsi.
10) Pemberian antibiotic
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
berfariasi tergantung dimana patah tulang itu terjadi .
Pemberian antibiotic yang tepat sukar untuk ditentukan
sebaliknya antibiotic dengan spectrum luas untuk kuman
gram positif maupun negative.
b. Fraktur tertutup
Penatalaksanaan fraktur tertutup yaitu dengan pembedahan, perlu
diperhatikan karena memerlukan asuhan keperawatan yang
komprehensif perioperative yaitu reduksi tertutup dengan
memberikan traksi secara lanjut dan counter traksi yaitu
memanipulasi serta imobilisasi eksternal dengan menggunakan
gips. Reduksi tertutup yaitu dengan memberikan fiksasi eksternal
atau fiksasi perkuatan dengan K - wire .
c. Seluruh fraktur
1) Rekognisi / Pengenalan
Riwayat kajian harus jelas untuk menentukan diagnose dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi / manipulasi / reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang supaya kembali
secara optimal seperti semula. Dapat juga diartikan reduksi
fraktur (seting Tulang) adalah mengembalikan fragmen
tulang pada posisi kesejajaranya rotasfanatomis .
3) OREF ( open reduction and External Fiksasion )
Penanganan intra operatif pada fraktur terbuka derajat III
yaitu dengan cara reduksi terbuka diikuti ekstrnal orif
sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik . Keuntungan
fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pasca operasi yaitu
perawatan luka dengan pemberian antibiotic untuk
mengurangi resiko imfeksi , pemberian radiologik serial
darah lengkap serta rehabilitasi berupa latihan – latihan
secara teratur dan bertahap.sehingga ketika tujuan utama
penanganan fraktur bisa tercapai yaitu penyambungan fisik
organ anggota gerak baik proposional dan sembuh secara
fungsional ( tidak ada kekakuan lain dan hambatan dalam
melakukan gerakan )
4) ORIF ( open reduction and Internal Fiksasion )
Adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi
orif untuk mempertahankan posisi agar fragmen tulang tetap
menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini
berupa intra modullary nail biasanya digunakan untuk fraktur
tulang panjang dengan tipe fraktur transfer.
5) Etensi / Imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang .
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan kesejajaranya yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau internal. Metode fiksasi eksternal meliputi
pembalutan gips, bidai, traksi kontinu, dan teknik gips atau
fiksator eksternal.Impalnt logam dapat digunakan untuk
fiksasi imobilisasi fraktur
6) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler ( misal pengkajian
perdarahan, nyeri) dipantau dan ahli ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Asuhan Keperawatan pada klien fraktur menurut
(Muttaqin ,A,2015)
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenius kelamin, agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnose medis, nomor
registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atupun
kronik tergantung berapa lamanya serangan, unit memperoleh data
pengkajian yang lengkap, mengenai data pasien yang digunakan :
1) Proboking insiden : apa ada peristiwa factor nyeri
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan
pasien. Apakah panas, berdenyut / menusuk
3) Region Radiation of pain : apakah sakit bisa reda dalam
sekejap, apa terasa sakit menular,dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity / scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien berdasarkan skala nyeri.
5) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah
buruk pada waktu malam hari atau pagi hari
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan,
dapat secara degenerative / patologis yang disebabkan awalnya
perdarahan, kerusakan jaringan disekitar tulang mengakibatkan
nyeri, bengkak, pucat, perubahan warna kulit, dan terasa kesemutan
d. Riwayat penyakit terdahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah
punya penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit
Ostheoporosis / arthritis atau penyakit lain yang sifatnya menurun
atau menular.
e. Pola tingkat kesehatan
1) Pola persepsi hidup sehat
Klien fraktur apakah ada mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene atau mandi
2) Pola nutrisi dan metabolism
Klien fraktur tidak ada perubahan pada nafsu makan,
walaupun menu makanan disesuaikan dari rumah sakit.
3) Pola eliminasi
Perubahan BAK / BAB dalam sehari, apakah mengalami
waktu BAB dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning,
pada pasien fraktur diharapkan tidak ada gangguan BAK.
4) Pola istirahat tidur
Kebiasaan pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan
karena nyeri, misalnya nyeri Karena fraktur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena
fraktur mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat atau keluarga.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya,
perubahan pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola sensori kognitif
Adanya nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan, jika pada
pola kognitif dan pola berpikir tidak ada gangguan.
8) Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa
tidak berguna sehingga menarik diri.
9) Pola penaggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien jkadi depressi /
kepikiran mengenai kondisinya.
10) Pola reproduksi social
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan
pola seksual dan reproduksi,
11) Pola tata nilai kepercayaan
Terjadi kecemasan / stress untuk pertahanan klien meminta
mendekatkan diri pada Allah SWT.

2. Pemeriksaan fisik
Menurut (Muttaqin A, 2015 ) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan fisik secara umum ( status general ) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat ( local ). Hal ini
diperliukan untuk dapat melakukan perawatan total (total care).
a. Pemeriksaan fisik secara umum
Keluhan utama :
a) Keadaan klien : apatis, sopoor, koma, gelisah,
composmentis, yang bergantung pada klien.
b) Keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat. Tanda – tanda vital tidak normal terdapat
gangguan local, baik fungsi maupun bentuk.
c) Tanda – tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fisik maupun bentuk.
b. Pemeriksaan fisik Head to Toe :
1. Kepala:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflex menelan ada
3. Wajah
Inspeksi : Simetris,, Terlihat menahan sakit
Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk,
tidak ada lesi, dan tidak ada oedema
4. Mata
Inspeksi : Simetris,tidak ada gangguan seperti konungtiva,
tidak anemis ( karena tidak terjadi perdarahan )
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Telinga :
Inspeksi : Simetris, normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan lesi
6. Hidung
Inspeksi : Simetris, normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada deformitas, tidak
apernapasan cuping hidung.
7. Mulut
Inspeksi : Simetris, normal
Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat
8. Thorax
Inspeksi : Simetris, tida ada lesi, tidak ada bengkak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : tidak ada ronchi, wheezing ,
9. Paru
Inspeksi : Pernapasan meningkat, regular, atau tidak
tergantung, pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
Palpasi : Pergerakan simetris, fremitus terasa sama
Perkusi : sonor, tidak ada suara tambahan
Auskultasi : suara napas normal, tidak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya
10. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung tergantung, .
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : suara SI dan S2 tunggal
11. Abdomen
Inspeksi : simetris bentuk datar.
Palpasi : turgor baik, tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : suara timpani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20x / menit
12. Inguinal / Genetalia,
Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada
kesulitan BAB.

c Keadaan Luka :
Pemeriksaan pada sistim muskuluskeletal adalah sebagai berikut :
1) Inspeksi ( look )
Pada inspeksi dapat diperhatikan wajah klien, kemudian
warna kulit, kemudian saraf,tendon, ligament, dan jaringan
lemak, otot, kelenjar limfe, tulang dan sendi. Apakah ada
jaringan parut, warna kemerahan atau kebiruan, atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan, atau
adakah bagian yang tidak normal.
2) Palpasi ( feel ) Pada pemeriksaan palpasi yaitu :
Apakah ada pembengkakan, palpasi jaringan lunak supaya
mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot.apakah ada cairan
didalam atau diluar sendi, perhatikan bentuk tulang adakah
penonjolan atau abnormalitas
3) Pergerakan ( move )
Perhatikan gerakan pada sendi baik secara aktif /
aktif.Apakah pergerakan sendi diikuti adanya
krepitasi,lakukan pemeriksaan stabilitas sendi, ada
pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan range of
motion, dan pemeriksaan pada gerakan sendi aktif / pasif.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik yang dibuktikan dengan :
Data subyektif :
Mengeluh nyeri
Data obyektif
Tampak meringis
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Tekanan darah meningkat
Pola napas berubah
Diaforesis
b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri
dan / vena yang dibuktikan dengan :
Data subyektif :
Data obyektif :
Edema
c. Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan yang
dibuktikan dengan :
Data subyektif :
Data obyektif :
Penggunaan otot bantu napas meningkat
d. Resiko Infeksi dibuktikan dengan Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer (kerusakan integritas kulit)
e. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian yang dibuktikan dengan
Data subyektif :
Merasa kuatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
Data obyektif :
Tampak tegang
f. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri yang dibuktikan dengan :
Data subyektif :
Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Nyeri saat bergerak
Enggan melakukan pergerakan
Data obyektif :
Gerakan terbatas
g. Resiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan
h. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan stimulus lingkungan yang
dibuktikan dengan :
Data subyektif :
Mengeluh tidak nyaman
Mengeluh kedinginan
Data obyektif : -
i. Resiko cidera dibuktikan dengan ketidakamanan transportasi

Anda mungkin juga menyukai