Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik

Disusun Oleh:

Ketut Darmawan
18160073

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATIYOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :

Nama : Ketut Darmawan


NIM : 18160073

Mengetahui :

Mahasiswa,

( Ketut Darmawan )

Pembimbing Klinik, PembimbingAkademik,


RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.(Keliat, dkk, 2010).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak diinginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba, dkk, 2008).
Jadi perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan kekerasan
yang dapat melukai dirinya maupun orang lain.
B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

C. Jenis / Klasifikasi
Jenis perilaku kekerasan :
1. Verbal
2. Fisik
D. Tanda dan Gejala
a. Data Subyektif
1. Menghina orang lain : “Anda slalu/tidak pernah”
2. Mengungkapkan perasaan ingin memukul orang lain atau pikiran ingin
mencelakai orang lain
3. Mengungkakan perasaan takut, khawatir, cemas yang berlebihan
b. Data Obyektif
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Stuart,
2009).
E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
ringan pada hipotalamus. Kerusakan sistem limbic, lobus frontal untuk pemikiran
rasional juga mendukung terjadinya sikap agresif.
b. Psikologis
Gangguan pada pemenuhan tugas perkembangan individu dapat memperbesar
risiko melakukan perilaku kekerasan. Gangguan emosional berat atau penolakan
yang dialami saat masa kanak-kanak, begitu juga kekerasan dari orang tua atau
orang lain dapat berkontribusi terhadap kurangnya kepercayaan pada orang lain
dan menumbuhkan mekanisme koping yang salah yaitu menggunakan kekerasan
untuk mengatasi masalah.
c. Sosiakultural
Beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
kekerasan adalah norma yang berlaku dimasyarakat yang mengijinkan kekerasan
terjadi, kemiskinan dan ketidakmampuan mengakses kebutuhan dasar, pernikahan
yang bermasalah, tidak bekerja, hidup dalam keluarga dengan orang tua tunggal
dan kesulitan mempertahankan ikatan interpersonal, struktur keluarga dan control
sosial (Hartono, 2007)
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini, kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan(Hartono, 2007).
F. Akibat
Adanya resiko perilaku kekerasan dapat berdampak pada perilaku kekerasan yang
diarahkan pada diri sendiri, pada orang lain maupun pada lingkungan. (Kelliat dalam
Yosep, 2007)
G. Psikopatologi
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku
kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor predesposi dan faktor presipitasi. (Yosep (2007)
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Psikologis
Psichoanalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari Instructual Drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
agresif mana yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
H. Diagnosis Keperawatan Utama
Diagnosa keperawatan adalah resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada resiko perilaku kekerasan adalah strategi pelaksanaan perilaku
kekerasan. Ada beberapa penatalaksanaan lain yaitu:
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya.
Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek
anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur
dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (Keliat, 2007).
J. Fokus Intervensi
1. Tindakan mandiri
SP I
a. Mengidentifikasi penyebab PK
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
c. Mengidentifikasi akibat PK
d. Menyebutkan cara mengontrol PK
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan car mengontrol Pk dengan fisik I
f. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a. Mengevaluasi jadwl kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal harian
SP IV
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan car spiritual
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. Terapi Modalitas
Melibatkan pasien dalam terapi aktivitas.
3. Terapi Kolaborasi
Memberikan obat-obatan sesuai program pengobatan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Y. 2007. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Kelliat, dkk. 2010. Model Praktik Keperawatan ProfesionalJiwa. Jakarta : EGC.

Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
danGangguan Jiwa. Medan: USU Press

Stuart dan Sudden. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.


STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

A. Kondisi Klien :
Muka merah dan tegang, Pandangan tajam, Mengatupkan rahang dengan kuat,
Mengepalkan tangan, Jalan mondar-mandir, Bicara kasar, Suara tinggi, menjerit atau
berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik, Melempar atau memukul benda atua orang
lain, Merusak barang atau benda.
B. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
D. Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara :
a. Verbal
b. terhadap orang lain
c. terhadap diri sendiri
d. terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
b. Obat
c. Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b. Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
b. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
a. Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
b. Buat jadwal latihan sholat, berdoa

10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :


a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
b. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I
Orientasi:
a. Salam terapeutik
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Wahyu, saya mahasiswa Keperawatan dari
Universitas Respati Yogyakarta yang akan merawat bapak hari ini. Hari ini saya dinas
pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah
sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah
bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan ........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”

Anda mungkin juga menyukai