Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

Siklus Keperawatan Medikal Bedah 2

Ol

OLEH:

Mita Sumita
(1641312032)

Pembimbing akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai

dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan

pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,

terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang

dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002)

B. Etiologi

Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan

pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering

berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan

bermotor. Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan

terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.

Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:


1. Peristiwa trauma (kekerasan)

a) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik

terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka

tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian

sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang

karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian

dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi

pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan

tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai

penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang

lengan bawah.

c) Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa

pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah

patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak

berkontraksi.
Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:

a) Trauma langsung

Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat

ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang

mengakibatkan fraktur.

b) Trauma tak langsung

Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.

c) Faktor patologik

 Kelelahan atau stres fraktur , Fraktur ini terjadi pada orang yang

yang melakukan aktivitas berulang – ulang pada suatu daerah

tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari

biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat

pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan

beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan

terjadi retak tulang.

 Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena

lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit

metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada

tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh

maka akan terjadi fraktur.

C. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1) Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar

Fraktur dapat dibagi menjadi :

a) Fraktur tertutup (closed),

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena

kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada

klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera

jaringan lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan

lunak bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang

nyata dan ancaman sindroma kompartement.

b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan

di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R.

Gustillo), yaitu:

 Derajat I :

i. Luka <1 cm

ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka

remuk.
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif

ringan

iv. Kontaminasi minimal

 Derajat II :

i. Laserasi >1 cm

ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi.

iii. Fraktur kominutif sedang

iv. Kontaminasi sedang

 Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas,

meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta

kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi

atas:

i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,

meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur

segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh

trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran

luka.

ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang

terpapar atau kontaminasi masif.

iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus

diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

2) Berdasarkan bentuk patahan tulang

Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme , yaitu:
a) Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap

sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang.

Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian

gips.

b) Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul

akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya

menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

c) Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring

dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

d) Segmental

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen

tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya

segmen sentral dari suplai darah.

e) Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau

terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen

tulang.
f) Greenstick

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak

lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian

juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak –

anak.

g) Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk

tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra

dengan dua vertebra lainnya.

h) Fraktur Fissura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang

yang berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah

tindakan reduksi.

3) Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng

pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat

berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi

akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi

karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga.

Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur

fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris :

a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng

pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi

tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul

melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi

tertutup.

c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan

epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari

lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya

dengan reduksi anatomi.

d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng

pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka

biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan

lanjut yang lebih besar.

e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari

gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang

Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup


Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang

Transversal Spiral Oblik Segmental

Kominuta Greenstick Impaksi Fissura


Gambar 3. Fraktur Menurut Salter – Harris
D. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,

hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan

lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan

dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa).

Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan

deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui

dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas

tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot

tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

c) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan

bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu

sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

d) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara

fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan

kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti


fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari

setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada

setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau

fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu

sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik,

dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan

mengalami cedera pada daerah tersebut.

E. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi

bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang

mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan

panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh

dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh.

Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur

kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar

anatomi tulang manusia :

Gambar 1: Anatomi Tulang


Sumber : www.adam.com
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi

tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka

tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan

mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas

206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan

darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama

garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi

sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan

elastis (Price dan Wilson, 2006).

Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan

pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang

antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta

tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).

a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)


OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan
di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar
tulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat
dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis.
Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang


membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya

terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki

luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat

pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan

tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus

medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.

Gambar 2 : Anatomi tulang tibia dan fibula Sumber :


www.adam.com

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)

Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,

terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus,

kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.

e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)

Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang

masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan

perantara sendi.

f. Falangus (ruas jari kaki)

Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri


dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian

ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut

tulang bijian (osteum sesarnoid).

2. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran

dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,

ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan

struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan

dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit

dan osteoklas.

Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1

dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui

suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan

jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase

alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium

dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki

aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam

darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan

tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis

kanker ke tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu

lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas

adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan

matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,


osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim

proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang

melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke

dalam aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006)

antara lain:

1. Sebagai kerangka tubuh.

Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk

tubuh.

2. Proteksi

Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,

misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung

dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di

bentuk oleh tulang- tulang kostae (iga).

3. Ambulasi dan Mobilisas.

Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan

tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system

pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada

tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang

digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.

4. Deposit Mineral

Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen

lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh

5. Hemopoesis

Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk


menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit

dalam sumsum merah tulang tertentu.

F. Patofisiologis

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila

tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan

fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2002). Sewaktu tulang patah

perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak

sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi

perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.

Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan

aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang

baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang

baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi

pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan

pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke

ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol

pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah

total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun

jaringan otot.

Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth,

2002 ). Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus

imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,

iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri

dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan

kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di

pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada

jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin

akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan

Wilson, 2006).

G. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara

lain:

1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom

kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a) Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak

kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias

menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel

ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,

pelvis dan vertebra.

b) Sindrom emboli lemak, Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat

menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung

lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan

oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan

sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,

perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),

tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

c) Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi

jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan

jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot

karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau

balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena

edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya :

iskemi,dan cidera remuk).

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang

tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan

sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya

menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa

sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan

dengan tekanan

d) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan

tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang

lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,

dan pembedahan.

e) Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke


dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga

karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

f) Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah

ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang

dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare,

2001).

2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,

delayed union, dan non union.

a) Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh

dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan

tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan

bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik.

b) Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union

merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena

penurunan suplai darah ke tulang.

c) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.


Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson,

2006).

H. Proses penyembuhan fraktur

Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :

1. Pembentukan hematom

Fraktur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan

periosteum sehingga timbul hematom.

2. Organisasi

Dalam 24 jam, kapiler dan fibroblas mulai tumbuh ke dalam

hematom disertai dengan infiltrasi sel – sel peradangan. Dengan

demikian, daerah bekuan darah diubah menjadi jaringan granulasi

fibroblastik vaskular.

3. Kalus sementara

Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau – pulau kartilago dan

jaringan osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago mungkin

timbul dari metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid ditentukan

oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang. Jaringan

osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula, mengalami

mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang tidak

teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara sebagian

besar lengkap pada sekitar hari kedua puluh lima.

4. Kalus definitif

Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan diganti

oleh tulang yang teratur dengan susunan havers – kalus definitif.


5. Remodeling

Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses

remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun

resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam

periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang

berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari

tulang tersusun kembali.

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur tulang

sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada jaringan lunak

yang berhubungan dengan trauma. Perawat menilai berdasarkan pada tanda dan

gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian

perawat akan menilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Paloor

(kepucatan/perubahan warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk

bergerak), Paresthesia (rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut)

untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal

fraktur (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik

definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian,

beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada

awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada hari berikutnya

untuk mendeteksi bentuk callus. Jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan

pemeriksaan complete blood count (CBC) untuk menilai banyaknya darah yang

hilang. Lebih lanjut, perawat akan menilai komplikasi yang mungkin terjadi dan
menentukan beberapa faktor resiko terhadap komplikasi dimasa depan (Revees,

Roux, Lockhart, 2001).

Adapun bentuk dari pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur, yaitu:

a) Sinar Rontgent : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

b) Scan tulang,CT Scan, MRI : memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak

c) Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d) Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑

e) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal

f) Profil koagulasi : pada keadaan kehilangan darah banyak, transfuse

multiple, atau cedera hati

F. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus

dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,

retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat


fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk

yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi

fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi

seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang

sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat

dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.

Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan

lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin

sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,

2002).

3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,

fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,

atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi

intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi

fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga

pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan

distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain

dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau

kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga

dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,

2000).

Prinsip dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang

diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona

trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan

rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk

menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary

treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive

treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang

dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).

4. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,

harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk

mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,

2000).

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur

menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai


menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat

penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu

pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti

pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal,

sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk

fiksasi yang bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan

mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu

dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka

waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan

pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya

mobilisasi.

G. Pengkajian

1. Pengkajian

a) Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa

nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan

lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang

lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:


• Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang

menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

• Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan

atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,

berdenyut, atau menusuk.

• Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,

apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana

rasa sakit terjadi.

• Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri

yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri

atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

• Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan

sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat

rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi

terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa

ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang

terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.


3) Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab

fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut

akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker

tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur

patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,

penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko

terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga

diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

b) Pengkajian Primer

• Airways

 Bagaimana jalan nafas, bisa berbicara secara bebas

 Adakah sumabatan jalan nafas? (darah, lendir,

makanan, sputum)

• Breathing

 Bagaimana frekuensi pernafasan,

teratur atau tidak, kedalamannya

 Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas?

 Apakah menggunakan otot tambahan? Apakah ada

reflek batuk?

• Circulation

 Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak,

lemah atau kuat


 Berapa tekanan darah?

 Akral dingin atau hangat, capillary refill < 3 detik

atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin

c) Pengkajian Sekunder

• Kepala : bagaimana bentuk kepala, rambut mudah

dicabut/tidak, kulit kepala bersih/tidak

• Mata : konjungtiva anemis +/-, sclera icterik +/-, besar

pupil, refleks cahaya +/-

• Hidung :bentuk simetris atau tidak, discharge +/-,

pembauan baik atau tidak.

• Telinga : simetris atau tidak, discharge +/-

• Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi caries +/-

• Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea +/-

• Dada

 Paru

Inspeksi : simetris atau tidak, jejas +/-,

retraksi intercostal Palpasi : fremitus kanan dan

kiri sama atau tidak

Perkusi : sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-

Auskultasi : vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing

+/-, crekles +/-


 Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak atau tidak

Palpasi : dimana ictus cordis teraba Perkusi :

pekak +/-

Auskultasi : bagaimana BJ I dan II, gallops +/-,

mur-mur +/-

 Abdomen

Inspeksi : datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas

+/- Auskultasi : bising usus +/-, berapa kali permenit

Palpasi : pembesaran hepar / lien Perkusi : timpani +/-,

pekak +/-

 Genetalia : bersih atau ada tanda – tanda infeksi

 Ekstremitas :

 Adakah perubahan bentuk: pembengkakan,

deformitas, nyeri, pemendekan tulang, krepitasi ?

 Adakah nadi pada bagian distal fraktur, lemah/kuat

 Adakah keterbatasan/kehilangan pergerakan

 Adakah spasme otot, ksemutan

 Adakah sensasi terhadap nyeri pada bagian distal

fraktur

 Adakah luka, berapa luasnya, adakah

jaringan/tulang yang keluar


 Psikologis :

 Cemas

 Denial

 Depresi

 Pemeriksaan Penunjang

 Sinar Rontgent : menentukan

lokasi/luasnya fraktur/trauma

 Scan tulang,CT Scan, MRI :

memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak

 Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan

vaskuler dicurigai

 Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑

 Kreatinin : trauma otot meningkatkan

beban kreatinin untuk klirens ginjal

 Profil koagulasi : pada keadaan kehilangan

darah banyak, transfuse multiple, atau

cedera hati
I. Daftar diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999)

adalah:

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan

fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/

immobilisasi, stress, ansietas.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan

oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor

kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak

nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas,

penurunan kekuatan / tahanan.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon

inflamasi tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan

kulit, insisi pembedahan.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi

atau gibs pada ekstrimitas

6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.

Anda mungkin juga menyukai