Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULAN

CF RADIUS ULNA DENGAN TEKNIK INSTRUMENTASI ORIF


(OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

Oleh:

Silvy Herlinda, Amd.Kep

PELATIHAN PENATALAKSANAAN PERIOPERATIF PASIEN


DI KAMAR BEDAH BAGI PERAWAT
INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2023
A. DEFINISI
Patah tulang atau fraktur merupakan suatu keadaan terputusnya
kontinuitas pada tulang, yang menyebabkan hilangnya ketidak stabilan
mekanisme pada tulang yang diakibatkan karena trauma atau akibat
kecelakaan (Kronborg, Bandholm, Palm, Kehlet, & Kristensen, 2017).
Fraktur radius-ulna adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
ditentukan dari jenis dan luasnya terjadi pada tulang radius dan ulna
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2017).
Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius
dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma
langsung maupun trauma tidak langsung (Helmi, 2013).

B. ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang
meremukkan, Gerakan memuntir yang mendadak atau bahkan karena otot
yang ekstrem (Brunner & Suddarth, 2016).
Penyebab fraktur menurut (Wahid, 2013), adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patahan melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari
tempat terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, serta penarikan.
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasar, 2017), penyebab dapat dibedakan
menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
Menurut (Nampira, Yudhistira, & Citrashanti, 2014) fraktur batang
radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah,
kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan
ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga
tengah tulang (Hartanto, 2013).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur bedasarkan (Asikin, Nasir, & Podding, 2016), dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu :
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a) Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

b) Fraktur terbuka (Open/Compound)


Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
1) Grade 1 : luka atau laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi
fragmen minima
2) Grade 2 : luka atau laserasi > 2 cm, kontosio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Grade 3 : luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur :
a) Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktur inkomplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti :
1) Hair Line Fraktur ( patah retak rambut )
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma :
a) Fraktur Transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat trauma angulasinya.
c) Fraktur Spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di sebabkan
trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi
Fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah :
a) Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
b) Fraktur Segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan
c) Fraktur Multiple
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang :
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga di sebut lokasi
fragmen.
c) Fraktur Kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
d) Fraktur Patologis
Fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang.
e) Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.

D. MANIFESTASI KLINIS
Berikut ini gejala klinis yang ditimbulkan akibat fraktur menurut (Black
& Hawks, 2014), yaitu :
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang
sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
masingmasing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika
fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur
yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cederaa yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasai
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah atau gesekan
atar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.

E. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi Antebrachii

Gambar 1.1 Anatomi Radius Ulna

1. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput
pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus
radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal.
Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang.
Processus styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus
ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
(Hartanto, 2013).
2. Tulang Ulna
Menurut (Hartanto, 2013), ulna adalah tulang stabilisator pada lengan
bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari
dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium.
Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon, struktur ini
membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.
3. Sistem Otot
Tabel 1.1 Sistem otot lengan bawah

Fungsi Otot Origo Insersio Nerve Action


Flexors m. biceps Caput longum: Bagian Musculocut Flexi
brachii tuberositas posterior aneus shoulder
supraglenoida tuberositas (C5, C6) dan
lis radius elbow,
Caput brevis: supinasi
processus forearm
coracoideus
m. Setengah Processus Musculocut Flexi
brachialis bawah coronoideus aneus elbow
permukaan dan (C5, C6),
depan dari tuberositas radial nerve
humerus, ulna (C7)
intermuscular
septum
m. Di atas Sisi lateral Radial nerve Flexi
brachiora 2/3 dari radius di (C5, C6) elbow
dialis lateral atas
supracondylus processus
humerus, lateral styloideus
intermuscular
septum
m. pronator Caput Pertengahan Median nerve Pronasi
teres humerus: dari (C6, C7) forearm,
epicondylus permukaan flexi
medialis lateral radius elbow
humeri Caput
ulnaris:
processus
coronoideus

Fungsi Otot Origo Insersio Nerve Action


m. triceps Long head: Permukaan Radial Extensi
brachii Infraglenoid Atas Nerve Elbow
tubercle olecranon (C6-C8) dan
scapula shoulder

m. Permukaan Permukaan Radial nerve Extensi


Extensors anconeus belakang lateral (C6- C8) Elbow
epicondylus olecranon,
lateral humerus sepermpat
atas
permukaan
belakang
ulna
m. pronator Caput Pertengahan Median nerve Pronasi
teres humerus: dari (C6, C7) forearm,
epicondylus permukaan flexi
medialis lateral radius elbow
humeri Caput
ulnaris:
Pronators processus
coronoideus
m. pronator Bagian bawah Bagian bawah Median nerve Pronasi
quadratus dari permukaan dari (C7, C8) forearm
depan ulna permukaan
depan
radius
m. Epycondylus Facies Posterior Supinasi
supinator lateralis anterior radii interosseous forearm
humeri,lig (proximal dan nerve
colaterale distal (C6, C7)
Supinators radialedan dari
anulare radii, tuberositas
crista musculi radii)
supinatori ulna
m. biceps Caput longum: Bagian Musculocut Flexi
brachii tuberositas posterior aneus shoulder
supraglenoida tuberositas (C5, C6) dan
lis radius elbow,
Caput brevis: supinasi
processus forearm
coracoideus

Tampak Posterior Tampak Inferior


Gambar 1.2 Otot lengan (Paulsen & Waschke, 2013)

F. PERUBAHAN BENTUK ANATOMI


G. PATHWAY
Pathway Fraktur (Yasmara, 2016)
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur
iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa
reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat
adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal
ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di
dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa
eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidajat & De Jong,
2017).
Menurut (Istianah, 2017), penatalaksanaan medis antara lain :
1. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi
selama pengobatan.
2. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
3. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan
plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi
ekstremitas yang mengalami fraktur.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut (Kneale & Davis, 2011), latihan rehabilitasi dibagi menjadi
tiga kategori yaitu :
a) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau
kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada
otot yang diperbaiki post bedah.
b) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat.
c) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan
memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan
jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau
dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas
atas.
I. TEKNIK INSTRUMENTASI
1. Definisi
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi
dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut
tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk
mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur. Fungsi ORIF
untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan
tidak mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra medullary
nail, biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
transvers (Potter & Perry, 2016).
2. Persiapan Pasien
- Pastikan ketepatan identifikasi pasien
- Cek informed consent pembedahan dan anestesi
- Cek penandaan area operasi
- Cek kelengkapan data lain (apakah pasien puasa, jika ya dimulai jam
berapa, riwayat alergi pasien, vital sign pasien, persiapan darah untuk
resiko kehilangan darah)
- Menanggalkan semua perhiasan yang digunakan pasien (bila ada) dan
diserahkan pada keluarga pasien
- Persiapan psikologis pasien.
- Posisikan pasien sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan
- Cek kelengkapan pemeriksaan penunjang (misalnya foto rontgen, CT
Scan, dll)
3. Persiapan Lingkungan (ruangan & elektronik/elektromedik)
- Menata ruangan dan mengatur penempatan kursi,mesin couter, mesin
suction, meja instrument, troley, waskom, meja mayo.
- Memastikan mesin suction, mesin ESU, dan lampu operasi dalam
keadaan baik.
- Mengatur suhu ruangan
- Memberi perlak dan doek pada meja operasi, sarung meja mayo pada
meja mayo, persiapan linen steril dan instrument yang akan di gunakan.
- Menempatkan tempat sampah ditempat yang sesuai agar mudah
dijangkau.

4. Persiapan Alat
a. Meja Instrument
- Duk panjang : 4 buah
- Duk tebal : 2 buah
- Duk kecil : 4 buah
- Gown steril : 6 buah
- Handuk Steril : 5 buah
- Sarung meja mayo : 1 buah
- Bengkok : 1 buah
- Cucing : 1 buah
- Kom kecil : 1 buah

b. Meja Mayo
No Nama alat Jumlah
1. Towel klem (Duk klem) 5
2. Washing & dressing forceps (Desinfeksi klem) 1
3. Pincet chirurgis (Tissue forcep) 2
4. Pincet anatomis (Desecting forcep) 2
5. Handvat/ Scalp blade/handle mess no.3/4 1
6. Surgical scissor curve (gunting jaringan) 1
7. Metzenbaum scissor (Gunting metzenbaum) 1
8. Gunting benang 1
9. Mosquito klem bengkok 5 5
10. Klem pean manis sedang 2
11. Kocher lurus sedang 2
12. Needle holder 1

c. Instrumen Tambahan
1. Langenback / hak tajam 2/2
2. Sprider 1
3. Raspatorium 1
4. Hopman (cobra) 2
5. Bone Reduction/bone tang 2
6. Knable tang 1
7. Screw Driver 1
8. Canule Suction 1
9. Tapper corticle 3.5 + corticle 4.0 1
10. Bor listrik + kunci 1
11. Drill bit (mata bor) 2.5 1
12. Pengukur/penduga 1

5. Bahan Habis Pakai


No Nama Alat Jumlah
1. Handscoen steril no. 6,5 / 7 / 7,5 3/2/1
2. Under pad on/ steril 3/3
3. Spuit 10 cc / 50 cc 1/1
4. Povidone iodine 10% 2
5. Folley catheter sesuai ukuran / urobag 1/1
6. Mess no.22/15 1/1
Deppers steril / Kasa steril / Big
7. 10/20/5
Kassa
8. Sufratul 1
9. NS 0,9% / WFI 2/1
10. Suction bag/EMP 1/1
11. Hipafix / bonewax 1/1
12. Softban / elastic bandage 1/1
13. Transofix 1
14. Towel/wash gloves 1
15. EMP / Suction bag 1/1
16. Proline 3.0 / 4.0 1/1
17. Vicryl 3.0 1
18. Arde / Couter 1/1
19. Opsite besar 1

6. Teknik instrumentasi
Sign in
1. Saat pasien berada di ruang premedikasi, lakukan proses sign in
sebelum dilakukan induksi anestesi, meliputi :
a. Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan
lembar persetujuan operasi.
b. Penandaan area operasi
c. Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
d. Kesiapan fungsi pulse oksimeter
e. Riwayat alergi pasien
f. Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
g. Resiko kehilangan darah
2. Pindahkan pasien ke kamar operasi
3. Tim anestesi melakukan pembiusan pada pasien secara GA
4. Pasang arde di paha kiri pasien
5. Cuci daerah yang akan dioperasi menggunakan chlorhexidine 4% dan
keringkan dengan duk steril/kasa setril
6. Instrument melakukan scrubing, gowning, dan gloving
7. Instrument membantu operator dan asisten melakukan gowning dan
gloving
8. Instrument memberikan desinfeksi klem dan cucing yang didalamnya
telah diberi deppers dan povidon iodine pada operator untuk desinfeksi
9. Drapping
• Berikan underpad steril pada bawah tangan pasien
• Berikan duk tebal bawah tangan pasien untuk melapisi underpad
steril
• Berikan duk tebal untuk bagian atas
• Berikan doek kecil dibentuk segitiga untuk melingkarkan di
tangan pasien, kemudian fiksasi dengan duk klem
• Kemudian berikan duk panjang satu untuk menutupi bagian
lengan pasien sampai badan tertutup dan duk panjang satu lagi
untuk menutupi area atas kemudian difiksasi dengan duk klem
• Tutup tangan pasien dengan menggunakan handscoon
10. Siapkan alat-alat penunjang seperti kabel diatermi dan EMP tambah
kanula yang dibantu dengan perawat sirkuler. Pasang monopolar, slang
suction, kabel bor dan fiksasi menggunakan kasa dan duk klem
11. Dekatkan meja mayo di lapangan operasi
12. Berikan informasi kepada operator bahwa instrument siap
Time Out
13. Time out, (konfirmasi nama tim operasi dan tugas, konfirmasi nama
pasien, jenis tindakan, dan area yang akan di operasi, pemberian
antibiotik profilaksis, tindakan darurat di luar standart operasi, estimasi
lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama
pembiusan, sterilitas alat instrumen bedah, perhatian khusus pada
peralatan). Operator dipersilahkan memimpin berdoa.
14. Operator melakukan insisi area operasi berikan handle mess no. 4
(mess no.22) untuk insisi dan pinset chirugis
15. Berikan handle mess no. 3 dan mess no. 10 untuk memperdalam insisi
sampai fascia
16. Berikan pean dan kassa kering pada asisten untuk rawat perdarahan.
17. Berikan couter monopolar pada operator untuk rawat perdarahan
18. Berikan langenback untuk membantu ekspose dan memperluas lapang
pandang area operasi
19. Berikan rasparatorium apabila sudah kelihatan otot,untuk membuka
otot secara tumpul dan dibantu dengan hak. Berikan mosquito dan
kassa kering pada asisten untuk rawat perdarahan
20. Kemudian berikan cobra pada operator ketika sudah menemukan
tanda/titik tulang untuk menandai titik tulang yang fraktur dan berikan
bone tang/reduction untuk memegang dan reposisi pada tulang yang
fraktur.
21. Berikan scapleaple/currretage dan knable tang untuk membersihkan
garis patahan tulang sekaligus lakukan spooling dengan NaCl 0,9 %
lalu lakukan suction
22. Setelah area tulang kelihatan, berikan reduction untuk memegang dan
reposisi pada tulang yang fraktur.
23. Berikan plate small DCP 6 hole pada operator untuk dipasang dan pean
untuk mempermudah memasukkan plate
24. Berikan verburgee untuk memfiksasi tulang dan plate dengan baik
25. Berikan bor listrik yang telah diasang mata bor ukuran 2.5 pada
operator untuk memasang screw, pada saat mengebor semprot dengan
cairan NS menggunakan spuit 10cc
26. Setelah dibor berikan pengukur untuk menentukan ukuran screw, lalu
berikan tapper corticle 3.5 untuk membuat alur, kemudian berikan
screw corticle 3.5 sesuai ukuran dan dan berikan screw driver untuk
memasang screw. Hal ini diulang sampai jumlah screw yang diminta
terpasang semua pada regio radius dan ulna 1/3 tubular 6 hole
27. Setelah selesai taruh bengkok dibawah area yang dioperasi, cuci dengan
NS 0,9%, asisten menyedot dengan suction dan operator membersihkan
dengan kassa
Sign Out
28. Konfirmasi tindakan operasi, kecocokan jumlah instrumen, kasa, jarum
sebelum dan sesudah operasi, apakah ada permasalahan alat yang
digunakan, perhatian khusus pada masa recovery pasien)
29. Jahit dalam dengan vicryl 2.0/3.0 jarum atraumatik round + pinset
anatomis
30. Jahit kulit dengan proline 3.0 jarum atraumatik cutting + pinset
chirugis.
31. Bersihkan area operasi dengan kassa basah kemudian keringkan dengan
kassa kering. Tutup luka insisi dengan sufratule kemudian kassa kering
dan hipafix
32. Balut area fraktur yang telah di operasi menggunakan softband ukuran
10 cm kemusian dilapisi dengan elastic bandage ukuran 10 cm
33. Operasi selesai, perawat instrument menginventaris alat-alat dan bahan
habis pakai catat di lembar depo farmasi, kemudian mencuci dan
menata alat-alat pada instrument set, serta merapikan kembali ruangan.
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
34. Alat yang sudah dipergunakan dan dibawa semua ke ruang pencucian
alat
35. Alat-alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam
dengan sterizime 10 cc dalam 1 liter air selama 15 menit
36. Alat yang sudah direndam kemudian di cuci dengan air bersih
37. Jangan lupa sikat dan buka semua alat (misal klem berarti harus dibuka
klemnya, missal gunting berarti harus dibuka) dengan tujuan agar sela-
sela klem dan gunting bersih, tidak ada kotoran maupun jaringan yang
tersisa
38. Bilas alat dengan air mengalir kemudian di keringkan
39. Inventarisasi alat
40. Lalukan pengepakan alat (sesuai dengan standar pengepakan) kemudian
diberi indikator dan keterangan isi dari alat
DAFTAR PUSTAKA

Andri, J., Febriawati, H., Padila, P., J, H., & Susmita, R. (2020). Nyeri pada Pasien Post
Op Fraktur Ekstremitas Bawah dengan Pelaksanaan Mobilisasi dan Ambulasi
Dini. Journal of Telenursing (JOTING), 2(1), 61–70.
https://doi.org/10.31539/joting.v2i1.1129.
Asikin, M., Nasir, M., & Podding, I. T. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Erlangga.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing vol. 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Fatmasari, A. (2019). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Close Fraktur Radius
Di Recovery Room RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan.
Hartanto. (2013). Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta: Erlangga.
Helmi, Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Istianah, U. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasar, W. (2017). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kneale, J., & Davis, P. ( 2011). Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Kronborg, L., Bandholm, T., Palm, H., Kehlet, H., & Kristensen, M. T. (2017).
Effectiveness of Acute in-Hospital Physiotherapy with Knee-Extension Strength
Training in Reducing Strength Deficits in Patients with a Hip Fracture: A
Randomised Controlled Trial. PLOS ONE, 12(6). e0179867.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0179867.
Nampira, Yudhistira, & Citrashanti. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis (Ed.1). Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2016). Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Jakarta: Salemba Medika.
Jakarta: Salemba Medika.
Oeyi, M. S. (2021). Profil Kejadian Fraktur Radius Ulna Pada Anak Yang Di Rawat Di
RSUP Dr.M.Djamil Padang Pada Tahun 2017-2020. Diploma Thesis. Universitas
Andalas.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Potter, P., & Perry, A. G. (2016). Buku Ajar Fundamental: Konsep, Proses dan Praktik
(edisi 4). Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R., & De Jong, W. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong.
Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: Trans Info Media.
Yasmara, D. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pelatihan keperawatan perioperatif di kamar bedah di


Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang periode 23 Oktober
2023 – 24 Januari 2024 dengan judul " CF Radius Ulna dengan Teknik
Intrumentasi ORIF (OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)” telah
dilaksanakan dan dinyatakan selesai serta telah mendapatkan persetujuan :

Mengetahui, Malang November 2023

Pembimbing Lahan

( )

Anda mungkin juga menyukai