PENDAHULUAN
terbebas dari stres yang serius (Kusumawati & Hartono, 2011). Seseorang
keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup
di masyarakat. Hal ini dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi
mengharuskan seseorang berhubungan dengan orang lain (Nasir & Muhith, 2011,
lebih dari 21 juta penduduk di dunia dan lebih sering terjadi pada laki-laki yaitu
sekitar 12 juta orang, sementara pada perempuan adalah sekitar 9 juta orang.
Skizofrenia sangat terkait dengan kecacatan yang cukup besar dan dapat
2
mempengaruhi kinerja pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, masalah yang muncul
adalah adanya stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia bagi
Angka kejadian skizofrenia di Indonesia saat ini juga sangat tinggi. Pada
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Riskesdas) diketahui bahwa jumlah
Lampung jumlah penderita gangguan jiwa didapatkan sebesar 0,8% (BP & PK
(tiga) tahun terakhir angka kejadian gangguan jiwa cukup tinggi, hal ini dilihat
dari frekuensi pasien rawat jalan yang mencapai mencapai 55.349 pasien,
demikian juga pada pasien rawat inap yaitu mencapai 2.405 pasien. Jumlah pasien
rawat jalan dengan berbagai masalah gangguan jiwa tahun 2013 ditemukan
sebanyak 16.371 pasien (29,6%) dan pada tahun 2015 kembali mengalami
(42,1%). Untuk pasien rawat inap tahun 2013 ditemukan sebanyak 740 pasien
(30,8%), tahun 2014 mengalami penurunan yaitu sebanyak 620 pasien (25,8%)
dan tahun 2015 kembali mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu
berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosial merupakan bentuk psikosa yang
3
jelas (Direja, 2011). Perilaku yang harus segera mendapatkan penanganan pada
merasa tidak diturut atau diremehkan. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan
tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga
sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk
menciderai diri, orang lain dan lingkungan (Yosep & Sutini, 2014).
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi sehingga stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Tujuan dari cara ini
kekerasan dengan cara fisik, verbal, spiritual, dan patuh minum obat (Keliat, &
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara TAK stimulasi persepsi sesi I-V
Pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan di RSJ Daerah Provinsi Lampung tahun
2017”.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
perilaku kekerasan dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi serta dapat
menjadi data awal untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan klien
1.4.2 Praktis
perilaku kekerasan. Selain itu, karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal,
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikilogis (Yosep, 2011).
atau menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Ada
perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun perasaan dengan
agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan,
kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah yang dapat
membangkitkan suatu perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
6
7
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol
Perasaan : Kecemasan
Perasaan : Marah
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : Marah
pengekangan fisik
Perasaan : Agresi
Perasaan : Marah
2.1.3 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Teori biologik
(potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi
jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
perilaku agresif.
5) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,
tidak kekerasan.
b. Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
pernah dialaminya.
c) Learning theory
c. Teori sosiokultural
agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
televisi.
d. Aspek religiusitas
syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manusia
dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal
berkaitan dengan :
ekonomi.
13
seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam baik berupa injury secara
fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
Beberapa tanda dan gejala yang muncul pada seseorang dengan resiko
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
Keterangan:
hilangnya kontrol.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai klien marah untuk melindungi diri
antara lain:
1. Sublimasi
2. Proyeksi
3. Represi
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya
yang disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi
5. Displacement
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja
klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase:
2. Pencapaian wawasan
sampai 12 bulan.
yang berkelanjutan.
kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja.
kemampuan untuk secara konsisten dan dengan usia lengkap dari kehidupan
2.2.1 Pengertian
psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau
salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien
2013).
yang lain saling bergantung dan memiliki norma yang sama (Keliat &
Pawirowiyono, 2015).
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
19
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
1. Tujuan umum
b. Membentuk sosialisasi
2. Tujuan khusus
b. Penyaluran emosi
sembuh secara medis, tetapi perlu disiapkan fungsi dan kemampuan untuk
pemecahan masalah.
yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari
sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk
Terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan
reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak
itu. Apabila keanggotaan lebih dari 10, maka komunikasi sulit untuk difokuskan,
sedangkan jika anggota kurang dari 4, maka akanterlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekpos, lebih cemas, dan
Pada umumnya yang menjadi sasaran dari terapi kelompok adalah yang
memiliki masalah yang sama. Dalam psikoterapi yang intensif kelompok yang
yang sama, ada kecenderungan setiap anggota mendiskusikan masalah yang sama
mempunyai beberapa persyaratan, yaitu sudah ada diagnosa atau satu hasil
observasi yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif, incoherent dan waham
yang tidak terlalu berat sehingga dapat kooperatif dan tidak mengganggu
1. Tahap ketidakpastian; pada fase ini terdapat banyak keluhan yang dirasakan
antara anggota, rasa permusuhan terhadap pemimpim. Paca fase ini anggota
2. Tahap Overagresif; pada fase ini perselisihan sering diabaikan oleh kelompok
dan pemimpin. Rasa tertarik mulai muncul pada anggota kelompok yang
sekaligus merupakan membawa rasa takut kepada mereka. Rasa tertarik ini
mungkin merupakan awal terbentuknya suatu hubungan intim, dan hal ini
merupakan suatu yang dibenci oelh sebagian besar klien dengan terapi
kelompok.
22
memanipulasi orang lain secara spontan. Pertama anggota merasa cemas dan
ada keinginan untuk meninggalkan anggota yang regres. Sehingga saat ini
penting bagi pemimpin untuk bertindak dan menanyakan pada anggota yang
4. Tahap adaptasi; pada tahap ini anggota kelompok mulai menerima anggota
lain terhadap kelemahan dan kecacatan, sementara tingkah laku kepada yang
lainnya dapat diterima. Hal ini tidak berarti anggota-aggota dalam fase ini
tidak merespon kepada yang lain secara irasional, jika hal ini terjadi,
1. Pre kelompok
leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta
membuat prosposal lengkap dengan media yang akan digunakan berserta dana
yang dibutuhkan.
23
2. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik
atau kebersamaan.
a. Orientasi:
anggota.
b. Konflik:
c. Kebersamaan:
3. Fase kerja
realitis
24
masalah khusus.
4. Fase terminasi
anggota untuk member umpan balik pada tiap anggota. Terminasi tidak boleh
adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut
tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang
Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan
proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta
kelompok stimulasi persepsi: risiko perilaku kekerasan terdiri dari 5 sesi, yaitu
sebagai berikut:
a. Tujuan
kekerasan)
b. Setting
c. Alat
1) Papan tulis/flipchart/whiteboard
2) Kapur/spidol
4) Jadwal kegiatan
d. Metode
1) Dinamika kelompok
28
3) Bermain peran/stimulasi
e. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
koopratif.
2) Orientasi
a) Salam teraupetik
nama).
b) Evaluasi / validasi
c) Kontrak
3) Tahap kerja
Contoh tabel:
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
positif
31
5) Tindak lanjut
kekerasan.
f. Evaluasi
mengenal tanda dan gejala, prilaku kekerasan yang di lakukan dan akibat
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui
penyebab perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang di lakukan dan
akibat perilaku kekerasan. Beri tanda ( ) jika klien mampu dan beri
tanda (-) jika klien tidak mampu.
32
a. Tujuan
kekerasan.
b. Setting
c. Alat
1) Kasur/kantung tinju/gendang
2) Papan tulis/flipchart/whaitboard
4) Jadwal kegiatan
d. Metode
1) Dinamika kelompok
3) Bermain peran/simulasi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
2) Orientasi
a) Salam teraupetik
b) Evaluasi/ validasi
c) Kontrak
prilaku kekerasan.
3) Tahap kerja
klien.
kemerahan.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
perilaku kekerasan.
b) Tindak lanjut
pelajari.
35
(1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi
f. Evaluasi
3. Sesi 3: mencegah perilaku kekerasan dengan cara interaksi sosial asertif (cara
verbal)
a. Tujuan
memaksa
kemarahan.
b. Setting
36
c. Alat
d. Metode
1) Dinamika kelompok
3) Beramain peran/simulasi
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
2) Orientasi
a) Salam teraupetik
b) Evaluasi/ validasi
c) Kontrak
3) Tahap kerja
gunakan untuk...”.
sakit hati pada orang lain, yaitu “saya tidak dapat melakukan...”
atau ”saya tidak dapat menerima jika dikatakan...” atau “saya kesal
dikatakan seperti...”.
38
pada poin g.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
telah di pelajari.
benar.
b) Tindak lanjut
(1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan
ibadah.
f. Evaluasi
Memperagakan cara
Memperagakan cara Memperagakan cara
No Nama klien mengungkapkan
meminta menolak yang baik
marah yang baik
Petunjuk:
Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan memperaktikkan
pencegah perilaku kekerasan secara sosial: meminta tanpa paksa, menolak
dengan baik, mengungkapkan kesalahan dengan baik. Beri tanda () jika
klien mampu dan beri tanda (-) jika klien tidak mampu.
a. Tujuan
spiritual
b. Setting
c. Alat
d. Metode
1) Dinamika kelompok
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
sebelumnya.
2) Orientasi
a) Salam teraupetik
b) Evaluasi / validasi
(3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif
c) Kontrak
3) Tahap kerja
masing klien.
meredakan marah.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
telah di pelajari.
b) Tindak lanjut
klien.
(1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum
obat teratur.
Petunjuk:
Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien,beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua
kegiatan ibadah pada saat TAK. Beri tand () jika klien mampu dan beri
tanda (-) jika klien tidak mampu.
43
a. Tujuan
b. Setting
c. Alat
d. Metode
1) Dinamika kelompok
e. Langkah kegiatan
1) Persiapan
2) Orientasi
a) Salam teraupetik
papan nama.
b) Evaluasi / validasi
dilakukan.
c) Kontrak
3) Tahap Kerja
d) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum
bergiliran.
whiteboard)
45
whiteboard)
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
telah di pelajari.
b) Tindak lanjut
obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Petunjuk:
Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima
benar cara minum obat,keuntungan minum obat,dan akibat tidak patuh
minum obat. Beri tanda () jika klien mampu dan beri tanda (-) jika klien
tidak mampu.
BAB III
3.1 Rancangan
Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case
study), yaitu dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang
terdiri dari unit tunggal. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam
dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri,
sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu
perlakuan atau pemaparan tertentu (Notoatmodjo, 2012). Pada karya tulis ilmiah
3.2 Subjek
Subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah 2 (dua) orang pasien dengan
tahun 2017. Adapun kriteria subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
47
48
pasien mengontrol risiko perilaku kekerasan. Alat ukur yang digunakan adalah
tindakan berakhir. Hasil ukur dilihat dari kemampuan klien pada setiap sesi.
Intervensi karya tulis ilmiah ini akan dilakukan di RSJ Daerah Provinsi
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada intervensi karya tulis
diderita atau dialami responden. Pada tahap ini, perawat mencari responden
yang sesuai dengan kriteria. Dalam hal ini, masalah keperawatan yang akan
kekerasan.
dalam karya tulis ilmiah metode studi kasus ini dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif yaitu untuk membuat gambaran secara sistematis data yang
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang
selidiki (Riyanto, 2013). Analisa data dalam penerapan ini adalah dengan
mencegah perilaku kekerasan dengan cara fisik, verbal, spiritual, dan patuh
minum obat.
50
1. Prinsip manfaat
Manusia memiliki hak dan makhluk yang mulia yang harus dihormati,
karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau dan tidak
3. Prinsip keadilan
menghargai hak atau memberikan hak menjaga privasi dan tidak berpihak
dalam perlakuan.
4. Informed consent
hak responden.
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
6. Kerahasiaan (confidentiality)
dijamin kerahasiaan oleh perawat, hanya kelompok data tertentu yang akan
DAFTAR PUSTAKA