Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAN PADA KLIEN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA

NAMA: FARA AYU

RAHMAWATI

NIM: 2020019

PROGAM SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KEPANJEN

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan dengan masalah Defisist


Perawatan Diri , yang Dilakukan Oleh :

Nama : FARA AYU R.

NIM : 2020019

Prodi : SARJANA KEPERAWATAN

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Progam Sarjana
Keperawatan Jiwa, yang dilaksanakan pada tanggal 16 - 28 Januari 2023 yang
telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Malang, Januari 2023

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
1. Definisi

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang diekspresikan


dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain, dan atau merusak lingkunagan
(Keliat & Akemat, 2017). Menurut (Stuart, 2018), perilaku kekerasan merupakan
salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan
dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal. Beberapa pernyataan diatas
dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan atau agresifitas dapat didefinisikan yaitu
suatu perilaku mencederai atau melukai diri sendiri, orang lain/sekelompok orang dan
lingkungan, baik secara verbal, fisik, dan psikologis yang akan mengakibatkan
beberapa kerugian seperti trauma fisik, psikologis dan bahkan kematian.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian
besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di
rumah (Yusuf, Fitrasari, & Nihayati, 2017).
Menurut (Keliat & Akemat, 2017), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Herdman, (2017) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional atau seksual
yang ditujukan kepada orang lain
Hirarki Perilaku Kekerasan daari tingkat rendah ke tinggi (Stuart, 2018):
1. Memperlihatkan permusuhan tingkat rendah
2. Bicara keras dan menuntut
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Mengucapkan kata-kata ancaman, tanpa rencana untuk melukai
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
6. Mengancam dengan kata-kata dengan rencana melukai
7. Melukai dalam tingkat tidak berbahaya
8. Melukai dalam tingkat serius dan bahaya
2. Etiologi
Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor predisposisi dan
presipitasi,
a. Faktor Predisposisi Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggotakeluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah
satu kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan penyebab
yang brasal dari dari dalam maupun luar individu.
Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan
orang yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan
rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar
individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
3. Rentang Respon

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap


kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart, 2017). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh marah dapat berfluktuai sepanjang rentang adaktif dan
maladaktif.

Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Kegagalan yang menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menantang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang
maladaktif yaitu-agresif-kekerasan, sedangkan respon yang adaptif adalah asertif dan
frustrasi yaitu :
1. Respon Adaptif
a. Asertif : Mengemukakan pendapat atau menunjukkan ekspresi tidak senang
atau tidak setuju tetapi tidak menyakiti orang lain/lawan bicaranya.
b. Frustrasi: Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak
realistis atau disebut juga hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
2. Respon Maladaptif
a. Pasif: Suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usahauntuk mempertahankan hak-
haknya.
b. Agresif: Suatu perilaku yang menyertai rasa marah sebagai usaha atau
merupakan dorongan mental untuk bertindak,memperlihatkan permusuhan,
keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberkata-kata
ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain
c. Kekerasan: Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata
ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan dan yang paling berat
adalah melukai/merusak secara seriu. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

4. Proses terjadinya perilaku kekerasan


Pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang
meliputi faktor predisposisi dan presipitasi (Nurhalimah, 2017)
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1. Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter yaitu
adanya anggotakeluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan perilaku
kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanyan
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA
(narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2. Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu kebutuhan
manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu
tersebut berperilaku destruktif.
3. Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory) menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan penyebab
yang brasal dari dari dalam maupun luar individu.
Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan
orang yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa
cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
5. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan (Yusuf et al., 2018):
a. Emosi
- Tidak adekuat
- Tidak aman
- Rasa terganggu
- Marah (dendam)
- Jengkel
b. Intelektual
- Mendominasi
- Bawel
- Sarkasme
- Berdebat
- Meremehkan
c. Fisik
- Muka merah
- Pandangan tajam
- Napas pendek
- Keringat
- Sakit fisik
- Penyalahgunaan zat
- Tekanan darah meningkat
d. Spiritual
- Kemahakuasaan
- Kebijakan/kebenaran diri
- Keraguan
- Tidak bermoral
- Kebejatan
- Kreativitas terlambat
e. Sosial
- Menarik diri
- Pengasingan
- Penolakan
- Kekerasan
- Ejekan
- Humor

6. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Gangguan


Mencederai diri Pemeliharaan Kesehatan

Ketidakefektifan
penatalaksanaan program
terapeutik Perilaku Kekerasan Defisit Perawatan Diri
Masalah Utama Mandi dan Berhias

Ketidakefektifan koping
keluarga : Gangguan konsep diri :
Ketidakmampuan keluarga harga diri rendah kronis
merawat klien dirumah

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Yosep, 2019) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau
perilaku kekerasan adalah :
1. Medis
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi
yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom
depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan dengan cedera kepala
dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
2. Keperawatan
Menurut Yosep ( 2019 ) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara untuk
mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui rentang intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa


a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah
atau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh
karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energy yang
dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka
perawat harus terus
menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.

2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
- Sanggup melakukan komplain.
- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :
bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara mengahakimi, bicara
netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari intensitas kontak
mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan
klien dan dengarkan klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan
buat janji yang tidak bisa ditepati.
2) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya.
3) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat
diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat bila kontrak
dilanggar.
c. Strategi
pengurungan
1) Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasi, maka diperlukan intervensi yang
lebih aktif.
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan menempatkan
klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya
sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual untuk
membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei pengekang
8. Pengkajian
Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spritual
pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki
klien.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No. MR.
b. Faktor Predisposisi
- Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan.
- Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
- Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
- Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu
c. Fisik
Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
d. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun dengan pengambilan
keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri : Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas klien : Klien biasanya tidak puas dengan status dan posisinya baik
sebelum maupun ketika dirawat tapi klien biasanya puas
dengan statusnya sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran diri : Klien menyadari peran sebelum sakit, saat di rawat peran
klien terganggu.
d) Harga diri : Klien biasanya memiliki harga diri rendah sehubungan
dengan sakitnya.
e) Ideal diri : Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang tidak
terpenuhi.
3) Hubungan Sosial
Klien kurang dihargai di keluarga dan lingkungan.
4) Spritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan norma dan
budaya.
b) Kegiatan ibadah
Klien biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah
terganggu atau sangat berlebihan.
f. Status Mental
- Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak cocok / serasi dan berubah dari
biasanya.
- Pembicaraan : Pembicaraan cepat, keras
- Aktivitas motorik : Meningkat, klien biasanya terganggu dan gelisah
- Alam perasaan : Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya : sedih dan putus asa.
- Afek : Afek klien biasanya sesuai
- Interaksi selama wawancara : Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien
yang tampak bermusuhan dan mudah tersinggung.
- Persepsi : Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki kerusakan
persepsi.
- Proses pikir : Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan keheran.
- Isi Pikir : Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien.
- Tingkat Kesadaran : Biasanya klien tidak mengalami disorientasi terhadap
orang, tempat dan waktu.
- Memori : Tidak terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek klien mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
- Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien tidak mengalami gangguan
konsentrasi dan berhitung
- Kemampuan penilaian : Klien mampu dalam mengambil keputusan jika
menghadapi masalah yang ringan klien mampu menilai dan mengevaluasi diri
sendiri.
- Daya tilik diri : Klien biasanya mengingkari penyakit yang diderita dan tidak
memerlukan pertolongan, klien juga sering menyalahkan hal-hal diluar
dirinya.
9. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

10. Pembagian Strategi Pelaksanaan Komunikasi Perilaku Kekerasan


Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 1 SP 1
1. Identifikasi penyebab, tanda dan 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
gejala, PK yang dilakukan, akibat PK. dalam merawat klien.
2. Jelaskan cara mengontrol PK: fisik, 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala,
obat, verbal, spiritual. dan proses terjadinya PK (gunakan
3. Latih cara mengontrol PK fisik 1 booklet).
(tarik nafas dalam) dan 2 (pukul kasur 3. Jelaskan cara merawat PK.
atau bantal). 4. Latih 1 cara merawat PK: fisik 1, 2.
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
latihan fisik. jadual dan memberikan pujian.
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
Beri pujian. merawat/ melatih pasien fisik 1, 2. Beri
2. Latih cara mengontrol PK dengan pujian.
obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
minum obat). jadual dan memberi pujian.
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk
latihan fisik dan minum obat.
SP 3 SP 3
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan obat. Beri pujian. merawat/ melatih pasien fisik 1, 2 dan
2. Latih cara mengontrol PK secara memberikan obat. Beri pujian.
verbal (3 cara yaitu: mengungkapkan, 2. Latih cara membimbing verbal/bicara.
meminta, menolak dengan benar). 3. Latih cara membimbing kegiatan
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk spiritual.
latihan fisik minum obat, dan verbal. 4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 dan 2, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat dan verbal. Beri pujian. merawat/ melatih pasien fisik 1, 2 dan
2. Latih cara mengontrol PK secara memberikan obat, verbal dan spiritual.
spiritual (2 kegiatan). Beri pujian.
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk 2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda
latihan fisik, minum obat, verbal dan kambuh, rujukan.
spiritual. 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.

SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
minum obat, verbal dan spiritual dan merawat/ melatih pasien fisik 1, 2 dan
berikan pujian. memberikan obat, verbal dan spiritual
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri. dan follow up. Beri pujian.
3. Nilai apakahPK terkontrol. 2. Nilai kemampuan merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke PKM.
Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Keluarga (SP I
keluarga)
SP 1: Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan dan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik tarik nafas dalam.
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Fase Orientasi
1. Salam teraupetik
“Selamat pagi Bapak/Ibu?” (mengajak klien untuk berjabat tangan) “Perkenalkan saya
mahasiswa Profesi Keperawatan STIKes Kepanjen, yang berdinas di ruang ini dan
merawat Ny/Tn A.” “Kalau boleh tahu nama bapak/ibu siapa?” “Bapak/ibu suka
dipanggil siapa?” “Apa hubungan Bapak/ibu dengan pasien.” “ Bagaimana kalau kita
membicarakan tentang masalah Ny/Tn A ?”

2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu pagi ini?”.
3. Kontrak
Topik : “Baiklah bapak/ibu,?” “Bagaimana kalau kita membicarakan
tentang masalah Ny/Tn A?”
Waktu : “Berapa lama bapak ingin berbincang-bincang?” Bagaiman
kalau 30 menit ?”
Tempat : “Dimana enaknya kita berbincang-bincang bapak? Baiklah
kita akan berbincang-bincang di tempat ini”

Fase Kerja
“Bapak/ibu, apa masalah yang bapak/ibu hadapi/dalam merawat Ny/Tn A? Apa yang
bapak/ibu lakukan? Baik pak/bu, saya akan coba jelaskan tentang marah Ny/Tn A dan hal-hal
yang perlu diperhatikan. Bapak/ibu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak
disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Yang menyebabkan istri bapak marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa direndahkan,
keinginan tidak terpenuhi. Kalau ibu apa penyebabnya pak? Kalau nanti wajah istri bapak
tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya istri bapak sedang marah, dan
biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah
tangga atau memukul
atau bicara kasar? Perubahan apa yang terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan? Nah, bapak
sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada ibu bila tanda-tanda kemarahan itu muncul.
Bapak bisa bantu ibu dengan cara mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang
sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur. Kalau ibu bisa melakukanya
jangan lupa di puji ya bu”

Fase Terminasi
4. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a) Evaluasi Subjektif :
““Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat Ny/Tn A?”.
b) Evaluasi Objektif :
“Sekarang Coba bapak sebutkan lagi cara merawat Ny/Tn A?”
5. Tindak lanjut
“Jika wajah Ny/Tn A bapak/ibu tampak tegang dan merah mulai marah,
Bapak/ibu bisa bantu ibu dengan cara mengingatkan jadwal latihan cara
mengontrol marah yang sudah dibuat. ”
6. Kontrak yang akan datang
Topik : “Setelah kita berbincang-bincang tadi, bagaimana kalau
kita 2 hari lagi berbincang-bincang lagi dengan bapak/ibu
dan
keluarga bapak tentang cara merawat Ny/Tn A di rumah?
Waktu : “kira-kira Jam berapa besok saya dapat menemui
Bapak/ibu? bagaiman kalau jam 09.00?” “Berapa lama
bapak/ibu ingin berbincang-bincang?” Bagaiman kalau 30
menit ?”
Tempat : “Dimana nanti bapak/ibu akan berbincang-bincang dengan
saya? Ok, di sini saja ya pak/bu”.
Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Keluarga (SP II
keluarga)
SP 2 : Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Fase Orientasi
1. Salam teraupetik
“Selamat pagi Bapak/Ibu?” (mengajak klien untuk berjabat tangan) “Perkenalkan
saya mahasiswa Profesi Keperawatan STIKes Kepanjen, yang berdinas di ruang ini
dan merawat Ny/Tn A.”
1) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini?”.
2) Kontrak
Topik : “Baiklah bapak,?” “Seperti kontrak kita 2 hari yang lalu, kita
ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah
ibu. Bagaimana pak? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada
yang mau bapak tanyakan? “Bagaimana kalau sekarang kita
bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk
mengontrol rasa marah?
Waktu : “Berapa lama bapak ingin berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau 30 menit ?”
Tempat : “Sesuai kontrak kemarin kita akan berbincang-bincang di sini,
apakah bapak setuju?

Fase Kerja
“bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang bapak minum? warnanya apa
saja? Bagus, jam berapa di minum? Bagus. Obatnya ada 3 macam, yang warnanya oranye
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus
bapak minum 3x sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum
obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bias mengisap-isap es
batu. Bila terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Nanti dirumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum,
baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian
cek lagi
apakah benar obatnya. Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang kita masukkan waktu minum
obat kedalam jadwal ya”.

Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a) Evaluasi Subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar?”
b) Evaluasi Objektif :
“Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat yang bapak minum. Bagaiman
cara minum obat yang benar? Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan
marah yang kita pelajari?”
2. Tindak lanjut
“Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya.”
3. Kontrak yang akan datang
Topik : “Setelah kita berbincang-bincang tadi, bagaimana kalau kita
2 hari lagi berbincang-bincang lagi dengan bapak dan
keluarga?
Waktu : “kira-kira Jam berapa besok saya dapat menemui Bapak?
bagaiman kalau jam 09.00?” “Berapa lama bapak ingin
berbincang-bincang?” Bagaiman kalau 30 menit ?”
Tempat : “Dimana nanti bapak akan berbincang-bincang dengan
saya? Ok, di sini saja ya pak”.
Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Keluarga (SP
III keluarga)
SP 3 : Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan ke-2: dengan cara verbal/bicara baik
Fase Orientasi
Salam teraupetik
“Selamat pagi Bapak/Ibu?” (mengajak klien untuk berjabat tangan) “Perkenalkan saya
mahasiswa Profesi Keperawatan STIKes Kepanjen, yang berdinas di ruang ini dan
merawat Ny/Tn A.”
3) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini?”.
4) Kontrak
Topik : “Baiklah bapak,?” “Seperti kontrak kita 2 hari yang lalu, kita
ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah
ibu dengan cara verbal/bicara baik. Bagaimana pak??
Waktu : “Berapa lama bapak ingin berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau 30 menit ?”
Tempat : “Sesuai kontrak kemarin kita akan berbincang-bincang di sini,
apakah bapak setuju? Sebentar saya panggilkan ibu supaya
bisa
berlatih bersama”

Fase Kerja
”Nah ibu, coba ceritakan kepada bapak, latihan yang sudah ibu lakukan. Bagus sekali.
Coba perlihatkan kepada bapak jadwal harian ibu! Bagus! Nanti di rumah bapak bisa
membantu ibu latihan mengontrol kemarahan ibu. Sekarang kita akan coba latihan bersama-
sama ya bu? Masih ingat bu, kalau tanda-tanda marah sudah ibu rasakan maka yang harus
dilakukan ibu adalah...? Ya.. betul, ibu berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar
lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo
coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba
bapak temani dan bantu ibu menghitung latihan ini sampai 5 kali. Bagus sekali, bapak dan
ibu sudah bisa melakukannya dengan baik. Cara yang kedua masih ingat pak, bu? Ya..benar,
kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam ibu dapat melakukan melakukan kegiatan atau aktivitas seperti
bersih-bersih kamar, jalan-jalan dan berolahraga. Sekarang coba kita latihan membersihkan
ruangan ibu. Mana kamar ibu? Jadi kalau nanti ibu kesal dan ingin marah, langsung ke
kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan merapihkan dan bersih-bersih kamar ibu. Nah, coba
ibu lakukan sambil didampingi bapak, berikan ibu semangat ya pak. Ya, bagus sekali ibu
melakukannya. Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga
caranya bu, coba praktekkan langsung kepada bapakcara bicara ini:
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar, misalnya: bapak, Saya perlu uang untuk membuka usaha
kecil! Coba ibu praktekkan. Bagus bu”.
b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya,
katakan: “Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan”. Coba ibu
praktekkan. Bagus bu”
c. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal ibu
dapat mengatakan: “Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan.
Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau ibu sedang marah apa yang harus dilakukan? Baik
sekali, ibu coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. ibu bisa
melakukan sholat secara teratur dengan didampingi bapak untuk meredakan kemarahan. Cara
terakhir adalah minum obat teratur ya bu agar pikiran ibu jadi tenang, tidurnya juga tenang,
tidak ada rasa marah. Ibu coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa minum
obat? Bagus. Apa guna obat? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau menghentikan obat?
Wah bagus sekali! Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang ibu
dapatkan, bapak tolong selama di rumah ingatkan ibu untuk meminumnya secara teratur dan
jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”

Fase Terminasi
4. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
c) Evaluasi Subjektif :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah
langsung kepada ibu?”.
d) Evaluasi Objektif :
“Bisa bapak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
5. Tindak lanjut
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi ibu melaksanakan jadwal latihan yang
telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian untuk ibu bila
dapat melakukan dengan benar ya pak!”
6. Kontrak yang akan datang
Topik : “Setelah kita berbincang-bincang tadi, bagaimana kalau kita
2 hari lagi berbincang-bincang lagi dengan bapak dan
keluarga bapak tentang rencanapulang Ny/Tn A bersama
keluarga?
Waktu : “kira-kira Jam berapa besok saya dapat menemui Bapak?
bagaiman kalau jam 09.00?” “Berapa lama bapak ingin
berbincang-bincang?” Bagaiman kalau 30 menit ?”
Tempat : “Dimana nanti bapak akan berbincang-bincang dengan
saya? Ok, di sini saja ya pak”.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2018). BUKU AJAR KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA: Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.

Herdman, T. H. (2019). Diagnose Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A., & Akemat. (2017). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:

EGC. Nurhalimah. (2017). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Stuart, G. W. (2017). Buku saku keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2018). Buku Saku Keperawatan Jiwa (5th ed.). Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2019). Buku saku keperawatan jiwa.6 thediton. St. Louis: Mosby Year Book.

Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2019). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Reflika Aditama.

Yusuf, Fitrasari, R., & Nihayati, H. E. (2017). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai