Anda di halaman 1dari 8

Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusut,

menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan) dan
hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara
kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang
dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan
tepat akan menjamin kebenaran yang diraih.

Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai
dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena
sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu
pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat
sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman
purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah
filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai
sekarang ini.

1. Metode Zeno : Reductio ad Absurd

Zeno adalah seorang murid Parmenides yang termasyhur, yang terkenal sebagai
filsuf metafisika Barat yang pertama. Sejak usia muda, ia telah menulis banyak buku
yang terkenal, tetapi sayangnya semua telah hilang. Kemayshurannya bukan hanya diakui
oleh Plato, melainkan juga oleh Aristoteles, murid Plato yang hidup sekitar seratus tahun
sesudah Zeno. Memang Zeno dikenal sebagai seorang pemikir jenius yang berhasil
mengembangkan metode untuk meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan
premis-premis lawan, yang caranya ialah mereduksikannya menjadi suatu kontradiksi
sehingga konklusinya pun menjadi mustahil ( reduction ad absurdum ). Zeno sependapat
dengan Parmenides yang mengatakan bahwa realitas yang sesungguhnya di alam semesta
ini hanya satu. Untuk mempertahankan monisme dari serangan plularisme, dengan
metode reductio ad absurdum Zeno mengatakan bahwa seandainya ada banyak titik yang
terdapat di antara titik A dan titik B, berarti kita juga harus mengakui adanya suatu
jumlah tak terbatas karena akan senantiasa terdapat titik di antara titik-titik itu, dan
demikian seterusnya. Akan tetapi, ternyata bahwa orang dapat berjalan dari A ke B, dan
itu berarti bahwa jarak A ke B dapat dilintasi. Oleh karena itu, hipotesis semula, yang
menyatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B adalah tidak
benar. Jadi, jelas bahwa pluralitas itu absurd, tidak masuk akal, dan mustahil.

Parmenides juga pernah mengatakan bawha tidak ada ruang kosong, yang berarti
bahwa yang ada tidak berada dalama ada yang lain karena yang ada senantiasa mengisi
seluruh tempat. Parmenides pun pernah mengatakan bahwa jika ruang kosong itu tidak
ada, berarti bahwa gerak pun tidak ada. Untuk membuktikan kebenaran ajaran gurunya
itu, Zeno mengemukakan empat contoh sebagai berikut :

Dikotomi paradox.
Akhilles, si juara lari.
Anak Panah.
Benda yang bergerak bertentangan.
Metode Zeno member nilai abadi bagi filsafat karena memang tidak satu pun
pernyataam yang melahirkan pertentangan dapat dianggap benar. Metode yang
dikembangkan oleh Zeno sangat berguna dalam suatu perdebatan karena dengan metode
itu ia telah member dasar yang kokoh bagi argumentasi-argumentasi yang rasional dan
logis. Zeno juga dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan metode dialektik,
dalam arti mencari kebeneran lewat perdebatan atau bersoal jawab secara sistematis.

2. Metode Sokrates : Maieutik Dialektis Kritis Induktif

Sokrates ( 470-399 SM ) hanya dikenal lewat berbagai karya tulis murid-muridnya, yakni
Aristophanes, Xenophon, Plato dan karya tulis murid Plato, Aristoteles. Ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan Sokrates yang ditampilkan oleh keempat orang itu pun tak
begitu jelas dan tidak lengkap. Saat ini, pada umumnya para ahli menggunakan keempat
sumber yang tersedia itu, namun ada kesepakatan bersama yang menunjukan bahwa
pemikiran-pemikiran Sokrates hampir lengkap ditemukan lewat berbagai karya tulis
Plato, teristimewa dalam dialog-dialog yang pertama, yang disebut dialog-dialog
Sokratik. Lewat berbagai karya tulis Plato, yang terlihat jelas ialah bahwa pemikiran-
pemikiran Sokrates terpusat kepada manusia. Dengan kata lain, manusia menjadi titik
perhatian paling utama dalam filsafat Sokrates.

Bagi Sokrates, kebenaran objektif yang hendak digapai bukanlah semata-mata untuk
membangun suatu ilmu pengetahuan teoritis yang abstrak, tetapi justru untuk meraih
kebajikan karena, menurut Sokrates, filsafat adalah upaya untuk mencapai kebajikan.
Kebajikan itu harus tampak lewat tingkah laku manusianyang pantas, yang baik dan
terpuji. Untuk menggapai kebenaran objektif itu, Sokrates menggunakan suatu metode
yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang amat erat digenggamnya.Sokrates begitu
yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang
sejak masa praeksistensinya. Karena itu, Sokrates tidak pernah mengajar tentang
kebenaran itu, melainkan berupaya untuk menolong untuk mengungkapkan apa yang
memang ada dan tersimpan dalam jiwa seseorang. Sokrates merasa terpanggil utnuk
melakukan tugas yang mirip ibunya (ibunya adalah bidan), maka cara yang digunakannya
pun disebutnya maieutika tekne (teknik kebidanan).

Sokrates  mempraktekan teknik kebidanan itu lewat percakapan. Lewat percakapan


demikian itulah ia melihat dengan jelas adanya kebenaran-kebenaran individual yang
ternyata bersifat universal. Dengan demikian, ia telah memperkokoh dasar berpikir
induktif yang kemudian akan dikembangkan oleh para pemikir lainnya. Lewat dialog-
dialog kritis , Sokrates menggiting orang untuk menemukan kebenaran yang
sesungguhnya. Karena Sokrates selalu mengajak orang untuk bercakap-cakap, metode
yang digunakannya disebut metode dialektik.

3. Metode Plato : Deduktif Spekulatif Transendental

Plato memusatkan perhatiannya pada pada bidang yang amat luas, yaitu
mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Dari berbagai ilmu pengetahuan yang diminatinya
itu, eksaktalah bidang ilmu yang memperoleh tempat istimewa. Pada umumnya para ahli
membagi dialog-dialog Plato ke dalam tiga periode :

a. periode dialog-dialog awal, disebut juga sebagai oeriode penyelidikan


(inquiry).

b. periode dialog-dialog pertengahan, disebut juga sebagai periode


spekulasi/pemikiran (speculation).

c. periode dialog-dialog akhir, disebut juga sebagai periode kritisisme,


penilaian dan aplikasi (critism, appraisal, and application).

Inti dan dasar dari seluruh filsafat Plato ialah ajaran-ajaran tentang ide-ide. Plato percaya
bahwa ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-objek material yang
terlihat oleh mata. Hanya ide yang merupakan realitas yang sesungguhnya dan abadi. Dunia
indrawi adalah suatu realitas yang tetap dan berubah-ubah, dan itulah yang dialami manusia
hinc et nunc. Apa yang disebut pengetahuan sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap
apa yang telah diketahuinya di dunia ide-konon sebelum berada di dunia indrawi, manusia
pernah berdiam di dunia ide. Jelas bahwa dunia ide itu berada di luar pengalaman manusia di
dunia, mengatasi realitas yang tampak, dan keberadaannya terlepas dari dunia indrawi.
Karena itu, system pemikiran Plato bersifat transcendental. Karena itu pula, secara
menyeluruh dapat dikatakan bahwa metode filsafat Plato adalah metode deduktif spekulatif
transcendental.

4. Metode Aristoteles: Silogistis Deduktif

         Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik
kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru. Kedua metode itu disebut
metode induktif dan metode deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum
dari hal-hal khusus. Deduktif adalah cara menarik konklusi yang bertolak dari sifat umum ke
khusus. Baik deduksi maupun induksi, keduanya dipaparkan oleh Aristoteles di dalam logika.
Sebenarnya istilah logika tidak pernah dikemukakan oleh Aristoteles. Untuk meneliti berbagai
argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, ia memakai istilah analitika.
Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi-proposisi yang
diragukan kebenarannya, ia memakai istilah dialektika. Istilah logika diperkenalkan oleh
Alexander Aphrodisias pada awal abad ke-3 SM.

Inti logika adalah silogisme. Silogisme merupakan alat dan mekanisme penalaran untuk menarik
konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar. Bagi Aristoteles, metode deduksi
merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi mencapai kebenaran dan
pengetahuan baru. Demikianlah metodenya dikenal sebagai metode silogistis deduktif.

Setiap silogisme terdiri atas dua premis dan satu konklusi. Berikut adalah contoh silogisme:

Semua manusia adalah makhluk sosial                                                     
(umum/universal)

            Joni adalah manusia                                                                                        
(khusus/partikular)

            Joni adalah makhluk sosial

Immanuel Kant mengatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles sejak semula sudah
sempurna sehingga tidak mungkin bertambah sedikit pun.

5. Metode Plotinos :Kontemplatif-Mistis

         Plotinos merupaka filsuf neoplatonis. Filsafat Plotinos didasarkan pada ajaran Plato,
khususnya mengenai ide kebaikan selaku ide yang tertinggi di dalam filsafat Plato. Karena
Plotinos menggunakan istilah-istilah dan mengembangkan dasar-dasar pemikiran Plato, filsafat
Plotinos disebut neoplatonisme. Tetapi tidak berarti ia hanya mempelajari filsafat Plato, ia
mempelajari berbagai filsafat lainnya. Filsafat Plotinos merupakan sintesis dari semua filsafat
yang mendahuluinya walaupun memang terlihat dengan jelas bahwa pengaruh Platonisme sangat
dominan.

Ide kebaikan atau yang sangat baik, selaku ide tertinggi bagi Plato, oleh Platinos disebut ‘to hen’
atau yang esa/the one. Yang esa itu adalah yang awal atau yang pertama, yang paling baik,
paling tinggi, dan yang kekal. Yang esa itu adalah pusat daya dan kekuatan. Seluruh realitas
merupakan pancaran dari yang esa. Proses yang mengalir keluar disebut emanasi. Walaupun
emanasi terjadi, tetapi yang esa itu tidak pernah berkurang atau berubah.

Dalam proses emanasi, yang pertama kali keluar merupakan ‘nous’. Nous sangat sulit
diterjemahkan. Ada yang menerjemahkannya dengan budi, akal, dan juga roh. Nous itu berada
paling dekat dengan ‘to hen’. Nous merupakan gambaran atau baying-bayang dari ‘to hen’.

Kemudian dari nous, keluar yang Platinos sebut ‘psykhe’ atau jiwa. Psykhe merupakan sesuatu
yang memiliki tingkat lebih rendah daripada nous. Psykhe berada di antara nous dan materi. Oleh
sebab itu psykhe dapat dikatakan sebagai penghubung antara roh dan materi, lalu melahirkan
suatu tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan to hen.

Hal itu merupakan penyimpangan dari semestinya. Penyimpangan dari semestinya itu berarti
penyimpangan dari kebenaran. Untuk mencapai kebenaran, manusia harus kembali ke to hen dan
menyatu dengannya. Itulah yang menjadi tujuan hidup manusia.

Filsafat Plotinos merupakan suatu sistem yang hendak menjelaskan asal mula dan tujuan seluruh
realitas, termasuk manusia. Menurutnya filsafat bukan hanya merupakan doktrin melainkan juga
merupakan suatu jalan kehidupan. Karena itu metode Plotinos disebut metode kontemplatif-
mistis.

6. Metode Descartes: Skeptis

         Filsafat Descartes yang paling terkenal yaitu: cogito ergo sum, (aku berpikir maka aku
ada). Bagi Descartes, manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi
mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu, rasio harus berperan
semaksimal mungkin.

Cara untuk mencapai kebenaran dengan pasti, membutuhkan keraguan. Apabila melalui
keraguan yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang saggup bertahan sehingga tidak mungkin
lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti. Setelah
meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan bahwa ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu: saya sedang meragukan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang
berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin
yang tidak ada dapat berpikir dan dapat meragukan segala sesuatu.

Descartes menciptakan metode ini, tetapi ia bukan penganut skeptisisme yang menyangsikan
segala-galanya dan mengatakan bahwa apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak ada. Keraguan
Descartes hanya keraguan metodis.

7. Metode Francis Bacon: Induktif

         Secara umum dapat dikatakan bahwa pandangan-pandangan Bacon bersifat praktis,
konkret, dan utilitaris. Untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu, dibutuhkan penelitian-
penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu
sangat penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena hanya dengan pengetahuanlah
manusia sanggup menaklukka alam kodrat.

Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan


empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudka
konsekuensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu
berkembang dan memperoleh pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti
dengan metode induktif.

Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum. Bacon
memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan
metode itu melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang
cermat.

Anda mungkin juga menyukai