Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PRESENTASI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA TN. A DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI WISMA SADEWA RSJ PROF. DR. SOEROJO
MAGELANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa

DisusunOleh :
AFIFATUL CHASANAH
82021040005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Tn. A Dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan Di Wisma Sadewa RSJ.
Prof. dr. Soerojo Magelang ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada stase jiwa profesi ners. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perilaku kekerasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Yakhsya, S.Kep. Ners
selaku pembimbing klinik/CI di wisma Sadewa yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Magelang, 10 Juni 2022

Afifatul Chasanah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama,
baik di negara maju maupun negara berkembang.Gangguan jiwa tidak hanya
dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung.Namun
juga menimbulkan ketidakmampuan individu untuk berperilaku tidak
produktif(Saragih & Indriati, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO),(2018) prevalensi penderita
skizofrenia yaitu lebih dari 20 juta jiwa terkena skizofrenia. Setiap tahunnya lebih dari
1,6 juta orang meninggal dunia akibat perilaku kekerasan, terutama pada lakilaki yang
berusia 15-44 tahun, dimana korban yang hidup kebanyakan mengalami trauma,
diantaranya yaitu trauma fisik, seksual, reproduksi dan gangguan kesehatan mental.
Indikator taraf kesehatan mental masyarakat semakin memburuk (Hawari,2012).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan. Skizofrenia
merupakan suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir
serta disharmoni (keretakan,perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan,
dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, sehingga dapat mengakibatkan
inkoherensi dan risiko perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2015). Perubahan perilaku
salah satu gejala yang dijumpai pada skizofrenia. Perilaku kekerasan merupakan
tindakan atau perilaku yang membahayakan baik pada pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), Perilaku
Kekerasan merupakan kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain atau merusak
lingkungan, risiko perilaku kekerasan adalahsuatu tindakan dimana seseorang
memiliki riwayat perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
Menurut Muhith (2015) perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan secara verbal dan fisik. Perilaku kekerasan secara verbal seperti
mengungkapkan perasan marah dengan cara berbicara baik-baik sedangkan perilaku
kekerasan secara fisik seperti relaksasi dan memukul bantal. Perilaku kekerasan
apabila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan beberapa dampak, seperti
mencederai diri sendiri, memukul bahkan sampai melukai orang lain, serta merusak
lingkungan.Hal tersebut dapat terjadi diakibatkan karena ketidakmampuan seseorang
dalam mengendalikan amarah secara konstruktif (Prabowo, 2014).
Salah satu penanganan yang digunakan untuk mengurangi risiko perilaku
kekerasan adalah terapi mengontrol perilaku kekerasan secara fisik berupa relaksasi
dan memukul bantal.Teknik relaksasi nafas dalam tidak saja menyebabkan efek yang
menenangkan fisik tetapi juga menenangkan pikiran. Untuk mengurangi risiko
melakukan mencinderai diri atau orang lain dikarenakan status emosi dan agresi
pasien, maka perlu dilakukan terapi yang berguna untuk menyalurkan energi yang
konstruktif dengan cara fisik, salah satunya adalah teknik memukul bantal (Keliat,
2011).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada pasien perilaku kekerasan dengan diagnosa
medis skizofrenia paranoid
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mempau memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
skizofrenia paranoid dengan masalah gangguan konsep diri: perilaku kekerasan di
Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada Tn. A dengan masalah utama perilaku
kekerasan
b) Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. A dengan masalah utama
perilaku kekerasa
c) Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada Tn. A dengan masalah
utama perilaku kekerasn
d) Mampu memberikan tindakan keperawatan pada Tn. A dengan masalah utama
perilaku kekerasa
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. A dengan masalah utama
perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadan dimana sseorang pernah atau
mengalami riwayatmelakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri/ orang
lain/ lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. Perilaku kekerasan
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupunlingkungan
(Fitria, 2019).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Stuart, 2019).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakanyang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain
(Yoseph, 2011). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran
diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang,
menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
B. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
1. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri.Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan
kedua insting kematian yang diekpresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud ini ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya
akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau obyek yang
menyebabkan frustasi.
2. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura ini
memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan marah
dengan cara yang asertif.
3. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik berperan penting dalam
meningkatkan dan menurunkan agresifitas. Neurotransmitter yang sering dikaitkan
dengan perilaku agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan
asam amino GABA (gamma aminobutiric acid). GABA dapat menurunkan
agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin dapat
menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
D. FAKTOR FPRESIPITASI
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2019):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
2. Ekspresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Fitria (2019), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah
sebagai berikut:
1. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, serta
postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras
dan kasar, sikap ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
4. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin
berkelahi.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka
mengejek, dan mengkritik.
7. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang
lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
F. KARAKTERISTIK
1. Merencanakan tindakan kekerasan pada diri sendiri/orang lain/ lingkungan
2. Mengancam
3. Penyalahgunaan obat
4. Depresi berat
5. Marah/ sikap bermusuhan
6. Bicara ketus
7. Mengungkapkan kata-kata kotor
8. Mempunyai riwayat perilaku kekerasan

G. AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.Tanda dan
gejala:
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melalui pengkajian meliputi :
1. Wawancara: diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tandamarah yang
diserasakan oleh klien.
2. Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,berdebat
dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampasmakanan,
memukul jika tidak senang.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi
penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Psikofarmakologi
Menurut Stuart (2012), beberapa kategori obat yang digunakan untuk
mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.Benzodiazepines
seperti lodomer dan clozapine, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatrik
untuk menenangkan perlawanan klien.Tapi obat ini direkomendasikan untuk
dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk gejala depresi.Effect dari benzodiazepines dapat
mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.buspirone obat antianxiety, efektif
dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien
dengan cedera kepala, demensia dan developmental disability.
b) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien
yang berkaitan dengan perubahan mood.Amitriptyline dan Trazodone, efektif
untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.(Keliat, 2011).
2. Psikoterapi
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
a. Pendekatan proses keperawatan
Berdasarkan proses keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
1) Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam
perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area
kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini
secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik
pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
2) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi
semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan
agresif.Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu,
menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal
memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik
dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian
perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan
masalah, pikiran, serta perasaan klien.Mengetahui apa yang diharapkan
dapat meningkatkan rasa aman klien.
3) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama kelompok
individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi
kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat
bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi
oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien
dapat, mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting
4) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan
klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana
dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi
kekuatan dan sumber fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku
keluarga yang maladaptif, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga.

3. Terapi Somatis / ECT

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan


gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik
pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,
isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2011).
a. Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera

fisik pada klien sendiri atau orang lain.

b. Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan


menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan
rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada
pelipis kiri/kanan (lobus frontalis)klien.
c. Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri
diruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi
klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin
terjadi. akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri,
klien agitasi yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh
akibat obat, serta perilaku yangmenyimpang
d. Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan
pada klien dengandepresi.
I. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko Perilaku Kekerasan

Harga diri rendah


(Yosep, 2011)
J. DIAGNOSA
1. Resiko Perilaku Kekerasan
(Domain 11.keamanan/perlindungan kelas 3.perilaku kekerasan kode:00138)
2. Waham Agama
K. PERENCANAAN
No. Hari/Tgl DX NOC NIC TTD
Jam
1. Rabu/ I Setelah dilakukan tindakan O:Identifikasi penyebab, tanda Afi
1 Juni 2022 keperawatan selama 3 x 24 gejala, akibat perilaku
10.30 WIB jam diharapkan pasien dapat kekerasan
mengurangi perilaku N:1. Ajarkan latihan nafas
kekerasan dengan KH: dalam
1. Minum obat secara teratur
2.Latih minum obat secara
2. Dengan cara latihan fisik
teratur
tarik nafas dalam
3. Dengan cara latihan 3.Ajarkan latihan verbal
verbal (mengungkapkan 4.Ajarkan cara kontrol marah
meminta dan menolak dengan spiritual
dengan cara yang baik)
4. Dengan cara spiritual E:Berikan TAK dan Penkes
C:kolaborasi dengan tim medis
lainnya

2. Rabu/ II Setelah dilakukan tindakan O: Identifikasi kemampuan Afi


1 Juni 2022 keperawatan selama 3x24 jam dalam berkomunikasi
10.30 WIB diharapkan pasien dapat N:1. Identifikasi kebutuhan
berkomunikasi secara verbal yang tidak terpenuhi dan cara
dengan KH: memenuhi kebutuhannya
1. BHSP 2.Identifikasi kemampuan
2. Dengan kemampuan kognitif
kognitif 3.Ajarkan cara minum obat
3. Minum obat secara teratur yang benar
E:Berikan TAK
C: Kolaborasi dengan tim
medis lainnya
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Identitas
Identitas klien
Nama : Tn. A
Umur : 44 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Jawa Indonesia
Alamat : Boyolali
Ruang rawat : Ruang Sadewa
Tanggal masuk: 26 Mei 2022
II. Alasan Masuk
Bingung, mengamuk, merusak perabotan, marah-marah, sering keluyuran
III. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
Pasien mengatakan pernah mengalami riwayat penyakit yang sama, pasien di
bawa ke RSJ Soerojo Magelang ke 3x ini
2. Pengobatan sebelumnya
Pasien mengatakan pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena putus obat
3. Pasien mengatakan tidak mengalami aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga dan tindak kriminal
4. Adakah anggota keluarga yang mengalmi gangguan jiwa?
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami riwayat sakit yang sama
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien mengatakan pernah mengalami putus dengan pacar pertamanya
IV. Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Tingkat kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital : TD: 110/72 mmHg RR: 24 x/menit
N: 62 x/menit SPO2: 98%
S: 36 ˚C
4. Ukur : BB: 55kg TB: 165cm
5. Keluhan fisik
Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik
6. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai adanya temuan abnormal pada pemeriksaan fisik
7. Riwayat pengobatan penyakit fisik
Pasien sedang tidak menjalani pengobatan penyakit lain
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan
: Hubungan sedarah
: Tinggal serumah
: Pasien
X : Meninggal
a. Pengambilan keputusan dalam rumah oleh
Pasien mengatakan pengambilan keputusan diambil oleh Tn. A sebagai
kepala rumah tangga
b. Pola komunikasi antar keluarga
Pasien mengatakan komunikasi dengan keluarga baik
c. Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga
Pasien mengatakan selalu berdiskusi dalam keluarga dengan pola asuh
demokratis
d. Sumber pembiayaan / ekonomi keluarga
Pasien mengatakan pembiayaan ditanggung Tn. A sebagai kepala keluarga
e. Posisi kamar tidur pasien dengan ruang lain
Pasien tidur dikamar yang berdekatan dengan kamar anggota keluarga lain
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Tanggapan pasien tentang bentuk tubuh
Pasien mengatakan selalu bersyukur dengan bentuk tubuhnya
Tanggapan pasien tentang fungsi tubuh
Pasien mengatakan tubuhnya masih berfungsi dengan baik
b. Identitas diri
Posisi sekolah
Pasien sekolah hanya sampai SMP
Posisi dalam pekerjaan
Pasien merasa puas bekerja di proyek
Posisi dalam jenis kelamin
Pasien mengatakan puas diusia 44 th sudah menikah dan mempunyai 2 orang
anak
c. Peran
Peran sebagai individu
Pasien mengatakan senang diusia kepala 4 bisa menjalankan hidupnya dengan
baik
Peran dalam keluarga
Pasien mengatakan sudah menjalankan tugasnya sebagai ayah, suami dan
pencari nafkah
Peran dalam masyarakat
Tidak ada
Peran dalam kelompok
Tidak ada
d. Ideal diri
Harapan terhadap penyakitnya
Pasien mengatakan ingin segera sembuh agar bisa pulang dan bekerja lagi
Harapan terhadap hubungan sosial/keluarga
Pasien mengatakan ingin segera pulang agar bisa berkumpul bersama keluarga
lagi
Harapan terhadap pekerjaan
Pasien mengatakan ingin bekerja kembali agar bisa menafkahi keluarga
Harapan terhadap cita-citannya
Pasien mengatakan ingin menjadi pengurus ponpes
e. Harga diri
Pasien mengatakan percaya diri dengan dirinya dan tidak ada ganguan
4. Hubungan Sosial
a. Di rumah
Pasien mengatakan orang yang berarti adalah anak-anaknya
b. Di masyarakat
Pasien mengatakan biasa ngobrol-ngobrol bersama tetangga sekitar
c. Di rumah sakit
Pasien mengatakan sering ngobrol-ngobrol dan sholat bareng dengan teman-
teman
5. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan sebagai orang islam percaya sakit yang dideritanya adalah
ujian
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan selalu menjalankan sholat 5 waktu dengan teman-
temannya
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan fisik
Rambut panjang dan kotor, jenggot panjang
2. Pembicaraan
Pasien bicara dengan bahasa yang mudah dimengerti dengan nada yang tinggi di
pembahasan yang sensitif
3. Aktivitas motorik
Agitasi
4. Alam perasaan
Gembira
5. Afek
Appropiate
6. Interaksi selama wawancara
Kooperatif
7. Persepsi
Pasien mengatakan tidak pernah mendengar suara-suara selama di rumah maupun
di rumah sakit
8. Proses pikir
Sirkumtansial
9. Isi pikir
Waham agama
10. Tingkat kesadaran
Stupor
11. Memori
Tidak terjadi gangguan memori
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien fokus dan dapat berhitung dengan baik
13. Kemampuan penilaian
Gangguan penilaian ringan
14. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
a. Kemampuan menyiapkan makanan : mandiri
b. Kemampuan membersihkan alat makan : mandiri
c. Kemampuan menempatkan alat makan dan minum ditempatnya : mandiri

2. BAB / BAK
a. Kemampuan mengontrol BAK / BAB di WC : mandiri
b. Kemampuan membersihkan WC : mandiri
c. Kemampuan membersihkan diri : mandiri
d. Kemampuan memakai pakaian / celana : mandiri
3. Mandi
a. Kemampuan dalam mandi : mandiri
b. Kemampuan dalam menggosok gigi : mandiri
c. Kemampuan dalam keramas : mandiri
d. Kemampuan dalam potong kuku dan rambut : mandiri
4. Berpakain / berdandan
a. Kemampuan memilih pakaian : mandiri
b. Kemampuan memakai pakaian : mandiri
c. Kemampuan mengatur frekuensi ganti pakaian : mandiri
d. Kemampuan mencukur : mandiri
e. Kemampuan menyisir rambut : mandiri
5. Istirahat dan tidur
a. Kemampuan untuk mengatur waktu tidur : ya
b. Kemampuan merapikan sprei dan selimut : ya
c. Kemampuan tidur dengan bantuan obat : ya
6. Penggunaan obat
Kemampuan pengaturan penggunaan obat : bantuan minimal
7. Pemeliharaan kesehatan
a. Perawatan lanjutan : ya
b. Perawatan pendukung : ya
8. Kegiatan di dalam rumah
a. Kemampuan mepersiapkan maakanan : ya
b. Kemampuan menjaga kerapihan rumah : ya
c. Kemampuan mencuci pakaian : ya
d. Kemampuan pengaturan keuangan : ya
9. Kegiatan di luar rumah
a. Kemampuan berbelanja : ya
b. Kemampuan transsportasi : ya
VIII. MEKANISME KOPING
Adaptif
Pasien mengatakan saat menghadapi masalah pasien hanya diam dan tidak
membicarakan pada orang lain
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Masalah dengan perumahan
Pasien merasa keluarga tidak mendukung apa yang diinginkan pasien
Pasien merasa keluarganya tidak percaya bahwa pasien sudah sembuh
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
1. Penyakit jiwa
2. Faktor penyebab kekambuhan
3. Sumber koping

XI. ASPEK MEDIK


a. Diagnosa medik : Catatonic Schitophresia
b. Terapi medik : 1) Lodomer 2 mg / 12 jam
2) Trihexaphenidil 2 mg / 12 jam

XII. ANALISA DATA


No. Hari/tgl Data Fokus Masalah TTD
Jam Keperawatan
1. Rabu/ DS:Pasien mengatakan tidak Resiko Perilaku Afi
1 Juni 2022 sedang sakit, tidak suka marah- Kekerasan
10.00 WIB marah
DO:Pasien bicara dengan nada
tinggi saat pembahasan yang
sensitif
2. Rabu/ DS:Pasien mengatakan menjadi Waham Agama Afi
1 Juni 2022 kepercayaan ustad untuk
10.00 WIB meneruskan ponpes
DO:Pasien selalu mengulang
pembicaraan tentang agama, pasien
selalu mengaitkan pembicaraan
dengan agama

XIII. DAFTAR DIAGNOSA


1. Resiko Perilaku Kekerasan
(Domain 11.keamanan/perlindungan kelas 3.perilaku kekerasan kode:00138)
2. Waham Agama
XIV. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Hari/Tgl DX NOC NIC TTD
Jam
1. Rabu/ I Setelah dilakukan tindakan O:Identifikasi penyebab, tanda Afi
1 Juni 2022 keperawatan selama 3 x 24 gejala, akibat perilaku
10.30 WIB jam diharapkan pasien dapat kekerasan
mengurangi perilaku N:1. Ajarkan latihan nafas
kekerasan dengan KH: dalam
 Minum obat secara
2.Latih minum obat secara
teratur
teratur
 Dengan cara latihan
fisik tarik nafas dalam 3.Ajarkan latihan verbal
 Dengan cara latihan
4.Ajarkan cara kontrol marah
verbal
dengan spiritual
(mengungkapkan
meminta dan menolak E:Berikan TAK dan Penkes
dengan cara yang
C:kolaborasi dengan tim medis
baik)
lainnya
 Dengan cara spiritual

2. Rabu/ II Setelah dilakukan tindakan O: Identifikasi kemampuan Afi


1 Juni 2022 keperawatan selama 3x24 jam dalam berkomunikasi
10.30 WIB diharapkan pasien dapat N:1. Identifikasi kebutuhan
berkomunikasi secara verbal yang tidak terpenuhi dan cara
dengan KH: memenuhi kebutuhannya
 Dengan kemampuan 2.Identifikasi kemampuan
kognitif kognitif
 Minum obat secara 3.Ajarkan cara minum obat
teratur yang benar
E:Berikan TAK
C: Kolaborasi dengan tim
medis lainnya
XV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO Hari/TGL DX Implementasi Evaluasi TTD
Jam
1. Kamis/ I  Mengidentifikasi S: -Pasien Afi
2 Juni 22 penyebab, tanda gejala, mengatakan marah
14.00 akibat perilaku karena disuruh
WIB kekerasan mencukur jenggotnya
 Mengajarkan
-Pasien mangatakan
mengontrol marah
lega setelah
dengan nafas dalam
melakukan nafas
 Melibatkan dalam dalam
TAK
 Mengkolaborasi -Pasien mengatakn
dengan tim medis senang mengikuti
lainnya TAK menambah
teman dan ilmu
-Pasien mengatakan
mau untuk minum
obat
O: -Pasien
menggunakan nada
tinggi pada topik
yang sensitif
-Pasien dapat
mempraktikkan
kembali cara nafas
dalam
-Pasien aktif
mengikuti TAK
-Obat masuk melalui
oral, tidak muntah
tidak alergi
A: RPK SP1
Tercapai
P: Latih kontrol
marah dengan 5
benar minum obat
2. Jum’at/ I  Mengobservasi cara S: -Pasien Afi
mengontrol marah mengatakan masih
3 Juni 22 dengan nafas dalam ingat cara nafas
10.00  Mengajarkan 5 benar dalam
WIB cara minum obat -Pasien mengatakan
 Melibatkan dalam belum tau 5 benar
TAK cara minum obat
 Mengkolaborasi -Pasien mengatakan
dengan tim medis mau ikut keguatan
lainnya TAK
-Pasien mengatakan
mau untuk minum
obat
O: -Pasien
mempraktikkan
kembali cara nafas
dalam dengan benar
-Pasien kooperatif
dan dapat
menyebutkan
kembali 5 benar cara
minum obat
-Pasien aktif dalam
kegiatan TAK
-Obat masuk melalui
oral, tidak muntah
tidak alergi
A: RPK SP2
Tercapai
P: Latih cara
mengontrol marah
dengan cara verbal
3. Sabtu/ I  Mengobservasi 5 benar S:-Pasien Afi
4 Juni 22 cara minum obat mengatakan masih
10.00  Mengajarkan cara ingat 5 cara minum
WIB mengontrol marah obat dan
dengan cara verbal mempraktikkannya
(mengungkapkan -Pasien mengatakan
dengan baik, meminta selalu mengucapkan
dengan baik, menolak kata maaf dan tolong
dengan baik) -Pasien mengatakan
 Melibatkan dalam senang mengikuti
TAK TAK
 Mengkolaborasikan -Pasien mau minum
dengan tim medis obat yang diresepkan
lainnya O:-Pasien dapat
menyebutkan
kembali 5 cara
minum obat dengan
benar
-Pasien dapat
mengulang kembali
komunikasi verbal
-Pasien mengikuti
TAK dengan aktif
dan kooperatif
-Obat masuk melalui
oral tidak muntah
tidak alergi
A:RPK SP3 Tercapai
P:Latih cara
mengontrol marah
dengan spiritual
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada pendekatan klien gangguan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan selain
diperlukan komunikasi terupetik dalam menjalin hubungan saling percaya antara
perawat dan klien tetapi diperlukan antisipasi untuk pencegahan adanya tindakan
perilaku kekerasan dari klien untuk keselamatan dan perawat jaga.
2. Klien dengan gangguan jiwa dengan resiko perilaku kekerasa memerlukan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan perilaku kekerasan ( PKPPK ) untuk
mencegah perilaku kekerasan.
3. Keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan pada gangguan jiwa sehingga
penatalaksanaan regimen dan perawatan berkesinambungan sehingga angka
kekambuhan dan lama inap bisa turun.
B. SARAN
1. Perawat harus meningkatkan kemampuan dalam pemberian asuhan keperawatan
perilaku kekerasan dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang
penatalaksanaan klien dengan resiko perilaku kekerasan dengan tidak
mengesampingkan savety (keamanan) baik bagi klien, perawat dan lingkungan.
2. Rumah sakit harus meningkatkan sumber daya manusia atau perawat dalam
penanganan klien dengan resiko perilaku kekerasan dengan pelatihan atau support
system sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan yang melakukan asuhan keperawatan jiwa pada
klien dengan resiko perilaku kekerasan maka harus mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan sehingga asuhan keperwatan bisa berjalan sesuai kriteria waktu yang
di tentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arisandy, W., & Sunarmi, S. (2018). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
berhubungan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan. Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 14(1), 83–90. https://doi.org/10.31101/jkk.553

Fitria, Nita. 2019. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan. Jakarta : Salemba Medika.

Hawari, Dadang. 2012. Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: FKUI

Saragih, S., Jumaini, & Indriati, G. (2013). Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Keluarga tentang Perawatan Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah. Skripsi.
Pekanbaru: Universitas Riau.

Stuart GW, Sundeen. 2012. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book

Stuart GW, Sundeen. 2019. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book

Stuart & Laraia. 2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

Keliat Budi Ana. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC.

Kementrian kesehatan RI. (2018). Hasil utama riskesdas 2018, 61. https://doi.org/1 Maret
2021

Muhith, A. 2015. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba
Medika.

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha Medika

Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama/

Yosep Iyus. 2019. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama/

Anda mungkin juga menyukai