Oleh:
B. ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang
meremukkan, Gerakan memuntir yang mendadak atau bahkan karena otot
yang ekstrem (Brunner & Suddarth, 2016).
Penyebab fraktur menurut (Wahid, 2013), adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patahan melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari
tempat terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, serta penarikan.
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasar, 2017), penyebab dapat dibedakan
menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
Menurut (Nampira, Yudhistira, & Citrashanti, 2014) fraktur batang
radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan
ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga
tengah tulang (Hartanto, 2013).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur bedasarkan (Asikin, Nasir, & Podding, 2016), dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu :
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a) Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Berikut ini gejala klinis yang ditimbulkan akibat fraktur menurut (Black
& Hawks, 2014), yaitu :
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masingmasing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika
fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur
yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cederaa yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasai
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah atau gesekan
atar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
E. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi Antebrachii
1. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput
pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus
radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal.
Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang.
Processus styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus
ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
(Hartanto, 2013).
2. Tulang Ulna
Menurut (Hartanto, 2013), ulna adalah tulang stabilisator pada lengan
bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari
dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium.
Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon, struktur ini
membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.
3. Sistem Otot
Tabel 1.1 Sistem otot lengan bawah
4. Persiapan Alat
a. Meja Instrument
- Duk panjang : 4 buah
- Duk tebal : 2 buah
- Duk kecil : 4 buah
- Gown steril : 6 buah
- Handuk Steril : 5 buah
- Sarung meja mayo : 1 buah
- Bengkok : 1 buah
- Cucing : 1 buah
- Kom kecil : 1 buah
b. Meja Mayo
No Nama alat Jumlah
1. Towel klem (Duk klem) 5
2. Washing & dressing forceps (Desinfeksi klem) 1
3. Pincet chirurgis (Tissue forcep) 2
4. Pincet anatomis (Desecting forcep) 2
5. Handvat/ Scalp blade/handle mess no.3/4 1
6. Surgical scissor curve (gunting jaringan) 1
7. Metzenbaum scissor (Gunting metzenbaum) 1
8. Gunting benang 1
9. Mosquito klem bengkok 5 5
10. Klem pean manis sedang 2
11. Kocher lurus sedang 2
12. Needle holder 1
c. Instrumen Tambahan
1. Langenback / hak tajam 2/2
2. Sprider 1
3. Raspatorium 1
4. Hopman (cobra) 2
5. Bone Reduction/bone tang 2
6. Knable tang 1
7. Screw Driver 1
8. Canule Suction 1
9. Tapper corticle 3.5 + corticle 4.0 1
10. Bor listrik + kunci 1
11. Drill bit (mata bor) 2.5 1
12. Pengukur/penduga 1
6. Teknik instrumentasi
Sign in
1. Saat pasien berada di ruang premedikasi, lakukan proses sign in
sebelum dilakukan induksi anestesi, meliputi :
a. Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan
lembar persetujuan operasi.
b. Penandaan area operasi
c. Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
d. Kesiapan fungsi pulse oksimeter
e. Riwayat alergi pasien
f. Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
g. Resiko kehilangan darah
2. Pindahkan pasien ke kamar operasi
3. Tim anestesi melakukan pembiusan pada pasien secara GA
4. Pasang arde di paha kiri pasien
5. Cuci daerah yang akan dioperasi menggunakan chlorhexidine 4% dan
keringkan dengan duk steril/kasa setril
6. Instrument melakukan scrubing, gowning, dan gloving
7. Instrument membantu operator dan asisten melakukan gowning dan
gloving
8. Instrument memberikan desinfeksi klem dan cucing yang didalamnya
telah diberi deppers dan povidon iodine pada operator untuk desinfeksi
9. Drapping
• Berikan underpad steril pada bawah tangan pasien
• Berikan duk tebal bawah tangan pasien untuk melapisi underpad
steril
• Berikan duk tebal untuk bagian atas
• Berikan doek kecil dibentuk segitiga untuk melingkarkan di
tangan pasien, kemudian fiksasi dengan duk klem
• Kemudian berikan duk panjang satu untuk menutupi bagian
lengan pasien sampai badan tertutup dan duk panjang satu lagi
untuk menutupi area atas kemudian difiksasi dengan duk klem
• Tutup tangan pasien dengan menggunakan handscoon
10. Siapkan alat-alat penunjang seperti kabel diatermi dan EMP tambah
kanula yang dibantu dengan perawat sirkuler. Pasang monopolar, slang
suction, kabel bor dan fiksasi menggunakan kasa dan duk klem
11. Dekatkan meja mayo di lapangan operasi
12. Berikan informasi kepada operator bahwa instrument siap
Time Out
13. Time out, (konfirmasi nama tim operasi dan tugas, konfirmasi nama
pasien, jenis tindakan, dan area yang akan di operasi, pemberian
antibiotik profilaksis, tindakan darurat di luar standart operasi, estimasi
lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama
pembiusan, sterilitas alat instrumen bedah, perhatian khusus pada
peralatan). Operator dipersilahkan memimpin berdoa.
14. Operator melakukan insisi area operasi berikan handle mess no. 4
(mess no.22) untuk insisi dan pinset chirugis
15. Berikan handle mess no. 3 dan mess no. 10 untuk memperdalam insisi
sampai fascia
16. Berikan pean dan kassa kering pada asisten untuk rawat perdarahan.
17. Berikan couter monopolar pada operator untuk rawat perdarahan
18. Berikan langenback untuk membantu ekspose dan memperluas lapang
pandang area operasi
19. Berikan rasparatorium apabila sudah kelihatan otot,untuk membuka
otot secara tumpul dan dibantu dengan hak. Berikan mosquito dan
kassa kering pada asisten untuk rawat perdarahan
20. Kemudian berikan cobra pada operator ketika sudah menemukan
tanda/titik tulang untuk menandai titik tulang yang fraktur dan berikan
bone tang/reduction untuk memegang dan reposisi pada tulang yang
fraktur.
21. Berikan scapleaple/currretage dan knable tang untuk membersihkan
garis patahan tulang sekaligus lakukan spooling dengan NaCl 0,9 %
lalu lakukan suction
22. Setelah area tulang kelihatan, berikan reduction untuk memegang dan
reposisi pada tulang yang fraktur.
23. Berikan plate small DCP 6 hole pada operator untuk dipasang dan pean
untuk mempermudah memasukkan plate
24. Berikan verburgee untuk memfiksasi tulang dan plate dengan baik
25. Berikan bor listrik yang telah diasang mata bor ukuran 2.5 pada
operator untuk memasang screw, pada saat mengebor semprot dengan
cairan NS menggunakan spuit 10cc
26. Setelah dibor berikan pengukur untuk menentukan ukuran screw, lalu
berikan tapper corticle 3.5 untuk membuat alur, kemudian berikan
screw corticle 3.5 sesuai ukuran dan dan berikan screw driver untuk
memasang screw. Hal ini diulang sampai jumlah screw yang diminta
terpasang semua pada regio radius dan ulna 1/3 tubular 6 hole
27. Setelah selesai taruh bengkok dibawah area yang dioperasi, cuci dengan
NS 0,9%, asisten menyedot dengan suction dan operator membersihkan
dengan kassa
Sign Out
28. Konfirmasi tindakan operasi, kecocokan jumlah instrumen, kasa, jarum
sebelum dan sesudah operasi, apakah ada permasalahan alat yang
digunakan, perhatian khusus pada masa recovery pasien)
29. Jahit dalam dengan vicryl 2.0/3.0 jarum atraumatik round + pinset
anatomis
30. Jahit kulit dengan proline 3.0 jarum atraumatik cutting + pinset
chirugis.
31. Bersihkan area operasi dengan kassa basah kemudian keringkan dengan
kassa kering. Tutup luka insisi dengan sufratule kemudian kassa kering
dan hipafix
32. Balut area fraktur yang telah di operasi menggunakan softband ukuran
10 cm kemusian dilapisi dengan elastic bandage ukuran 10 cm
33. Operasi selesai, perawat instrument menginventaris alat-alat dan bahan
habis pakai catat di lembar depo farmasi, kemudian mencuci dan
menata alat-alat pada instrument set, serta merapikan kembali ruangan.
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
34. Alat yang sudah dipergunakan dan dibawa semua ke ruang pencucian
alat
35. Alat-alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam
dengan sterizime 10 cc dalam 1 liter air selama 15 menit
36. Alat yang sudah direndam kemudian di cuci dengan air bersih
37. Jangan lupa sikat dan buka semua alat (misal klem berarti harus dibuka
klemnya, missal gunting berarti harus dibuka) dengan tujuan agar sela-
sela klem dan gunting bersih, tidak ada kotoran maupun jaringan yang
tersisa
38. Bilas alat dengan air mengalir kemudian di keringkan
39. Inventarisasi alat
40. Lalukan pengepakan alat (sesuai dengan standar pengepakan) kemudian
diberi indikator dan keterangan isi dari alat
DAFTAR PUSTAKA
Andri, J., Febriawati, H., Padila, P., J, H., & Susmita, R. (2020). Nyeri pada Pasien Post
Op Fraktur Ekstremitas Bawah dengan Pelaksanaan Mobilisasi dan Ambulasi
Dini. Journal of Telenursing (JOTING), 2(1), 61–70.
https://doi.org/10.31539/joting.v2i1.1129.
Asikin, M., Nasir, M., & Podding, I. T. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Erlangga.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing vol. 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Fatmasari, A. (2019). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Close Fraktur Radius
Di Recovery Room RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan.
Hartanto. (2013). Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta: Erlangga.
Helmi, Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Istianah, U. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasar, W. (2017). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kneale, J., & Davis, P. ( 2011). Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Kronborg, L., Bandholm, T., Palm, H., Kehlet, H., & Kristensen, M. T. (2017).
Effectiveness of Acute in-Hospital Physiotherapy with Knee-Extension Strength
Training in Reducing Strength Deficits in Patients with a Hip Fracture: A
Randomised Controlled Trial. PLOS ONE, 12(6). e0179867.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0179867.
Nampira, Yudhistira, & Citrashanti. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis (Ed.1). Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2016). Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika.
Jakarta: Salemba Medika.
Oeyi, M. S. (2021). Profil Kejadian Fraktur Radius Ulna Pada Anak Yang Di Rawat Di
RSUP Dr.M.Djamil Padang Pada Tahun 2017-2020. Diploma Thesis. Universitas
Andalas.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Potter, P., & Perry, A. G. (2016). Buku Ajar Fundamental: Konsep, Proses dan Praktik
(edisi 4). Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R., & De Jong, W. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong.
Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: Trans Info Media.
Yasmara, D. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Lahan
( )