Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Orang Dengan Masalah

Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai

masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas

hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan

Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat

menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai

manusia.

Salah satu manifestasi dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab penderita

dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah suatu

keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara

fisik, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Sering disebut juga gaduh

gelisah atau amuk dimana seseorang marah atau berespon terhadap suatu stressor

dengan gerakan motorik yang berlebihan (Stuart, 2009).

Terapi aktivitas kelompok suatu kegiatan terapi modalitas yang

diselenggarakan oleh perawat kepada sekelompok klien yang memiliki masalah

1
2

dalam keperawatan. Keliat & Akemat: 2004 menyatakan“terapi aktivitas

kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada

sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas

digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan”.

Kelompok terapis diinginkan bisa mengikuti terapi aktivitas kelompok

perilaku kekerasan dari sesi satu sampai sesi ke lima. Diharapkan terapis dapat

melakukan seperti berikut: TAK stimulasi persepsi: perilaku kekerasan (Keliat

dan Akemat, 2004). Sesi 1: mengenal perilaku kekerasan yang biaa dilakukan.

Sesi 2: mencegah perilaku kekerasan fisik. Sesi 3: mencegah perilaku kekerasan

sosial. Sesi 4: mencegah perilaku kekerasan spiritual. Sesi 5: mencegah perilaku

kekerasan dengan patuh mengonsumi obat

Terapi kelompok sendiri memiliki manfaat sebagi berikut: Dapat mengobati

klien dalam jumlah banyak. Anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-

masalah mereka, sehingga menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan,

dan meningkatkan klien untuk berpartisipasi dan bertukar pikiran, masalah dengan

orang lain. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengali gaya-gaya

komunikasi dari klien dalam lingkungan yang aman dan mampu menerima umpan

balik dari orang lain. Anggota kelompok dapat belajar bermacam cara dalam

memecahkan masalah, serta dapat membantu memecahkan masalah orang lain.

Anggota kelompok dapat belajar peranannya dalam kelompok (sebagai anggota,

pembantu therapist). Kelompok dapat menimbulkan pemahaman/pengertian,

konfrontasi, identifikasi, kelompok rujukan (Yosep,2009).

Keluarga merupakan peranan penting untuk menentukan keberhasilan dalam

asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa perilaku kekerasan. Keluarga


3

yang mampu berperan untuk mendukung proses penyembuhan secara baik maka

pasien mampu berperilaku secara normal tanpa berperilaku kekerasan. Namun

demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, maka pasien mengalami

perilaku kekerasan bahkan lebih tidak terkontrol dari sebelumnya. Perlunya pasien

mengikuti program Terapi Aktivitas Kelompok perilaku kekerasan yang

diselenggarakan oleh Pusekasmas.Adanya dukungan dari keluarga untuk

mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok perilaku kekerasan. Hal ini tentunya tidak

lepas dari manfaat terapi aktivitas kelompok perilaku kekerasan pada ODGJ bagi

keluarga dalam membantu proses penyembuhan orang dengan gangguan jiwa.

Setiap tahun jumlah penderita gangguan jiwa semakin meningkat. Saat ini

diperkirakan ada 450 juta penderita gangguan jiwa di seluruh dunia. Laporan

World Health Organization (WHO) 2001 menyebutkan satu dari empat orang

bakal menderita gangguan mental atau neurologis. Data Departemen Kesehatan

tahun 2007, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih

dari 28 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46

persen menderita gangguan jiwa berat (www.kompas.com

/kompascetak/0110/12/nasional/ pema25.htm, diunduh 7 Desember 2015). Hasil

penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga

Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19

orang setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress (Depkes RI,2009).

Di UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo Kota Blitar pasien dengan gangguan

jiwa berjumlah 116 orang. Sedangkan orang dengan perilaku kekerasan sendiri

mencapai 40 orang. Dalam penyelenggaraan TAK di UPTD Kesehatan

Kecamatan Sukorejo berjumlah 14 orang. Berdasarkan studi pendahuluan tanggal


4

04 September 2015 keluarga yang mendampingi pasien TAK perilaku kekerasan

berjumlah 6, yang mengatakan bermanfaat 2 orang dan yang mengatakan tidak

bermanfaat 4 orang jika diprosentase yang mengatakan bermanfaat 33% dan yang

mengatakan tidak bermanfaat 67%. Yang mengatakan tidak bermanfaat ini

beralasan karena tidak ada yang mengantar, lupa untuk menghadiri. Dari 14 orang

yang mengikuti TAK Perilaku Kekerasan sesi 1-5 hanya 2 orang.

Dari data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Manfaat Terapi

Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan pada ODGJ bagi Keluarga di UPTD

Kesehatan Sukorejo Kota Blitar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai

berikut:”Bagaimana Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan pada

ODGJ bagi Keluarga di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar? ”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan

pada ODGJ bagi keluarga di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai dasar bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya

yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.2 Bagi UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo Kota Blitar

Sebagai acuan untuk perencanaan program selanjutnya dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

meningkatkan mutu pelayanan.


5

1.4.3 Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan

dengan keluarga gangguan jiwa pentingnya pasien mengikuti Terapi Aktivitas

Kelompok Perilaku Kekerasan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Manfaat

2.1.1 Pengertian manfaat

Manfaat adalah guna, faedah dan mundarat untung dan rugi; baik dan buruk.

Manfaat yang langsung dapat dinikmati karena adanya investasi, yang dapat

berupa kenaikan fisik hasil produksi, perbaikan kualitas produksi, dan penurunan

biaya.: (http://kbbi.web.id/manfaat, Tanggal akses 21 Desember 2015).

2.1.2 Cara Pengukuran

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Peneliti atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tindakan diatas (Notoatmodjo,2007).

Hasil prosentase dan pengolahan data kemuadian diinterprestasikan dengan

menggunakan standatr kriteria.

Rumus yang digunakan adalah (Sutomo, 2011):

P= x 100%

Keterangan:

P = prosentase

F = jumlah jawaban yang benar

N = jumlah soal

a) Bermanfaat, didapat hasil ≥55%

6
7

b) Tidak bermanfaat, didapat hasil <55%

2.2 Konsep Perilaku Kekerasan

2.2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang

yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan

pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan

diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah

tindakan agresif yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang lain.

Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat beupa perilaku merusak lingkungan,

melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa

ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah.

Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali penyebab

perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah (Yusuf, Firyasari & Nihayati,

2015).

Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respon marah yang paling

maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagian

respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan

sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons

kemarahan yang paling maladapif yang ditandai dengan perasaan marah dan

bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak

diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat,1991 dalam Yusuf, Firyasari &

nihayati, 2015).

2.2.2 Proses tejadinya perilaku kekerasan

a) Faktor predisposisi
8

1) Teori biologik

(a) Neurologik factor,beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap,

neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi

atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat

agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku

bermusuhan dan respons agresif.

(b) Genetic factor, adanyafaktor gen yang diturunkan melalui orangtua, menjadi

potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dala gen

manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan

bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe

karyo type XXY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak

kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.

(c) Cycardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada

individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami

peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk

kerja

2.2.3 Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Violence


Gambar 2.1 Rentang respon

Yusuf, Ah., Fitriyasari, R. & Nihayati, H. E. 2015

Asertif : menggemukkan pendapat/ekspresi tidak senang/tidak setuju tanpa

menyakiti lawan bicara. Hal ini menimbulkan ketegangan.


9

Frustasi : respons akibat gagal mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman.

Individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan alternatif

lain.

Pasif : perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk

mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-

haknya. Merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, sulitdiajak

bicara.

Agresif : sesuatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan mental

untuk bertindak dan masih terkontrol.

Violence : rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri

sehingga dapat merusak diri dan lingkungan.

2.2.4 Penyebab Perilaku Kekerasan

a) Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga

individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung dan lekas marah.

b) Frustasi akibat tujuan tidak tecapai atau terhambat sehingga individu merasa

cemas dan terancam. Individu akan berusaha mengatasi tanpa memperhatikan

ha-hak orang lain.

c) Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan

ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung.

2.2.5 Respon marah yang diungkapkan dengan cara

a) Mengungkapkan secara verbal/langsung pada saat itu sehingga dapat

melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaannya.

b) Menekan kemarahan atau pura-pura tidak marah. Hal ini mempersulit diri dan

mengganggu hubungan interpersonal.


10

c) Menentang atau melarikan diri. Cara ini menimbulkan rasa bermusuhan dan

bila dipakai terus menerus kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri

atau orang lain sehingga akan tampak sebagai psikosomatis atau agresi/amuk.

2.2.6 Perubahan yang terjadi

a) Fisiologi

Tekanan darah meningkat, respirasi rate meningkat, napas dangkal, tonus otot

meningkat, muka merah, peningkatan saliva, mual, penurunan peristaltik lambung

atau perubahan kadar HCl lambung, fight atau flight, peningkatan frekuensi

berkemih, dilatasi pupil.

b) Emosi

Jengkel, labil, tidak sadar, ekspresi wajah tegang, pandangan tajam, merasa

tidak aman, bermusuhan, marah, bersikeras, dendam, menyerang, takut, cemas,

merusak benda.

c) Intelektual

Bicara mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan, konsentrasi menurun,

persuasif.

d) Sosisal

Menarik diri, sinis, agresif, mengejek, menolak, kasar, humor.

e) Spiritual

Ragu-ragu, moral bejat, maha kuasa, kebajikan.

(Ernawati dalam Suliswati, dkk 2009: 90-92)

2.3 TAK Stimulasi Persepsi: Perilaku Kekerasan

2.3.1 Sesi 1: mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


11

Tujuan

a) Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.

b) Klien dapat menyebutkan respons yangh dirasakan saat marah (tanda dan

gejala marah).

c) Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku

kekerasan).

d) Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.

Setting

a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

b) Ruangan nyaman dan tenang

Alat

a) Papan tulis/flipchart/whiteboard

b) Kapur/spidol

c) Buku catatan dan pulpen

d) Jadwal kegiatan klien

Metode

a) Dinamika kelompok

b) Diskusi dan tanya jawab

c) Bermain peran/ simulasi

Langkah kegiatan

a) Persiapan

1) Memilih klien perilaku yang sudah kooperatif.

2) Membuat kontrak dengan klien.

3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.


12

b) Orientasi

1) Salam terapeutik

(a) Salam terapis kepada klien.

(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).

(c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).

2) Evaluasi/ validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini

(b) Menanyakan masalah yang dirasakan.

3) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan

(b) Menjelaskan aturan main berikut.

(1) Jika ada klien yang ingi meninggalkan kelompok, harus mita izin

kepada terapis

(2) Lama kegiatan 45 menit

(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja

1) Mendiskusikan penyebab marah.

(a) Tanyakan pengalaman tiap klien

(b) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard.

2) Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh

penyebab marah sebelum perilaku kekerasan rerjadi.

(a) Tanyakan persaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan

gejala).
13

(b) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard.

3) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,

merusak lingkungan, mencederai / memukul orang lain, dan memukul diri

sendiri).

(a) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.

(b) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard.

4) Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering

dilakukan untut diperagakan.

5) Melakukan bermain peran / simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak

berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan

perilaku kekerasan).

6) Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran / simulasi.

7) Mendiskusikan dampak /akibat perilaku kekerasan.

(a) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.

(b) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard.

8) Memberikan reinforcement pada peran serta klien.

9) Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.

10) Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan; akibat

perilaku kekerasan.

11) Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang sehat

menghadapi kemarahan.

d) Tahap terminasi
14

1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

(b) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif.

2) Tindak lanjutt

(a) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab

marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi;serta akubat

perilaku kekerasan.

(b) Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala; perilaku

kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.

3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku

kekerasan.

(b) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampuan yang

diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala,

perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formulasi

evaluasi sebagai berikut

2.3.2 Sesi 2:Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik


15

Tujuan

a) Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

b) Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku

kekerasan.

c) Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah

perilaku kekerasan.

Setting

a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

b) Ruangan nyaman dan tenang.

Alat

a) Kasur / kantong tinju / gendang

b) Papan tulis / flipchart / whiteboard

c) Buku catatan dan pulpen

d) Jadwal kegiatan klien

Metode

a) Dinamika kelompok

b) Diskusi dan tanya jawab

c) Bermain peran / simulasi

Langkah kegiatan

a) Persiapan

1) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 1.

2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

b) Orientasi
16

1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien

(b) Klien dan terapis pakai papan nama.

2) Evaluasi / validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab; tanda dan

gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.

3) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara fisik untuk mencegah perilaku

kekerasan.

(b) Menjelaskan aturan main berikut.

(1) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin

kepada terapis.

(2) Lama kegiatan 45 menit.

(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja

1) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien.

(a) Tanyakan kegiatan: rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa

dilakukan klien.

(b) Tulis dipapan tulis / flipchart / whiteboard.

2) Menjelaskan kagiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan

kemarahan secara sehat: tarik napas dalam, menjemur / memukul kasur /

bantal, menyikat kamar mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju,

dan memukul gendang.


17

3) Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.

4) Bersama klien mempraktikkan dua kegiatan yang dipilih.

(a) Terapis mempraktikkan.

(b) Klien melakukan redemonstrasi.

5) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikkan cara penyaluran

kemarahan.

6) Memberikan pujian pada peran serta klien.

7) Upayakan semua klien berperan aktif.

d) Tahap terminasi

1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien settelah mengikuti TAK.

(b) Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasaan.

2) Tindak lanjut

(a) Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus

penyebab perilaku kekerasan.

(b) Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari.

(c) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien.

3) Kontrak yang akan datang.

(a) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang

asertif.

(b) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi
18

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi perilakukekerasan Sesi 2, kemampuan yang

diharapkan adalah 2 kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

Formulir evaluasi sebagai berikut.

2.3.3 Sesi 3: Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial

Tujuan

a) Klien dapat mengungkapakan keinginan dan permintaan tanpa memaksa.

b) Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan.

Setting

a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

b) Ruangan nyaman dan tenang.

Alat

a) Kasur / kantong tinju / gendang

b) Papan tulis / flipchart / whiteboard

c) Buku catatan dan pulpen

d) Jadwal kegiatan klien

Metode

a) Dinamika kelompok

b) Diskusi dan tanya jawab

c) Bermain peran / simulasi

Langkah Kegiatan

a) Persiapan

1) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 2.


19

2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

b) Orientasi

1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Klien dan terapis pakai papan nama.

2) Evaluasi / validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta

perilaku kekerasan.

(c) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah

dilakukan.

3) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu, cara sosial untuk mencegah perilaku

kekerasan.

(b) Menjelaskan atuaran main berikut.

(1) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin

kepada terapis.

(2) Lam kegiatan 45 menit.

(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja

1) Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang

lain.

2) Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien.


20

3) Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan, yaitu “ Saya

perlu/ ingin/ minta . . ., yang akan saya gunakan untuk . . .”.

4) Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada

poin c.

5) Ulangi d sampai semua klien mencoba.

6) Memberikan pujian pada peran serta klien.

7) Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati

pada orang lain, yaitu “ saya tidak dapat melakukan . . .” atau “ saya tidak

menerima dikatakan ...” atau “ saya kesal dikatakan seperti ...”.

8) Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada

poin d.

9) Ulangi h sampai semua klien mencoba.

10) Memberikan pujian pada peran serta klien.

d) Tahap terminasi

1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

(b) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah

dipelajari.

(c) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.

2) Tindak lanjut

(a) Menganjurkan klient menggunakan kegiatan fisik dan interaksi sosial yang

asertif, jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi

(b) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif

secara teratur.
21

(c) Memasukkan intertaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian

klien.

3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan ibadah.

(b) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 3, kemampuan klien yang

diharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan secara sosial.

2.3.4 Sesi 4: Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual

Tujuan

Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur

Setting

a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.

b) Ruangan nyaman dan tenang.

Alat

a) Papan tulis / flipchart / whiteboard dan alat tulis

b) Buku catatan dan pulpen

c) Jadwal kegiatan klien

Metode

a) Dinamika kelompok

b) Diskusi dan tanya jawab


22

c) Bermain peran / simulasi

Langkah kegiatan

a) Persiapan

1) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi.

2) Menyiapkan alat dan tempat.

b) Orientasi

1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Klien dan terapis pakai papan nama.

2) Evaluasi / validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta

perilaku kekerasan.

(c) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk

mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.

3) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah

perilaku kekerasan.

(b) Menjelaskan aturan main berikut.

(1) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin

kepada terapis.

(2) Lama kegiatan 45 menit.

(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja
23

1) Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing klien.

2) Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing-masing klien.

3) Menulis kegiatan ibadah masing-masing klien.

4) Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.

5) Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.

6) Memberikan pujian pada penampilan klien.

d) Tahap terminasi

1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

(b) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah

dipelajari.

(c) Memberikan pijian dan penghargaan atas jawaban yang benar.

2) Tindak lanjut

(a) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang

asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku kekerasan

terjadi.

(b) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif,

dan kegiatan ibadah secara teratur.

(c) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien.

3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum obat teratur.

(b) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi
24

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulus persepai perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan klien yang

diharapkan adalah perilaku 2 kegiaran ibadah untuk mencegah kekerasan.

2.3.5 Sesi 5: mencegah perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengonsumsi Obat

Tujuan

a) Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat.

b) Klien dapat menyebu5kan akibat / kerugian tidak patuh minum obat.

c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

Setting

a) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

b) Ruangan nyaman dan terang.

Alat

a) Papan tulis / flipchart/ whiteboard dan alat tulis

b) Buku catatan dan pulpen

c) Jadwal kegiatan klien

d) Beberapa contoh obat

Metode

a) Dinamika kelompok

b) Diskusi dan tanya jawab

Langkah kegiatan

a) Persiapan

1) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 4.

2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.


25

b) Orientasi

1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Klien dan terapis pakai papan nama.

2) Evaluasi / validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Menanyakan apakah ada penyebab marah, interaksi sosial yang asertif dan

kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku kekerasant sudah dilakukan.

3) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu petuh minum obat untuk mencegah

perilaku kekerasan.

(b) Menjelaskan aturan main berikut.

(1) Jika klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin

kepada terapis.

(2) Lama kegiatan 45 menit.

(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c) Tahap kerja

1) Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien: nama dan warna (upayakan

tiap klien menyampaikan).

2) Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.

3) Tuliskan di whiteboart hasil a dan b.

4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum

obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.

5) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
26

6) Berikan pujian pada klien yang benar.

7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).

8) Mendiskusikan peranan klien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard).

9) Menjelaskan keunungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah

perilaku kekerasan /kambuh.

10) Menjelaskan akibat / kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian

perilaku kekerasan/ kambuh.

11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan

kerugian tidak patuh minum obat.

12) Memberi pujian setiap kali klien benar.

d) Tahap terminasi

1) Evaluasi

(a)Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

(b)Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah

dipelajari.

(c)memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.

2) Tindak lanjut

(a) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial asertif,

kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku

kekerasan.

(b) Memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian klien.

3) Kontrak yang akan datang


27

Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan disepakati jika

klien perlu TAK yang lain.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 5, kemampuan yang

diharapkan adalah mengatahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum

obat, dan akibat tidak patuh minum obat.

2.3.6 Manfaat terapi kelompok

Menurut Yosep, 2009 menyatakan manfaat terapi kelompok sebagai berikut:

a) Dapat mengobati klien dalam jumlah banyak.

b) Anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-masalah mereka, sehingga

menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan, dan meningkatkan klien

untuk berpartisipasi dan bertukar pikiran, masalah dengan orang lain.

c) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengali gaya-gaya komunikasi

dari klien dalam lingkungan yang aman dan mampu menerima umpan balik

dari orang lain.

d) Anggota kelompok dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah,

serta dapat membantu memecahkan masalah orang lain.

e) Anggota kelompok dapat belajar peranannya dalam kelompok (sebagai

anggota, pembantu therapist).

f) Kelompok dapat menimbulkan pemahaman/pengertian, konfrontasi,

identifikasi, kelompok rujukan.


28

Menurut Purwaningsih & Karlina, 2012 terapi aktifitas kelompok mempunyai

manfaat:

a) Terapi aktifitas kelompok mempunyai manfaat:

1) Umum

(a) Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui komunikasi

dan umpan balik dengan atau dari orang lain.

(b) Melakukan sosialisasi

(c) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.

2) Khusus

(a) Meningkatkan identitas diri

(b) Menyalurkan emosi secara konstruktif

(c) Membangkitkan ketrampilan hubungan enterpersonal atau sosial

3) Rehabilitasi

(a) Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri

(b) Meningkatkan ketrampilan sosial

(c) Meningkatkan kemampuan empati

(d) Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah.

b) Tujuan terapi aktifitas kelompok

Menuru Purwaningsih & Karlina, 2012 terapi aktivitas kelompok mempunyai

tujuan:

1) Mengembangkan stimulasi kognitif

Tipe: Biblioterapy

Aktifitas: Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk merangsang

dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.


29

2) Mengembangkan stimulus sensori

Tipe: Musik, seni, menari

Aktifitas: Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan

Tipe: Relaksasi

Aktifitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot, dan

imajinasi

3) Mengembangkan orientasi realitas

Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi

Aktifitas: Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah bantu

memenuhi kebutuhan.

4) Mengembangkan sosialisasi

Tipe: kelompok remotivasi

Aktifitas: Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi

Tipe: Kelompok mengingatkan

Aktivitas: Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif

2.4 Konsep Keluarga

2.4.1 Pengertian Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan (1988) dalam Sudiharto 2007, keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa

orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan

perkawinan yang sah, mampu memenuhi hidup spiritual da meteriil yang layak,

bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara
30

anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (menurut BKKBN (1999)

dalam Sudiharto 2007).

Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan

perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,

mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga( Duvall (1986)) dalam

Andarmoyo, 2012).

2.4.2 Tujuan dasar keluarga

Tujuan dasar pembentukan keluarga adalah: 1) Keluarga merupakan unit dasar

yang memeliki pengaruh kuat terhadap pengembangan individu, 2) Keluarga

sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota keluarag dengan

kebutuhan dan tuntutan masyarakat, 3) Keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih

sayang, sosio-ekonomi dan kebutuhan seksual, 4) Keluarga memiliki pengaruh

yang penting terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga

diri.

Alasan mendasar mengapa keluarga menjadi fokus sentral dalam perawatan

adalah:

a) Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera, perpisahan)

yang memengaruhi satu atau lebih keluarga, dan dalam hal tertentu, sering

akan memengaruhi anggota keluarga yang lain, dan unit ini secara keseluruhan;

b) Ada hubungan yang kuat dan signifikan antara keluarga dan status kesehatan

para anggota;
31

c) Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada peningkatan,

perawatan diri (self care), pendidikan kesehatan, dan konseling keluarga, serta

upaya-upaya yang berarti dapat mengurangi risiko yang diciptakan oleh pola

hidup keluarga dan bahaya dari lingkungan;

d) Adanya masalah-masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga dapat

menyebabkan ditemukannya faktor-faktor risiko pada anggota keluarga yang

lain;

e) Tingkat pemahaman dan berfungsinya seorang individu ttidak lepas dari andil

sebuah keluarga;

f) Keluarga merupakan sistetm pendukung yang sangat vital bagi kebutuhan-

kebutuhan individu (Andarmoyo, 2012).

2.4.3 Bentuk keluarga

Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut.

a) Keluarga inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan

perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak,

baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

b) Keluarga asal (family of origin),merupakan suatu unit keluarga tempat asal

seseorang dilahirkan.

c) Keluarga besar (Extended fsmily),keluarga inti ditambah keluarga yang lain

(karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,

sertakeluarga pasangan sejenis (guy/ lesbian families).

d) Keluarga berantai (sosial family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria

yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
32

e) Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan /atau

kematian pasangan yang dicintai.

f) Keluarga komposi (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan

hidup bersama.

g) Keluarga kohabitasi (cohabitation family), dua orang menjadi satu keluarga

tanpa pernikahan, bisa memliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga

ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun

keluarga kohabitasi ini mulai dapat diterima.

h) Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai global dan

pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang tidak

lazim, misalnya anak perempuan nikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah

dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan keponakannya, ibu

menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan

anak perempuan tirinya. Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai

budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat

kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.

i) Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan

perkawinan. Keluarga tradisioanal diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga

nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah

ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga

nontradisional adalah sekelompok orang tinggal di sebuah asrama (Sudiharto,

2007).
33

2.4.4 Struktur keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga, melaksanakan

fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi

oleh Friedman mengatakan ada empat elemen truktur keluarga, yaitu: (Suprajitno,

2004).

a) Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-maing anggota

keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau

peran formal dan informal.

b) Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari

dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

c) Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola

komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak,

dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.

d) Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga

untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku

keluarga yang mendukung kesehatan.

2.4.5 Fungsi keluarga

Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut

(Sudiharto, 2007).

a) Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling

menerima dan mendukung.


34

b) Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu

keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di

lingkungan sosial.

c) Fungsi reproduksi, fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan

menambah sumber daya manusia.

d) Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga memenuhi kebutuhan keluarga, seperti

sandang, pangan dan papan.

e) Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

Fungsi keluarga dalam perawatan dan pemeliharaan kesehatan dapat

diwujudkan dalam kemampuan keluarga melaksanakan tugas keluarga dalam

pemeliharaan kesehatan keluarga. Freeman, (1981) dalam Setiadi 2008 membagi

lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan dengan melihat kemampuan keluarga

dalam (Wiyono, 2013):

a) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.

Dalam menampilkan tugas mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya,

dilihat dari pengetahuan keluarga tentang arti, tanda dan gejala dan penyebab dari

masalah kesehatan

b) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Dalam menampilkan tugas mengambil keputusan untuk melakukan tindakan

yang tepat bagi keluarga, dilihat dari pengetahuan keluarga tentang dampak dari

masalah yang muncul, alternatif-alternatif pemecahan masalah dan kemampuan

mengambil keputusan terhadap masalah kesehatan


35

c) Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Dalam menampilkan tugas memberikan keperawatan anggota keluarga yang

sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

yang terlalu muda, dilihat dari pengetahuan keluarga tentang perawatan yang

dibutuhkan dan kemampuan melakukan prosedur tindakan.

d) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

Dalam menampilkan tugas mempertahankan suasana dirumah yang

menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga,

dilihat dari pengetahuan keluarga tentang lingkungan yang sesuai dengan masalah

kesehatan dan kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan

e) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada).

Dalam menampilkan tugas mempertahankan hubungan timbal balik antara

keluarga dan lembaga kesehatan (memanfaatkan fasilitas yang ada), dilihat dari

pengetahuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan bagi masalah

kesehatan yang dihadapi.

Fungsi keluarga menurut UU no. 10 tahun 1992 jo PP no. 21 tahun 1994 dalam

Wiyono, 2013.

a) Fungsi keagamaan

Membina norma ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota

keluarga.

b) Fingsi budaya
36

Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-

norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.

c) Fungsi cinta kasih

Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota

keluarga dalam symbol-symbol secara optimal dan terus menerus.

d) Fungsi perlindungan

Memenuhi rasa aman anggota keluaraga baik dari rasa tidak aman yang imbul

dari dalam maupun dari dalam anggota.

e) Fungsi reproduksi

Membina hubungan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik

bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

f) Fungsi sosialisasi

Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai

wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.

g) Fungsi ekonomi

Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga

dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.

h) Fungsi pelestarian lingkungan

Membina kesadaran, sikap praktek pelestarian lingkungan intern keluarga.

2.4.6 Tugas keluarga di bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tuga di

bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Suprajitno,

2004).
37

a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan

keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu

tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber

sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan

kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan

anggota sekecil apa pun yang dialami anggota anggota keluarga secara tidak

langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya

perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan pa yang terjadi,

dan seberapa besar perubahannya.

b) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini

merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat

sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga

yang mempunyai kemampuan memutuska untuk menentukan tindakan

keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat

agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan

tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga

telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki

keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan

lanjutan atau dapat dilakukan di institusi pelayana kesehatatn atau dirumah

apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk

pertolongan petama.
38

d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menajamin kesehatan keluarga.

e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

2.4.7 Peranan Keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam

situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga

adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam kontens

keluarga (Setiadi, 2008).

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain adalah

(Setiadi, 2008):

a) Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mKmpunyai peran sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa aman bagi bagi setiap anggota

keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

b) Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga

sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

c) Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,

mental, sosial dan spiritual.


39
2.5 Kerangka Konseptual

Manfaat setelah dilakukannya TAK PK:


1. Mengenal perilaku kekerasan yang Bermanfaat
biasa dilakukan
Keluarga ODGJ 2. Mencegah perilaku kekerasan fisik
perilaku kekerasan 3. Mencegah perilaku kekrasan sosial
4. Mencegah perilaku kekerasan spiritual TidakBermanfaat
5. Mencegah perilaku kekerasan dengan
patuh mengonsumsi obat

Keluarga mampu menangani


Tugas keluarga: atau mencegah peningkatan
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. pengendalian emosi atau
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. perilaku kekerasan
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menajamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

Keterangan :
Diteliti :
TidakDiteliti :

Gambar 2.1 Kerangka konseptual manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan pada ODGJ bagi keluarga
(menurut teori Keliat & Akemat, 2004, Suprajitno, 2004)

40
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat memengaruhi

akurasi suatu hasil. Istilah rancangan penelitian digunakan dalam dua hal,

pertama, rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data,

dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk mendefinisikan struktur

penelitian yang akan dilaksanakan (Nursalam, 2003).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian deskriptif yang bertujuan

untuk mendiskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi

pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih

menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Nursalam, 2003:83).

Penelitian ini bertujuan untuk manfaat Terapi Aktivitas Kelompok pada ODGJ

bagi keluarga ODGJ di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar.

41
42

3.2 Kerangka Kerja Penelitian

Menetapkan populasi keluarga dengan keluarganya orang dengan


gangguan jiwa yang mengikuti TAK perilaku kekerasan di UPTD
kesehatan Sukorejo

Menetapkan sampel keluarga orang dengan gangguan jiwa yang


mengikuti TAK di UPTD kesehatan di Sukorejo

Total Sampling

Pengumpulan data

Mengolah data

Analisa data

Menyusun laporan hasil penelitian

Gambar 3.1 Kerangka kerja Penelitian


Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok pada ODGJ bagi keluarga ODGJ

3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang

memenuhi kriteria yang telah di tetapkan (Nursalam, 2011). Populasi dalam

penelitian ini adalah keluarga dengan keluarganya orang dengan gangguan jiwa

yang mengikuti TAK perilaku kekerasan di UPTD kesehatan Sukorejo dengan

jumlah 13 orang.
43

3.3.2 Sampel

Sampel terdiri bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011). Sampel dari

penelitian ini adalah keluarga orang dengan gangguan jiwa yang mengikuti TAK

Perilaku Kekerasan di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar dengan jumlah 13

orang.

Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pemilihan sampel, maka peneliti

menetapkan ke dalam kriteria inklusi penelitian. Kriteria inklusi adalah

karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau

dan akan diteliti (Nursalam, 2011).

c.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2011). Teknik sampling yang digunakan

oleh peneliti adalah total sampling. Total sampling yaitu sampel yang digunakan

adalah total dari populasi (Sarwono, 20110). Hal tersebut didukung oleh

pernyataan dari Arikunto 2006. Apabila tsubjeknya kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

3.4 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data

3.4.1 Tempat Penelitian

Peneliti melaksanakan penelitian di wilayah kerja UPTD Sukorejo meliputi:

Kelurahan Blitar, Kelurahan Sukorejo, Kelurahan Karangsari, Kelurahan Turi,


44

Kelurahan Tlumpu, KelurahanTanjungsari, Kelurahan Pakunden Kecamatan

Sukorejo Kota Blitar.

3.4.2 Waktu Pengumpulan Data

Waktu pengumpulan data dilakukan oleh peneliti pada tanggal 25-26 Juni

2016.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dll) oleh Soeprapto, dkk, 2000:54 dalam

( Nursalam, 2003:). Variabel dalam penelitian ini yaitu, manfaat Terapi Aktivitas

Kelompok pada ODGJ bagi keluarga ODGJ di UPTD Kesehatan Sukorejo Kota

Blitar.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditenetukan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam peneliti. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana

variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat:2007).


Tabel 3.1 Definisi operasional

No. Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skoring

1. Manfaat Semua hal Keluarga ODGJ tentang manfaat pasien Kuesioner Ordinal Setiap pertanyaan yang
Terapi keuntungan yag mengikuti TAK perilaku kekerasan: dijawab oleh responden
Aktivitas diperoleh 1. Mengenal perilaku kekerasan yang diberi skor :
Kelompok keluarga setelah biasa dilakukan - Ya, diberi skor 1
pada ODGJ anggota 2. Mencegah perilaku fisik - Tidak, diberi skor 0
bagi keluarga keluarga orang 3. Mencegah perilaku kekerasan social
ODGJ di dengan 4. Mencegah perilaku kekerasan spiritual Kemudian skor jawaban
UPTD gangguan jiwa 5. Mencegah perilaku kekerasant dengan diolah menggunakan
Kesehatan mendapatkan patuh mengonsumsi obat rumus :
Sukorejo terapi
Kota Blitar

Keterangan:
P = Prosentase
f = Jumlah jawaban
yang benar
N = Jumlah soal

45
No. Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skoring

yaitu:
1) Bermanfaat,
apabila didapatkan
hasil jawaban
≥55%
2) Tidak bermanfaat,
apabila didapatkan
hasil jawaban
<55%

46
47

3.7 Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Ijin Penelitian

Calon peneliti meminta surat permohonan ijin penelitian dari Ketua Program

Studi Diploma III Keperawatan Blitar untuk mengurus surat ijin penelitian kepada

Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Blitar.

Kemudian surat rekomendasi dari Kesbanglinmas diserahkan kepada Kepala

UPTD Kesehatan Sukorejo Kota Blitar.

3.7.2 Instrumen pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner merupakan cara pengumpulan data melalui

pemberian angket dengan beberapa pernyataan atau pertanyaan kepada responden

(Hidayat, 2010). Peneliti menggunakan kuesioner tertutup sesuai dengan indikator

dalam definisi operasional penelitian. Instrumen pengumpulan data menggunakan

kuesioner yang dibuat dan dikembangkan sendiri oleh peneliti, pernyataan dalam

kuesioner dibuat untuk menggali manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku

Kekerasan pada ODGJ bagi keluarga ODGJ yang berisi 20 pertanyaan.

3.7.3 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek dan diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2011). Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan

kuesioner yang berisi tentang data umum dan data khusus yang dibuat sendiri oleh

peneliti disesuaikan dengan sub variabel penelitian. Sebelum melakukan

penelitian, peneliti meminta data tentang jumlah dan alamat keluarga orang

dengan gangguan jiwa di UPTD Kesehatan Kec. Sukorejo Kota Blitar.


48

Setelah mendapatkan data keluarga orang dengan gangguan jiwa beserta

alamatnya, peneliti melakukan pengambilan data dengan mengunjungi rumah

responden. Sebelum menyerahkan kuesioner untuk di isi responden peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan dengan menerapkan etika penelitian. Setelah

responden mengerti dan setuju untuk diambil datanya, peneliti memberikan

lembar kuesioner dan mempersilahkan responden untuk mengisinya. Kuesioner

dikumpulkan setelah responden selesai mengisi kuesioner.

3.8 Pengolahan Data

3.8.1 Pengolahan Data

a) Persiapan

Kegiatan dalam persiapan adalah:

1) Mengecek kelengkapan identitas pada reponden

2) Memeriksa kelengkapan isi dan instrument pengumpulan data

3) Memeriksa macam isian data untuk menghindari kekeliruan pengisian oleh

responden (Arikunto, 2006).

b) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing dapat dikumpulkan pada tahap pengumpulan data atau

setelah data terkumpul (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini peneliti memeriksa

data dari hasil kuesioner gambaran keluarga orang dengan gangguan jiwa tentang

manfaat pasien mengikuti TAK perilaku kekerasan. Kalau ternyata masih ada data

atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara

ulang, maka kuisioner tersebut dikeluarkan (drop out). Untuk mencegah


49

terjadinya drop out peneliti selalu mengecek kelengkapan pengisian jawaban oleh

responden.

c) Coding

Dalam tahap ini, peneliti memberikan nomer atau kode (coding) pada setiap

data untuk memudahkan dalam menganalisa data. Pemberian kode pada penelitian

ini mulai dari data umum, yaitu:

Kategori jenis kelamin : 1=laki-laki, 2=perempuan, pendidikan terakhir : 1= SD,

2= SMP, 3= SMA, 4= Perguruan Tinggi : 1= tidak bekerja, 2= pensiun, 3= petani,

4= wiraswasta, 5= PNS, 6=IRT, hubungan dengan pasien : 1= suami/istri, 2=

orang tua, 3= kakak/adik, 4= kakek/nenek, tinggal satu rumah : 1= Ya, 2= Tidak,

mendampingi saat TAK: 1= tidak pernah, 2= pernah, 3= selalu, informasi TAK:

1= Ya, 2= Tidak, sumber informasi TAK: 1= pelayanan kesehatan, 2= kader. Pada

data khusus tersebut terdapat dua jawaban yaitu 1=Ya, 2=Tidak.

d) Tabulasi data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data melalui beberapa

tahap yaitu dengan memberi kode atau tanda (coding) pada setiap data untuk

mengenali kembali catatan dan memudahkan dalam analisa pengecekan terhadap

data (editing) untuk menghindari kekosongan data, ketidaksesuaian dan

inkontinensi, memindahkan data yang ada (transfering) ke tabel data,

mengelompokkan data ke tabel (tabulating) dan menganalisa skor sesuai dengan

ketentuan yang telah di tetapkan.

3.8.2 Analisa data


50

Kuesioner yang disediakan peneliti dengan jumlah pernyataan 20 soal,

kemudian skor yang didapatkan dijumlahkan dan di prosentasekan menggunakan

rumus (Sutomo, 2011) :

Rumus yang digunakan:

Keterangan:
f
P= x 100%
P = prosentase
N
f = jumlah jawaban yang benar

N = jumlah soal

Hasil prosentase kemudian diinterpretasikan ke dalam skala kualitas yang telah

di ttetapkan dalam defionisi operasional dan di kelompokkan mejadi

a) bermafaat, apabila didapatkan hasil jawaban ≥55%

b) tidak bermanfaat, apabila didapatka hasil jawaban <55%

3.8.3 Penyajian Data

Pada penelitian ini penyajian data ditampilkan secara deskriptif dengan

menggunakan tabel dan diagram pie secara narasi dan prosentase.

3.9 Etika Penelitian

3.9.1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent))

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan. Tujuannya

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui

dampaknya. Dari 13 keluarga ODGJ yang ditemui peneliti semua setju untuk

menjadi responden.
51

3.9.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan

hanya menulis kode responden pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin keraasiaannya oleh peneliti. Setelah dilakukan tabulasi dan penghitungan,

data yang ada sudah dimusnahkan oleh peneliti dengan dibakar.

Anda mungkin juga menyukai