PERILAKU KEKERASAN
Oleh:
Ismayanti, S.Kep
70900122010
( ) ( )
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan terkait
Perilaku Kekerasan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Laporan Pendahuluan Perilaku
Kekerasan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat untuk masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya, penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Ismayanti, S. Kep
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan
definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan
scara verbal dan fisik.Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.
Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Keliat, B. A, & Akemat,2019)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang
adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain.
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Perilaku kekerasan
merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling maladaptif, yaitu
amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman.
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol,
yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
(Nurhalimah, 2016)
B. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
a. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu
tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Kebutuhan akan status dan prestise
; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan
dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar,
2016)
C. Manifestasi Klinis
1. Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat, klien sering memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.
2. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
3. Verbal: Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar.
4. Perilaku: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif.
5. Emosi: Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
6. Intelektual: Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada kasar.
7. Spritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan, tidak
bermoral.
8. Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
9. Perhatian: Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
(Keliat, B. A, & Akemat,2019).
D. Proses
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan
bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau
agresif dan ngamuk. (Keliat, B. A, & Akemat,2019).
Menurut Nurhalimah (2016) Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan Proses
terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari dalam
individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai
atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan.
E. Rentang Respon Marah
Skema Rentang Respon Kemarahan
Respon adaptif Respons maladaptif
I-------------------I------------------I----------------------I-------------------I
Asertif frustasi pasif agresif kekerasan
D. Implementasi Keperawatan
Merupakan insiatif dan rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan ditunjukan pada
nursing orders untuk membantu klen mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
factor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien. (Febriana, D, 2017).
Ada 4 fase implementasi komunikasi terapeutik tenaga kesehatan kepada
pasien:
a. Fase Orientasi
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkaldan komunikasi yang
terjadi bersifat pengalian informasi antara tenaga kesehatan dengan pasien.
b. Fase identifikasi
Merumuskan masalah atas masalah yang dihadapi oleh pasien.
c. Fase eksploitasi/Fase kerja
Pada fase ini tenagan medis dituntut untuk bekerja untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkanpada fase orientasi dan identifikasi. Tenaga kesehatan
harus bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masala-masalah
yang dialami oleh pasien.
d. Fase relaksasi/Penyelesaian
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan yang telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang
saling menguntungkan dan memuaskan.
E. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan intervensi. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Metode
penulisan evaluasi keperawatan dalam progress notes/catatan perkembangan
pasien dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP: (Febriana, D, 2017).
S : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan
O : adalah hasil yang di dapat berupa pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
A : Perilaku Kekerasan postif (+).
P : Latihan cara mengendalikan kemarahan sebanyak 3x. (Febriana, D, 2017)
F. Terapi Aktivitas Kelompok : Stimuluasi Persepsi
Merupakan terapi yang melatih pasien untuk mengendalikan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan. Pasien yang diindikasi mendapatlan terapi
aktivitas kelompok stimulus persepsi adalah pasien yang berisiko melakukan
perilaku kekerasan, yang dibagi menjadi 4 sesi :
a. Sesi 1 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
b. Sesi 2 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal
c. Sesi 3 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
d. Sesi 4 : mengendalikan perilaku kekerasan dengan meminum obat secara
teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2016) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa - Teori
dan Aplikasi Praktik Klinik. 1st edn. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Badar (2016) Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Pada Pasien Dengan Masalah
Utama ‘Isolasi Sosial’. Bogor: Penerbit In Media.
Yosep, I, H. Sutini, T. (2016) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. 7th edn. Bandung: PT Refika
Aditama.