Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO PERILAKU

KEKERASAN

DI SUSUN OLEH :

HORY MAULANA

HUSNUL YAKIN

IQADATUL ISLAMIYAH

KHAIRUNNISSYAH SULBI

I WAYAN DIKY SASTRAWAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN [STIKES]

MATARAM
2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Proyek integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas dan rumah sakit menunjuk-

kan adanya kebutuhan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih terkoordinasi dengan

 baik di semua unsur kesehatan. Hakekat pembangunan kesehatan merujuk pada

 penyelengaraan pelayanan kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi

setiap penduduk.(Depkes RI, 2006).

Pravelensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3  –   1 persen dan bi-

asanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun namun ada juga yang baru berusia 11-

12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200

 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia, dimana seki-

tar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia. Gejala-gejala

Skizofrenia mengalami penurunan fungsi / ketidakmampuan dalam menjalani

hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan

orang lain. ( Arif, 2006).

Masalah keperawatan yang paling sering ditemukan di RS. Jiwa adalah per-

ilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh diri,

ketergantungan napza, dan defisit perawatan diri. Dari delapan masalah keperawa-

tan diatas akan mempunyai manifestasi yang berbeda, proses terjadinya masalah

yang berbeda dan sehingga dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Ketujuh

masalah itu dipandang sama pentingnya, antara masalah satu dengan lainnya.

( Depkes 2006). Sedangkan perilaku kekerasan sendiri adalah suatu keadaan diman-

an seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik ter-

hadap diri / orang lain. (Townsend, 1998)


Walau demikian meskipun perilaku kekerasan kadang bernilai negative tapi

tetap ada karena sebenarnya marah juga berguna yaitu untuk meningkatkan energi

dan membuat seseorang lebih berfokus/bersemangat mencapai tujuan. Kamarahan

yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan akan mempersulit diri sendiri dan

mengganggu hubungan intra personal.(Harnawatiaj,2008, 3,http://www.gaya hidup

sehat online.com,27 januari 2008).

Hal ini melihat fenomena-fenomena diatas baik gejala yang muncul / akibat

dari masalah itu sendiri yang akhirnya mengurangi produktifitas pasien. Untuk itu

Askep yang professional pada pasien perilaku kekerasan sangat diharapkan oleh

 pasien atau keluarga.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dari perilaku kekerasan ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien perilaku kekerasan ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui konsep dari perilaku kekerasan
2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien perilaku ekeraan
BAB II

TINJAUAN MATERI

PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.

B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun ling-
kungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

C. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau
intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum
dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman,
kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang diserasakan oleh klien.
 b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
 berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predispo-
sisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu
:
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudi-
an dapat timbul agresif atau amuk.
 b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi per-
ilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap per-
ilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketid-
akseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya
diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain(
 provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat, 2004)

2. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekera-
san bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
 jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digam-
 barkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.

Gejala Klinis
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
 penyakit (rambut botak karena terapi)
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
C. Tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan Untuk pasien
Tujuan :
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
6. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
social dan dengan terapi psikofarmaka.
Tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling percaya perlu di-
 pertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan an-
da. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
 percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
 b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
 b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah, yaitu secara verbal terhadap:
a. Orang lain
 b. Diri sendiri
c. Lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
 b. Obat
c. Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d. Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a. Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
 b. Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:
a. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
 b. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9. Latih mengontrol prilaku kekerasan secara spiritual:
a. Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakuakn pasien
 b. Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa dil-
akukan pasien
c. Buat jadwal latihan kegiatan ibadah
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh meminum obat:
a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
 pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti mi-
numm obat.
 b. Susun jadwal minum obat secara teratur.
11. Ikutsertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi men-
gontrol prilaku kekerasan.

Setrategi Pelaksanaan

SP Ip

1. Mengidentifikasi penyebab PK
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
SP IIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IIIp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien


2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 1 : Bina Hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda


dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik ke-1.

Orientasi :
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya  perawat A K, panggil saya A, saya perawat
disini … Nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih dada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang -bincang sekarang tentang perasaan marah Bapak”
“Berapa lama bapak mau berbincnag -bincang?” Bagaimana kalau 20 menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang -bincang, pak? Bagaimana kalau
diruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak  pernah malah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O …iya, jadi ada 2
SP 2 : Latihan mengontrol prilaku kekerasan secara fisik ke-2
1. Evaluasi latihan napas dalam
2. Latihan cara fiksik ke-2: pukul kasur dan bantal
3. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

Orientasi :
“selamat pagi, pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
dating lagi.”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak
marah? Apakah latihan napas dalamnya sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal
kegiatannya. Bagus sekali,

D. Evaluasi
Evaluasi terhadap kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan perawat.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan masalah yang telah kami sampaikan maka dapat


diambil kesimpulan sebagai berikut :

Pasien yang mengalami perilaku kekerasan, pasien akan condong


menunjukkan tanda-tanda pandangan mata tajam, bibir kasar / dengan nada tinggi,
otot tegang, memukul bila tidak tenang dengan memberikan asuhan keperawatan
dengan komunikasi terapeutik kepada pasien akan dapat membantu meminimalkan
tindakan kekerasan yang terjadi.

Pada saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien perilaku


kekerasan masalah yang sering didapatkan yaitu melakukan komunikasi terapeutik,
menciptakan hubungan terapeutik, sikap jujur, sabar dan terbuka, sangat tepat
diterapkan dalam rangka membina hubungan saling percaya dengan pasien

B. Saran

Bagi perawat diperlukan pendekatan yang optimal pada klien dengan masalah
 perilaku kekerasan untuk memberikan perawatan secara optimal agar klien dapat
melakukan marah secara asertif dan dapat mengontrol emosinya saat marah

Bagi institusi rumah sakit untuk menunjang keberhasilan keperawatan klien


dengan perilaku kekerasan perlu ditingkatkan lagi hubungan kerja sama antara pihak
rumah sakit dan keluarga dalam perawatan klien baik di rumah sakit maupun sudah
 pulang di rumah

Bagi keluarga diharapkan memberik motivasi kepada klien dengan perilaku


kekerasan dengan cara inilah rasa optimisme dan perasaan positif terhadap diri
sendiri ataupun orang lain akan muncul sehingga pasien dapat mengontrol emosinya
saat marah

Bagi institusi pendidikan agar senantiasa mengembangkan sayap melalui secara


aktual dalam menyelesaikan masalah klien dengan perilaku kekerasan

Anda mungkin juga menyukai