Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

Terapi Aktivitas Kelompok : Perilaku Kekerasan

Disusun Oleh :

Neng Sriwulandari
(C1AC22090)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2022/2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah masalah Kesehatan yang sangat umum
terjadi di berbagai negara dan diperkirakan sekitar 12% dari beban
penyakit secara global (Subu, Waluyo, N, Prisicilla, & Aprina, 2017).
SMenurut WHO memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia
mengalami gangguan mental. Sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa saat ini dan 25% pendudukan diperkiraan akan
mengalami gangguan jiwa padaa usia tertentu selama hidupnya. Hasil
dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) prevalensi gangguan jiwa
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil, dan gangguan mental
emosional pada penduduk Indonesia 6% (Kendar & Iswati, 2019).
Gangguan mental emosional merupakan gangguan yang sering terjadi
(Untari & Kartina, 2020). Berdasarkan data Nasional Indonesia tahun
2017 dengan risiko perilaku kekerasan sekitar 0,8 % atau dari 10.000
orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa angka kejadian risiko
perilaku kekerasan sangatlah tinggi. Dampak yang dapat ditimbulkan
oleh pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan adalahdapat
mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Pardede, Siregar, & Hulu,
2020).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan
untuk melukai dirinya dan seseorang secara fisik maupun
psikologis .Perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal,
untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak (Kendar & Iswati, 2019).
Menurut Afnuhazi (2015) faktor predisposisi yang menyebabkan
perilaku kekerasan antara lain, psikologis, perilaku, sosial budaya, dan
bioneurologis. Sedangkan untuk faktor presipitasi itu sendiri dapat
bersumber dari klien, lingkungan dan interaksi dengan orang lain.
Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya
diri. Untuk faktor penyebab dari perilaku kekerasan yang lain seperti
situasi lingkungan yang terbiasa dengan kebisingan, padat, interaksi
sosial yang proaktif, kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan
kehilangan orang yang di (Madhani & Kartina, 2020). Tanda dan
gejala perilaku kekerasan berupa muka marah dan tegang, mata
melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup dan
jalan mondar-mandir (Yosep & Sutini, 2016). Perilaku yang
ditimbulkan dari perilaku kekerasan adalah menyerang atau
menghindari, menyatakan secara asertif dalam mengekspresikan
marahnya, memberontak dan melakukan perilaku kekerasan (Sutejo,
2018). Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan
penanganan perilaku kekerasan dengan segera dan tepat dimana
langkah pertama adalah dengan membina hubungan saling percaya
melaui komunikasi dengan klien halusinasi. Terapi yang biasa
diberikan dalam penatalaksanaan mengatasi halusinasi berupa terapi
psikofarmakodinamika, terapi ECT dan terapi aktivitas kelompok
(Hidayah, 2015).
Menurut Keliat, et al., (2014) terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan kepada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang
sama. Terapi aktivitas kelompok sering digunakan dalam praktik
kesehatan jiwa, bahkan saat ini terapi aktivitas kelompok merupakan
hal yang penting dari keterampilan terapeutik dalam keperawatan.
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktifitas mempersepsikan berbagai stimulus yang
terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Rohmani, Lestari, &
Kismiyanti, 2020).
Atas dasar tersebut, maka kelompok menganggap dengan terapi
aktivitas kelompok (TAK) klien dengan perilaku kekerasan dapat
mengontrol emosinya, tentu saja klien yang mengikuti terapi ini
adalah klien yang mampu mengendalikan perilakunya sehingga saat
TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota
kelompok lain.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Klien mampu mengontrol dan mengendalikan perilaku
kekerasan.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan
2) Klien dapat mendemonstrasikan cara mengendalikan
perilaku kekerasan

B. LANDASAN TEORI
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Siauta, 2020)
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditunjukkan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang
tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku
kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan
skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Subu, 2016).
2. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan-perubahan
dalam perilaku kekerasan yaitu (Dewi, 2019) :
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku
kekerasan adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural
1) Faktor Biologis
a) Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan
disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar
yang sangat kuat.
b) Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon
psikologi terhadap stimulus eksternal, internal
maupun lingkungan. Dalam hal ini sistim limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
2) Faktor Psikologis
a) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-
Frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal
atau menghambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berprilaku agresif karena
perasaan prustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan
b) Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi yang
mendukung.
c) Eksistensial Theory ( Teori Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia,
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi
melalui berprilaku konstruktif, maka individu akan
memenuhi melalui berprilaku destruktif.

3) Faktor Sosiokultural
a) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan
Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah. Norma
budaya dapat mendukung individu untuk merespon
asertif atau agresif.
b) Sosial Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialisasi
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari
luar (serangan fisik, kehilangan, kematian) amaupun dalam
(putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa
cinta, takut terhadap penyakit fisik). Selain itu 9 lingkungan
yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengaruh pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.
c. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan
mekanisme koping yang kontstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti “Displancement”, sublimasi,
proyeksi, represi, denial dan reaksi formasi.
d. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
1) Menyerang atau Menghindar (Fight or Flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan
system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin
yang menyebabkan TD meningkat, takikardia, wajah
merah, pupil melebar, mual, sekresi Hcl meningkat,
peristaltic gaster menurun, pengeluaran urin dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh menjadi kaku disertai reflek yang cepat.
Menyatakan secara asertif (assertiveness).
2) Menyatakan Secara Asertif
Menyatakan secara asertif (assertiveness) Perilaku yang
sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan
asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekpresikan rasa marah tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikologis. Disamping itu perilaku ini
dapat juga untuk mengembangkan diri klien.
3) Memberontak (Acting Out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik
perilaku “Acting Out” untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditinjaukan kepada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering timbul pada pasien dengan
perilaku kekerasan antara lain (Setiawan, 2019).:
a. Tanda dan gejala, marah, suka marah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi berdebat, selalu memaksakan
kehendak dan memukul bila tidak sengaja ditandai dengan:
Fisik, Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, seta postur tubuh kaku.
Verbal, mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,
berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus
b. Prilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang
lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif. Emosi, tidak
adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut. Intelektual, mendominasi, cerewet,
kasar berdebat, meremehakan dan tidak jarang mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme. Spiritual, merasa diri berkuasa,
merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas
terhambat. Social, menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan, dan sindiran. Perhatian, bolos, melarikan diri,
dan melakukan penyimpangan seksual.
4. Rentang Respon Marah
Respon adaptif Respon Maladaptif
I---------------I---------------I---------------I---------------I
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Keterangan :
a. Asertif
Mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain, hal ini dapat
menimbulkan kelegaan pada individu
b. Frustasi
Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
c. Pasif
Perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan
menghindari suatu tuntunan nyata.
d. Agresif
Hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik.
Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk
dengan ancaman, member kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
5. Strategi Pelaksanaan
Fitria (2012) menjelaskan strategi pelaksanaan yang dapat
diberikan kepada pasien perilaku kekerasan sebagai berikut:
1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)
a. Mengidentifikasi perubahan perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang
dilakukan
e. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
f. Membantu Klien memperaktikan Latihan cara mengontrol
fisik 1 dengan menarik nafas dalam dan memutul bantal
atau benda lunak
g. Menganjurkan klien mamasukan dalam jadwal kegiatan
harian
2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
berbicara dengan baik, meminta dan menolak dengan baik
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian
3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
spiritual
c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian
4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
minum obat
c. Menganjurkan klien mamasukan dalam jadwal kegiatan
klien

C. METODE AKTIVITAS KELOMPOK


Metode yang digunakan pada terapi aktivitas kelompok (TAK) ini
adalah metode :
1. Diskusi dan Tanya Jawab
2. Melengkapi jadwal harian
3. Bermain peran / simulasi
4. Dinamika kelompok

D. PERSIAPAN
1. Kriteria Anggota
Klien sebagai anggota yang mengikuti terapI aktivitas kelompok ini
adalah
a) Klien yang tidak terlalu gelisah
b) Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu
berlangsungnya Terapi Aktifitas Kelompok.
c) Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu
berinteraksi dalam kelompok kecil
d) Klien tenang dan kooperatif
e) Kondisi fisik dalam keadaan baik
f) Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Terapi aktifitas kelompok ini dilaksanakan pada :
Hari / Tanggal : Selasa, 11 April 2023
Waktu : 10.00-11.00 WIB
Tempat : R Rawat Inap Kemuning RSUD R Syamsudin SH

3. Media dan Alat


a) Bantal
b) Karpet
c) Bola kecil
d) Musik
e) Materi yang akan diberikan

4. Uraian Tugas Pelaksanaan


a. Leader : Neng Sriwulandari
1) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok
2) Merencanakan, mengatur, mengontrol, dan
mengembangkan jalannya terapi aktivitas kelompok
3) Membuka Acara terapi aktivitas kelompok
4) Memimpin diskusi kelompok
5) Memberikan informasi
6) Menutup acara
b. Co – Leader : Aries (Perawat ruangan)
1) Mendampingi leader
2) Mengambil posisi leader jika pasif
3) Mengarahkan kembali posisi pemimpin kepada leader
4) Menjadi motivator
c. Fasilitator : Deni & Irman (Perawat ruangan)
1) Membantu dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan
klien sebagai anggota kelompok
2) Membantu mempersiapkan klien dan sasaran yang
menunjang ketika kegiatan kelompok berlangsung
3) Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap aktif
dalam melaksanakan terapi aktivitas kelompok
d. Observer : Agung (Perawat ruangan)
1) Mengobsevasi persiapan pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok
2) Mengobservasi setiap respon klien
3) Mencatat semua aktivitas terapi aktivitas kelompok
4) Mengevaluasi hasil kegiatan aktivitas kelompok
e. Anggota Kelompok / klien : ...
1) Mengikuti Proses TAK dari awal sampai akhir
2) Mendengarkan dan memperhatikan pengarahan dari
terapis
3) Menjawab pertanyaan bila ada pertanyaan dari terapis
5. Setting Tempat

O L C
L

F
K

K F

Keterangan :

K = klien F = fasilitator
= observer L = leader
O

C
= co- leader

6. Tata Tertib dan Program Antisipasi


a) Peserta bersedia mengikuti TAK
b) Peserta wajib hadir sebelum lima menit acara dimulai
c) Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi
d) Tidak diperkenakan makan, minum, merokok, selama kegiatan
TAK
e) Jika ingin mengajukan atau menjawab pertanyaan, peserta
mengangkat tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan
oleh pembimbing
f) Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai
g) Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun
TAK belum selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan
anggota untuk memperpanjang waktu TAK.

E. PROSES PELAKSANAAN
No Waktu Kegiatan Terapis Kegiatan Peserta
1 10 Menit Perencanaan :
a. Persiapan materi.  Menjawab salam
b. Persiapan media/alat  Mendengarkan dan
yang digunakan. memperhatikan
c. Setting tempat terapis
dan peserta.
d. Pembagian tugas
terapis.
2 30 menit Pelaksanaan :
a. Orientasi
1) Salam terapeutik.
 Terapis  Menjawab pertanyaan
mengucapkan  Mendengarkan dan
salam memperhatikan
 Memperkenalkan  Mendengarkan dan
diri memperhatikan
 Menanyakan nama  Mengikuti kegiatan
dan panggilan sesuai aturan main
semua klien (beri
papan nama)
2) Evaluasi / Validasi.
 Menanyakan
perasaan klien saat
ini.
3) Kontrak.
 Menjelaskan topik
 Menjelaskan tujuan
kegiatan
 Membuat kontrak
waktu kegiatan.
 Menjelaskan
peraturan selama
kegiatan
b. Kerja
1) Memotivasi klien
untuk aktif melakukan
kegiatan
2) Menyampaikan materi
3) Melakukan games

3 5 menit Terminiasi :
a. Evaluasi pencapaian
tujuan.
1) Menanyakan
perasaan klien
setelah mengikuti
TAK
2) Memberikan
reinforcement positif
atas keberhasilan
kelompok
b. Memberikan rencana
tindakan lanjut berupa
pemberian SP 2 dengan
memukul bantal, kasur
dan benda lunak lainnya
c. Kontrak TAK yang akan
datang  Mengungkapkan
1) Menyepakati TAK pendapat
yang akan datang,  Menyetujui /
yaitu mengendalikan memberikan pendapat
perilaku kekerasan tentang rencana
dengan fisik 2 : selanjutnya
memukul bantal atau
benda lunak
2) Menyepakati waktu
dan tempat
F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
1. Evaluasi Struktur.
a) Terapis dan klien berada pada posisi yang sudah direncanakan
b) Peralatan tersedia sesuai rencana
c) Anggota terapi hadir lengkap (5 orang)
d) Peran dan tugas terapis berjalan sesuai rencana
2. Evaluasi Proses.
a) Pelaksanaan kegiatan berlangsung sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
b) Peran dan tugas terapis sesuai perencanaan.
c) Klien tidak meninggalkan tempat selama kegiatan
d) Klien aktif dan dapat mengikuti semua rangkaian kegiatan
dengan tertib.
e) Klien dapat mengikuti terapi sesuai dengan aturan main.
3. Evaluasi Hasil
Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara relaksi
nafas dalam dan memukul bantal
4. Dokumentasi
G. PENUTUP
Setelah kegiatan terapi aktivitas kelompok ini, diharapkan klien dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Demikian proposal ini kami buat,
atas perhatian dan dukungan serta partisipasinya dalam kegiatan ini kami
ucapkan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, K. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien
Dengan. Kalimantan Timur.
Fitria, N. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) . Jakarta:
Salemba Medika.
Gede, I. D. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik dan Risiko Perilaku
Kekerasan pada. Bali.
Hidayah, A. N. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Sensori Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien
Halusinasi Di RSUD Dr.Amino Gondhohutomo Semarang. FIKkes Jurnal
Keperawatan, 1-13.
Kendar, & Iswati, D. I. (2019). Faktor Predisposisi Pesipitasi Pasien Risiko
Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan, 149-.
Madhani, A., & Kartina, I. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dnegan Risiko Perilaku Kekerasan. Universitas Kusuma Husada Perilaku
Kekerasan, 1-18.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektifitas Behabiour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia.
Jurnal Mutiara Ners, 8-14.
Rohmani, Lestari, N. L., & Kismiyanti. (2020). Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pasien Halusinasi
Di Rumah Sakit Jiwa Abepura. Jurnal Keperawatan Tropis Papua, 1-6.
Setiawan, H. (2019). Tanda Gejala Dan Kemampuan Mengontrol Perilaku
Kekerasan. Depok.
Siauta, M. (2020). Upaya Mengontrol Perilaku Agresif Pada Perilaku. Jawa
Tengah.
Subu, M. A. (2016). Stigmatisasi Dan Perilaku Kekerasan Pada Orang Dengan.
Jakarta.
Subu, M. A., Waluyo, I., N, E. A., Prisicilla, V., & Aprina, T. (2017). Stigma,
Stigmatisasi, Perilaku Kekerasan dan Ketakutan diantara Orang dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia: Penelitian Constructive Grounded
Theory . Jurnal Kedokteran Brawijaya, 53-60.
Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktek Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Untari, S. N., & Kartina, I. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dengan Risiko Prilaku Kekerasan. Universitas Kusuma Husada
Surakarta, 1-5.
Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama:
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai