Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) merupakan

suatu kondisi sejahtera baik fisik, mental, dan sosial, bukan hanya terbebas

dari penyakit atau kecacatan. Sejalan dengan definisi kesehatan menurut

WHO, menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 sehat adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial sehingga memungkinkan setiap

orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini berarti

seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan

tidak terganggu baik tubuh, psisik, maupun sosial. Apabila fisiknya sehat,

maka mental (jiwa) dan sosialpun sehat, demikian pula sebaliknya, jika

mentalnya (jiwa) terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan

sakit (Stuart & Laraia, 2005).

Gangguan jiwa adalah kondisi gangguan dalam pikiran, perilaku dan

suasana perasaan yang ditandai dalam bentuk sekumpulan gejala atau

perubahan perilaku yang bermakna dan dapat menimbulkan penderitaan atau

hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia (UU Kesehatan No. 36

tahun 2009).

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama di Negara-negara didunia, keempat masalah kesehatan tersebut adalah

penyakit degenratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun

gangguan jiwa di anggap sebagai suatu masalah kesehatan yang tidak

menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan akan

1
menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan bahkan tergantung

pada orang lain (Yosep, 2007).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun

2013, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar

400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Skizofrenia adalah

sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi fungsi individu antara lain

fungsi berpikir dan menunjukkan emosi serta berperilaku (Stuart&laraia,

2013). Menurut Videbeck (2008) klien dengan skizofrenia memiliki

karakteristik gejala positif yaitu meliputi adanya waham, halusinasi,

disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur yaitu berupa

perilaku kekerasan. Ammerican Asociation Psychiatric (2000) menyebutkan

beberapa penelitian melaporkan bahwa kelompok individu yang didiagnosa

mengalami skizoprenia mempunyai insiden lebih tinggi untuk mengalami

perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan yang muncul pada klien Skizofernia dikarenakan

ketidakmampuan dalam menghadapi stresor dan melakukan tindakan perilaku

kekerasan sebagai koping dalam menghadapi stresor. Akibat perilaku

kekerasan bisa melukai atau menciderai diri sendiri atau orang lain, bahkan

akan menimbulkan kematian yang dilakukan oleh perilakunya. Perilaku

kekerasan muncul sebagai suatu kondisi yang dapat terjadi karena perasaan

marah, cemas, tegang, bersalah, frustasi dan permusuhan (Videbeck, 2006).

Berdasarkan respon tersebut maka perlu ditangani secara komprehensif,

baik oleh tenaga profesional dan juga kerjasama dari lingkungan sekitar

penderita yaitu keluarga dan lingkungan sosialnya. Tindakan keperawatan

2
generalis pada klien perilaku kekerasan dilakukan dalam bebrapa macam

jenis tindakan yaitu: mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik yaitu

tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal, mengontrol peilaku kekerasan

dengan cara minum obat secara teratur, mengontrol perilaku kekerasan

dengan cara verbal yaitu: menceritakan perilaku kekerasan, bicara baik

(meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan), mengontrol perilaku

kekerasan dengan cara spiritual, pada setiap pertemuan klien memasukan

kegiatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kedalam jadwal

kegiatan harian (Keliat & Akemat, 2010).

Klien dengan perilaku kekerasan mengalami perubahan respon kognitif

berupa gangguan proses pikir (Body & Nihart, 1996). Respon kognitif

merupakan hasil penilaian terhadap kejadian yang menekan, pilhan koping

yang digunakan, reaksi emosional, fisiologis, perilaku dan sosial individu

(Stuard & Laraira, 2005). Setelah terjadi penilaian kognitif terhadap situasi,

individu akan menampilkan respon afektif yang dimunculkan dengan emosi

berupa marah, gembira, sedih, menerima, antisipasi atau respon emosi lainnya

(Stuard & Laraira, 2005). Pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan

bahwa pada klien dengan perilaku kekerasan mengalami perubahan pada

respon kognitif yang nantinya akan berpengaruh terhadap respon afektif yang

dimunculkan dalam bentuk emosi seperti kemarahan. Hal ini menunjukkan

bahwa intervensi yang diberikan pada klien dengan perilaku kekerasan

mengacu kepada emosi, kogintif dan perilaku.

Untuk itu agar intervensi klien dengan perilaku kekerasan lebih optimal

maka perlu adanya suatu terapi yang juga mengarah pada emosi, kognitif dan

3
perilaku. Terapi musik merupakan salah satu bentuk dati teknik relaksasi

yang bertujuan untuk mengurangi perilaku kekerasan/ agresif, memberikan

rasa tenang dengan cara mengendalikan emosi. Salah satu bentuk terapi

perilaku adalah dengan teknik relaksasi otot progresif dimana teknik ini akan

mengupayakan pengenduruan tegangan dan mengatur mekanisme pernafasan

yang pada akhirnya akan mengendurkan ketegangan jiwa. Dari penjelasan

diatas maka diperlukannya suatu Literatur Rewiew mengenai terapi relaksasi

otot progresif dan terapi musik pada pasien dengan perilaku kekerasan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memaparkan ulasan serta rangkuman mengenai terapi pada pasien

dengan perilaku kekerasan yang sesuai dengan Evidence Based saat ini.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan penjelasan mengenai terapi relaksasi otot progresif yang

dapat digunakan pada pasien perilaku kekerasan sesuai dengan

Evidence Based saat ini.

b. Memberikan penjelasan mengenai terapi musik yang dapat digunakan

pada pasien perilaku kekerasan sesuai dengan Evidence Based saat

ini.

c. Mengetahui telaah literatur tentang intervensi yang dilakukan serta


membandingkanya dengan beberapa penelitian lain sehingga
diperoleh intervensi terbaik yang akan diberikan pada pasien perilaku
kekerasan.

4
d. Mengetahui gambaran akhir dari analisa terapi relaksasi otot
progresif dan terapi musik.

C. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan literatur review ini kelak dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan dalam ruang lingkup keperawatan. Literatur review ini dapat

dipergunakan untuk mahasiswa, instansi pendidikan keperawatan dan

perkembangan ilmu keperawatan.

1. Bagi mahasiswa

Karya ilmiah akhir ini dapat menambah wacana bagi mahasiswa

kesehatan khusunya mahasiswa keperawatan dalam mempelajari

konsep Evidence Based pada pasien perilaku kekerasan.

2. Bagi instansi pendidikan keperawatan

Informasi dari karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat berguna bagi

instansi pendidikan PSIK FK UNSRI sebagai laporan lireatur review

keperawatan mahasiswa profesi ners pada klien dengan klien perilaku

kekerasan. Instansi juga dapat menggunakan karya ilmiah ini sebagai

referensi bagi peserta didik, terutama yang sedang mengikuti mata

kuliah keperawatan jiwa.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Perilaku Kekerasan

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik

terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini dilakukan

untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif

(Stuart dan Sudden, 1995).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada

diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau

amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan

gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan

dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik

(Ketner et al.,1995).

2. Tanda dan Gejala

Beberapa tanda dan gejala pada pasien perilaku kekerasan

(Maryatun, 2016)

a. Fisik

Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

6
b. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar dan ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/ agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak

jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat.

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan

sindiran.

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

7
3. Rentang Respon

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1.
Rentang Respons Perilaku Kekerasan
Sumber: Maryatun (2016)

Keterangan:

1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa

menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.

2. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat

marah dan tidak dapat menemukan alternatif

3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

4. Agresif : perilaku yang menyertai marah

5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta

hilangnya kontrol.

Tabel 1

Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan

Pasif Asertif Amuk


Nada Bicara Negatif Positif Berlebihan
Menghina diri Menghargai diri Menghina orang lain
Dapatkah saya sendiri Anda selalu/ tidak
lakukan? Saya dapat/ akan pernah?
Dapatkah ia lakukan
lakukan?
Nada suara Diam Diatur Tinggi
Lemah Menuntut
Merengek
Sikap Tubuh Melorot Tegak Tegang
Mendundukkan Relaks Berdandar Kedepan
Kepala
Personal Orang lain dapat Menjaga jarak Memiliki teritorial

8
Space masuk pada yang orang lain
teritorial menyenangkan
pribadinya Mempertahankan
hak tempat/
teritorial
Gerakan Minimal Memperilhatkan Mengancam,
Lemah gerak yang sesuai ekspansi gerakan
Resah
Kontak Sedikit/tidak ada Sesekali (sesuai Melotot
mata dengan kebutuhan
interaksi)
Sumber: Maryatun (2016)

4. Faktor Predisposisi

Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat

menjelaskan tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Teori Biologik

Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu

sebagai berikut:

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system

neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. System limbik sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan

respons agresif.

2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,

norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat

berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.

9
Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin serta

penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan

serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang

menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

3) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat

erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe

XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku

tindak criminal (narapidana).

4) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan

berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik

dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi

(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku

agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori Psikologik

1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan

tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang

rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan

prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan

arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa

perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan

rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.

10
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku

yang diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic

terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi

oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa

faktor predisposisi biologik.

c. Teori sosiokultural

Norma sosial yang sangat ketat dapat menghambat ekspresi marah

dan menyebabkan individumemilih cara yang maladaptif lainnya,

sementara budaya asertif membantu individu dalam berespon

terhadap marah yang sehat. Menurut Muhith (2015) bahwa perilaku

kekerasan dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi dan

semakin sering mendapat penguatan, maka semakin besar

kemungkinan untuk terjadi. Perilaku kekerasan berkaitan dengan

respon yang dipelajarinya.

5. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.

a. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,

menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-

lain.

b. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,

krisis, dan lain-lain.

Menurut Suart & Laraia (2005) faktor presipitasi meliputi empat

hal yaitu sifat stressor, asal stressor, lamanya stessor yang dialami, dan

11
banyaknya stessor yang dihadapi oleh seseorang. Faktor yang bersumber

dari klie, seperti: kondisi ketidakberdayaan, keputusasaan, percaya diri

yang kurang. Faktor presipitasi perilaku kekerasan yang bersumber dari

lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,

dan kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan. Faktor interaksi dengan

orang lain menjelaskan bahwa interaksi yang provokatif dan konflik

dengan orang lain dapat menjadi pemicu perilaku kekerasan.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku

kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:

a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

b. Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.

c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang

dewasa.

d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti

penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol

emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.

e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap

perkembangan keluarga.

6. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping pasien,

sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme

12
koping yang konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya.

Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan

ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi

formasi.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah

untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)

a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di

mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang

marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti

meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya

adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau

keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda

yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap

rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut

mencoba merayu, mencumbunya.

c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan

masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci

pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut

ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci

orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,

sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakannya.

13
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila

diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang

berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya

seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan

orang tersebut dengan kasar.

e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang

pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy

berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari

ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain

perang-perangan dengan temannya.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang

dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak

teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri

rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila

ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan

memunculkan halunasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta

pasien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak

pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri,

orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan

keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi pasien dapat

memengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif). Hal

14
ini tentunya menyebabkan pasien sering keluar masuk RS atau

menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal

(regimen terapeutik inefektif).

7. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku
kekerasan PPS: Halusinasi

Regimen terapeutik Harga Diri Rendah Isolasi Sosial

inefektif Kronis

Koping keluarga tidak Berduka disfungsional

efektif

Gambar 2

Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

B. Terapi Musik

1. Pengertian Terapi Musik

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen

musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan

15
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam

kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi pelengkap

(Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik

sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit

dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang

digunakan dalam terapi musik dapat disesuai dengan keinginan, seperti

musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan musik modern

lainnya. Tetapi beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan

jenis musik tertentu seperti pop, disco, rock and roll, dan musik berirama

keras (anapestic beat) lainnya, karena jenis musik dengan anapestic beat

(2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama

yang berlawanan dengan irama jantung. Musik lembut dan teratur seperti

intrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering digunakan

untuk terapi musik (Potter, 2005).

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik dan elemen

musik oleh seorang terapis yang terakreditasi untuk meningkatkan,

mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional

dan spiritual. Terapi musik adalah suatu bentuk terapi dengan

mempergunakan musik secara sistimatis, terkontrol dan terarah didalam:

o Menyembuhkan

o Merehabilitasi

o Mendidik

o Melatih anak-anak dan orang dewasa yang menderita gangguan fisik,

mental, atau emosional.

16
Terapi musik adalah suatu kegiatan dalam belajar yang

mempergunakan musik untuk mencapai tujuan-tujuan seperti:

o Merubah tingkah laku

o Menjaga/memelihara agar tingkah laku atau kemampuan yang telah

dicapai tidak mengalami kemunduran

o Mengembangkan kesehatan fisik dan mental.

Terapi musik adalah suatu disiplin ilmu yang rasional yang

memberi nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru secara bersama

dapat mempersatukan seni ilmu pengetahuan dan emosi (perasaan cinta,

kasih sayang, dan lain sebagainya).

2. Manfaat Musik

Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat

sebagai berikut:

Efek Mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan

sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.

Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan

mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan

dan menyegarkan pikiran kembali.

Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan feeling

tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul dan segala

kegiatan bisa dilakukan.

17
Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seseorang diketahui

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarnya

selama masa perkembangan.

Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat

musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental.

Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh

bangsa tanpa harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental,

terapi musik diketahui dapat memberi kekuatan komunikasi dan

ketrampilan fisik pada penggunanya.

3. Prosedur Terapi Musik

Berikut ini beberapa dasar terapi musik yang dapat anda gunakan

untuk melakukannya:

1. Untuk memulai melakukan terapi musik, khususnya untuk relaksasi,

pmilih sebuah tempat yang tenang, yang bebas dari gangguan.

2. Dengarkan berbagai jenis musik pada awalnya. Ini berguna untuk

mengetahui respon dari tubuh responden. Lalu anjurkan responden

untuk ambil nafas dalam dalam, tarik dan keluarkan perlahan

lahan melalui hidung.

3. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya,

seolah olah pemainnya sedang ada di ruangan memainkan musik

khusus untuk responden. Pilih tempat duduk lurus di depan speaker,

atau bisa juga menggunakan headphone. Tapi yang terpenting biarkan

18
suara musik mengalir keseluruh tubuh responden, bukan hanya

bergaung di kepala.

4. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan

menenangkan jiwa. Bukan hanya dirasakan secara fisik tapi juga

fokuskan dalam jiwa.

5. Idealnya, lakukan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga

satu jam tiap hari, namun jika tak memiliki cukup waktu 10 menitpun

jadi, karena selama waktu 10 menit telah membantu pikiran responden

beristirahat (Pandoe,2006).

6. Musik Dan Fungsi Otak

Pada otak manusia, salah satu sumber yang paling besar untuk

menstimulasi pendengaran dikendalikan oleh musik. Mendengarkan

musik adalah proses yang kompleks bagi otak, hal tersebut memicu

kognitif dan komponen emosional dengan substrat neural yang berbeda.

Penelitian terbaru mengenai gambaran otak telah menunjukkan bahwa

aktivitas neural dengan mendengarkan musik memperpanjang melebihi

korteks pendengaran dengan melibatkan sebuah jaringan bilateral yang

tersebar luas pada area frontal, temporal, parietal dan subkortikal yang

berhubungan dengan perhatian, bahasa atau logika dan proses analisis,

memori dan fungsi penggerak, seperti bagian limbik dan paralimbik yang

berhubungan dengan proses emosional (Sarkamo, 2008).

Musik klasik mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan

persepsi spasial. Pada gelombang otak, gelombang alfa mencirikan

19
perasaan ketenangan dan kesadaran yang gelombangnya mulai 8 hingga

13 herts. Semakin lambat gelombang, semakin santai, puas dan damailah,

jika seseorang melamun atau merasa dirinya berada dalam suasana hati

yang emosional atau tidak terfokus, musik klasik dapat membantu

memperkuat kesadaran dan meningkatkan organisasi metal seseorang

jika didengarkan selama sepuluh hingga lima belas menit (Darmayanti,

2014).

Musik berpengaruh pada impuls yang berada di otak dan dapat

meningkatkan status relaks pada klien (Chlan, 2011). Diketahui bahwa

aktifitas mental dan emosi dipengaruhi oleh sistem syaraf autonom,

sistem syaraf autonom berdampak pada kardiovaskuler, neuroendokrin

dan sistem imun. Imunosupresi memengaruhi emosi yang negatif seperti

kemarahan. Musik dapat memengaruhi mood dan status emosional

seseorang, di mana akan terjadi perubahan pada sistem imun dan

hormonal. Pada kondisi relaks terjadi penurunan tekanan darah, nadi, dan

ketegangan otot. Tanda tanda kenaikan tekanan darah, nadi, dan

ketegangan otot merupakan tanda gejala fisiologis pada klien perilaku

kekerasan (Chanda & Levitin, 2013). Kondisi relaks dapat meningkatkan

kenyamanan pada seseorang.

Menurut Djohan, (2005) secara psikologi pengaruh penyembuhan

musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf dalam menangkap efek

akustik. Dilanjutkan dengan respons tubuh terhadap gelombang musik

yaitu dengan meneruskan gelombang tersebut keseluruh sistem kerja

tubuh. Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah

20
menciptakan suasana rileks, aman, dan menyenangkan sehingga

merangsang pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA),

enkefallin, atau beta endorphin yang dapat mengeliminasi

neurotransmiter rasa tertekan, stress dan cemas, sehingga menciptakan

ketenangan dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien khususnya

pasien dengan perilaku kekerasan (Candra, 2013).

C. Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif

Progressive Muscle Relaxation (PMR) atau teknik relaksasi otot

progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan

imajinasi, ketekunan dan sugesti (Herodes, 2010 dalam Setyoadi &

Kushariyadi, 2011). Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan

teknik relaksasi untuk mengaturkan otot yang dilakukan dengan cara

menegangkan otot sementara kemudian kembali diregangkan. Relaksasi

otot progresif dilakukan mulai dari kepala sampai kaki secara bertahap

(Casey & Benson, 2012).

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang

menggabungkan latihan nafas dalam dengan kegiatan kontraksi dan

relaksasi otot-otot tertentu (Kustanti & Widodo, 2008 dalam Setyoadi &

Kushariyadi, 2011).

21
2. Tujuan dan Manfaat Relaksasi Otot Progresif

Tujuan relaksasi otot progresif adalah untuk menurunkan

ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah

tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolisme, memperbaiki

kemampuan untuk mengatasi stres, membangun emosi positif,

meningkatkan kebugaran, mengatasi spasme otot, meningkatkan

gelombang alfa ke otak dan sebagainya (Herodes, 2010; Alim, 2009; dan

Potter, 2005 dikutip Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Relaksasi otot

progresif akan membantu mengurangi ketegangan otot dan stress,

sehingga terjadipeningkatan kualitas hidup dan sistem fungsional tubuh

(Smeltzer & Bare, 2002 dalam Mashudi, 2011). Jalur umpan balik yang

tertutup antara otot dan pikiran merupakan respon dari stress yang

mengakibatkan ketegangan otot sehingga mengirimkan stimulus ke otak

dan membuat jalur umpan balik (Brown, 1997; Synder & Lindquist,

2002; Mashudi, 2011). Relaksasi PMR dalam hal ini bekerja dengan

menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf

parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran

guna memperkuat sikap positif sehingga rangsangan stress berkurang

terhadap hipotalamus (Copsteads & Banasik, 2000; Mashudi, 2011).

3. Kontraindikasi Relaksasi Otot Progresif

Hal yang bisa menjadi kontraindikasi dari PMR meliputi cidera

akut atau gangguan kenyamanan pada muskuloskeletal dan penyakit

jantung akut (Fritz, 2005). Selain itu pada orang yang mengalami

22
keterbatasan gerak seperti tidak bisa menggerakkan badan dan sedang

menjalani perawatan tirah baring (bed rest) tidak dapat melakukan

progressive muscle relaxation (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

4. Hal- hal yang Perlu Diperhatikan dalam Relaksasi Otot Progresif

Dalam melakukan PMR terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan guna mendapatkan hasil yang efektif yaitu

a. Menegangkan otot tidak dilakukan secara berlebihan karena dapat

menciderai tubuh

b. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat otot-otot relaks selama 20-

50 detik

c. Perhatikan juga posisi tubuh. Hindari posisi berdiri dan dianjurkan

menutup mata untuk memberikan suasana lebih nyaman.

d. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan

e. Diawali dari bagaian tubuh sebelah kanan sebanyak dua kali,

kemudia bagian tubuh kiri sebanyak dua kali.

f. Periksa klien apakah benar-benar rileks

g. Instruksi diberikan secara terus menerus

h. Instruksi yang diberikan tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat

(Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

23
5. Pelaksanaan Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011), pelaksanaan terapi

relaksasi otot progresif terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

a. Persiapan

1) Persiapan Lingkungan

Persiapan lingkungan terdiri dari beberapa faktor, diantaranya

adalah mempersiapkan kursi, bantal serta menciptakan lingkungan

yang tenang dan sunyi.

2) Persiapan Klien

a) Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan terapi serta

pengisian lembar persetujuan

b) memposisikan tubuh klien senyaman mungkin, dapat berbaring

dengan mata tertutup dan menggunakan bantal pada bawah

kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan kepala ditopang,

hindari posisi berdiri

c) tidak menggunakan aksesoris seperti kacamata, jam dan sepatu

d) melonggarkan peralatan yang melekat pada tubuh seperti dasi

dan ikat pinggang

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Relaksasi Otot Progresif

1) Gerakan 1 : berfungsi untuk melatih otot tangan

a) Tangan kiri digenggam membentuk suatu kepalan, kuatkan

kepalan sambil merasakan ketegangan yang terjadi. Kemudian

arahkan klien untuk melepaskan kepalan dan merasakan relaks

selama 10 detik.

24
b) Ulangi gerakan pada tangan kiri sebanyak dua kali agar klien

dapat membedakan kondisi otot yang tegang dan relaks.

Lakukan prosedur yang sama pada tangan kanan.

2) Gerakan 2 : berfungsi untuk melatih otot tangan bagian belakang.

Kedua pergelangan tangan ditekuk ke belakang sehingga otot

tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, kemudian

lepaskan tekukan ke posisi semula secara perlahan-lahan. Ulangi

satu kali lagi.

3) Gerakan 3 : berfungsi untuk melatih otot biseps (otot besar pada

pangkal lengan bagian atas). Kedua tangan digenggam membentuk

kepalan, arahkan kepalan menuju ke pundak sehingga otot biseps

akan menjadi tegang. Ulangi satu kali lagi.

4) Gerakan 4 : berfungsi untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

Kedua bahu diangkat setinggi-tingginya seakan-akan hampir

menyentuh telinga. Perhatian dipusatkan pada kontras ketegangan

yang terjadi pada bahu, punggung atas dan leher. Ulangi satu kali

lagi.

5) Gerakan 5 dan 6 : berfungsi dalam melemaskan otot-otot wajah

seperti otot dahi, mata, rahang dan mulut. Otot dahi digerakkan

dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa bahkan

kulitnya keriput. Mata dipejamkan semaksimal mungkin sehingga

ketegangan dapat dirasakan dirasakan di sekitar mata termasuk

otot-otot mata. Ulangi satu kali lagi.

25
6) Gerakan 7 : berfungsi untuk mengendurkan otototot rahang.

Rahang dikatupkan bersamaan dengan menggigit gigi sehingga

ketegangan terjadi di sekitar otot rahang.

7) Gerakan 8 : berfungsi dalam mengendurkan otot-otot mulut. Bibir

dimoncongkan semaksimal mungkin sehingga ketegangan dapat

dirasakan di sekitar mulut. Ulangi satu kali lagi.

8) Gerakan 9 : berfungsi untuk merileks otot-otot bagian depan dan

belakang leher. Kepala direbahkan pada sandaran, gerakan dimulai

dari otot leher bagian belakang kemudian otot leher bagian depan.

Kepala ditekankan pada sandaran sehingga dapat dirasakan

ketegangan yang terjadi pada leher bagian belakang dan punggung

atas. Ulangi satu kali lagi.

9) Gerakan 10 : berfungsi untuk melatih otot leher bagian depan.

Kepala ditekuk, dagu dibenamkan ke arah dada sehingga

ketegangan dapat dirasakan pada leher bagian depan. Ulangi satu

kali lagi.

10) Gerakan 11 : berfungsi untuk melatih otot punggung. Tubuh

ditegakkan dari sandaran, punggung dilengkungkan dan busungkan

dada. Kondisi ini (tegang) dipertahankan 10 detik kemudian

lakukan posisi relaks dengan cara meletakkan kembali tubuh ke

sandaran dan membiarkan otot menjadi lemas. Ulangi satu kali

lagi.

11) Gerakan 12 : berfungsi untuk melemaskan otot dada. Lakukan

nafas dalam agar paru-paru terisi udara sebanyak-banyaknya, tahan

26
selama beberapa saat dengan merasakan ketegangan yang terjadi

pada bagian dada dan turun ke perut, lalu dilepas dengan

mengeluarkan udara seperti bernafas biasa. Ulangi satu kali lagi.

12) Gerakan 13 : berfungsi untuk melatih otot perut. Perut ditarik ke

dalam dengan kuat, tahan sampai kencang dan keras selama 10

detik, lalu lepaskan. Ulangi sekali lagi.

13) Gerakan 14 dan 15 : berfungsi untuk melatih otot-otot kaki (paha

dan betis). Luruskan telapak kaki sehingga otot paha terasa

kencang. Selagi telapak kaki diluruskan, antara paha dan betis juga

diluruskan. Tahan selama 10 detik kemudian dilepaskan. Ulangi

satu kali lagi.

6. Cara Kerja Relaksasi Otot Progresif Terhadap Respon Tubuh

Relaksasi otot progresif dimulai dengan cara menegangkan otot-

otot tertentu selama beberapa waktu, kemudian merelakskannya secara

perlahan. Otot-otot yang menegang tersebut akan mengendur ketika

terjadi proses relaksasi (Ramdani, 2009 dalam Hamarno, 2010). Saat

otot-otot tubuh mengalami proses relaks, maka akan terjadi penurunan

aktvitas saraf simpatis dan peningkatan saraf parasimpatis (Carlson,

1994 dalam Ramdhani & Putra, 2006; Corwin, 2009). Saraf simpatis

bertanggung jawab terhadap adanya stimulus stress dan berperan

penting dalam memacu organ-organ tubuh, meningkatkan denyut

jantung dan frekuensi pernafasan, terjadinya penyempitan pada

pembuluh darah perifer serta pembesaran pada pembuluh darah pusat

27
saat seseorang mengalami ketegangan dan kecemasan (Bluerufi, 2009

dalam Hamarno, 2010).

Tujuan diberikannya relaksasi maka akan terjadi penurunan sistem

saraf simpatis dan peningkatan sistem saraf parasimpatis. Selain itu

akan menurunkan metabolisme, tekanan darah, denyut nadi, konsumsi

dan kebutuhan akan oksigen, ketegangan otot serta laju metabolik.

Relaksasi juga akan meningkatkan gelombang alfa otak saat klien

sadar, meningkatkan konsentrasi, mengatasi stressor serta

meningkatkan kebugaran . Relaksasi akan membantu menurunkan efek

negatif yang terjadi akibat stress kronis (Potter & Perry, 2009).

Gelombang alfa yang terbentuk akan menghasilkan hormon endorphin.

Hormon tersebut memiliki fungsi serupa narkotika alami yang akan

menciptakan rasa gembira dan mengurangi rasa sakit yang pada

akhirnya mengakibatkan mengendurnya keteganggan jiwa.

Teknik relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan

teganggan, pertama-tama jasmaniah, yang pada akhirnya

mengakibatkan mengendurnya keteganggan jiwa. Cara relaksasi dapat

bersifat respiratoris yaitu dengan mengatur mekanisme atau aktivitas

pernafasan atau bersifat otot, dilakukan dengan tempo atau irama dan

intensitas yang lebih lambat dan alam. Keteraturan dalam bernafas,

khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan sikap mental

dan badan akan rileks. Pelatihan otot akan menyebabkan otot makin

lentur dan menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa

membuatnya kaku (Wiramihardja, 2004).

28
BAB III
TELUSURAN EVIDANCE BASE NURSING

A. Analisa PICO

NO. JURNAL POPULATION INTERVENTION COMPARATOR OUTCOME


1. Tanda Gejala dan Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian telah Dalam pendahuluan tercantum Menurut peneliti pada penelitian ini
Kemampuan klien dengan diagnosa dilakukan studi pendahuluan data dari WHO (2015) terapi musik memberikan
Mengontrol keperawatan perilaku dan informed consent. menunjukkan jumlah orang yang kenyamanan pada klien ketika
Perilaku Kekerasan kekerasan berdasarkan mengalami skizofrenia di seluruh dilakukan RECBT. Terapi musik
Dengan terapi studi pendahuluan pada 51 Sebelum diberikan intervensi dunia adalah 7 dari 1000 pada akhirnya akan berdampak pada
Musik dan Rational dokumen sebanyak 46,34% klien diberikan kuesioner A penduduk di dunia yaitu sebesar kondisi relaksasi pada klien
Emotive Cognitive (19 klien) menderita yang berisi data terkait 21 juta orang. Studi pendahuluan sedangkan RECBT bedampak pada
Behaviour Therapy gangguan jiwa dengan dengan karakteristik yang peneliti lakukan di RSJ Prof kognitif, emosi dan perilaku klien.
diagnosa keperawatan responden dan pemberian Dr Soerojo Magelang Hal ini sejalan dengan Veck yang
Setiawan, Heri, perilaku kekerasan. Setiap kuesioner B baik sebelum dan menunjukkan klien skizofrenia menyatakan bahwa kesulitan
Budi Anna Keliat bulannya rata-rata klien setelah dilakukan intervensi sebanyak 80,34% dengan emosional dan perilaku dalam
dan Ice Yulia masuk dengan perilaku yang berisi pengukuran diagnosa keperawatan perilaku hidupnya disebebkan cara mereka
Wardani kekerasan 2-3 klien perubahan gejala perilaku kekerasan sebanyak 46,34%. menginterpretasikan berbagai
dibangsal putra dan 1-2 kekerasan meliputi kogintif, peristiwa yang dialami. Sehingga
klien dibangsal putri. emosi, perilaku, fisiologis dan Teknik pengambilan sampel pada kombinasi terapi ini berdampak pada
sosial. Dimana pada instumen jurnal ini menggunakan Purposive relaksasi, mengubah keyakinan
Kriteria inklusi dalam yang digunakan terlebih Sampling responden penelitian irasional, pikiran negatif dan perilaku
jurnal penelitian ini tidak dahulu dilakukan uji berjumlah 60 orang yang terdiri negatif pada klien perilaku
disebutkan secara pasti valitidas. atas 30 orang kelompok intervesi. kekerasan.
nampun perlakuan
diberikan kepada pasien Pada jurnal ini dijelaskan cara Desain penelitian Quasi Hasil penelitian menunjukan terapi
dengan diagnosa pelaksanaan terapi musik dan Eksperimental dengan rancangan musik dan RECBT efektif
keperawatan perilaku RECBT sebanyak 6 kali Pre-Post Test with Control meningkatkan kemampuan
kekerasan. pertemuan. sebagai berikut Group. mengontrol perilaku kekerasan pada

29
Pertemuan 1 : terapi musik, kelompok intervensi dibandingkan
Responden penelitian ini identifikasi kejadian dan Pada jurnal penelitian ini dengan kelompok kontrol dengan
berjumlah 64 orang dengan respon terhadap kejadian: menunjukkan kemampuan hasil uji korelasi pearson < 0,5.
masalah keperawatan perasaan yang muncul, mengontrol perilaku kekerasan
perilaku kekerasan. mengukur perasaan dengan pada kelompok intervensi sebesar Sehingga pada penelitian tersebut
menggunakan termometer 74,15% sedangkan pada diharapkan dapat digunakan sebagai
perasaan, mengidentifikasi kelompok kontrol sebesar evidence based, namun perlu
pikiran dan perilaku negatif. 10,32%. dilakukan penelitian lebih lanjut
Latihan melawan keyakinan dengan cohort.
irasional terhadap kejadian
yang pertama.
Pertemuan ke2: terapi musik,
diskusi dan latihan melawan
keyakinan irasional terhadap
kejadian kedua.
Pertemuan ke3 : terapi musik,
diskusi dan latihan melawan
pikiran negatif yang pertama.
Pertemuan ke4: terapi musik,
diskusi dan latihan melawan
pikiran negatif yang kedua.
Pertemuan ke5: terapi musik,
diskusi dan mengubah
perilaku megatif yang
pertama.
Pertemuan ke6: terapi musik,
diskusi dan mengubah
perilaku negatif yang kedua.
Namun tidak djelaskan secara
spesifik durasi waktu terapi
musik yang dilakukan.

30
2. Pengaruh Musik Penelitian tersebut Dalam jurnal penelitian ini Dalam pendahuluan disebutkan Musik memiliki efek yang baik
Klasik dalam dilakukan pada klien untuk tidak dilakukan studi pervalensi gangguan jiwa berat dalam mengurangi keanehan,
Mengurangi mengurangi kekambuhan pendahuluan dan tidak pada penduduk di Indonesia depresi, rasa sakit, mengekspresikan
Tingkat penderita skizofrenia terdapat informed consent. adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa rasa mereka, meningatkan
Kekambuhan dirumah. Karena terbanyak di DI Yogyakarta, kreativitas, memotivasi pasien,
Penderita berdasarkan data riskesdas Tidak ada penjelasan tentang Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan meningkatkan sosialisasi terhadap
Skizofrenia di 2013 sebanyak 14,3% proses, durasi waktu Jawa Tengah. Proporsi rumah masyarakat, meningkatkan memori,
Rumah rumah tangga pernah pelaksanaan Terapi Musik tangga yang pernah memasungkan mengurangi perilaku agresif,
memasungkan anggota Klasik dalam jurnal. anggota yang mengalami memberikan rasa tenang, sebagai
Widya, Dara rumah tangga yang gangguan jiwa 14,3%. pedidikan moral dan mengendalikan
Marissa dan Soraya menderita gangguan jiwa emosi.
Rahmanisa berat. Teknik pengambilan sampel dan
desain penelitian tidak dijelaskan Jurnal ini menyebutkan terdapat
Dalam penelitian kriteria dalam jurnal. pengaruh musik klasik dalam
inklusi tidak disebutkan mengurangi tingkat kekambuhan
secara pasti hanya Pada jurnal tidak didapatkan hasil penderita skizofrenia di Rumah,
dijelaskan pada pasien analisa statistik dari penelitian. namun tidak menjelaskan data atau
skizofrenia yang hasil analisa statistik yang didapat.
mengalami gejala perilaku
agresif

Tidak disebutkan secara


pasti jumlah responden
dalam jurnal ini.

3. Terapi Musik Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian telah Dalam pendahuluan tercantum Terapi musik klasik dapat digunakan
Klasik Terhadap klien yang mengalami dilakukan studi pendahuluan data dari WHO (2010) dalam penanganan perilaku agresif
Perubahan Gejala gejala perilaku agresif dan informed consent. menunjukkan pasien gangguan kekerasan pada klien skizofrenia, hal
Perilaku Agresif berdasarkan hasil rekam jiwa di Indonesia sebanyak 246 ini sejalan dengan Djohan (2005)
Pasien skizofrenia medik RSJ Provinsi Bali Pada jurnal ini pasien terlebih dari 1000 anggota rumah tangga yang menjelaskan secara psikologis
jumlah pasien perilaku dahulu dilakukan pengukuran Gangguan jiwa berti di Bali 3% pengaruh penyembuhan musik pada
Candra, I Wayan, I agresif/kekerasan tahun gejala perilaku agresif (pre dari 4 juta penduduk. Kasus tubuh adalah pada kemampuan saraf

31
Gusti Ayu Ekawati 2010, 2011, dan 2012 test) kemudian diberikan gangguan jiwa di RSJ Provinsi pada tubuh dalam menangkap efek
dan I Ketut Gama sebanyak 2053 orang perlakuan dengan terapi Bali terjadi peningkatan. akustik. Dilanjutkan dengan respon
(52,93%), 2256 orang musik klasik. tubuh terhadap gelombang musik
(56,1%) dan 2562 orang Teknik pengambilan sampel yaitu dengan meneruskan gelombang
(63,66%) hal ini Sebelum pelaksanaan menggunakan non probabiliyt terbeut keseluruh sistem kerja tubuh.
menunjukkan terdapat intervensi terlebih dahulu sampling jenis consecutive Efek terapi musik pada sistem limbik
peningkatan. Pada jurnal dilakukan pre test sampling. dan saraf otonom adalah
dijelaskan bahwa dampak menggunakan lembar menciptakan suasan rileks, aman,
yang dapat ditimbulkan observasi yang telah Desain penelitian Pre dan menyenangkan sehingga
oleh pasin yang mengalami dibakukan (berupa penlilaian eksperimental dengan rancangan merangsang pelepasan GABA,
perilaku agresif/ kekerasan aspek fisik, kognitif, penelitian One group pre-test-post enkefallin, atau beta endorphin yang
adalah bisa membahayakan emosional, perilaku dan dapat mengeliminasi neurotransmiter
diri snediri, orang lain, sosial). Terapi musik klasik Hasil penelitian menujukkan rasa tertekan, stress dan cemas,
maupun merusak dilaksanakan di ruang dengan tingkat perilaku agresif sebelum sehingga menciptakan ketenangan
lingkungan sehingga menggunakan panduan terapi perlakuan perilaku agresif ringan dan memperbaiki suasana hati.
diperlukan penanganan. musik sebanyak tujuh kali, sebanyak 0 setelah dilakukan
tiap kali pelaksanaan perlakuan menjadi 12 orang, Hasil analisis dengan menggunakan
Responden dalam dilakukan selama 30 menit. perilaku agresif sedang sebelum uji Wilcoxon sign rank test. Hasil
penelitian ini sebanyak 15 Setelah diberi perlakuaan perlakuan 11 orang turun menjadi penelitian menunjukkan ada
orang yang memenuhi sebanyak 7 kali, dilakukan 3 orang setelah perlakuan, dan pengaruh yang sangat signifikan
kriteria inklusi namun post test dengan observasi perilaku agresif berat 4 orang p=0,00<p=0,010. Sebelum diberikan
tidak disebutkan secara gejala perilaku agresif yang berkurang menjadi 0 orang setelah terapi musik klasik sebanyak 73,3%
pasti kriteria inklusi yang dialami pasien. diberikan perlakuan. gejala perilaku agresif dalam
dimaksud hanya kategori sedang. Setelah dilakukan
menyebutkan bahwa terapi perilaku agresif/ kekerasan
populasi dalam penelitian pasien skizofrenia berada dalam
adalah semua pasien kategori ringan yaitu sebesar 80%.
skizofrenia yang
mengalami gejala perilaku Hasil ini dapat digunakan sebagai
agresif diruang kunti suatu alternatif dalam menurunkan
perilaku kekerasan.agresif pada
pasien skizofrenia di berbagai

32
tatanan pelayanan kesehatan jiwa.

4. Effectiveness of Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian telah Dalam pendahuluan dijelaskan Terapi musik klasik tidak hanya
Music therapy on siswa SMA tunatera yang dilakukan studi pendahuluan anak-anak penyandang cacat tidak respon alternatif diinginkan untuk
Aggressive mengalami gejala perilaku dan informed consent. seing mampu menyesuaikan diri mengubah perilaku tetapi salah satu
Behavior of agresif, penelitian dengan sosial dan emosional alat yang dapat secara langsung
Visually Impaired menjelaskan anak tuna Pada jurnal ini pasien terlebih mereka lebih sulit dalam interaksi mempengaruhi emosi, dan perasaan.
Adolesncents netra lebih menyendiri dan dahulu dilakukan pengukuran masa depan. Tidak dijelaskan
terisolasi dapat gejala perilaku agresif (pre data konkrit yang menjunjukkan Hasil analisis dengan menggunakan
Hashemian, menunjukan perilaku yang test) dengan menggunakan angka anak yang mengalami analsis kovarians p=0,01yang
Peyman, Morouz belum matang sehingga buss dan perry agresi, rutter perilaku agresi khusunya menunjukkan bahwa penelitian
Mashoogh and kurang mampu menekan perilaku kuesioner. disekolah yang diambil peneliti tersebut efektiv mengurangi perilaku
Lida Jarahi kemarahan dan agresi untuk dilakukan penelitian. agresi dan perilaku agresif pada anak
mereka sendiri. Terapi musik dilaksanakan tunanetra.
yang terdiri dari 12 sesi terapi Teknik pengambilan sampel
Responden dalam yang berlangsung 90 menit menggunakan random sampling Hasil ini dapat digunakan sebagai
penelitian ini sebanyak 59 selama satu minggu setelah yang terdiri dari kelompok suatu intervensi nonfarmakologis
orang tidak disebutkan semua sesi dilakukan, maka intervensi, namun jumlah dari untuk mengurangi keadaan
kriteria inklusi yang dilanjutkan dengan postest kelompok intervensi tidak emosional, dianjurkan untuk
dimaksud hanya dan diuji kembali tingkat dijelaskan lanjutkan pada individu yang tidak
menyebutkan bahwa agresi. Tidak dijelaskan mengalami keterbatasan.
populasi dalam penelitian kondisi situasi pelaksanaan Desain penelitian tidak disebutkan
adalah siswa yang sukarela ataupun prosdeur pelaksanaan secara pasti. Namun dilakukan
dan setuju untuk terapi. pretest dan postest.
berpartisipasi.
Hasil penelitian menujukkan
menunjukkan bahwa musik dapat
secara signifikan mengurangi
tingkat agresi dengan p=0,01

33
5. Evaluating the Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian terlebih Dalam pendahuluan menjelaskan Hasil penelitian menunjukan Jurnal
Effectiveness of klien dengan preilaku dahulu dilakukan informed data di RSJ yang mengalami penelitian ini menunjukkan terjadi
Progressive Muscle agresif pada pasien cacat consent perilaku agresif 12,5% dari total penururnan perilaku agresif sebesar
Relaxation in mental. Hal ini di dasari populasi pasien. 14,7%, menurut peneliti terapi otot
Reducing the bahwa banyak pasien cacat Sebelum diberikan intervensi progresif menghasilkan suatu
Aggressive mental yang berada di dilakukan penilaian perilaku Teknik pengambilan sampel pada rileksasi sehingga menjadi stimulus
Behaviors of rumah sakit jiwa karena agresif menggunakan jurnal ini menggunakan agar klien tidak melakukan perilaku
Mentally masalah perilaku agresif. Checklist Perilaku Agresif Consecutive Sampling responden agresif.
Handicapped (CAB) yang telah di validasi penelitian berjumlah 12 orang.
Patients Kriteria inklusi dalam dan reliabilitas. Dijelaskan bahwa penelitian
jurnal penelitian ini Desain penelitian menggunakan selanjutnya menggunakan desain
Fung To, Maggie disebutkan dengan jelas Intervensi dilakukan One Group Pretest-Postest. eksperimental dengan sampel yang
Yuen and Sally yaitu : sebanyak 4 kali per minggu lebih besar.
Chan 1. Tingkat IQ antara 40 selama 4 minggu. Setiap sesi Jurnal penelitian ini menunjukkan
sampai 70 latihan berlangsung sekitar 30 terjadi penururnan perilaku agresif
2. Menampilkan perilaku menit. Namun tidak sebesar 14,7%, 10 perilaku
agresif dalam 3 bulan dijelaskan gerakan otot menunjukkan terjadinya
terakhir di rumah atau progresif yang dilakukan. penurunan, 3 perilaku
di bangsal Lama waktu saat gerakan dan menunjukkan peningkatan
3. Tidak ada fisik atau relaksasi juga tidak dijelaskan perilaku, dan 4 perilaku memiliki
sensori merusak mental pada jurnal ini. pengunganan 100%.
4. Tidak ada tanda
psikotik akut
Kriteria Eksklusi :
1. Ketulian
2. IQ dibawah 40
3. Pasien dengan otot
terganggu

Responden penelitian ini


berjumlah 12 orang.

34
6. Pengaruh Teknik Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian tidak Dalam pendahuluan data yang Hasil penelitian menunjukan pada
Relaksasi Terhadapklien dengan skizofrenia menjelaskan studi mendukung penelitian. Hanya kelompok perlakuan yang
Perubahan Status peneliti menjelaskan pendahuluan. menjelaskan bahwa kasus mendapatkan teknik relaksasi ada
Mental Klienbahwaklien dengan penyakit mental cenderung perubahan yang cukup signifikan
Skizofrenia Disikofrenia menunjukkan Sebelum diberikan intervensi meningkat dimasyarakat adalah terhadap perubahan status mental
Rumah Sakit Jiwa perilaku bervariasi antara masing-masing kelompok skizofrenia. sehingga relaksasi otot progrescif
Daerah Surakarta lain : kelainan pikiran, diberikan pre test dan setelah efektif untuk mengurangi ketegangan
kelainan emosi, menarik intervensi diberikan post test. Teknik pengambilan sampel pada otot, kecemasan dan kelelahan yang
Kustanti, Erviana diri, cemas, dan sulit diatur Tidak dijelaksan kuesioner jurnal ini menggunakan dialami klien dengan menggunakan
dan Arif Widodo sehingga mempengaruhi yang peneliti gunakan dalam Consecutive Sampling responden analisa data Mann-whitney statistic
status mental klien. Namun jurnal ini. penelitian berjumlah 16 orang test P-0,001 (p<0,05) sehingga akan
tidak disebutkan hasil studi yang terdiri atas 8 orang mempengaruhi status mental klien.
pendahuluan yang Intervensi dilakukan kelompok intervesi. Hasil ini sesuai pendapat dari Pratiwi
memperkuat tujuan dari sebanyak 5 langkah (telapak (2006), usaha untuk mencegah
penelitian. tangan, dahi, otot muka, Desain penelitian Eksperiment penyakit adalah dengan mengelola
punggung, tarikan kaki) dengan renacangan penelitian stresor yang datang, pengelolaan
Kriteria inklusi dalam setiap otot atau kelompok Quasi Experimental Pretest- tersebut berhubungan dengan
jurnal penelitian ini otot dikontraksikan selama 5- Postest with Control Group. bagaimana individu memelihara
disebutkan dengan jelas 7 detik dan relaksasi 12-20 kesehatannya. Pemeliharaan
yaitu : detik. Tidak disebutkan Jurnal penelitian ini menunjukkan kesehatan merupakan fungsi otak
1. Klien yang dirawat berapa kali gerakan dilakukan perbedaan antara pre test dan post utama, bagian tengah otak ketika ada
inap di RSJD Surakarta setiap harinya. test, nilai mean sebelum perlakuan stressor akan menstimulasi proses
2. Klien dengan diagnosis pada kelompok kontrol dan biokimia otak dan respon relaksasi
skizofrenia kategori perlakuan yaitu 9,94 dan 7,04. adalah usaha tubuh untuk
keperawatan Sedangkan post test pada mengembalikan dalam keadaan
maintenance kelompok kontrol dan perlakuan seimbang. Teknik relaksasi akan
3. Klien tidak menderita yaitu 4,81 dan 2,19. Dari 8 mengembalikan proses mental, fisik
ketulian responden yang dierikan teknik dan emosi.
4. Klien bersedia relaksasi progresif terdapat 4
mengikuti jalannya responden yang mengalami Sehingga pada penelitian tersebut
penelitian dari awal penurunan nilai status mental diharapkan dapat disosialisasikan
sampai akhir Yang cukup banyakdari kategori sebagai alternatif pemberian terapi,

35
5. Klien dapat bekerja berat menjadi sedang. Sedangkan terapi untuk tetap dilatih pada klien,
sama (Koopreatif) 4 responden lainnya yang bagi perawat dapat memberikan
6. Klien berjenis kelamin mendapatkan perlakuan motivasi kepada klien agar lebih
perempuan dan berusia mengalami penurunan namun aktif dalam mengikuti terapi
produktif masih dalam kategori sedang sehingga dapat merubah status
7. Klien yang hanya sedikit mengalami mental dan mempersiapkan diri
mendapatkan terapi perlakuan. kembali ke masyarakat. Bagi
obat yang sama dengan penelitian selanjutnya hendaknya
kelompok kontrol menggunakan responden random
8. Klien yang tidak dalam dengan menggunakan evaluasi secara
program ECT selama time series sesuai waktu yang
satu minggu dijadwalkan.
Kriteri eksklusi juga
disebutkan secara jelas:
1. Klien yang tidak
mengikuti terapi
sampai batas waktu
yang ditentukan (pasien
meninggal, melarikan
diri atau dijemput
keluagra)
2. Klien dengan diagnosa
skizofrenia hebefrenik

Responden penelitian ini


berjumlah 16 orang.

7. A Study of Using Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian ini terlah Dalam pendahuluan ddijelaskan Hasil penelitian menunjukan pada
Muscle Relaxation klien dengan skizofrenia melakukan studi pendahuluan data RSJ Sakaeo Rajanagarindra bahwa rata-rata perilaku agresif pada
and Music on yang mengalami perilaku dan informed consent. menyebutkan bahwa 14,39 % saat pretest dan postest memiliki
Aggresive agresif, peneliti penderita agresif tingakat yang berbeda secara
Behaviours of menjelaskan data RSJ Sebelum diberikan intervensi signifikan dengan hasil t-test 0,05.

36
Schizophrenic Sakaeo Rajanagarindra masing-masing kelompok Teknik pengambilan sampel pada Keterampilan relaksasi dapat
Patients, Sakaeo menyebutkan bahwa 14,39 diberikan pre test dan setelah jurnal ini tidak disebutkan secara mengurnagi insensif yang
Rajanakarindra % penderita agresif intervensi diberikan post test. spesifik responden penelitian menyebabkan perilau kekerasan
Psychiatric merusak properti dan Menggunakan kuesioner berjumlah 20 orang dengan menggunakan musik
Hospital merugikan orang lain hal kekerasan. membantu pasien tenang dan lebih
ini menunjukkan bahawa Desain penelitian One group berkonsentrasi sehingga semakin
Phawo, Phongphan pasien dengan agresif Program relaksasi otot Pretest-Postest santai karena mempengaruhi otak
dapat merugikan diri sendir dengan penggunaan musik yang bertanggung jawab untuk
dan olang lain. Sehingga dibagi menjadi 6 tahap Jurnal penelitian ini menunjukkan pengalaman emosional, termasuk
peneliti pada jurnal kegiatan selama 2 minggu bahwa rata-rata perilaku agresif limbik, beraksi secara fisik dan
tersebut menggunakan 1. Menciptakan pada saat pretest dan postest mental.
relaksasi otot dengan hubungan terapeutik memiliki tingakat yang berbeda
musik untuk mengrangi 2. Relaksasi otot secara signifikan baik secara Sehingga pada penelitian tersebut
perilaku agresif penderita 3. Mendengarkan musik verbal, kekerasan fisik terhadap menyarankan agar penelitian dapat
skizofrenia. 4. Percussing orang lain, kekerasan fisik dilakukan sehingga dapat membantu
berdasarkan ritme terhadap hal-hal yang merusak pasien dengan perilaku agresif,
Kriteria inklusi dalam 5. Bernyanyi dan agresi fisik terhadap dirinya sebelum implikasi diperlukan orang
jurnal penelitian ini 6. Pertunjukkan gerakan sendiri. yang memiliki latihan keterampilan
disebutkan dengan jelas musik relaksasi otot dan terapi musik
yaitu : Evaluasi (post test) dilakukan
1. Pasien yang telah setelah 1 minggu. Tidak
didiagnosis mendertia disebutkan jumlah gerakan
skizofrenia dan yang dilakukan, lama waktu
memiliki perilaku pada saat gerakan dan
agresif relaksasi.
2. Penderita skizofrenia
rawat inap di
psychiatric ward, RSJ
sakaeo rahanagarindra
3. Tanpa halusinasi
4. Mau berkomunikasi
dengan orang lain

37
5. Tidak ada gangguan
mental organik atau
komplikasi serius

Responden penelitian ini


berjumlah 20 orang.

8. Pengaruh Teknik Penelitian dilakukan pada Dalam penelitian telah Dalam pendahuluan tercantum Menurut peneliti relaksasi progresif
Relaksasi Progresif klien dengan diagnosa dilakukan studi pendahuluan data dari WHO menunjukkan efektif untuk mengurangi ketegangan
Terhadap Tingkat skizofrenia paranoid. dan informed consent. jumlah orang yang mengalami otot, kecemasan dan kelelahan yang
Kecemasan Pada Berdasarkan observasi gangguan jiwa sekitar 450 juta dialami klien sehingga akan
Klien Skizofrenia penulis di RSJD Surakarta Sebelum diberikan intervensi orang. Skizofrenia diindonesia mempengaruhi status mental klien.
Paranoid Di RSJD banyak klien mengalami klien diberikan alat ukur ditemukan 7 per 1000 orang
Surakarta skizofrenia paranoid kecemasan HRS-A dilakukan dewasa. Rawat inap di RSJD Hasil penelitian menunjukan terapi
dimana skizofrenia ini intervensi dan diukur kembali surakarta meningkat dari 395 otot progresif mampu menurunkan
Anindita, Bima sangat sensititf, emosional menjadi 407 klien. tingkat kecemasan dengan hasil uji
dan mudah sekali cemas. Pada jurnal ini dijelaskan cara Paired t-test dengan p-value 0,029 <
pelaksanaan terapi otot Teknik pengambilan sampel pada 0,05. Namun terapi ini juga
Kriteria inklusi dalam progresif dengan jurnal ini menggunakan Purposive meningkatkan kecemasan menjadi
jurnal penelitian ini tidak menegangkan otot selama 5-7 Sampling responden penelitian berat pada 3 pasien dikarenakan
disebutkan secara pasti dekit dan kemudian rileks berjumlah 18 orang. setelah relaksasi progresif peneliti
nampun perlakuan selama 20-30 detik, dengan tidak melakukan kontrol.
diberikan kepada pasien cara mulai mengambil nafas Desain penelitian Ekspreiment
dengan diagnosa dalam sebanyak 3 kali, dengan rancangan Pre-Post Test Sehingga pada penelitian tersebut
keperawatan skizofrenia dengan 5 gerakan (kepalan design. menyarankan untuk menerapkan
paranoid telapak tangan, dahi, otot terapi, memfasilitasi pelatihan dan
muka, pungkung, tarikan Pada jurnal penelitian ini keterampilan perawat, penelitian
Responden penelitian ini kaki) menunjukkan penurunan selanjutnya diharapkan dapat
berjumlah 18 orang dengan kecemasan dari sedang menjadi menambah faktor-faktor lain yang
masalah keperawatan ringan. mempengaruhi tingkat kecemasan
seperti pengobatan, lingkungan dan
dukungan keluarga.

38
B. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

NO. KELEBIHAN KEKURANGAN


1. 1. Abstrak pada jurnal jelas sehingga pembaca dapat mengetahui 1. Tidak dijelaskan hal-hal yang mempengaruhi
hasil penelitian secara umum keberhasilan terapi
2. Pada pendahuluan dijelaskan data masalah gangguan jiwa di
dunia dan Indonesia
3. Dipaparkan secara jelas latar belakang dari permasalahan tempat
yang dijadikan penelitian (RSJ Prof Dr Soerojo) serta alasan
pengambilan terapi.
4. Dijelaskan tujuan dari penelitian
5. Kriteria inklusi disebutkan
6. Metode penelitian menggunakan rancangan pre-posttest with
control group design
7. Terdapat penjelasan tentang proses intervensi
8. Terdapat penjelasan standar operasional prosedur Terapi musik
dan Rational Emotive Behaviour Therapy
9. Adanya pembahasan tentang Terapi musik dan Rational Emotive
Behaviour Therapy
10. Terdapat simpulan sehingga memudahkan pembaca dapat lebih
mudah memahami
11. Hasil dan pembahasan variabel bivariat, variabel univariat,
interpretasi dan diskusi hasil secara lengkap dan jelas.
12. Terdapat saran
2. 1. Pada pendahuluan dijelaskan data masalah gangguan jiwa di 1. Abstrak pada jurnal kurang jelas tidak menjelaskan
Indonesia metode sehingga pembaca kurang mengetahui hasil
2. Dijelasakan alasan pengambilan judul dan terapi penelitian secara umum
3. Adanya pembahasan tentang Terapi musik klasik 2. Tidak dijelaskan teknik pengambilan sampel dan desain
penelitian
3. Tidak dijelaskan hasil variabel bivariat, variabel
univariat, interpretasi
4. Tidak ada penjelasan mengenai proses intervensi terapi

39
musik klasik didalam jurnal
5. Tidak ada penjelasan mengenai standar operasional
prosedur terapi musik klasik
3. 1. Abstrak pada jurnal jelas sehingga pembaca dapat mengetahui 1. Tidak dijelaskan hal-hal yang mempengaruhi
hasil penelitian secara umum keberhasilan terapi
2. Pada pendahuluan dijelaskan data masalah gangguan jiwa di
dunia dan Indonesia
3. Dipaparkan secara jelas latar belakang dari permasalahan tempat
yang dijadikan penelitian (RSJ Provinsi Bali) serta alasan
pengambilan terapi
4. Dijelaskan tujuan penelitian
5. Disebutkan kriteria inklusi
6. Jumlah responden dijelaskan
7. Terdapat penjelasan tentang proses intervensi
8. Terdapat standar operasional prosedur Terapi musik
9. Adanya pembahasan tentang Terapi musik
10. Teknik pengambilan sampel dijelaskan
11. Terdapat simpulan sehingga memudahkan pembaca dapat lebih
mudah memahami
12. Hasil dan pembahasan variabel bivariat, variabel univariat,
interpretasi dan diskusi hasil secara lengkap dan jelas.
13. Terdapat saran
4. 1. Diaparkan secara jelas tujuan dari penelitian 1. Abstrak pada jurnal ini jelas namun kurang lengkap
2. Dijelaskan responden dalam penelitian karena tidak memuat latar belakang
3. Disebutkan kriteria inklusi 2. Pada pendahuluan tidak dijelasakan data masalah
4. Dilakukan studi pendahuluan dan informed consent perilaku agresif baik secara internasional, nasional,
5. Dijelaskan tahapan penelitian maupun tempat penelitian
6. Pada penelitian ini terdapat kelompok kontrol 3. Tidak dijelaskan standar operasional prosedur
7. Adanya penjelasan mengenai terapi musik pelaksanaan terapi
8. Terdapat kesimpulan dan saran 4. Desain penelitian tidak disebutkan secara pasti
5. Jumlah kelompok intervensi dan kontrol tidak
disebutkan

40
5. 1. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dengan jelas 1. Abstrak pada jurnal ini teralu singkat sehingga
2. Pada jurnal ini kriteria inklusi dijelaskan pembaca kurang mendapatkan informasi
3. Pada jurnal krietia eksklusi dijelaskan 2. Tidak dijelaskan standar operasional prosedur terapi
4. Dijelasakan alasan pengambilan terapi relaksasi otot progresif
5. Teknik pengambilan sampel disebutkan dalam penelitian 3. Analisa data secara statistik tidak dijelaskan
6. Jumlah responden dijelaskan
7. Dalam penelitian dilakukan informed consent
8. Sebelum intervensi dilakuan penilaian perilaku agresif untuk
mendapatkan sampel
9. Proses penelitian dijelaskan
10. Adanya pembahasan tentang Terapi relaksasi otot progresif
11. Terdapat simpulan dan saran
6. 1. Abstrak pada jurnal ini jelas sehingga pembaca dapat 1. Didalam pendahuluan tidak dijelasakan studi
mengetahui hasil penelitian secara umum pendahuluan yang dilakukan
2. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dengan jelas
3. Dijelaskan alasan pengambilan terapi
4. Pada jurnal ini kriteria inklusi dijelaskan
5. Pada jurnal kiretia eksklusi dijelaskan
6. Terdapat kelompok kontrol
7. Teknik pengambilan sampel disebutkan
8. Jumlah responden dijelaskan
9. Dalam penelitian dilakukan informed consent
10. Proses jalanya penelitian dijelaskan
11. Dijelaskan standar operasional prosedur terapi relaksasi otot
progresif
12. Analisa data jelas
13. Adanya pembahasan tentang Terapi relaksasi otot progresif
14. Terdapat simpulan dan saran
7. 1. Abstrak pada jurnal jelas sehingga pembaca daoat mengetahui 1. Standar operasional prosedur terapi tidak dijelaskan
hasil penelitian secara umum 2. Kurangnya penjelasan mengenai relaksasi otot
2. Dipaparkan secara jelas latar belakang dari permasalahan tempat progresif
yang dijadikan penelitian serta alasan pengambilan terapi.

41
3. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian
4. Kirteria inklusi disebutkan dengan jelas
5. Teknik pengambilan sampel disebutkan dengan jelas
6. Jumlah responden dijelaskan
7. Dilakukan studi pendahuluan dan informed consent
8. Dijelaskan proses penelitian
9. Analisa data secara statistik jelas
10. Terdapat simpulan dan saran
8. 1. Dipaparkan secara jelas latar belakang dari permasalahan tempat 1. Abstrak cukup jelas namun terlalu banyak
yang dijadikan penelitian serta alasan pengambilan terapi. 2. Kurangnya penjelasan mengenai relaksasi otot
2. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian progresif
3. Kirteria inklusi disebutkan dengan jelas
4. Teknik pengambilan sampel disebutkan dengan jelas
5. Jumlah responden dijelaskan
6. Dilakukan studi pendahuluan dan informed consent
7. Dijelaskan proses penelitian
8. Dijelaskan standar operasional prosedur terapi
9. Analisa data secara statistik jelas
10. Terdapat simpulan dan saran

42
C. Perbandingan Literatur Review

TERAPI MUSIK JURNAL 1 JURNAL 2 JURNAL 3 JURNAL 4


POPULATION Penelitian dilakukan pada Penelitian tersebut Penelitian dilakukan pada Penelitian dilakukan pada
klien dengan diagnosa dilakukan pada klien untuk klien yang mengalami gejala siswa SMA tunatera yang
keperawatan perilaku mengurangi kekambuhan perilaku agresif berdasarkan mengalami gejala perilaku
kekerasan berdasarkan penderita skizofrenia hasil rekam medik RSJ agresif, penelitian
studi pendahuluan pada 51 dirumah. Karena Provinsi Bali jumlah pasien menjelaskan anak tuna netra
dokumen sebanyak berdasarkan data riskesdas perilaku agresif/kekerasan lebih menyendiri dan
46,34% (19 klien) 2013 sebanyak 14,3% tahun 2010, 2011, dan 2012 terisolasi dapat menunjukan
menderita gangguan jiwa rumah tangga pernah sebanyak 2053 orang perilaku yang belum matang
dengan diagnosa memasungkan anggota (52,93%), 2256 orang (56,1%) sehingga kurang mampu
keperawatan perilaku rumah tangga yang dan 2562 orang (63,66%) hal menekan kemarahan dan
kekerasan. Setiap menderita gangguan jiwa ini menunjukkan terdapat agresi mereka sendiri.
bulannya rata-rata klien berat. peningkatan. Pada jurnal
masuk dengan perilaku dijelaskan bahwa dampak Responden dalam penelitian
kekerasan 2-3 klien Dalam penelitian kriteria yang dapat ditimbulkan oleh ini sebanyak 59 orang tidak
dibangsal putra dan 1-2 inklusi tidak disebutkan pasin yang mengalami disebutkan kriteria inklusi
klien dibangsal putri. secara pasti hanya perilaku agresif/ kekerasan yang dimaksud hanya
dijelaskan pada pasien adalah bisa membahayakan menyebutkan bahwa populasi
Kriteria inklusi dalam skizofrenia yang diri sendiri, orang lain, dalam penelitian adalah siswa
jurnal penelitian ini tidak mengalami gejala perilaku maupun merusak lingkungan yang sukarela dan setuju
disebutkan secara pasti agresif sehingga diperlukan untuk berpartisipasi.
nampun perlakuan penanganan.
diberikan kepada pasien Tidak disebutkan secara
dengan diagnosa pasti jumlah responden Responden dalam penelitian
keperawatan perilaku dalam jurnal ini. ini sebanyak 15 orang yang
kekerasan. memenuhi kriteria inklusi
namun tidak disebutkan secara
Responden penelitian ini pasti kriteria inklusi yang
berjumlah 64 orang dimaksud hanya menyebutkan

43
dengan masalah bahwa populasi dalam
keperawatan perilaku penelitian adalah semua
kekerasan. pasien skizofrenia yang
mengalami gejala perilaku
agresif diruang kunti

INTERVENTION Dalam penelitian telah Dalam jurnal penelitian ini Dalam penelitian telah Dalam penelitian telah
dilakukan studi tidak dilakukan studi dilakukan studi pendahuluan dilakukan studi pendahuluan
pendahuluan dan informed pendahuluan dan tidak dan informed consent. dan informed consent.
consent. terdapat informed consent.
Pada jurnal ini pasien terlebih Pada jurnal ini pasien terlebih
Sebelum diberikan Tidak ada penjelasan dahulu dilakukan pengukuran dahulu dilakukan pengukuran
intervensi klien diberikan tentang proses, durasi gejala perilaku agresif (pre gejala perilaku agresif (pre
kuesioner A yang berisi waktu pelaksanaan Terapi test) kemudian diberikan test) dengan menggunakan
data terkait dengan Musik Klasik dalam jurnal. perlakuan dengan terapi musik buss dan perry agresi, rutter
karakteristik responden klasik. perilaku kuesioner.
dan pemberian kuesioner
B baik sebelum dan Sebelum pelaksanaan Terapi musik dilaksanakan
setelah dilakukan intervensi terlebih dahulu yang terdiri dari 12 sesi terapi
intervensi yang berisi dilakukan pre test yang berlangsung 90 menit
pengukuran perubahan menggunakan lembar selama satu minggu setelah
gejala perilaku kekerasan observasi yang telah semua sesi dilakukan, maka
meliputi kogintif, emosi, dibakukan (berupa penlilaian dilanjutkan dengan postest
perilaku, fisiologis dan aspek fisik, kognitif, dan diuji kembali tingkat
sosial. Dimana pada emosional, perilaku dan agresi. Tidak dijelaskan
instumen yang digunakan sosial). Terapi musik klasik kondisi situasi pelaksanaan
terlebih dahulu dilakukan dilaksanakan di ruang dengan ataupun prosdeur pelaksanaan
uji valitidas. menggunakan panduan terapi terapi.
musik sebanyak tujuh kali,
Pada jurnal ini dijelaskan tiap kali pelaksanaan
cara pelaksanaan terapi dilakukan selama 30 menit.
musik dan RECBT Setelah diberi perlakuaan

44
sebanyak 6 kali sebanyak 7 kali, dilakukan
pertemuan. sebagai berikut post test dengan observasi
Pertemuan 1 : terapi gejala perilaku agresif yang
musik, identifikasi dialami pasien.
kejadian dan respon
terhadap kejadian:
perasaan yang muncul,
mengukur perasaan
dengan menggunakan
termometer perasaan,
mengidentifikasi pikiran
dan perilaku negatif.
Latihan melawan
keyakinan irasional
terhadap kejadian yang
pertama.
Pertemuan ke2: terapi
musik, diskusi dan latihan
melawan keyakinan
irasional terhadap kejadian
kedua.
Pertemuan ke3 : terapi
musik, diskusi dan latihan
melawan pikiran negatif
yang pertama.
Pertemuan ke4: terapi
musik, diskusi dan latihan
melawan pikiran negatif
yang kedua.
Pertemuan ke5: terapi
musik, diskusi dan
mengubah perilaku

45
megatif yang pertama.
Pertemuan ke6: terapi
musik, diskusi dan
mengubah perilaku negatif
yang kedua. Namun tidak
djelaskan secara spesifik
durasi waktu terapi musik
yang dilakukan.

COMPARATOR Dalam pendahuluan Dalam pendahuluan Dalam pendahuluan tercantum Dalam pendahuluan
tercantum data dari WHO disebutkan pervalensi data dari WHO (2010) dijelaskan anak-anak
(2015) menunjukkan gangguan jiwa berat pada menunjukkan pasien penyandang cacat tidak seing
jumlah orang yang penduduk di Indonesia gangguan jiwa di Indonesia mampu menyesuaikan diri
mengalami skizofrenia di adalah 1,7 per mil. sebanyak 246 dari 1000 dengan sosial dan emosional
seluruh dunia adalah 7 Gangguan jiwa terbanyak anggota rumah tangga mereka lebih sulit dalam
dari 1000 penduduk di di DI Yogyakarta, Aceh, Gangguan jiwa berti di Bali interaksi masa depan. Tidak
dunia yaitu sebesar 21 juta Sulawesi Selatan, Bali dan 3% dari 4 juta penduduk. dijelaskan data konkrit yang
orang. Studi pendahuluan Jawa Tengah. Proporsi Kasus gangguan jiwa di RSJ menjunjukkan angka anak
yang peneliti lakukan di rumah tangga yang pernah Provinsi Bali terjadi yang mengalami perilaku
RSJ Prof Dr Soerojo memasungkan anggota peningkatan. agresi khusunya disekolah
Magelang menunjukkan yang mengalami gangguan yang diambil peneliti untuk
klien skizofrenia sebanyak jiwa 14,3%. Teknik pengambilan sampel dilakukan penelitian.
80,34% dengan diagnosa menggunakan non probabiliyt
keperawatan perilaku Teknik pengambilan sampling jenis consecutive Teknik pengambilan sampel
kekerasan sebanyak sampel dan desain sampling. menggunakan random
46,34%. penelitian tidak dijelaskan sampling yang terdiri dari
dalam jurnal. Desain penelitian Pre kelompok intervensi namun
Teknik pengambilan eksperimental dengan tidak dijelaskan jumlah
sampel pada jurnal ini Pada jurnal tidak rancangan penelitian One pastinya
menggunakan Purposive didapatkan hasil analisa group pre-test-pst-test design.
Sampling responden statistik dari penelitian. Desain penelitian tidak
penelitian berjumlah 60 Hasil penelitian menujukkan disebutkan secara pasti.

46
orang yang terdiri atas 30 tingkat perilaku agresif Namun dilakukan pretest dan
orang kelompok intervesi. sebelum perlakuan perilaku postest.
agresif ringan sebanyak 0
Desain penelitian Quasi setelah dilakukan perlakuan Hasil penelitian menujukkan
Eksperimental dengan menjadi 12 orang, perilaku menunjukkan bahwa musik
rancangan Pre-Post Test agresif sedang sebelum dapat secara signifikan
with Control Group. perlakuan 11 orang turun mengurangi tingkat agresi
menjadi 3 orang setelah dengan p=0,01
Pada jurnal penelitian ini perlakuan, dan perilaku
menunjukkan kemampuan agresif berat 4 orang
mengontrol perilaku berkurang menjadi 0 orang
kekerasan pada kelompok setelah diberikan perlakuan.
intervensi sebesar 74,15%
sedangkan pada kelompok
kontrol sebesar 10,32%.

OUTCOME Menurut peneliti pada Musik memiliki efek yang Terapi musik klasik dapat Terapi musik klasik tidak
penelitian ini terapi musik baik dalam mengurangi digunakan dalam penanganan hanya respon alternatif
memberikan kenyamanan keanehan, depresi, rasa perilaku agresif.kekerasan diinginkan untuk mengubah
pada klien ketika sakit, mengekspresikan rasa pada klien skizofrenia, hal ini perilaku tetapi salah satu alat
dilakukan RECBT. Terapi mereka, meningatkan sejalan dengan Djohan (2005) yang dapat secara langsung
musik pada akhirnya akan kreativitas, memotivasi yang menjelaskan secara mempengaruhi emosi,
berdampak pada kondisi pasien, meningkatkan psikologis pengaruh perasaan, dan citra juga dapat
relaksasi pada klien sosialisasi terhadap penyembuhan musik pada secara tidak langsung
sedangkan RECBT masyarakat, meningkatkan tubuh adalah pada mempengaruhi pengakuan
bedampak pada kognitif, memori, mengurangi kemampuan saraf pada tubuh individu.
emosi dan perilaku klien. perilaku agresif, dalam menangkap efek
Hal ini sejalan dengan memberikan rasa tenang, akustik. Dilanjutkan dengan Hasil analisis dengan
Veck yang menyatakan sebagai pedidikan moral respon tubuh terhadap menggunakan analsis
bahwa kesulitan dan mengendalikan emosi. gelombang musik yaitu kovarians p=0,01yang
emosional dan perilaku dengan meneruskan menunjukkan bahwa
dalam hidupnya Jurnal ini menyebutkan gelombang terbeut keseluruh penelitian tersebut efektiv

47
disebebkan cara mereka terdapat pengaruh musik sistem kerja tubuh. Efek terapi mengurangi perilaku agresi
menginterpretasikan klasik dalam mengurangi musik pada sistem limbik dan dan perilaku agresif pada
berbagai peristiwa yang tingkat kekambuhan saraf otonom adalah anak tunanetra.
dialami. Sehingga penderita skizofrenia di menciptakan suasan rileks,
kombinasi terapi ini Rumah, namun tidak aman, dan menyenangkan Hasil ini dapat digunakan
berdampak pada relaksasi, menjelaskan data atau hasil sehingga merangsang sebagai suatu intervensi
mengubah keyakinan analisa statistik yang pelepasan GABA, enkefallin, nonfarmakologis untuk
irasional, pikiran negatif didapat. atau beta endorphin yang mengurangi keadaan
dan perilaku negatif pada dapat mengeliminasi emosional, dianjurkan untuk
klien perilaku kekerasan. neurotransmiter rasa tertekan, lanjutkan pada individu yang
stress dan cemas, sehingga tidak mengalami
Hasil penelitian menciptakan ketenangan dan keterbatasan.
menunjukan terapi musik memperbaiki suasana hati.
dan RECBT efektif
meningkatkan kemampuan Hasil analisis dengan
mengontrol perilaku menggunakan uji Wilcoxon
kekerasan pada kelompok sign rank test. Hasil penelitian
intervensi dibandingkan menunjukkan ada pengaruh
dengan kelompok kontrol. yang sangat signifikan
p=0,00<p=0,010. Sebelum
Sehingga pada penelitian diberikan terapi musik klasik
tersebut diharapkan dapat sebanyak 73,3% gejala
digunakan sebagai perilaku agresif dalam
evidence based, namun kategori sedang. Setelah
perlu dilakukan penelitian dilakukan terapi perilaku
lebih lanjut dengan cohort. agresif/ kekerasan pasien
skizofrenia berada dalam
kategori ringan yaitu sebesar
80%.

Hasil ini dapat digunakan


sebagai suatu alternatif dalam

48
menurunkan perilaku
kekerasan.agresif pada pasien
skizofrenia di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan jiwa.

TERAPI Relaksasi Otot JURNAL 5 JURNAL 6 JURNAL 7 JURNAL 8


Profresif
POPULATION Penelitian dilakukan pada Penelitian dilakukan pada Penelitian dilakukan pada Penelitian dilakukan pada
klien dengan preilaku klien dengan skizofrenia klien dengan skizofrenia yang klien dengan diagnosa
agresif pada pasien cacat penelit i menjelaskan mengalami perilaku agresif, skizofrenia paranoid.
mental. Hal ini diasari bahwaklien dengan peneliti menjelaskan data RSJ Berdasarkan observasi
bahwa banyak pasien cacat sikofrenia menunjukkan Sakaeo Rajanagarindra penulis di RSJD Surakarta
mental yang berada di perilaku menarik diri, menyebutkan bahwa 14,39 % banyak klien mengalami
rumah sakit jiwa karena cemas, dan sulit diatur penderita agresif merusak skizofrenia paranoid dimana
masalah perilaku agresif. sehingga mempengaruhi properti dan merugikan orang skizofrenia ini sangat
status mental klien. lain hal ini menunjukkan sensititf, emosional dan
Kriteria inklusi dalam Namun tidak disebutkan bahawa pasien dengan agresif mudah sekali cemas.
jurnal penelitian ini hasil studi pendahuluan dapat merugikan diri sendir
disebutkan dengan jelas yang memperkuat tujuan dan olang lain. Sehingga Kriteria inklusi dalam jurnal
yaitu : dari penelitian. peneliti pada jurnal tersebut penelitian ini tidak
1. Tingkat IQ antara 40 menggunakan relaksasi otot disebutkan secara pasti
sampai 70 Kriteria inklusi dalam dengan musik untuk nampun perlakuan diberikan
2. Menampilkan perilaku jurnal penelitian ini mengrangi perilaku agresif kepada pasien dengan
agresif dalam 3 bulan disebutkan dengan jelas penderita skizofrenia. diagnosa keperawatan
terakhir di rumah atau yaitu : skizofrenia paranoid
di bangsal 1. Klien yang dirawat Kriteria inklusi dalam jurnal
3. Tidak ada fisik atau inap di RSJD penelitian ini disebutkan Responden penelitian ini
sensori merusak mental Surakarta dengan jelas yaitu : berjumlah 18 orang dengan
4. Tidak ada tanda 2. Klien dengan diagnosis 1. Pasien yang telah masalah keperawatan
psikotik akut skizofrenia kategori didiagnosis mendertia

49
Kriteria Eksklusi : keperawatan skizofrenia dan memiliki
1. Ketulian maintenance perilaku agresif
2. IQ quotient bawah 40 3. Klien tidak menderita 2. Penderita skizofrenia rawat
3. Pasien dengan ketulian inap di psychiatric ward,
kelompok otot 4. Klien bersedia RSJ sakaeo rahanagarindra
terganggu mengikuti jalannya 3. Tanpa halusinasi
penelitian dari awal 4. Mau berkomunikasi
Responden penelitian ini sampai akhir dengan orang lain
berjumlah 12 orang. 5. Klien dapat bekerja 5. Tidak ada gangguan mental
sama (Koopreatif) organik atau komplikasi
6. Klien berjenis kelamin serius
perempuan dan berusia
produktif Responden penelitian ini
7. Klien yang berjumlah 20 orang.
mendapatkan terapi
obat yang sama dengan
kelompok kontrol
8. Klien yang tidak dalam
program ECT selama
satu minggu
Kriteri eksklusi juga
disebutkan secara jelas:
6. Klien yang tidak
mengikuti terapi
sampai batas waktu
yang ditentukan
(pasien meninggal,
melarikan diri atau
dijemput keluagra)
7. Klien dengan diagnosa
skizofrenia hebefrenik

50
Responden penelitian ini
berjumlah 16 orang.

INTERVENTION Dalam penelitian terlebih Dalam penelitian tidak Dalam penelitian ini terlah Dalam penelitian telah
dahulu dilakukan informed menjelaskan studi melakukan studi pendahuluan dilakukan studi pendahuluan
consent pendahuluan. dan informed consent. dan informed consent.

Sebelum diberikan Sebelum diberikan Sebelum diberikan intervensi Sebelum diberikan intervensi
intervensi dilakukan intervensi masing-masing masing-masing kelompok klien diberikan alat ukur
penilaian perilaku agresif kelompok diberikan pre diberikan pre test dan setelah kecemasan HRS-A dilakukan
menggunakan Checklist test dan setelah intervensi intervensi diberikan post test. intervensi dan diukur kembali
Perilaku Agresif (CAB) diberikan post test. Tidak Menggunakan kuesioner
yang telah di validasi dan dijelaksan kuesioner yang kekerasan. Pada jurnal ini dijelaskan
reliabilitas. peneliti gunakan dalam cara pelaksanaan terapi otot
jurnal ini. Program relaksasi otot dengan progresif dengan
Intervensi dilakukan penggunaan musik dibagi menegangkan otot selama 5-7
sebanyak 4 kali per minggu Intervensi dilakukan menjadi 6 tahap kegiatan dekit dan kemudian rileks
selama 4 minggu. sebanyak 5 langkah selama 2 minggu selama 20-30 detik, dengan
Sesilatihan dilakukan 3 kali (telapak tangan, dahi, otot 1. Menciptakan hubungan cara mulai mengambil nafas
per hari, setiap sesi latihan muka, punggung, tarikan terapeutik dalam sebanyak 3 kali,
berlangsung sekitar 30 kaki) setiap otot atau 2. Relaksasi otot dengan 5 gerakan (kepalan
menit. Namun tidak kelompok otot 3. Mendengarkan musik telapak tangan, dahi, otot
dijelaskan gerakan otot dikontraksikan selama 5-7 4. Percussing berdasarkan muka, pungkung, tarikan
progresif yang dilakukan. detik dan relaksasi 12-20 ritme kaki)
Lama waktu saat gerakan detik. Tidak disebutkan 5. Bernyanyi
dan relaksasi juga tidak berapa kali gerakan 6. Pertunjukkan gerakan
dijelaskan pada jurnal ini. dilakukan setiap harinya. musik

Evaluasi (post test) dilakukan


setelah 1 minggu. Tidak
disebutkan jumlah gerakan

51
yang dilakukan, lama waktu
pada saat gerakan dan
relaksasi.

COMPARATOR Dalam pendahuluan Dalam pendahuluan data Dalam pendahuluan Dalam pendahuluan
menjelaskan data di RSJ yang mendukung ddijelaskan data RSJ Sakaeo tercantum data dari WHO
yang mengalami perilaku penelitian. Hanya Rajanagarindra menyebutkan menunjukkan jumlah orang
agresif 12,5% dari total menjelaskan bahwa kasus bahwa 14,39 % penderita yang mengalami gangguan
populasi pasien. penyakit mental cenderung agresif jiwa sekitar 450 juta orang.
meningkat dimasyarakat Skizofrenia diindonesia
Teknik pengambilan adalah skizofrenia. Teknik pengambilan sampel ditemukan 7 per 1000 orang
sampel pada jurnal ini pada jurnal ini tidak dewasa. Rawat inap di RSJD
menggunakan Consecutive Teknik pengambilan disebutkan secara spesifik surakarta meningkat dari 395
Sampling responden sampel pada jurnal ini responden penelitian menjadi 407 klien.
penelitian berjumlah 12 menggunakan Consecutive berjumlah 20 orang kelompok
orang. Sampling responden intervesi. Teknik pengambilan sampel
penelitian berjumlah 16 pada jurnal ini menggunakan
Desain penelitian orang yang terdiri atas 8 Desain penelitian One group Purposive Sampling
menggunakan One Group orang kelompok intervesi. Pretest-Postest responden penelitian
Pretest-Postest. berjumlah 18 orang.
Desain penelitian Jurnal penelitian ini
Jurnal penelitian ini Eksperiment dengan menunjukkan bahwa rata-rata Desain penelitian
menunjukkan terjadi renacangan penelitian perilaku agresif pada saat Ekspreiment dengan
penururnan perilaku agresif Quasi Experimental pretest dan postest memiliki rancangan Pre-Post Test
sebesar 14,7%, 10 perilaku Pretest-Postest with tingakat yang berbeda secara design.
menunjukkan terjadinya Control Group. signifikan baik secara verbal,
penurunan, 3 perilaku kekerasan fisik terhadap orang Pada jurnal penelitian ini
menunjukkan peningkatan Jurnal penelitian ini lain, kekerasan fisik terhadap menunjukkan penurunan
perilaku, dan 4 perilaku menunjukkan perbedaan hal-hal yang merusak dan kecemasan dari sedang
memiliki pengunganan antara pre test dan post agresi fisik terhadap dirinya menjadi ringan.
100%. test, nilai mean sebelum sendiri.
perlakuan pada kelompok

52
kontrol dan perlakuan
yaitu 9,94 dan 7,04.
Sedangkan post test pada
kelompok kontrol dan
perlakuan yaitu 4,81 dan
2,19. Dari 8 responden
yang dierikan teknik
relaksasi progresif terdapat
4 responden yang
mengalami penurunan
nilai status mental
Yang cukup banyakdari
kategori berat menjadi
sedang. Sedangkan 4
responden lainnya yang
mendapatkan perlakuan
mengalami penurunan
namun masih dalam
kategori sedang hanya
sedikit mengalami
perlakuan.

OUTCOME Hasil penelitian Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukan Menurut peneliti relaksasi
menunjukan Jurnal menunjukan pada pada bahwa rata-rata perilaku progresif efektif untuk
penelitian ini menunjukkan kelompok perlakuan yang agresif pada saat pretest dan mengurangi ketegangan otot,
terjadi penururnan perilaku mendapatkan teknik postest memiliki tingakat yang kecemasan dan kelelahan
agresif sebesar 14,7%, relaksasi ada perubahan berbeda secara signifikan. yang dialami klien sehingga
menurut peneliti terapi otot yang cukup signifikan Keterampilan relaksasi dapat akan mempengaruhi status
perogresif menghasilkan terhadap perubahan status mengurnagi insensif yang mental klien.
suatu rileksasi sehingga mental sehingga relaksasi menyebabkan perilau
mnejadi stimulus agar klien otot progrescif efektif kekerasan dengan Hasil penelitian menunjukan
tidak melakukan perilaku untuk mengurangi menggunakan musik terapi otot progresif mampu

53
agresif. ketegangan otot, membantu pasien tenang dan menurunkan tingkat
kecemasan dan kelelahan lebih berkonsentrasi sehingga kecemasan namun justru
Dijelaskan bahwa yang dialami klien dengan semakin santai karena meningkatkan kecemasan
penelitian selanjutnya menggunakan analisa data mempengaruhi otak yang menjadi berat pada 3 pasien
menggunakan desain Mann-whitney statistic test bertanggung jawab untuk dikarenakan setelah relaksasi
eksperinemtal dengan P-0,001 (p<0,05) sehingga pengalaman emosional, progresif peneliti tidak
sampel yang lebih besar. akan mempengaruhi status termasuk limbik, beraksi melakukan kontrol.
mental klien. Hasil ini secara fisik dan mental.
sesuai pendapat dari Sehingga pada penelitian
Pratiwi (2006), usaha Sehingga pada penelitian tersebut menyarankan untuk
untuk mencegah penyakit tersebut menyarankan agar menerapkan terapi,
adalah dengan mengelola penelitian dapat dilakukan memfasilitasi pelatihan dan
stresor yang datang, sehingga dapat membantu keterampilan perawat,
pengelolaan tersebut pasien dengan perilaku agresif, penelitian selanjutnya
berhubungan dengan sebelum implikasi diperlukan diharapkan dapat menambah
bagaimana individu orang yang memiliki latihan faktor-faktor lain yang
memelihara kesehatannya. keterampilan relaksasi otot dan mempengaruhi tingkat
Pemeliharaan kesehatan terapi musik kecemasan seperti
merupakan fungsi otak pengobatan, lingkungan dan
utama, bagian tengah otak dukungan keluarga.
ketika ada stressor akan
menstimulasi proses
biokimia otak dan respon
relaksasi adalah usaha
tubuh untuk
mengembalikan dalam
keadaan seimbang. Teknik
relaksasi akan
mengembalikan proses
mental, fisik
dan emosi.

54
Sehingga pada penelitian
tersebut diharapkan dapat
disosialisasikan sebagai
alternatif pemberian terapi,
terapi untuk tetap dilatih
pada klien, bagi perawat
dapat memberikan
motivasi kepada klien agar
lebih aktif dalam
mengikuti terapi sehingga
dapat merubah status
mental dan
mempersiapkan diri
kembali ke masyarakat.
Bagi penelitian selanjutnya
hendaknya menggunakan
responden random dengan
menggunakan evaluasi
secara time series sesuai
waktu yang dijadwalkan.

55
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Telaah Evidance Base Berdasarkan Teori dan hasil
Penelitian
Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam

melakukan koping terhadap stress, ketidakpahaman terhadap situasi sosial,

tidak mampu untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak

mampu mengontrol dorongan untuk melakukan perilaku kekerasan (Volavka

& Citrome, 2011). Jika tidak segera ditangani dampak dari perilaku kekerasan

yang muncul pada skizofrenia dapat mencederai atau bahkan menimbulkan

kematian (Volavka, 2012).

Tindakan keperawatan generalis pada pasien dengan perilaku

kekerasan dilakukan dalam beberapa macam jenis tindakan, selain itu agar

proses pengontrolan masalah keperawatan tersebut berlangsung dengan cepat

maka diperlukan adanya terapi pendukung yang diharapkan mampu

diterapkan pada pasien secara mandiri. Adapun terapi yang dipilih

berdasarkan literatur review yaitu terapi musik dan relaksasi otot progresif.

Menurut penulis terapi ini dipilih karena pasien perilaku kekerasan tidak

mampu melakukan koping terhadap stressor sehingga melakukan respon

dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007). Musik dapat

mempengaruhi mood dan status emosional seseorang. Pada kondisi relaks

terjadi penurunan tekanan darah, nadi dan ketegangan otot yang merupakan

tanda gejala fisiologis pada klien. Pada otak manusia, salah satu sumber yang

paling besar untuk menstimulasi pendengaran dikendalikan oleh musik.

Mendengarkan musik adalah proses yang kompleks bagi otak, hal tersebut

56
memicu kognitif dan komponen emosional dengan substrat neural yang

berbeda. Penelitian terbaru mengenai gambaran otak telah menunjukkan

bahwa aktivitas neural dengan mendengarkan musik memperpanjang

melebihi korteks pendengaran dengan melibatkan sebuah jaringan bilateral

yang tersebar luas pada area frontal, temporal, parietal dan subkortikal yang

berhubungan dengan perhatian, bahasa atau logika dan proses analisis,

memori dan fungsi penggerak, seperti bagian limbik dan paralimbik yang

berhubungan dengan proses emosional (Sarkamo, 2008).

Hasil penelitian Candra (2013) setelah dilakukan terapi musik

menujukkan tingkat perilaku agresif sebelum perlakuan perilaku agresif

ringan sebanyak 0 setelah dilakukan perlakuan menjadi 12 orang, perilaku

agresif sedang sebelum perlakuan 11 orang turun menjadi 3 orang setelah

perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang sangat

signifikan p=0,00<p=0,010. Sebelum diberikan terapi musik klasik sebanyak

73,3% gejala perilaku agresif dalam kategori sedang. Setelah dilakukan terapi

perilaku agresif/ kekerasan pasien skizofrenia berada dalam kategori ringan

yaitu sebesar 80%.

Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah

menciptakan suasana rileks, aman, dan menyenangkan sehingga merangsang

pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA), enkefallin, atau

beta endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan,

stress dan cemas, sehingga menciptakan ketenangan dan memperbaiki

suasana hati (mood) pasien dengan perilaku kekerasan (Chandra, 2013).

57
Jurnal penelitian ini terdapat abstrak yang jelas tidak melebihi 350

kata sehingga dapat mewakili seluruh isi penelitian. Pada penelitian ini,

dijelaskan lengkap mengenai proses penelitian. Sebelum pelaksanaan

intervensi terlebih dahulu dilakukan pre test menggunakan lembar observasi

yang telah dibakukan (berupa penlilaian aspek fisik, kognitif, emosional,

perilaku dan sosial). Terapi musik klasik dilaksanakan di ruang dengan

menggunakan panduan terapi musik sebanyak tujuh kali, tiap kali

pelaksanaan dilakukan selama 30 menit. Setelah diberi perlakuaan sebanyak 7

kali, dilakukan post test dengan observasi gejala perilaku agresif yang dialami

pasien. Dipendahuluan juga dijelaskan mengenai tujuan dari terapi musik

terhadap perubahan gejala perilaku agresif.

Berdasarkan literature review mengenai terapi musik menurut penulis

jurnal diatas telah lengkap dan jelas dalam memaparkan hasil penelitian

dengan teori-teori yang mendukung, dalam jurnal telah dipaparkan secara

jelas dan lengkap latar belakang dari permasalahan dan tempat yang dijadikan

tempat penelitian, menggunakan metode penelitian pre post tidak dengan

kelompok kontrol sehingga penelitian ini tidak dapat membandingkan

kelompok yang tidak diberi kelompok control.

Terapi lainnya yang dipilih penulis untuk menangani pasien dengan

perilaku kekrasan yaitu terapi relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif

merupakan salah satu cara teknik relaksasi yang mengkombinasi latihan nafas

dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot sehingga tubuh

menjadi relaks (Kustanti, 2008). Melalui gerakan otot progresif juga pasien

58
perilaku kekerasan mampu mengontrol emosinya dengan mekanisme

penyaluran energi, dimana pasien melakukan kontraksi dan relaksasi otot.

Hal ini juga didukung oleh literature review yang dipilih penulis

mengenai terapi otot progresif. Pada penelitian Fung To (2000) menunjukkan

bahwa relaksasi otot progresif mampu menurunkan perilaku agresif sebesar

14,7% dimana 10 perilaku agresif menunjukkan terjadinya penurunan, 3

perilaku menunjukkan peningkatan perilaku dan 4 perilaku memiliki

penurunan 100%. Pada jurnal dijelaskan dengan menggunakan terapi otot

progresif mampu mengurangi ketegangan otot dengan menghasilkan suatu

relaksasi sehingga menjadi stimulus agar klien tidak melakukan perilaku

agresif.

Pada jurnal ini dijelaskan cara pelaksanaan terapi otot progresif

sebanyak 4 kali dalam satu minggu selama 4 minggu. Setiap sesi berlangsung

30 menit. Namun tidak dijelasakan gerakan otot progresif yang dilakukan

pada jurnal ini. Jurnal diatas telah lengkap dan jelas dalam memaparkan hasil

penelitian dengan teori-teori yang mendukung, dalam jurnal dijelasakan

pretest dan postest dengan menggunakan checklist yang telah di valiadasi dan

reabilitas, menggunakan metode penelitian pre post tidak dengan kelompok

kontrol, abstrak dalam jurnal tidak melebihi 350 kata sehingga pembaca dapat

mengerti isi jurnal dengan jelas.

Berdasarkan evidence base nursing dari telaah jurnal dan teori, maka

penulis menerapkan dua terapi pada pasien perilaku kekerasan yakni terapi

musik dan relaksasi otot progresif. Menurut Djohan, (2005) secara psikologi

pengaruh penyembuhan musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf

59
dalam menangkap efek akustik. Dilanjutkan dengan respons tubuh terhadap

gelombang musik yaitu dengan meneruskan gelombang tersebut keseluruh

sistem kerja tubuh. Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom

adalah menciptakan suasana rileks, aman, dan menyenangkan sehingga

merangsang pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA),

enkefallin, atau beta endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter

rasa tertekan, stress dan cemas, sehingga menciptakan ketenangan dan

memperbaiki suasana hati (mood) pasien khususnya pasien dengan perilaku

kekerasan (Chandra, 2013). Sedangkan teknik relaksasi otot progresif,

relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan teganggan, pertama-tama

jasmaniah, yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya keteganggan

jiwa. Cara relaksasi dapat bersifat respiratoris yaitu dengan mengatur

mekanisme atau aktivitas pernafasan atau bersifat otot, dilakukan dengan

tempo atau irama dan intensitas yang lebih lambat dan alam. Keteraturan

dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan

sikap mental dan badan akan rileks. Pelatihan otot akan menyebabkan otot

makin lentur dan menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa

membuatnya kaku (Wiramihardja, 2004).

Menurut penulis berdasarakan hasil review jurnal dan konsep teori

terapi musik sama baiknya dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi

musik merupakan salah satu pengembangan dari konsep tindakan

keperawatan generalis pada pasien dengan masalah perilaku kekerasan yaitu

cara mengontrol marah melalui verbal sehingga memperbaiki masalah

kogintif yang dialami pasien. Relaksasi otot progresif sendiri juga merupakan

60
pengembangan dari konsep tindakan keperawatan mengontrol marah secara

fisik, dimana gerakan relakasi otot progresif mampu menyalurkan energi atau

luapan emosi pada pasien. Relaksasi otot progresif sendiri dapat diterapkan

baik sebagai pencegahan maupun setelah mengalami perilaku kekerasan

sebagai pencegahan dari resiko perilaku kekerasan, mencederai diri sendiri

maupun orang lain.

B. Implikasi Keperawatan

Berdasarkan jurnal diatas penulis merangkum bahwa pelaksanaan

terapi musik klasik sebaiknya dilakukan selama 30 menit tiap kali

pelaksanaan, sedangkan pelaksanaan terapi relaksasi otot progresif intervensi

dilakukan dengan cara mengambil nafas sebanyak 3 kali kemudian

melakukan gerakan 5 langkah (telapak tangan, dahi, otot muka, punggung

dan tarikan kaki) dimana setiap gerakan menegangkan otot selama 5-7 detik

dan kemudian rileks selama 20-30 detik.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan terapi berdasarkan review

jurnal diatas adalah:

1. Terapi Musik

Memberikan salam kepada responden dan menyapa nama responden

Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

Menanyakan persetujuan dan kesiapan responden sebelum kegiatan

dilakukan

Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan

Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman musik

61
Bantu klien memilih posisi yang nyaman

Batasi stimulasi eksternal

Dekatkan peralatan musik

Pastikan peralatan musik dalam kondisi baik

Dukung dengan headphone jika diperlukan

Nyalakan musik klasik (30 menit)

Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras

Evaluasi hasil kegiatan

Simpulkan hasil kegiatan

Berikan umpan balik positif

Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

Bereskan alat-alat

Cuci tangan

2. Terapi Relaksasi Otot Progresif

Memberikan salam dan menyapa pasien

Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien

Menjaga privacy pasien

Memposisikan pasien

Memposisikan tubuh klien senyaman mungkin, dapat berbaring dengan

mata tertutup dan menggunakan bantal pada bawah kepala dan lutut atau

duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri, tidak

menggunakan aksesoris seperti kacamata, jam dan sepatu, melonggarkan

peralatan yang melekat pada tubuh seperti dasi dan ikat pinggang

62
Tangan

Gerakan 1 : berfungsi untuk melatih otot tangan. Tangan kiri digenggam

membentuk suatu kepalan, kuatkan kepalan sambil merasakan ketegangan

yang terjadi. Kemudian arahkan klien untuk melepaskan kepalan dan

merasakan relaks selama 10 detik.

Ulangi gerakan pada tangan kiri sebanyak dua kali agar klien dapat

membedakan kondisi otot yang tegang dan relaks. Lakukan prosedur yang

sama pada tangan kanan.

Gerakan 2 : berfungsi untuk melatih otot tangan bagian belakang. Kedua

pergelangan tangan ditekuk ke belakang sehingga otot tangan bagian

belakang dan lengan bawah menegang, kemudian lepaskan tekukan ke

posisi semula secara perlahan-lahan. Ulangi satu kali lagi.

Gerakan 3 : berfungsi untuk melatih otot biseps (otot besar pada pangkal

lengan bagian atas). Kedua tangan digenggam membentuk kepalan,

arahkan kepalan menuju ke pundak sehingga otot biseps akan menjadi

tegang. Ulangi satu kali lagi.

Gerakan 4 : berfungsi untuk melatih otot bahu supaya mengendur. Kedua

bahu diangkat setinggi-tingginya seakan-akan hampir menyentuh telinga.

Perhatian dipusatkan pada kontras ketegangan yang terjadi pada bahu,

punggung atas dan leher. Ulangi satu kali lagi.

Dahi dan Wajah

Gerakan 5 dan 6 : berfungsi dalam melemaskan otot-otot wajah seperti

otot dahi, mata, rahang dan mulut. Otot dahi digerakkan dengan cara

mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa bahkan kulitnya keriput.

63
Mata dipejamkan semaksimal mungkin sehingga ketegangan dapat

dirasakan dirasakan di sekitar mata termasuk otot-otot mata. Ulangi satu

kali lagi.

Gerakan 7 : berfungsi untuk mengendurkan otototot rahang. Rahang

dikatupkan bersamaan dengan menggigit gigi sehingga ketegangan terjadi

di sekitar otot rahang.

Gerakan 8 : berfungsi dalam mengendurkan otot-otot mulut. Bibir

dimoncongkan semaksimal mungkin sehingga ketegangan dapat dirasakan

di sekitar mulut. Ulangi satu kali lagi.

Punggung

Gerakan 9 : berfungsi untuk merileks otot-otot bagian depan dan belakang

leher. Kepala direbahkan pada sandaran, gerakan dimulai dari otot leher

bagian belakang kemudian otot leher bagian depan. Kepala ditekankan

pada sandaran sehingga dapat dirasakan ketegangan yang terjadi pada

leher bagian belakang dan punggung atas. Ulangi satu kali lagi.

Gerakan 10 : berfungsi untuk melatih otot leher bagian depan. Kepala

ditekuk, dagu dibenamkan ke arah dada sehingga ketegangan dapat

dirasakan pada leher bagian depan. Ulangi satu kali lagi.

Gerakan 11 : berfungsi untuk melatih otot punggung. Tubuh ditegakkan

dari sandaran, punggung dilengkungkan dan busungkan dada. Kondisi ini

(tegang) dipertahankan 10 detik kemudian lakukan posisi relaks dengan

cara meletakkan kembali tubuh ke sandaran dan membiarkan otot menjadi

lemas. Ulangi satu kali lagi.

64
Gerakan 12 : berfungsi untuk melemaskan otot dada. Lakukan nafas dalam

agar paru-paru terisi udara sebanyak-banyaknya, tahan selama beberapa

saat dengan merasakan ketegangan yang terjadi pada bagian dada dan

turun ke perut, lalu dilepas dengan mengeluarkan udara seperti bernafas

biasa. Ulangi satu kali lagi.

Gerakan 13 : berfungsi untuk melatih otot perut. Perut ditarik ke dalam

dengan kuat, tahan sampai kencang dan keras selama 10 detik, lalu

lepaskan. Ulangi sekali lagi.

Kaki

Gerakan 14 dan 15 : berfungsi untuk melatih otot-otot kaki (paha dan

betis). Luruskan telapak kaki sehingga otot paha terasa kencang. Selagi

telapak kaki diluruskan, antara paha dan betis juga diluruskan. Tahan

selama 10 detik kemudian dilepaskan. Ulangi satu kali lagi.

Evaluasi hasil kegiatan

Simpulkan hasil kegiatan

Berikan umpan balik positif

Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

Cuci tangan

65
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Menurut penulis berdasarakan hasil review jurnal dan konsep teori

terapi musik sama baiknya dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi

musik merupakan salah satu pengembangan dari konsep tindakan

keperawatan generalis pada pasien dengan masalah perilaku kekerasan yaitu

cara mengontrol marah melalui verbal, melalui instrumen sebuah musik

mampu menghasilkan rangsangan ritmis yang masuk melalui telinga sehingga

menimbulkan gelombang alfa dimana getaran tersebut diteruskan hingga

organ korti dan korteks kemudian disalurkan ke batang otak ke sistem limbik

dan saraf otonom yang menciptakan keadaan rileks merangsang gaba,

enkefalin, beta endorpin (mengeliminasi neurotransimter rasa cemas, stress,

tertekan) kemudian menciptakan suatu respon kogntif, sehingga memperbaiki

masalah kogintif yang dialami pasien.

Relaksasi otot progresif sendiri juga merupakan pengembangan dari

konsep tindakan keperawatan mengontrol marah secara fisik, dimana gerakan

relakasi otot progresif mampu menyalurkan energi atau luapan emosi pada

pasien, gerakan relaksasi otot progresif mampu menurunkan saraf simpatis

dan meningkatkan kerja saraf parasimpatis sehingga memberikan efek rileks

yang diteruskan kehipotalamus yang merangsang Corticotropin relaxing yang

mengaktifkan anteriopituitary sehingga mensekresikan enkephalin dan

66
endorphin (yang mempengaruhi suasana hati) sehingga menuruntkan

perasaan atau luapan emosi.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa keperawatan

Analisa jurnal selanjutnya diharapkan dapat lebih mengembangkan

terapi modalitas yang dapat digunakan dalam penanganan masalah yang

timbul dari perilaku kekerasan. Selain itu, dapat dijadikan bahan dalam

pengembangan kurikulum pembelajaran keperawatan jiwa.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan hasil analisa jurnal ini dapat menjadi landasan untuk

pengembangan ilmu keperawatan yang aplikatif dalam memberikan

asuhan keperawtan terhadap penatalaksanaan pasien perilaku kekerasan

3. Bagi Pasien

Diharapkan terapi pada analisaa jurnal ini dapat membatu pasien

dalam mengatasi masalah keperawatan perilaku kekerasan sehingga dapat

mengurangi kekambuhan pada pasien.

67
DAFTAR PUSTAKA

Anindita, Bima. 2014. Pengaruhh Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat


Kecemasan Pada Klien Skizofrenia Paranoid DI RSJD Surakarta.JOM
PSIK 1(3)8-18

Body, M.A & Nihart, M.A. 1998. Psychiatric Nursing: Contempory Practice.
Philadelphia: Lippincot.

Chanda, M.L & Levitin, D.J. 2013. The neurochemistry of music. Trends in
Cognitive Sciences 17(4):179-193.

Candra, Ekawati & Gama. 2013. Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan
Gejala Perilaku Agresif Pasien Skizofrenia. Jurnal Gema Keperawatan
2(3):8-13

Chlan, L.L. 2011. Music Preferences of Mechanically Ventilated Patients


Participating in a Randomied Controlled Trial. Music Med 6(2);29-38

Damayanti R, Jumaini, UtamiS. 2014. Efektivitas terapi musik klasik terhadap


penurunan tingkat halusinasi pada pasien halusinasi dengan di rsj tampan
provinsi riau. JOM PSIK 1(2):1-8.

Davis et all. 1995. Panduan Relaksasi dan Resuksi Stress Edisi II. Alih bahasa:
Budi Ana dan Achir Yani. Jakarta: EGC.

Djohan. 2005. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik.

Fung To, Maggie Yuen & sally Chan. 2000. Evaluating the Effectiveness of
Progressive Muscle Relaxation in Reducing the aggressive Behaviour of
Mentally handicapperd Patients. Archives of Psychiatric Nursing
XIV(1):39-46

Hashemian, peyman, Noruz Mashoogh & Lida Jarahi. 2015. Effectiveness of


Music Therapy on Aggressive Behavior of Visually Impaired Adolescents.
Journal of Behavioral and Brain Science 5:96-100

Keliat. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.

Kustanti, Erviana dan Arif Widodo. 2008. Pengaruh Teknik Relakasi Terhadap
Perubahan Status Mental Klie Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan 1(3):131-136

68
Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedoteran Jiwa. Jakarta: EGC.

Maryatun, Sri. 2016. Buku ajar Keperawatan Jiwa 1. Palembang : Unsripress.

Phawo, Phongphan. 2015. A Study of Using Muscle Relaxation and Music on


aggressive behaviors of Schizophrenic Patients Sakaeo Rajanakarindra
Psychiatric Hospital. Asian Conference on Psychology and the Behavioral
Sciences 2015.

Purnama, dara Marissa dan Soraya Rahmanis. 2016. Pengaruh musik klasik dalam
mengurangi tingkat kekambuhan penderita skizofrenia di Rumah. Majority
5(4):50-54

Sarkamo T, TervaniemiM, LaitinenS. Music listening enhances cognitive


recovery and mood after middle cerebral artery stroke. Brain Research Unit.
2008; 131(1):866-76 .

Setiawan, Heri, Budia Anna Keliat dan Ice Yulia Wardani. 2015. Tanda gejala
dan Kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan terapi musik dan
REBT. Jurnal Ners 10(2):233-241

Shives, L.R. 1998. Basic Concept Psyciatri-Mental Health Nursing. Philadelphia:


Lippincott.

Sarkamo, Teppo. 2008. Music Listening Enhances Cognititve Recovey and Mood
After Middle Cerevral Artery Stoke Volume 131, 8660876

Stuart & Laria. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemah). Jakarta : EGC.

Stuart & Laria. 2013. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Louis:
Mosby.

Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Achir Yani
S. Hamid. Ed ke-3. Jakarta: EGC.

Towsend, M.C. 1996. Psychiatric Mental Health Nursing. Third Edition.


Philadelphia: Davis Company.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Wiramihardja, K.K. 2004. Obestias dan Penanggulangannya. Bandung:Granada.

Yospe, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Badung: Refika Aditama.

Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

69

Anda mungkin juga menyukai