Anda di halaman 1dari 14

APLIKASI ASKEP GAWAT DARURAT & KRITIS

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

I. Konsep Dasar
A.  Definisi
Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak
disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.
Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang
atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan
tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2000:625)

B.  Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a.       Berdasarkan sifat fraktur.
1)      Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2)      Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b.      Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1)      Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2)      Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a)      Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
b)      Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
c)      Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang.
c.       Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1)      Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
2)      Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3)      Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
4)      Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
ke arah permukaan lain.
5)      Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d.      Berdasarkan jumlah garis patah.
1)      Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)      Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)      Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e.       Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1)      Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2)      Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a)      Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b)      Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)      Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
d)     Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e)      Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
(Suddarth, 2002:2354-2356)
C.    Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang
biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)
Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1)      Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2)      Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3)      Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1)      Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2)      Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
3)      Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)
a.       Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan
gerakan antar fregmen tulang
b.      Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen
tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas
yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c.       Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d.      Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e.       Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
·         Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
·        Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
·         Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur.
·         Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
·         Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
E.      Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma
langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang
yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
(Doenges, 2000:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa
sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner &
suddarth, 2002: 2387).
            Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Doenges, 2000:629).
F.  Proses Penyembuhan Tulang
a. Tahap Hematoma.
Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk ke area fraktur
setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur, terbenuklah
hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.
b. Tahap Poliferasi.
Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi
fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
c.    Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.
 Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus. Prakalus mencapai ukuran maksimal pada 14
sampai 21 hari setelah injuri.
d. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum dan korteks),
kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-10
kalus menutupi lubang.
e. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami proses tulang
sesuai dengan hasilnya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :


a.      Usia klien
b.      Immobilisasi
c.      Tipe fraktur dan area fraktur
d.      Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan
dengan  tulang kompak.
e.      Keadaan gizi klien.
f.      Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai.
g.      Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
h.      Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
i.        Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.
              (Doenges, 2000:632-633)
G. Komplikasi
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab
lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung
patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan
oleh reduksi yang kurang memadai.
d.   Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari
proses penyembuhan fraktur.
e.    Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada
fraktur.
f.     Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli
yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan
organ lain.
g.    Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani
segera.
h.    Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan
syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena
pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.(Brunner & suddarth, 2002: 2390).
      

H. Pemeriksaan Penunjang
1.      X.Ray
2.      Foto Ronsen
3.      Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
4.       Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5.      CCT kalau banyak kerusakan otot.
(Carpenito 2000:50)

I. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
2. Konservatif
                  Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi dapat
berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti disektomi dengan peleburan
yang digunakan untuk menyatukan prosessus spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah
untuk menjembatani discus detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis
spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks. Microdiskectomy atau percutaeneus
diskectomy untuk menggambarkan penggunaan operasi dengan mikroskop, melihat potongan
yang mengganggu dan menekan akar syaraf.
   (Carpenito 2000:50)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a.      Pengkajian
B1 (Breathing) : 
B2 (Blood)        : 
B3 (Brain) :      
B4 (Bleader)  : 
B5 ( Bowel)     :
B6 (Bone)        : 
b.      Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada open fraktur tibia
1/3 distal dextra, diantaranya :
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada

c.       Intervensi Keperawatan

Pain Management
§  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
§  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
§  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
§  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§  Kurangi faktor presipitasi nyeri
§  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§  Tingkatkan istirahat
§  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Latihan Kekuatan
§  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
§  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
§  Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
§  Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
§  Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
§  Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
§  Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
§  Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
§  Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
§  Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

Pressure Management
§  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
§  Hindari kerutan padaa tempat tidur
§  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
§  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
§  Monitor kulit akan adanya kemerahan
§  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
§  Monitor status nutrisi pasien
§  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Infection Control (Kontrol infeksi)


§  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
§  Pertahankan teknik isolasi
§  Batasi pengunjung bila perlu
§  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
§  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
§  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
§  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
§  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
§  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
§  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
§  Tingktkan intake nutrisi
§  Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
§  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
§  Monitor hitung granulosit, WBC
§  Monitor kerentanan terhadap infeksi
§  Batasi pengunjung
§  Saring pengunjung terhadap penyakit menular
§  Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
§  Pertahankan teknik isolasi k/p
§  Berikan perawatan kuliat pada area epidema
§  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
§  Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
§  Dorong masukkan nutrisi yang cukup
§  Dorong masukan cairan
§  Dorong istirahat
§  Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
§  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
§  Ajarkan cara menghindari infeksi
§  Laporkan kecurigaan infeksi

Teaching : disease Process


§  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
§  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
§  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
§  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
§  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
§  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
§  Hindari harapan yang kosong
§  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
§  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
§  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
§  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
§  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
§  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
§  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

d.      Implementasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2011), Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

e.       Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya
(Nursalam, 2011), maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan, yaitu:
a.       Nyeri yang dialami pasien berkurang.
Kriteria hasil:
1)      Pasien menyatakan nyeri berkurang
2)      Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
3)      Pasien tampak rileks
4)      TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg
5)       Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit
6)      Skala nyeri 0 dari 0 - 10
7)      Wajah tampak tenang dan rileks.
8)      Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.

b.      Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi


Kriteria hasil :
1)      Penyembuhan luka sesuai waktu
2)      Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

c.       Perfusi jaringan efektif


Kriteria hasil :
1)      Meningkatkan perfusi jaringan
2)      Tingkat kesadaran composmentis
3)      Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
4)      Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
5)      Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg)
6)       Nadi perifer tidak teraba
7)       Edema perifer tidak ada

d)     Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan mobilitas fisik dapat
berkurang
Kriteri hasil :
1)      Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin
2)      Mempertahankan posisi fungsional
3)      Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit

e)      Resiko syok hipovolemik tidak terjadi


Kriteria hasil :
1)      Klien tidak mengeluh pusing
2)      Membra mukosa lembab
3)      Turgor kulit normal
4)      TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80 mmHg)
5)      CRT <2 detik
7)      Urine >600 ml/hari
f)       Tidak terjadi infeksi
Kriteri hasil :
1)      Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
2)      Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
3)      Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4)      Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)

Daftar Pustaka

·         Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta


·         Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai