Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

ADELA NOVENA TDA


P27220021100

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2023
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap streesor yang
dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Seseorang yang mengalami perilaku kekerasan
sering menunjukan perubahan perilaku seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam,
mondar-mandir, gelisah, intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat,
agresif, nada suara tinggi dan bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang
mengalami resiko perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya penurunan
kemampuan dalam memecahkan masalah, orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
serta gelisah (Pardede & Laia, 2020).
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkungan sekitar. Tanda dan gejalarisiko perilaku kekerasan dapat terjadi
perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik
tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung,
marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Pardede & Hulu,
2020)
Risiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan yang timbul
pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak
oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal
dengan orang lain (Azis, 2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2010).
2. Etiologi
Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor tetapi
termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan, biologis. Perilaku kekerasan
dapat menimbulkan dampak seperti gangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup,
kurng percaya diri, resiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan,
isolasi sosial (Putri, 2020).
Penyebab pasien beresiko untuk melakukan perilaku kekerasan disebabkan oleh
cemas secara terus menerus, untuk itu dibutuhkan strategi preventif untuk mencegah
perilaku kekerasan yang salah satunya adalah dengan melakukan teknik relaksasi.
Terknik relaksasi merupakan salah satu yang sering digunakan untuk menghilangkan
stress ialah Muscle Relaxation Therapy (PMRT). Terapi ini mudah di pelajari dan tidak
terbatas, dampaknya bisa menggurangi kecemasan dan depresi, peningkatan perasaan
kontrol diri dan peningkatan kemampuan koping dalam situasi stress (Pardede, 2020).
Faktor psikologis yang menyebabkan pasien mengalami perilaku kekerasan antara lain
yaitu : Keperibadian yang tertutup, kehilangan, aniaya seksual, kekerasan dalam
keluarga (Pardede, 2020).

3. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Psikologis Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa
perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Pandangan psikologi
mengenai perilaku agresif mendukung pentingnya peran dari perkembana
predisposisi atau pengalaman hidup. Beberapa contoh dari pengalaman hidup
tersebut :
• Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mampu
menyelesaikan secara efektif.
• Rejeksi yang berlibihan saat anak-anak.
• Terpapar kekerasan selama masa perkembangan.
2) Faktor Sosial Budaya Sosial Learning Theory, ini merupakan bahwa agresif
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain, kultural dapat pula
mempengaruhi perilaku kekerasan.
3) Faktor biologis Neurotransmeiter yang sering dikaaitkan perilaku agresif
dimana faktor pendukunya adalah masa kadankanak yang tidak menyengkan,
sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh tindakan agresif dan
lingkungan yang tidak kondusif.
4) Perilaku Reinfocemnt yang terima pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
b. Faktor Presitipasi
Ketika seseorang merasa terancam terkadang tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Tetapi secara umum, seseorang akan
mengerluarkan respon marah apabila merasa dirinya terancam. Faktor presipitasi
bersumber dari klien, lingkungan, atau interaksi dengan orang lain. Faktor yang
mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu (Parwati, 2018) :
1) Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri.
2) Lingkungan : Ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial.

4. Manifestasi Klinis
Meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung, marah, amuk
serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain. (Pardede, Siregar & Hulu, 2020)
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah resiko perilaku kekerasan (Pardede, 2020)
a. Emosi: tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam) jengkel
b. Intelektual: mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
c. Fisik: muka merah, Pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat
d. Spiritual: kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral,
kebejatan, kreativitas terlambat
e. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan :
a. Subjektif: mengungkapkan perasaan kesal atau marah, keinginan untuk melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka membentak dan menyerang orang
lain
b. Objektif : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal dan rahang
mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku, bicara kasar, ketus, amuk/agresif,
menyerang orang lain dan melukai diri sendiri/orang lain
5. Rentang Respon Marah
Rentang respon kemarahan dari perilaku kekerasan dapat di gambarkan sebagai berikut,
assertif, frustasi, pasif, agresif, dan mengamuk. (Putri, N & Fitrianti, 2018)

Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Rentang Respon Masalah (Habbi et al., 2017)


Keterangan :
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif bisaanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

6. Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah.
Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima
tanpa menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan
menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah diekspresikan secara
destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru
menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak
kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya,
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa
bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang
lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang
ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

7. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan (pada diri


sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)

Effect

Resiko Perilaku Kekerasan

Core problem

Harga Diri Rendah

Causa
(Nurhalimah, 2016)

8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya :
clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat dipergunakan dosis efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduannya mempunyai efek anti tegang,
anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur,
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan
lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber daya pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku maladaptive (sekunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive sehingga derajat kesehatan pasien
dan keliuarga dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terpai adalah
perilaku pasien (Prabowo, 2014).

9. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displancement, sublimasi,
proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada
mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang
cenderung memperluas mekanisme ego lainnya
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang
benar-benar di lakukan orang lain.

10. Komplikasi
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan wawancara
(Nurhalimah, 2016)
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggalmasuk RS, tanggal pengkajian
b. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab, memukul,
membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri mengganggu
lingkungan, bersifat kasa dan pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur
c. Faktor predisposisi
1) Gangguan jiwa dimasa lalu
Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan pernah
dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa
2) Pengobatan sebelumnya
Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya ke dukun sebagai alternative serta
memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa kerumah sakit jiwa
3) Trauma
Biasanya klien pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan, dari lingkungan
4) Herediter
Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada
hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan dari
lingkungan
d. Fisik
1) Ukur dan observasi itanda-tanda vital seperti tekanan darah akan bertambah
naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat
2) Ukur tinggi badan dan berat badan
3) Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat pemeriksaan
fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah)
4) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan ketus)
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambar kan hubungan
klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah
diingat oleh klien maupun keluarga pada saat pengkajian.
2) Konsep diri
Citra tubuh Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan denganorang lain sehingga
klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
3) Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan pekerjaan nya,
tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja dan dalam lingkungan
tempat tinggal
4) Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan dengan orang lain
akan terlihat baik, harmonis atau terdapat penolakan atau klien merasa tidak
berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga. Harga diri kerap berkaitan dengan depresi yang ditandai dengan
perasaan yang tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi
masa yang akan datang ( Dirgayunita, 2016)
a) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peran atau tugas yang di
embannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya klien
tidak mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa tidak
berguna.
b) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
c) Harga diri
Biasanya hubungan klien dengan orang lain tidak baik, penilaian dan
penghargaan terhadap diri dan kehidupannya yang selalu mengarah pad
apenghinaan dan penolakan.
f. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
2) Peranserta dalam kegiatan kelompok Kegiatan yang diikuti klien dalam
masyarakat dan apakah klien berperan aktif dalam kelompok tersebut
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan klien
dalam hubungan masyarakat
g. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa.
2) Kegiatan ibadah
Biasaya dalam selama sakit klienj arang melakukani badah.
h. Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan klien kotor.
2) Pembicaraan
Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian bicara
cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.
3) Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan terliha ttegang,
gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan mengepal, dan
rahang dengan kuat.
4) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan
5) Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa sebab
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat bermusuhan,
curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan mudah
tersinggung.
7) Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab pertanyaan
dengan jelas
8) Isi Pikir
Biasanya klien meyakini diri nya tidak sakit, dan baik-baik saja
9) Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
10) Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang terjadi dan
mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
11) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang dan tidak
mampu mengambil keputusan
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
2) BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan
3) Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci rambut dan
bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien hanya
melakukan kebersihan diri jika disuruh.
4) Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan. Klien tidak
mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dan klien tidak mengenakan alas
kaki
5) Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti: menyikat gigi,
cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti: merapikan tempat tidur, mandi
atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
6) Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
7) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatan nya, dan tidak peduli tentang
bagai mana cara yang baik untuk merawat dirinya.
8) Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan makanan,
merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatu rbiaya sehari-hari.
j. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan lingkungan

2. Analisis Data
➢ Masalah Utama
Resiko Perilaku Kekerasan
Data Subjektif Data Objektif
a. Klien mengancam a. Mata melotot, pandangan tajam
b. Klien mengumpat dengan kata-kata b. Tangan mengepal
kasar c. Rahang mengatup
c. Klien mengatakan dendam dan d. Wajah merah dan tegang
jengkel e. Postur tubuh kaku
d. Klien mengatakan ingin berkelahi f. Suara keras
e. Klien menyalahkan dan menuntut
f. Klien meremehkan

➢ Penyebab
Harga Diri Rendah
Data Subjektif Data Objektif
a. Klien merasa tidak dihargai a. Tampak malu
b. Klien merasa minder dengan b. Kehilangan minat melakukan
sesuatu yg dimiliki orang lain aktivitas
c. Klien merasa tidak berguna c. Tampak jarang berkomunikasi
d. Klien merasa kosong dengan orang lain
e. Klien menghindari orang lain d. Tampak tidak semangat
➢ Akibat

Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Data Subjektif Data Objektif
a. Klien mengatakan benci a. Mata merah
b. Klien mengatakan kesal b. Pandangan tajam
c. Klien suka membentak oang lain yg c. Wajah agak merah
mengusiknya d. Nada suara tinggi dan keras

3. Daftar Masalah Keperawatan


a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Harga Diri Rendah
c. Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)

4. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

5. Intervensi
➢ Intervensi Keperawatan Klien
Dx. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan Umum : Kriteria hasil : a. Beri salam setiap interaksi.
Pasien tidak klien dapat menunjukan b. Perkenalkan nama, nama
mencederai diri tanda-tanda percaya kepada panggilan perawat, dan tujuan
sendiri. perawat : perawat berkenalan.
a. Wajah cerah. c. Tanyakan dan panggil nama
Tujuan Khusus I : b. Tersenyum. kesukaan klien.
Klien dapat c. Mau berkenalan. d. Tunjukan tunjukan sikap
membina hubungan d. Ada kontak mata. jujur dan menepati janji setiap
saling percaya. e. Mau menceritakan kali berinteraksi.
perasaan yang dirasakan. e. Tanyakan perasaan klien
f. Mau mengungapkan dan masalah yang dihadapi
masalahnya klien.
f. Buat kontrak interaksi yang
jelas.
g. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien.
Tujuan Khusus II : Kriteria Hasil : a. Bantu klien
Klien dapat a. Klien dapat mengungkapkan perasaan
mengidentifikasikan mengungkapkan marahnya.
penyebab perilaku perasaannya. b. Beri kesempatan klien untuk
kekerasan. b. Klien dapat menceritakan mengungkapkan marahnya.
penyebab perasaan marah c. Bantu klien untuk
baik dari diri sendiri maupun mengungkapkan penyebab
orang lain. perasaan jengkel atau kesal.
d. Motivasi klien untuk
menceritakan penyebab rasa
marahnya.
e. Dengarkan tanpa menyela
atau menberikan penilaian
setiap ungkapan perasaan.
Tujuan Khusus III : Kriteria Hasil : a. Bantu klien
Klien dapat Klien mampu menceritakan mengungkapkan tanda-tanda
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku perilaku kekerasan yang
tanda-tanda perilaku kekerasan: dialaminya.
kekerasan a. Tanda fisik : mata merah. b. Motivasi klien
b. Tanda emosional : menceritakan kondisi fisik
perasaan marah, jengkel, (tanda-tanda fisik) saat
bicara kasar. perilaku kekerasan terjadi.
c. Tanda sosial : bermusuhan c. Motivasi klien menceritakan
yang dialami saat terjadi kondisi emosionalnya (tanda-
perilaku kekerasan. tanda emosional) saat terjadi
perilaku kekerasan.
d. Motivasi klien
menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lain
saat terjadi perilaku kekerasan.
Tujuan Khusus IV : Kriteria Hasil : a. Diskusikan dengan klien
Klien dapat Klien mampu menjelaskan : perilaku kekerasan yang
mengidentifikasi a. Jelas ekspresi kemarahan dilakukannya selama ini.
jenis perilaku yang selama ini telah b. Motivasi klien
kekerasan. dilakukan. menceritakan jenis-jenis
b. Perasaannya saat tindakan kekerasan tersebut
melakukan perilaku terjadi.
kekerasan. c. Diskusikan apakah dengan
c. Efektifitas cara yang di tindakan kekerasan masalah
pakai dalam menyelesaikan yang di alami teratasi.
masalah.
Tujuan Khusus V : Kriteria Hasil : a. Bicarakan akibat atau
Klien dapat Klien dapat menjelaskan kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat tindakan kekerasan dilakukan klien.
akibat perilaku yang dilakukannya : b. Bersama klien
kekerasan. a. Diri sendiri : luka, dijahui menyimpulkan akibat dari cara
teman, dan lain-lain. yang dilakukan klien.
b. Orang lain atau keluarga : c. Tanyakan pada klien apakah
luka, tersinggung, ketakutan, ia ingin mempelajari cara yang
dan lainlain. sehat.
c. Lingkungan : batang atau
benda rusak.
Tujuan Khusus VI : Kriteria Hasil a. Diskusikan kegiatan fisik
klien dapat a. Klien menyebutkan contoh yang biasa dilakukan klien.
mendemonstrasikan mencegah perilaku kekerasan b. Beri pujian atas kegiatan
cara fisik untuk secara fisik. fisik yang biasa di lakukan.
mencegah perilaku b. Tarik napas dalam. c. Diskusikan dua cara fisik
kekerasan. c. Pukul bantal dan kasur. yang paling mudah di lakukan
d. Kegiatan fisik yang lain. untuk mencegah perilaku
e. Klien dapat kekerasan : tarik nafas dalam,
mendemonstrasikan cara fisik pukul bantal dan kasur.
untuk mencegah perilaku d. Diskusikan cara melakukan
kekerasan tarik nafas dalam dengan
klien.
e. Beri contoh kepada klien
tentang cara menarik nafas
dalam.
f. Minta klien mengikuti
contoh yang diberikan
sebanyak 5 kali.
g. Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam.
Tujuan Khusus VII Kriteria Hasil a. Diskusikan cara yang
Klien dapat a. Klien mampu mungkin dipilih dan di
mendemonstrasikan memperagakan cara anjurkan klien memilih cara
cara sosial untuk mengontrol perilaku yang mungkin untuk
mencegah perilaku kekerasan. mengungkapkan kemarahan :
kekerasan. b. Fisik : tarik nafas, pukul a. Peragakan cara yang
bantal dan kasur. mungkin dipilih dan di
c. Verbal: mengungkapkan anjurkan klien memilih cara
perasaan kesal dan jengkel yang mungkin untuk
pada orang lain tanpa mengungkapkan kemarahan.
menyakiti. b. Peragakan cara
d. Spiritual: zikir, medikasi melaksanakan cara yang di
dan lain-lain. pilih.
c. Anjurkan klien menirukan
perasaan yang sudah
dilakukan.
d. Beri penguatan pada klien,
perbaik cara yang masih
belum sempurna.
e. Anjurkan klien
mengungkapkan cara yang
sudah dilatih saat marah.
Tujuan Khusus a. Diskusikan dengan klien
VIII a. Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang pernah
klien dapat nama ibadah yang biasa di lakukan.
mendemonstrasikan dilakukan. b. Bantu klien menilai
cara spiritual untuk b. Klien dapat kegiatan ibadah yang dapat
mencegah perilaku mendemostrasikan cara dilakukan.
kekerasan. ibadah yang di pilih. c. Bantu klien memilih
c. Klien mempunyai jadwal kegiatan yang akan dilakukan.
untuk melatih kegiatan d. Minta klien
ibadah. mendemomstrasikan kegiatan
d. Klien dapat mengevaluasi ibadah yang di pilih.
terhadap kemampuan e. Beri pujian atas keberasilan
melakukan kegiatan. klien.
Tujuan Khusus IX : Kriteria Hasil : a. Jelaskan manfaat
Klien menggunakan Klien mampu menjelaskan : menggunakan obat secara
obat sesuai program a. Manfaat minum obat. teratur dan kerugian jika tidak
yang telah di b. Kerugian tidak minum mengguanakan obat.
tetapkan. obat. b. Jelaskan kepada klien :
c. Nama obat. 1. Jenis obat (nama, warna dan
d. Bentuk dan warna obat. bentuk).
e. Dosis yang diberikan 2. Dosis, waktu, cara dan efek.
kepadanya, waktu, cara, dan c. Anjurkan klien :
efek. 1. Minta mengunakan obat
f. Klien mampu tepat waktu.
menggunakan obat sesuai 2. Laporan jika mengalami
program. efek yang tidak biasa.
3. Beri pujian kedisiplinan
klien menggunakan obat.
➢ Intervensi Keperawatan Keluarga
Dx. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keluarga paham Kriteria hasil : Lakukan SP 1 Keluarga risiko
tentang cara merawat Ketika di evaluasi keluarga perilaku kekerasan :
pasien mengerti, paham tentang cara Berikan penyuluhan kepada
merawat pasien risiko keluarga tentang cara merawat
perilaku kekerasan. klien perilaku kekerasan di
rumah. Diskusikan masalah
yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien.
Keluarga dapat Mampu mengidentifikasi Diskusikan bersama keluarga
mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan tentang perilaku kekerasan
penyebab marah, gejala menyebutkan jenis (penyebab, tanda dan gejala,
tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang perilaku yang muncul dan
perilakukekerasan pernah dilakukan dan akibat akibat dari perilaku tersebut).
yang dilakukan dan perilaku kekearasan yang
akibatnya. dilakukan.
Keluarga dapat Mampu mengidentifikasi Diskusikan bersama keluarga
melaporkan pasien kondisi-kondisi yang perlu kondisi-kondisi pasien yang
kepada perawat saat dilaporkan kepada perawat. perlu segera dilaporkan
pasien dalam kepada perawat, seperti
keadaan tertentu. melempar atau memukul
benda/orang lain

6. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan
dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini.
Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.
Tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) perilaku
kekerasan terdiri dari : SP 1 (pasien) : maembantu klien mengontrol perilaku kekerasan
dengan memukul bantal atau kasur. SP 2 (pasien) : (pasien) : membantu klien dalam
meminum obat seacara teratur. SP 3 (pasien) : Membantu klien mengontrol perilaku
kekerasan seacara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta dengan. SP 4
(pasien) : baik membantu klien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan
cara sholat atau berdoa.

7. Evaluasi
Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil apabila
pasien dapat:
a. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan
yangbiasadilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
b. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
1) secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
2) secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan dengan
cara baik
3) secara spiritual
4) terapi psikofarmaka
c. Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku
kekerasan (Nurhalimah, 2016)
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons keluarga
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ginting, A. A. (2021, October 23). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.A Dengan
Masalah Risiko Perilaku Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/gfa3w

Laia, H. (2021, March 15). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. D Dengan Resiko Perilaku
Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/f4bgv

Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko Perilaku.
Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm

Utari, D. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.H Dengan Risiko Perilaku Kekerasan Di
Desa Juli Seutuy Bireuen. PROGRAM STUDI NERS FAKULITAS FARMASI DAN
ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI INDONESIA MUTIARA MEDAN
TAHUN 2021.

Anda mungkin juga menyukai