Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NARAPIDANA DENGAN

PERILAKU KEKERASAN

DOSEN PENGAMPUH:

NS. ESROM KANINE, M.KEP.,SP. KEP. J.

DIISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

NATHALIA ASSA 16011104047

PARAMITA RAKINAUNG 16011104082

CLAUDIA MAKALEW 16011104056

YOLANDA MAWEIKERE 16011104042

NOVITA UMANAILO 16011104038

ENJEL MANDEY 16011104057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
merupakan bentuk tanggung jawab dari kelompok kami untuk tugas yang telah
diberikan dari dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Jiwa. Makalah ini berisi
tentang “ Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa pada Lansia”. Untuk kejelasan
materinya silahkan membaca makalah ini.

Mohon maaf jika dalam makalah ini terdapat penulisan huruf, kata atau
kalimat yang sulit dimengerti atau tidak dapat diterima. Demikian yang dapat
kami sampaikan, atas perhatiannya di ucapkan terima kasih.

Manado, Oktober 2018

Penulis

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH & TUJUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian Perilaku Kekerasan
2. Faktor Terjadinya Perilaku Kekerasan
3. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
4. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan
5. Tanda dan gejala Perilaku Kekerasan
6. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan

B. Konsep Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan


1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia. Kesehatan jiwa mempunyai rentang sehat – sakit jiwa yaitu sehat
jiwa, masalah psikososial dan gangguan jiwa ( Keliat et al., 2016). Gangguan
jiwa menurut American Phychiatric Association (APA) merupakan sindrom
atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting secara klinis yang terjadi
pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya distress (misalnya
gejala nyeri, menyakitkan) atau disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu
bagian dan beberapa fungsi yang penting) atau disertai dengan peningkatan
resiko yang sera bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau kehilangan
kebebasan (APA dalam Prabowo, 2014).

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dan gangguan pada fungsi


jiwa yang menyebabkan timbulnya penderitaan pada individu atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial (Keliat et al., 2016). Berdasarkan data dari
World Health Organisasi (WHO) terdapat sekitar 450
juta orang di dunia mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya
ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental, dan masalah
gangguan kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah
yang sangat serius (Yosep, 2013).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Saragih,dkk, 2014). Perilaku kekerasan ini dapat
berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan perilaku yang kasar disertai
kekerasan (Saragih,dkk, 2014). Menurut Kusumawati (2010), perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Direja, 2011).

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan diagnosa
keperawatan perilaku kekerasan?
2. Bagaimana pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan?
3. Bagaimana intervensi keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan?
4. Bagaimana implementasi keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan?
5. Bagaimana evaluasi keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan?

C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan konsep asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
perilaku kekerasan.
2. Mendeskripsikan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan.
4. Mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan.
5. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behavior) yang menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain,
termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara agresi
sebagai bentuk pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk
perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan,
perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah (Muhith, 2015).

Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.
Marah juga merupakan reaksi atau ungkapan perasaan terhadap keadaan
yang tidak menyenangkan seperti kecewa, tidak puas, tidak tercapai
keinginan sehingga dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan sebagai
suatu cara untuk melawan dan menghukum (Dalami,dkk, 2014).

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang


bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Muhith,
2015). Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan
yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang
dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan
merusak lingkungan (Prabowo, 2014). Perilaku kekerasan adalah tingkah
laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku
kekerasan ini dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan
perilaku yang kasar disertai kekerasan (Saragih,dkk, 2014).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali perilaku


seseorang yang diarahkan pada diri sendiri (dapat berupa melukai diri
sendiri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri), orang lain
(dengan melakukan tindakan agresif pada orang lain) atau lingkungan
seperti perilaku lingkungan (Yusuf, dkk, 2015).

2. Faktor terjadinya Perilaku Kekerasan


Proses terjadinya perilaku kekerasan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu adalah:
1) Faktor Biologis
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur

6
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat
mengurangi dan meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada
sistem neurofisiologis dapat menimbulkan respon-respon emosional
dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi
perilaku agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon
testosteron atau progesteron. Pengaturan perilaku agresif adalah
dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino- norepinefrin
Berdasarkan faktor biologis, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut (Direja, 2011) :
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epineprin,
norepineprin, dopamine, asetilkolin dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada ciran
serebrospinal merupakan penyebab timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat
erat kaitanya dengan penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
d) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan
lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy
(lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif
atau kekerasan.
2) Faktor Psikologis
Psychoanalitytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua,
insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh pengalaman tersebut :

7
a) Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
b) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak.
c) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga.
Kemudian perilaku juga termasuk dalam faktor psikologi Perilaku
Reinforcment yang diterima pada saat melakukan kekerasan dan
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
(Keliat, 1996 dalam Muhith, 2015).
3) Faktor Sosial Budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori
menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecendrungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat.
b. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan akan mengeluarkan respon marah apabila
dirinya merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara
psikis. Ancaman dapat berupa internal dan eksternal. Contoh stressor
eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang
dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan
contoh dari stressor internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang
diderita (Muhith, 2015). Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini
kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
yang proaktif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan
(Prabowo,2014).Menurut Dalami,dkk tahun 2014 stressor presipitasi
yang muncul pada pasien perilaku kekerasan yaitu :
a). Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
b). Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c). Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda
berarti
d). Ancaman internal : Kegagalan,kehilangan perhatian

8
3. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
indivuidu. Rentang respons kemarahan individu dimulai dari respons
normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal (maladaptif) .
Berikut rentang respon marah menurut (Direja, Ade Herman Surya, 2011).

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan :
a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberi ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkonrol.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

4. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
steress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan
ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain (Afnuhazi, 2015):
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak
baik.
c. Represi

9
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar.
d. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya.

5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara
tentang perilaku berikut (Dermawan & Rusdi, 2013) :
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Menggepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
g. Mengancam secara verbal dan fisik
h. Melempar atau memukul benda atau orang lain
i. Merusak barang atau benda
j. Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku
kekerasan.

Menurut Direja, 2013 tanda gejala pada perilaku kekerasan yaitu :


a. Fisik
Mata melotot, pandangan tajam,tangan menggepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan
menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, dan meremehkan.
f. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

10
6. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan
Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi
pengobatan dengan farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta
terapi modalitas yang sesuai dengan gejala pada perilaku kekerasan. Pada
terapi ini juga perlu dukungan keluarga dan sosial akan memberikan
peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan pada pasien perilaku
kekerasan terbagi dua yaitu :
a. Penatalaksanaan medik
1) Farmakoterapi
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan
perilaku kekerasan biasanya diberikan antipsikotik. Obat
antipsikotik pertama yaitu klorpromazin, diperkenalkan tahun 1951
sebagai pramedikasi anestesi. Kemudian setelah itu, obat itu diuji
coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti dapat mengurangi
skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya.
Antipsikotik tipikal terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol,
Fenotiazine,Chlorpromazine, perphenazine (Trilafon),
trifluoperazin (stelazine), sedangkan untuk antipsikotik atipikal
terdiri dari (clozapine (clozaril), risperidone (Risperidal).
Efek samping yang ditimbulkan berupa rigiditas otot kaku, lidah
kaku atau tebal disertai kesulitan menelan. Biasanya sering
digunakan klien untuk mengatasi gejala-gejala psikotik (Perilaku
kekersan, Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik,
psikotik akut dan memblokade dopamine pada pascasinaptik
neuron di otak (Katona, dkk, 2012).
2) Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan
adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien. Jenis
terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan
fototerapi (Kusumawati & Yudi, 2010).
a) Pengikatan
Merupakan terapi menggunakan alat mekanik atau manual
untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk
melindungi cedera fisik pada klien sendiri dan orang lain.
b) Terapi Kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electro Convulsif Therapi (ECT)
adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang
grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempatkan dipelipis pasien. Terapi ini ada awalnya untuk
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) dengan
kekuatan arus listrik (2-3 joule).

11
c) Isolasi
Merupakan bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri
diruang tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan
melindungi klien, orang lain dan lingkungan. Akan tetapi tidak
dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan
Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa komunikasi terapeutik
kepada pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan
keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat
mengontrol dan mengendalikan perilaku kekerasan. Pada
masingmasing pertemuan dilakukan tindakan keperawatan
berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut
(Pusdiklatnakes, 2012) :
a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas
dalam dan memukul kasur atau bantal.
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum
obat
c) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara
sosial atau verbal
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara
spiritual
Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP)
sebagai berikut :
a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat
pasien dan melatih latihan fisik
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi
minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih
keluarga cara mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol
rasa marah dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan
follow up ke puskesmas, tanda kambuh.

2) Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki
dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan
harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan
keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani
terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis terapi
modalitas adalah :
a) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional
terhadap pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan
sukarela. Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah

12
lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif
melalui pamhaman- pemahaman selama ini kurang baik dan
cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun
lingkungan sekitar.
b) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik
kesehatan jiwa, bahkan merupakan hal yang terpenting dari
keterampilan terapeutik dalam ilmu keperawatan. Pemimpin
atau leader kelompok dapat menggunakan keunikan individu
untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan
masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya
dari kelompok, perawat juga adapatif menilai respon klien
selamaberada dalam kelompok. Jenis Terapi Aktivitas
Kelompok yang digunakan pada klien dengan perilaku
kekerasan adalah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
atau Kognitif. Terapi yang bertujuan untuk membantu klien
yang mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi
dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta
mengurangi perilaku maladaptif. Karakteristiknya yaitu pada
penderita gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-
nilai, menarik diri dari realitas dan inisiasi atau ide-ide negatif.
3) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian :
a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
d) Memberikan kesempatanpada klien dalam mengemukakan
pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan maslah yang
dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan
klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan adalah : bawa
klien ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam,
lakukan fiksasi sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan
(Afnuhazi, 2015).

13
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupsksn proses yang sistematis dala pengumpulan
data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan pasien (Iyer et.al dalam Muhith 2015). Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
pasien.
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan
status mental, suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang
rawat dan alamat.
b. Alasan Masuk
Alasan yang menyebabkan pasien atau keluarga datang atau dirawat di
rumah sakit. Faktor pencetus perilaku kekerasan meliputi ancaman
terhadap fisik, ancaman internal dan ancaman eksternal.
c. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan saat ini pada pasien perilaku kekerasan, faktor yang
memperberat kejadian seperti putus pengobatan, melukai orang lain,
diri sendiri maupun lingkungan.
d. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologi (biasanya klien mempunyai keluarga yang
mempunyai riwayat perilaku kekerasan, klien pernah mengalami
gangguan jiwa) , psikologis ( harapan yang tidak sesuai, sering
melihat perilaku kekerasan atau mengalami perilaku kekerasan dan
sosiokultural (Dermawan, 2013).
Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu
yang bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar
(serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam
(putus hubungan dengan orang berarti, kehilangan rasa cinta, takut
terhadap penyakit fisik dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang
terlalu ribut, padat, kritikan yang mencegah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
e. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan pasien.
f. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan pasien dengan tiga generasi keluarga
dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola
asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Menggambarkan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang tidak disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh
yang tidak disukai dan bagian yang disukai.

14
b) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan
pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai
laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai
dengan jenis kelaminnya dan posisinya.

c) Fungsi peran
Tugas atau peran pasien dalam keluarga atau kelompok
masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi
atau perannya, perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan
dirawat, bagaimana perasaan pasien akibat perubahan tersebut.
d) Ideal diri
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien
terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai
dengan harapannya.
e) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain,
harapan, identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak
sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian pasien
terhadap pandangan atau penghargaan orang lain.
3) Hubungan Sosial
Menggambarkan orang yang paling berarti dalam hidup pasien,
dan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, kelompok apa
saja yang diikuti dalam masyarakat, peran dalam kelompok,
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
4) Spiritual
Nilai keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
g. Status Mental
1) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki
apakah ada yang tidak rapi, penggunaan pakaian sesuai, cara
berpakaian.
2) Pembicaraan
Biasanya pada klien perilaku kekerasan ketika bicara nada suara keras,
tinggi, menjerit atau berteriak.
3) Aktivitas motorik
Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan),
kompulsif (kegiatan berulang-ulang), grimasem (otot-otot wajah
yang berubah-ubah dan tidak terkontrol). Seperti menggepalkan
tangan, merusak barang atau benda, rahang mengatup.
4) Afek dan Emosi
a) Afek
Biasanya klien labil, emosi cepat berubah-rubah dan tidak sesuai,
emosi bertentangan dan berlawanan dengan stimulus
b) Emosi

15
Biasanya klien memiliki emosi yang tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, bermusuhan,
mengamuk serta menuntut.
5) Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif, berespon dengan baik terhadap pewawancara
b) Tidak kooperatif, tidak dapat menjawab pertanyaan dengan spontan
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan
e) Kontak kurang, tidak menantap lawan bicara
f) Curiga
6) Persepsi sensori
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penghidu.
7) Proses pikir
a) Sirkumtansial, pembicaraan yang berbelit tapi sampai pada tujuan.
b) Tangensial, pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan.
c) Kehilangan asosiasi, pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat yang lain.
8) Isi piker
Biasanya klien memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia
selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan
pertemuan dengan keluarga dekatnya.
9) Tingkat kesadaran
Biasanya klien tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak
mengarah pada tujuan).
10) Memori
a) Gangguan mengingat jangka panjang, tidak dapat mengingat
kejadian.
b) Gangguan mengingat jangka pendek, tidak dapat mengingat
dalam minggu terakhir.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Menilai tingkat konsentrasi klien apakah mudah beralih atau tidak
mampu berkonsentrasi.
12) Kemampuan penilaian
Menggambarkan kemampuan pasien dalam melakukan penilaian
terhadap situasi, kemudian dibandingkan dengan yang seharusnya.
13) Daya litik diri
a) Mengingkari penyakit yang diderita : pasien tidak
menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada
dirinya dan pasien menyangkal keadaan penyakitnya.
b) Menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain
atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau
masalah sekarang.
14) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya frekuensi makan, jumlah, variasi, macam dan cara
makan, observasi kemampuan pasien menyiapkan dan

16
membersihkan alat makan.
b) Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan pasien untuk Buang Air Besar
(BAB) dan BAK, pergi menggunakan WC.
c) Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat
gigi, cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh.
d) Berpakaian
Observasi kemampuan pasien dalam mengambil, memilih dan
mengenakan pakaian, observasi penampilan dadanan pasien.
e) Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang,malam,
persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
f) Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara
pemberian.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya tentang perawatan lanjut yang dilakukan klien.
h) Aktivitas di dalam rumah
Observasi kemampuan pasien dalam mengolah dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.
i) Aktivitas di luar rumah
Biasanya menggambarkan kemampuan pasien dalam belanja
untuk keperluan sehari-hari.
h. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme
koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represi, dan resaksi formasi.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji tentang masalah dengan dukungan kelompok, maslah
berhubungan dengan lingkungan dan masalah pendidikan, pekerjaan,
perumahan ekonomi, pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang tentang penyakit atau gangguan jiwa.
k. Aspek medis
Pada klien perilaku kekerasan biasanya mendapatkan obat untuk klien
skizofrenia seperti haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.

17
2. Psikodinamika Gangguan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan

Faktor predisposisi Faktor presipitasi

Faktor Faktor Faktor Stressor Stressor


biologi psikologi sosial internal eksternal
budaya

1. Genetik
2. Gangguan otak

Ancaman atau
kebutuhan

Stress

Ansietas

Marah

Merasa berkuasa Mengungkapkan Merasa tidak


kemarahan adekuat

Menantang
Menyadarkan orla Menantang
akan
Tidak ada kebutuhannya
penyelesaian Mengingkari
masalah kemarahan
Memenuhi
kebutuhannya
Marah Tidak
berkepanjangan mengekspresikan
Marah Teratasi

18
Pengembangan
kemarahan

Bermusuhan

Kemarahan yang Kemarahan yang


diarahkan keluar diarahkan kepada
diri sendiri

Perilaku Depresi
Kekerasan

3. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri dan orang lain Effect Core problem

Perilaku kekerasan Core problem

Harga Diri Rendah Causa

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan diterapkan sesuai dengan data yang didapat,
walaupun saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah
melakukan atau mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan belum
mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan
tersebut.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku
kekerasan adalah :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah

19
5. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
keperawatan NOC NIC
Perilaku Outcome tambahan Manajemen Perilaku
Kekerasan untuk mengukur batasan 1. Berikan pasien
karakteristik : tanggung jawab terhadap
1. Kepercayaan diri perilakunya
2. Harga diri 2. Komunikasi harapan
3. Afek sesuai situasi bahwa pasien dapat tetap
4. Pengendalian mengontrol
rangsangan 3. Konsultasikan dengan
5. Perasaan mampu keluarga dalam rangka
memperdayakan diri mendapatkan informasi
6. Mengenali adanya mengenai kondisi
Hubungan bersifat kognisi dasar pasien
kekerasan 4. Tahan diri dari
7. Kesadaran mendebat atau melakukan
terhadap adanya tawar-menawar untuk
hubungan yang bersifat menetapkan batasan
kekerasan perilaku
8. Interaksi social positif 5. Batasi rutinitas
9. Hubungan 6. Hindari interupsi
Interpersonal positif 7. Tingkatkan aktivitas
10. Usaha bunuh diri fisik, dengan cara yang
tidak ada tepat
11. Perilaku mencederai 8. Gunakan suara bicara
diri tidak ada yang lembut dan rendah
9. Jangan memojokan
pasien
10. Alihkan arah
perhatian dari sumber
yang menyebabkan
agitasi
11. Hindari proyeksi
dari gambaran yang
mengancam
12. Turunkan motivasi
perilaku agresif
13. Berikan penghargaan
apabila pasien dapat
mengontrol diri
14. Berikan obat sesuai
kebutuhan
15. Lakukan
penegkangan
pada tangan/kaki sesuai
dengan kebutuhan.

20
2. Ketidakefektifan Kontrol diri terhadap 1) peningkatan
koping individu depresi koping
1) Selalu a. bantu pasien dalam
mempertahankan mengidentifikasi
kebersihan diri tujuan jangka pendek
Pengetahuan; dan jangka panjang
menajemen stress yang tepat
1) Pengetahuan yang b. bantu pasien dalam
maksimal akan memeriksa
faktor penyebab sumbersumber
stress yang tersedia
2) Pengetahuan yang untuk memenuhi
maksimal akan tujuan-tujuannya
faktor yang c. bantu pasien untuk
meningkatkan menyelesaikan
stress masalah dengan cara
3) Mengetahui teknik yang konstrukstif
pengurangan stress d. gunakan pendekatan
yang efektif yang tenang dan
4) Mengetahui teknik memberikan jaminan
relaksasi yang e. berikan suasana
efektif penerimaan
Kesadaran diri f. bantu pasien untuk
1) Mampu mengidentifikasi
membedakan diri informasi yang dia
dengan orang lain paling tertarik untuk
2) Mampu membedakan dapatkan
diri g. dukung sikap (pasien)
dengan lingkungan terkait
3) Mengakui dengan harapan yang
kemampuan mental realistis sebagai
pribadi upaya untuk
4) mengenali mengatasi perasaan
keterbatasan ketidak berdayaan
mental secara h. evaluasi kemampuan
pribadi pasien dalam
membuat keputusan
i. cari jalan untuk
memahami
perspektif pasien
terhadap situasi yang
penuh stress
j. dukung
aktivitasaktivitas
sosial dan
komunitas (agar bisa
dilakukan
k. tumbuhkan cara

21
penyaluran
kemarahan yang
konstruktif
2) Manajemen
perilaku
a. Komunikasi harapan
bahwa pasien dapat
tetap mengontrol
perilakunya
b. Atur batasan
bersama pasien
c. Tahan diri dari
mendebat atau
melakukan tawar
menawar pada pasien
untuk menetapkan
batasan (prilaku)
d. Tingkatkan aktivitas
fisik dengan cara
yang tepat
e. Gunakan suara
bicara yang lembut
dan lemah
f. Acuhkan prilaku
yang tidak tepat
g. Berikan penghargaan
apabila pasien dapat
mengontrol diri

Intervensi keperawatan untuk Pasien


a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasannya
6) Pasien dapat mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial dan dengan terapi psikofarmaka

b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan

22
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
saudara. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah :
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku pasien yang biasa dilakukan pada saat
marah secara :
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara :
a) Fisik : Pukul bantal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Spiritual : Shalat, berdoa sesuai kenyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
a) Latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur
b) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a) Latih mengontrol marah secara spiritual: shalat, berdoa.
b) Buat jadwal latihan shalat dan berdoa.
10) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai dengan penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat.
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan.

23
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan
mengendalikan perilaku kekerasan. Pada masing-masing pertemuan dilakukan
tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut
(Kemenkes, 2012) :
a. Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : pengkajian dan latihan
nafas dalam dan memukul kasur atau bantal.
Identifikasi penyebab, tanda dangejala perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, jelaskan cara
mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal dan spiritual. Latih
cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik (tarik nafas dalam dan
pukul kasur atau bantal, lalu masukan kedalam jadwal kegiatan untuk
latihan fisik.
b. Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan
melakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal, tanyakan
manfaatnya dan beri pujian, latih cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan obat ( jelaskan enam benar : benar nama, benar jenis, benar
obat, benar waktu, benar cara, kontiniutas minum obat), masukan pada
jadwal kegiatan latihan fisik dan minum obat.
c. Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau
Verbal. Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan
pasien melakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal, minum
obat dengan benar dan patuh, tanyakan manfaatnya dan beri pujian,
latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal ( tiga cara yaitu:
mengungkapkan dengan baik, meninta dengan baik dan menolak
dengan baik), masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum
obat dan verbal.
d. Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan
pasien melakukan tarik nafas dalam, pukul kasur atau bantal, minum
obat dengan bear, bicara yang baik, tanyakan manfaatnya, beri pujian,
latih mengontrol marah dengan cara spiritual ( shalat dan berdoa),
masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal
dan spiritual.

Tindakan Keperawatan untuk keluarga pasien


1) Tujuan : Keluarga mampu
a) Mengenal masalah perilaku kekerasan
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien perilaku kekerasan
c) Merawat pasien perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan mendampingi
pasien melakukan kegiatan fisik, minum obat, bicara dengan baik dan
spiritual.
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampu mengontrol
perilaku kekerasan dan mengurangi stresor yang menimbulkan perilaku
kekerasan.
e) Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan kesehatan

24
2) Tindakan Keperawatan kepada keluaraga :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku
kekerasan
c) Melatih keluarga cara merawat perilaku kekerasan
d) Membimbing keluarga merawat perilaku kekerasan
e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya.
f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelyanan kesehatan.
g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai


berikut :
a. Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan
latihan fisik
Diskusikan maslah yang dirasakan slam merawat pasien, jelaskan
pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan
(gunakan booklet), jelaskan cara merawat perilaku kekerasan, latih satu
cara merawat pasien perilaku kekerasan: fisik 1,2, anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan beri pujian.
b. Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum
obat.
Evaluasi kemapuan keluarga mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan
pasien, validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
pasien cara fisik 1 dan 2, beri pujian, jelaskan 6 benar minum obat, latih
cara memberikan bimbingan minum obat, anjurkan membantu pasien
melakukan kegiatan atau latihan sesuai jadwal dan memberi pujian.
c. Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Latih cara sosial atau
verbal
Evaluasi kemapuan keluarga mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan
pasien, validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
pasien cara fisik 1 dan 2, memberikan obat, beri pujian, jelaskan cara
mengontrol rasa marah dengan cara verbal atau sosial ( meminta,
menolak dan mengungkapkan perasaan dengan baik), latih cara verbal
atau sosial, anjurkan membantu pasien melakukan kegiatan atau latihan
sesuai jadwal dan memberi pujian.
d. Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga :
Evaluasi kemapuan keluarga mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan
pasien, validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih
pasien cara fisik 1 dan 2, memberikan obat dan cara verbal, beri pujian,
jelaskan cara mengontrol rasa marah dengan cara spiritual, latih cara
spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh, identifikasi
kendala atau kesulitan dalam melakukan kegiatan dan jelaskan cara
mengontrol rasa marah pasien jika sudah terjadi perilaku merusak diri
atau lingkungan, latih cara pengekangan dan proses rujukan, anjurkan
membantu pasien melakukan kegiatan atau latihan sesuai jadwal dan

25
memberi pujian.
6. Implementasi Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan dimanifestasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai
denagn kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu
mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, dan teknikal sesuai denagn tindakan yang akan
dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan
keperawatan bisa diimplementasikan (Yusuf, dkk, 2015).
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus
membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting
untuk diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan
dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam yaitu
evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, dan evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan
dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum
yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP,
yaitu sebagai berikut (Yusuf, dkk, 2015) :

S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan.
O: Repons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A: Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data
yang kontraindikasi terhadap masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan analisis respons pasien.

26
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada pengkajian prinsip yang harus diperhatikan pada data fokus yang
didapatkan berdasarkan observasi dan wawancara pada pengkajian data
fokus yang didapatkan yaitu sering marah-marah, pandangan tajam, nada
suara tinggi, melempar atau memukul benda atau orang lain. Pada faktor
predisposisi berdasarkan hasil penelitian bahwa data fokus yang perlu
dikaji yaitu faktor psikologis. Dimana pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan dapat menjadi alasan terjadinya perilaku kekerasan. Pada
pengkajian status mental juga dapat dilihat dari tanda gejala yang muncul.
Pengobatan pada perilaku kekerasan juga harus diperhatikan jenis dan efek
samping obat, untuk dapat melakukakan kolaborasi dalam mengatasi efek
samping obat agar klien tidak malas untuk minum obat.

B. SARAN
Penulisan ini dapat diaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan dalam mendeskripsikan asuhan
keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan


Jiwa.Yogyakarta: Goysen Publishing.
Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC), 6thIndonesian
edition.
Dalami, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
TIM.
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik
Keperawatan. Penerbit Buku: PT Refika Aditama. Bandung
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GosyenPublishing.
Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai