Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Oleh:

Ismayanti, S.Kep
70900122010

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XX


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan terkait
Perilaku Kekerasan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Laporan Pendahuluan Perilaku
Kekerasan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat untuk masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya, penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 24 Januari 2022

Ismayanti, S. Kep
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan
definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan
scara verbal dan fisik.Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.
Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Keliat, B. A, & Akemat,2019)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang
adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain.
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Perilaku kekerasan
merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling maladaptif, yaitu
amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman.
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol,
yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
(Nurhalimah, 2016)
B. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
a. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Kebutuhan akan status dan prestise
; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan
dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar,
2016)
C. Manifestasi Klinis
1. Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat, klien sering memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.
2. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
3. Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar.
4. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif.
5. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
6. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada kasar.
7. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak
bermoral.
8. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
9. Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
(Keliat, B. A, & Akemat,2019).
D. Proses
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk. (Keliat, B. A, & Akemat,2019).
Menurut Nurhalimah (2016) Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan Proses
terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari dalam
individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai
atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
E. Rentang Respon Marah
Skema Rentang Respon Kemarahan
Respon adaptif Respons maladaptif
I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I
Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.


Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain. (Keliat, B. A, & Akemat,2019).
F. Fase
Lima fase Siklus Agresif
a. Fase pemicu
Peristiwa terjadi atau keadaan dilingkungan memunculkan respon klien,
yang serigkali dalam bentuk kemarahan atau permusuhan. Tanda dan gejala
perilaku: gelisah, ansietas, iritabilitas, berjalan mondar-mandir, otot tegang,
percepatan pernapasan, berkeringat, suara keras, marah.
b. Eskalasi
Respon klien memperlihatkan peningkatan perilaku yang
mengindikasikan pergerakan menuju kehilangan kembali. Tanda, gejala da
perilaku : wajah pucat atau kemerahan, berteriak, bersumpah, agitasi,
mengancam, menuntut, mengepalkan tangan, menunjukkan sikap
bermusuhan, kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau
berpikir jernih.
c. Krisis
Periode krisis emosional dan fisik ketika kehilangan kendali. Tanda, gejala
dan perilaku : kehilangan kendali fisik dan emosional, melemparkan benda-
banda, menggigit, mencekik, tidak mampu berkomunikasi dengan jelas.
d. Pemulihan
Klien memperoleh kembali kendali fisik dan emosional. Tanda, gejala dan
perilaku : merendahkan suara, ketegangan otot berkurang, komunikasi lebih
jelas dan rasional, relaksasi fisik.
e. Pascakrisis
Klien berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan kembali ke
tingkat fungsi sebelum insiden agresi dan kembali seperti semula. Tanda,
gejala dan perilaku : menyesal, meminta maaf, menangis, perilaku menarik
diri.
G. Jenis-Jenis Perilaku Kekerasan
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang
cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
1) Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
2) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016).
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya. (Badar,
2016).
I. Perilaku
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Direja, 2015).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak
lingkungan. Respon tersebut biasanya muncul akibat adanya stresor. Respon ini
dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (Keliat dkk, 2015).
Joyal (2016) menambahkan bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan
seseorang dapat berupa kekerasan verbal, kekerasan terhadap diri sendiri, benda
dan kekerasan terhadap orang lain. Berdasarkan pernyataan tersebut perilaku
kekerasan dapat disimpulkan sebagai bentuk perilaku agresi yang merupakan
respon maladaptif dari kemarahan seseorang dengan disertai hilangnya kontrol
diri yang berupa kekerasan verbal, kekerasan terhadap diri sendiri, benda dan
kekerasan terhadap orang lain.Perilaku Reinforcment yang terima pada saat
melakukan kekerasan dan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
(Keliat,2015)
J. Penatalaksanaan
Adapun penalaksanaan medik sebagai berikut :
a. Farmakologi
1) Obat anti ansietas sedative hipnotics: diazepam, bromozepam, clobozam
digunakan untuk menenagkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak
direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang karena dapat
menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga dapat
memperburuk symptom depresi.
2) Buspirone obat antiansiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3) Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol implus dan
perilaku agresif klien yang berkaitan denagan perubahan mood.
Amiriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organic.
4) Antipsychotic, digunakan unuk perawatan perilaku kekerasan
b. Terapi Somatik
1) Restrain
Terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien. Restrain dilakukan pada kondisi khusus,
yaitu jika klien sudah tidak dapat diatasi atau dikonrol dengan strategi
perilaku maupun modifikasi lingkungan.
2) Seklusi
Terapi mengurung klien dalam ruangan khusu.
3) Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh
penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
4) Terapi aktivitas kelompok
Terapi dengan penggunaan kelompok dalam praktik keperawata jiwa
karena memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan,
pengobatan, atau terapi serta pemulihan kesehatan seseorang.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data fokus
a) Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada
gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual
sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d) Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah
laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa. (Keliat, A, B. Akemat, 2019).
2. Masalah Keperawatan yang kemungkinan akan muncul
a) Perilaku Kekerasan
b) Risiko Perilaku Kekerasan (Yosep, I, H. Sutini, 2016)
3. Analisa Data

DATA PENGKAJIAN MASALAH KEPERAWATAN


Data Subjektif: Perilaku Kekerasan
 Pasien mengatakan ia merasa
frustasi, cemas, dan terancam
 Pasien mengatakan ia merasa tidak di
hargai
Data Objektif
 Muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat,
klien sering memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
4. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan (Effect)

Perilaku kekerasan (Core Problem

Gangguan konsep diri : harga diri rendah, (cause)


(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016)
B. Diagnosis Keperawatan
Perilaku Kekerasan
C. Intervensi Keperawatan

NO Strategi Perencanaan Pasien Strategi Perencanaan Keluarga


1 SP I P SP I K
1. Mengidentifikasi penyebab 1. Mendiskusikan masalah yang
PK dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi Tanda dan merawat pasien.
Gejala PK 2. Menjelaskan pengertian PK,
3. Mengidentifikasi PK yang tanda dan gejala, serta proses
dilakukan terjadinya PK.
4. Mengidentifikasi akibat PK 3. Menjelaskan cara merawat
5. Mengajarkan cara mengontrol pasien dengan PK.
PK
6. Melatih Pasien cara
mengontrol PK FISIK I (
Nafas Dalam )
7. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
2 SP II P SP II K
1. Memvalidasi masalah dan 1. Melatih keluarga
latihan sebelumnya mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara kontrol pasien dengan PK.
marah FISIK II ( memukul 2. Melatih keluarga melakukan
bantal / kasur / konversi cara merawat langsung kepada
energi ) pasien PK.
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
3 SP III P. SP III K
1. Memvalidasi masalah dan 1. Membantu keluarga
latihan sebelumnya membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien cara rumah termasuk minum
mengontrol PK secara Verbal obat (discharge planning).
(Meminta / menolak dan 2. Menjelaskan follow up
mengungkapkan marah secara pasien setelah pulang.
baik)
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
4 SP IV P
1. Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya
2. Melatih pasien cara
mengontrol PK secara
spiritual (berdoa, berwudhu,
sholat)
3. Membimibing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
5 SP V P
1. Memvalidasi masalh dan dan
latihan sebelumnya
2. Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan meminum obat (
Prinsip 5 benar minum obat )
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
(Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2016).

D. Implementasi Keperawatan
Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan ditunjukan pada
nursing orders untuk membantu klen mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
factor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien. (Febriana, D, 2017).
Ada 4 fase implementasi komunikasi terapeutik tenaga kesehatan kepada
pasien:
a. Fase Orientasi
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkaldan komunikasi yang
terjadi bersifat pengalian informasi antara tenaga kesehatan dengan pasien.
b. Fase identifikasi
Merumuskan masalah atas masalah yang dihadapi oleh pasien.
c. Fase eksploitasi/Fase kerja
Pada fase ini tenagan medis dituntut untuk bekerja untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkanpada fase orientasi dan identifikasi. Tenaga kesehatan
harus bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masala-masalah
yang dialami oleh pasien.
d. Fase relaksasi/Penyelesaian
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan yang telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang
saling menguntungkan dan memuaskan.
E. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Metode
penulisan evaluasi keperawatan dalam progress notes/catatan perkembangan
pasien dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP: (Febriana, D, 2017).
S : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan
O : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
A : Perilaku Kekerasan postif (+).
P : Latihan cara mengendalikan kemarahan sebanyak 3x. (Febriana, D, 2017)
F. Terapi Aktivitas Kelompok : Stimuluasi Persepsi
Merupakan terapi yang melatih pasien untuk mengendalikan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan. Pasien yang diindikasi mendapatlan terapi
aktivitas kelompok stimulus persepsi adalah pasien yang berisiko melakukan
perilaku kekerasan, yang dibagi menjadi 4 sesi :
a. Sesi 1 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
b. Sesi 2 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal
c. Sesi 3 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
d. Sesi 4 : mengendalikan perilaku kekerasan dengan meminum obat secara
teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa - Teori
dan Aplikasi Praktik Klinik. 1st edn. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Badar (2016) Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan Masalah
Utama ‘Isolasi Sosial’. Bogor: Penerbit In Media.

Febriana, D, V. (2017) Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Healthy.

Keliat, A, B. Akemat, M. K. (2019) Model Praktik Profesional Keperawatan Jiwa.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurhalimah.(2016).Keperawatan Jiwa. Jakarta.

Yosep, I, H. Sutini, T. (2016) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 7th edn. Bandung: PT Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai