Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN dan


RESTRAIN

Di Susun Oleh Kelompok 9 :

Asiarudin (010215A009)

Dina subardina (010215A015)

Kadek Dwi Jayanto (010215A033)

Lutfi Indriyaswari (010215A036)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

2016
ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000 ; hal. 147 )
2. Rentang Respon Marah
Adaptasi Maladaftif
Asertif Prestasi Pasif Agresif Amuk/perilaku kekerasan
Menurut ( Yosep, 2007) rentang respon marah yaitu :
a. Asertif adalah : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak
menimbulkan masalah.
b. Frustasi adalah: respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak
reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
c. Pasif adalah : individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
d. Agresif adalah: perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat
berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
e. Ngamuk adalah: perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri
, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Psikopatologi
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada perilaku
kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor predesposi dan faktor presipitasi. (Yosep (2007)
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan yaitu :
1) Faktor Psikologis
Psichoanalytical theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
2) Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi.
Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
agresif mana yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya
pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah
sistem limbik)
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang merasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama
mengidentifikasikannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh
stressor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap
bermakna dan adanya kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor
internal: merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang dicintai,
dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang
perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi
dua yaitu :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri.
2) Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi
social.
4. Tanda dan gejala
Menurut (Radjiman, 2003), tanda dan gejala yang mucul pada perilaku kekerasan
atau agresifitas dilihat dari tingkah laku klien yaitu :
a. Menyatakan perilaku kekerasan
b. Mengatakan perasaan jengkel atau kesal
c. Sering memaksakan kehendak
d. Merampas atau memukul
e. Tekanan darah meningkat
f. Wajah merah. Pupil melebar
g. Mual
h. Kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot.
5. Penatalak sanaan medis
a. Terapi Somatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapi Somatik adalah
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptife menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien .
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untuk
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah
tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
B. Konsep dasar asuhan keperawatan prilaku kekerasan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses dan merupakan proses yang
sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisis data dan menentukan diagnosa
keperawatan ( Keliat, 1998). Adapun data yang diperoleh pada klien dengan prilaku
kekerasan adalah sebagai berikut : menyatakan melakukan prilaku kekerasan,
mengatakan perasaan jengkel / kesal, sering memaksakan kehendak, merampas atau
memukul. Tekanan darah meningkat. Wajah memerah, pupil melebar, mual,
kewasapadaan meningkat disertai ketegangan otot, pandangan mata tajam, sering
menyendiri, harga diri rendah merasa keinginan tercapai. Dari data tersebut
didapatkan beberapa rumusan masalah :
1) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
2) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
3) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
4) Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
5) Ideal diri tidak tercapai.
b. Pohon masalah :
Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain

perilaku kekerasan

Harga diri rendah

c. Adapun diagnosa keperawatan diantaranya


1) Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Perilaku kekerasan
3) Harga diri rendah
2. Perencanaan
a. Tupan : Klien tidak melakukan perilaku kekerasan
b. Tupen :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan klien, dengan menggunakan
komunikasi terapeutik yaitu beri salam atau panggil nama, perkenalkan nama
perawat, jelaskan maksud pertemuan, jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat,
beri rasa aman dan sikap empati, lakukan kontrak singkat tapi sering.
Rasional : hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2) Klien dapat mengidenifikasikan penyebab prilaku kekerasan
Intervensi :
a) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Dengan memberi kesempatan mengungkapkan perasaannya dapat
mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal.
Rasional : Dengan mengungkapkan penyebab perasaan jengkel maka akan
meringankan beban pikiran.
3) Klien dapat mengidentifikasikan tanda dan gejala prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan di rasakan saat ini.
Rasional : Agar dapat meringankan beban pikiran yang dialami oleh klien.
b) Observasi tanda dan prilaku kekerasan pada klien.
Rasional : Agar dapat dipantau tindakan yang dilakukan oleh klien.
c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel atau kesal.
Rasional : Agar dapat diketahui tanda dan gejala jengkel yang dialami oleh
klien.
4) Klien dapat mengidentifikasikan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan
(verbal, pada orang lain, pada lingkungan dan pada diri sendiri).
Rasional : Dengan memberikan kesempatan untuk mengungkapkannya dapat
meringankan beban yang dialami oleh klien.
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan prilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Rasional : Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakukan salah.
c) Bicarakan dengan klien,apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
Rasional : Agar dapat dipertimbangkan perbuatan yang dilakukannya adalah
sikap yang menyimpang atau salah.
5) Klien dapat mengidentifikasikan akibat prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
Rasional: Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakukan telah
merugikan dirinya sendiri
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
Rasional : Agar klien termotivasi untuk mempelajari cara yang
dapatmencegah prilaku kekerasan.
c) Tanyakan kepada klien ”apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : Agar klien termotivasi untuk mempelajari cara yang
dapatmencegah prilaku kekerasan.
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
Rasional : Dengan mendiskusikan kegiatan yang biasa dilakukan dapat
memotivasi kegiatan yang baik dilakuakn.
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien.
Rasional : Agar dapat meningkatkan harga diri klien.
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien dan beri contoh cara bicara
yang baik dan mita klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
Rasional : Dengan mendiskusikan kegiatan yang biasa dilakukan dapat
memotivasi kegiatan yang baik dilakuakn.
b) Minta klien mengulang sendiri.
Rasional : Agar dapat diketahui bahwa tindakan yang dilakkan benar atau
salah
c) Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : Agar dapat meningkatkan harga diri klien
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spritual untuk mencegah prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.
Rasional : Dengan mediskusikan kegiatan ibadah, klien dapat mengingat agar
lien mau menerapkan kegiatan ibadah yang dilakukan.
b) Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
Rasional : Dengan memberikan kesempatan untuk mendemontrasikannya
dapat diingat kegiatan ibadahyang dilaksanakan.
c) Beri pujian atas keberhasilan Klien.
Rasional : Dapat meningkatkan harga diri klien.
9) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku
kekerasan.
Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (5 benar).
Rasional : Agar klien mau mematuhi peraturan minum obat.
b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat.
Rasional : Dengan mendiskusikan manfaat minum obat dapat merangsang
keinginan klien untuk patuh minum obat.
10) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
Intervensi :
a) Anjurkan klien untuk ikut TAK.
Rasional : Dengan menganjurkan klien TAK dapat membantu klien
berinteraksi dengan teman-temannya.
b) Diskusikan dengan klien tentang kegiaatan selama TAK.
Rasional : Agar dapat mengevaluasi perasaan klien selama TAK.
11) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan
prilaku kekersan.
Intervensi :
a) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang
telah dilakukan ke keluarga dalam merawat klien.
Rasional : Agar dapat diketehui seberapa jauh tentang perawatan keluarga
terhadap klien.
b) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : Agar dapat menumbuhkan peran serta keluarga.
3. Pelaksanaan
Menurut keliat (2005), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada
saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien
merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
4. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2005) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu evaluasi proses atau formatif dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Hasil yang
diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan prilaku kekerasan adalah :
a. Klien membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab prilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasikan tanda dan gejala prilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi prilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat prilaku kekerasan.
f. Klien dapan mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah prilaku kekerasan.
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah prilaku kekerasan
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah prilaku kekerasan.
i. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku
kekerasan.
j. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
k. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan prilaku
kekerasan.
RESTRAIN

A. Pengertian
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien.Restrain dilakukan pada kondisi khsusu, merupakan
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupum modifikasi lingkungan. (Widyodiningrat. R, 2009)
Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki
dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan
intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol
dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.
B. Indikasi
Adapun dari indikasi tindakan restrain adalah sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran.
4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian diri.
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk istirahat,
makan dan minum.
C. Prinsip Tindakan
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik dan
memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan klien merasa tidak
dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini
hanya untuk intervensi yang paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi
perilaku agitasi klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar,
sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus terlatih untuk
mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan pendekatan dengan klien,
penggunaan restrain yang aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda
berbahaya.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat Restraint, sebagai berikut:
a. Sufokasi
b. Gangguan sirkulasi
c. Gangguan integritas kulit
d. Penurunan neuosensori
e. Luka tekan dan kontraktur
f. Pengurangan massa tulang dan otot
g. Fraktur
h. Gangguan nutrisi dan hidrasi
i. Aspirasi dan kesulitan bernafas
j. Inkontenensia
E. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk klien yang dilakukan restraint menurut Yosep, 2009 yaitu:
a. Sediakan staf yang cukup dan terlatih (4-5 oarang)
b. Kaji lokasi pemasangan restraint
c. Selama restraint klien diobservasi setiap 10-15 menit.
d. Pastikan restraint mudah dijangkau bila teerjadi kegawatan
e. Observasi alat restrain setiap 1-2 jam
f. Pertahankan kontak verbal
g. Menjalin trust dan melalui sikap empati (memahami apa yang dirasakan klien).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik, Keliat, B.A.
(2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2 Jakarta: EGC

Maramis, W.K. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Rajiman, W. (2003). Pedoman Penulisan Laporan dan Strategi Pelaksanaan, Malang: Dep Kes
RI:

Riyadi, S dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa

Anda mungkin juga menyukai