Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN (PK)

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang
diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,dkk, 2011).
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
merupakan suatu komunikasi atau proses penyampaian pesan individu.
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaian pesan
bahwa ia “tidak setuju, merasa tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa
tidak dituntut atau diremehkan” (Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati, 2010).
2. Rentang Respon
Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang
adaptif sampai maladaptif. Rentang respon marah menurut (Fitria, 2010).
Dimana amuk dan agresif pada rentang maladaptif, seperti gambar berikut:

Rentang Respon

Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif
Keterangan :
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi :Kegagalan mencapaiu tujuan karena tidak
realistis /terhambat
Pasif : Respon lanjutan dimanaklien tidak mampu
mengungkapkan perasaannya.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frutasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah- olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan
4. neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
(Prabowo, 2014).
b. Faktor Prespitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo,
2014). Beberapa faktor perilaku kekerasan sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
merasa terancam baik internal maupun eksternal.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
4. Tanda dan gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan: (Yosep, 2011)
1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam,
tangan mengepal, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
2. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak,
mengancam secara fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
3. Perilaku : melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang
orang lain atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau
agresif
4. Emosi : tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelaktual : cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
6. Spiritual : merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasan orang lain, tidak peduli
dan kasar.
7. Sosial : menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.
5. Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku
konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan kata-
kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain.
Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan menurun dan akhirnya
perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah diekspresikan secara
destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara
tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat
menimbulkan amuk yang ditunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena
merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat
dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan Effect

Perilaku kekerasan Core Problem

Harga diri rendah Caussa


6. Penatalaksanaan
a. farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya : clorpromazine HCL yang digunakan
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis
efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada Resiko
Perilaku Kekerasan juga maka dapat digunakan transquelillzer bukan
obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduannya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi,
karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi
sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu
keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal
masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan
pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat,
dan menggunakan sumber daya pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah
perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku maladaptive
(sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive
sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan
secara optimal.
d. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi
somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi
fisik pasien, tetapi target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014)
B. Konsep Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggal masuk RS, tangal
pengkajian.
b. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai
diri sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah
mengalami gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum
obat secara teratur (Keliat,2016).
c. Faktor Predisposisi
Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa
(Parwati, Dewi & Saputra 2018).
1. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa.
2. Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
3. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
kalau ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan
perawatan.
4. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina,
dianiaya, penolakan dari lingkungan
d. Pemeriksaan Fisik
1. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
2. Ukur tinggi badan dan berat badan.
3. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah).
4. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan
ketus).
e. Psikososial
1. Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud
jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupu keluarg apa dasaat
pengkajian
2. Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain
sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
3. Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan
pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat
kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal.
4. Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan dengan
orang lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan atau
klien merasa tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan
keluarga maupun diluar lingkungan keluarga.
a. Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan
biasanya klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasa tidak berguna.
b. Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi
dan perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat.
f. Hubungan sosial
1. Orang yang mengerti tempat mengadu, berbicara
2. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakatdan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut
g. Hambatan dalam hubungan sosial dengan orang lain/tingkat keterlibatan
klien dalam hubungan masyara Spritual
1. Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan
jiwa.
2. Kegiatan ibadah
3. Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
h. Status mental
1. Penampilan
Biasanya penampilan klien kotor
2. Pembicaraan
Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan
pengkajian bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung
3. Aktivitas motoric
Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan
terlihat tegang, gelisah, gerakan otot muka berubahubah, gemetar,
tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
4. Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah
dilakukan.
5. Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah- marah tanpa
sebab.
6. Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan
bicara dan mudah tersinggung.
7. Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas.
8. Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja
9. Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung.
10. Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang
terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
11. Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang
dan tidak mampu mengambil keputusan
12. Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
i. Kebutuhan Pasien Pulang
1. Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
2. BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan
3. Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan
kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
4. Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan.
Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dan klien
tidak mengenakan alas kaki.
5. Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:
menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti:
merapikan
tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi
tidur klien berubah- ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau
tidak tidur.
6. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
7. Pemeliharaan Kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak peduli
tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
8. Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur
biaya sehari-hari
j. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai
dengan tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila
keinginannya tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan
merusak alat-alat rumah tangga.
k. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan
tentang penyakitnya,dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat
dan fungsi Dari obat yang diminumnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai
berikut (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Gangguan sensori persepsi:halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga diri rendah kronik
3. Intervensi keperawatan
Intervensi Keperawatan
1 Perilaku Pasien mampu : SP 1 SP1: - Langkah awal
kekerasan 1. Klien mampu Setelah 1. Bina hubungan untuk intervensi
mengindentifika pertemuan saling percaya selanjutnya dengan
si penyebab PK pasien : a. Mengucapkan harapan klien
2. Klien dapat - Dapat salam percaya dan
mengidentifikasi menyebutkan teraupetik terbuka dalam
tanda-tanda PK penyebab b. Berjabat tangan mengungkapkan
3. Klien dapat resiko perilaku sambil perasaannya dengan
menyebutkan kekerasan, menyebutkan rasa
jenis PK yang tanda-tanda nama perawat aman.
pernah resiko perilaku c. Menjelaskan - Memberikan
dilakukannya kekerasan, jenis tujuan pemahaman tentang
4. Klien dapat resiko interasksi perilaku
menyebutkan perilaku d. Membuat kekerasan pada
akibat dari PK kekerasan yang kontrak klien sehingga
yang pernah topik,waktu, dan memungkinkan
dilakukannya. dilakukan dan tempat setiap klien untuk
5. Klien dapat akibat dari kali bertemu. menghindari
menyebutkan resiko perilaku e. Beri rasa aman penyebab rasa
cara mencegah kekerasan yang dan sikap empati marah.
atau mengontrol dilakukan. 2. Identifikasi - Menilai
PK. - Pasien dapat penyebab perasaan pengetahuan klien
6. Klien dapat marah, tanda gejala tentang efek
mencegah atau yang perilaku agresif
terhadap

diri sendiri dan


orang
mengontrol PK nya menyebutkan cara dirasakan, perilaku lain.
secara fisik, obat, mencegah/me kekerasan yang - Memberikan
verbal, dan ngontr ol dilakukan, akibat PK gambaran pada
spritual. resiko perilaku yang klien cara
kekerasan dengan dilakukan. menyalurkan marah
latihan fisik. 3. Jelaskan cara secara konstruktif.
mengontrol resiko  Dengan nafas
perilaku kekerasan: dalam mampu
fisik, mengurangi
obat, verbal, ketegangan otot
spiritual. saat
4. Latih cara marah, sehingga
mengontrol resiko dapat
perilaku kekerasan menurunkan
dengan cara fisik 1 energy emosi.
(tarik nafas dalam)  Dapat
dan 2 (memukul menyalurkan
kasur atau bantal). energy secara
5. Melakukan positif tanpa
penerapan terapi mencederai diri
musik. sendiri dan
6. Masukkan pada orang lain.
jadwal kegiatan - Membantu
untuk latihan fisik. menetapkan
kegiatan yang
mungkin
terselesaikan
dengan baik dan
dapat dilakukan
SP 2 SP 2 Klien: secara teratur.
Setelah pertemuan 1. Evaluasi tanda
pasien : dan gejala - Menilai kemajuan
- Mampu perilaku kekerasan dan perkembangan
menyebutkan 2. Validasi: klien.
kegiatan yang kemampuan - Memberikan
sudah dilakukan melakukan tarik pemahaman tentang
- Mampu nafas dalam dan pentingnya
memperagaka n pukul kasur dan penggunaan obat
cara bantal pada gangguan
mengontrol resiko 3. Tanyakan manfaat jiwa, akibat tidak
perilaku kekerasan melakukan latihan sesuai dengan
dengann patuh dan menggunakan program, akibat
minum cara fisik 1 dan 2. bila putus
obat dan Beri pujian obat, cara
prinsip 6 benar 4. Latih cara menggunakan obat
minum obat. mengontrol resiko dengan
perilaku kekerasan prinsip 6 benar
dengan obat dan motivasi rasa
(jelaskan 6 klien
untuk
benar: benar
mandiri dan
nama, benar jenis, benar
menyadari
dosis, benar
kebutuhannya
waktu, benar cara, akan pengobatan
kontiniutas minum yang optiamal.
obat dan dampak - Memungkinkan
jika tidak kontinu terapi obat
mium obat). terlaksana lebih
5. Melakukan efektif guna
penerapan terapi mendukung proses
music. perawatan
6. Masukkan pada penyembuhan klien.
jadwal kegiatan :
latihan fisik dan
minum obat. - Menilai kemajuan
dan perkembangan
SP 3 SP 3 Klien: klien.
Setelah 1. Evaluasi tanda - Dengan
pertemuan dan gejala resiko mengungkapkan
pasien : perilaku kekerasan marah secara
- Mampu 2. Validasi : verbal klien
menyebutkan kemampuan pasien mampu
kegiatan yang melakukan tarik mengungkapkan
sudah nafas dalam, pukul marah secara
dilakukan. kasur dan bantal, asertif sehingga
- Mampu jadwal minum obat. orang lain lebih
3. Tanyakan manfaat memahami
memperagaka n
cara melakukan latihan
mengontrol
resiko perilaku
kekerasan
dengan verbal yang nafas dalam, keinginan/maksud
biak. pukulkasur dan klien maupun
SP 4 bantal, manfaat perasaan emosi yang
Setelah pertemuan minum obat. Beri sedang di alami.
pasien : pujian - Membantu
4. Latih cara menetapkan
mengontrol resiko kegiatan yang
perilaku kekerasan memungkinkan
secara verbal(bicara terselesaikan dengan
yang baik: baik dan dapat
meminta, menolak, dilakukan secara
dan teratur.
mengungkapkan
perasaan) - Menilai kemampuan
5. Melakukan dan perkembangan
penerapan terapi
musik.
6. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan fisik,
minum obat, dan
latihan cara bicara
yang baik.

SP 4 Klien:
1. Evaluasi : tanda
dan gejala resiko
perilaku
- Mampu kekerasan klien.
menyebutkan 2. Validasi : - Mengontrol RPK
kegiatan yang kemampuan pasien dengan cara
sudah melakukan tarik spiritual dengan
dilakukan. nafas dalam,pukul cara berdoa,
- Mampu kasur dan bantal, berdzikir, wudhu,
memperagaka n minum obat shalat dapat
cara dengan 6 benar dan menurunkan
mengontrol resiko patuh, bicara yang ketegangan fisik
perilaku kekerasan baik. dan psikologis.
dengan spiritual 3. Tanyakan manfaat - Membantu
dan kegiatan latihan tarik nafas menetapkan kegitan
yang lain dalam ,pukul yang
kasur bantal, memungkinkan
minum obat, terselesaikan dengan
bicara yang baik. baik dan dapat
Beri pujian dilakukan secara
4. Latih mengontrol teratur
marah dengan
spritual (2
kegiatan).
5. Melakukan
penerapan terapi
musik.
6. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan fisik,
minum obat,
2 Halusinasi - Mengenali SP 1 SP 1 Klien
halusinasi yang Setelah…..kali 1. Identifikasi tanda - Dengan
dialami. pertemuan klien dan gejala waham memberikan
- Klien dapat : 2. Bantu orientasi pemahaman tentang
menyebutkan cara - Klien dapat realita : panggila, halusinasi pasien
mengontrol membina orientasi waktu, mampu memahami:
halusinasi. hubungan saling orang dan tempat.  Masalah yang
- Mengikuti percaya. 3. Diskusikan dialaminya
program - Klien dapat kebutuhan pasien  Kapan masalah
pengobatan. mengenal yang tidak timbul,
halusinasinya. terpenuhi. menghindarka n
- Klien dapat 4. Bantu pasien waktu dan
mengontrol memenuhi situasi saat
halusinasinya kebutuhannya masalah
dengan secara realistis. muncul.
menghardik. 5. Masukkan pada  Pentingnya
jadwal kegiatan masalah
pemenuhan halusinasi untuk
kebutuhan diatasi karena
perasaan
tidak nyaman saat
munculnya
halusinasi dapat
menimbulkan
perilaku maladaptif
yang sulit untuk
dikontrol.
- Dengan menghardik
halusinasi memberi
kesempatan pasien
mengatasi masalah
dengan reaksi
penolakan terhadap
sensasi palsu.
- Dengan peragaan
langsung dan
pasien
memperagakan
ulang
memungkinkan cara
menghardik
dilakukan dengan
benar.
- Dengan penguatan
positif mendorong
pengulangan
perilaku yang
SP 2 SP 2 Klien diharapkan.
Setelah beberapa 1. Evaluasi kegiatan
kali pertemuan pemenuhan
klien : kebutuhan pasien - Menilai kemajuan
- Klien dapat dan beri pujian dan perkembangan
menjelaskan klien.
tentang cara 2. Diskusikan - Memberikan
minum obat dengan kemampuan yang pemahaman tentang
prinsip 6 benar. dimiliki. pentingnya
- Klien dapat penggunaan obat
mempraktekka n 3. Latih kemampuan pada gangguan
cara minum obat yang jiwa, akibat jika
dengan prinsip 6 penggunaan obat
benar. dipilih, berikan tidak sesui dengan
pujian. program, akibat
bila putus obat,
4. Masukkan pada cara mendapatkan
jadwal pemenuhan obat, cara
kebutuhan dan meggunakan obat
kegiatan yang telah dengan prinsip 6
dilatih benar.
- Memungkinkan
terapi obat
terlaksana lebih
epektif guna
mendukung
proses perawatan
SP 3 SP 3 Klien dan penyembuhan
setelah 1. Evaluasi kegiatan klien.
…….kali pemenuah
pertemuan kebutuhan pasien, - Menilai kemajuan
klien: kegiatan yang dan perkembangan
- Klien dapat dilakukan pasien, klien.
menjelaskan dan beri pujian. - Dengan bercakap-
cara mengatasi cakap mengalihkan
halusinasi 2. Jelaskan tentang pokus perhatian
dengan obat yang dan menghindarkan
bercakap- cakap diminum ( 6 benar saat klien
dengan orang : jenis, guna, dosis, merasakan sensasi
lain. frekuensi, cara, palsu.
- Klien dapat kontinuitas minum - Memungkinkan
mempraktekka n obat dan tanyakan klien melakukan
cara manfaat yang kegiatan dengann
mengatasi dirasakan pasien). teratur.
halusinasi 3. Masukkan pada
dengan jadwal pemenuhan
bercakap- cakap kebutuhan, kegiatan
yang telah
dilatih dan
obat benar dosis.
4. Latih dan ajarkan
klien minum obat
secara teratur dan
masukkan dalam
jadwal harian klien.

SP 4 SP 4 Klien : - Menilai kemajuan


setelah …… 1. Evaluasi kegiatan dan perkembangan
kali pertemuan pemenuhan pasien, klien.
klien : kegiatan - Dengan aktivitas
- Klien dapat yang telah dilatih terjadwal
menyebutkan dan minum obat. memberikan
tindakan yang Berikan pujian kesibukan yang
biasa dilakukan menyita waktu dan
untuk 2. Diskusikan perhatian
mengendalika n kebutuhan lain menghindarkan klien
halusinasinya. dan cara merasakan sensasi
- Klien dapat pemenuhannya. palsu.
menyebutkan 3. Diskusikan  Memberikan
cara baru kemampuan yang pemahaman
mengontrol dimiliki dan pentingnya
halusinasi. memilih yang akan mencegah
- Klien dapat dilatih. munculnya
memilih cara halusinasi
mengatasi 4. Masukkan pada
jadwal
halusinasi seperti pemenuhan dengan aktivitas
yang telah kebutuhan, kegiata positif yang
didiskusikan yang telah dilatih, bermanfaat bisa
dengan perawat. minum obat. dilakukan.
Klien dapt  Dengan
melaksanaka n memantau
cara yang telah pelaksanaan
dipilih untuk terjadwal
mengendalik an memastikan
halusinasi. intervensi yang
- Klien dapat diberikan
mencoba cara dilakukan oleh
menghilangk an pasien secara
halusinasi. teratur.
 Dengan
penguatan
positif
mendorong
pengulangan
perilaku yang
diharapkan.
3 Isolasi Sosial Pasien mampu: SP 1 SP 1
- Membina setelah….kali - Mengidentifikasi - Hubungan saling
hubungan saling pertemuan penyebab isolasi percaya merupakan
percaya. klien: sosial pasien. landasan dasar
- Menyadari - Mampu - Berdiskusi dengan intervensi perawat
penyebab membina pasien tentang dengan klien
isolasi social. hubungan saling keuntungan sehingga klien
- Berintekrasi percaya berinteraksi dengan terbuka dalam
dengan - Mampu orang lain. mengungkapkan
orang lain. mengenal - Berdiskusi dengan masalahnya dan
penyebab isolasi pasien tentang menimbulkan sikap
social, kerugian tidak menerima terhadap
keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
berhubungan orang lain. - Agar klien dapat
dengan - Mengajarkan pasien mengenal dan
orang lain dan cara berkenalan mengungkapkan
kerugian tidak dengan satu orang. penyebab isolasi
berhubungan - Menganjurkan social yang terjadi.
dengan orang pasien memasukkan - Aga klien
lain. cara latihan mempunyai
berbincang bincang keinginan
dengan orang lain berintekrasi dengan
dalam kegiatan orang lain.
harian pasien. - Agar klien
menyadari
kerugian yang
ditimbulkan akibat
tidak berintekrasi
SP 2 SP 2 dengan orang lain.
Setelah kali - Mengevaluasi - Dengan belajar
pertemuan klien : jadwal kegiatan berkenalan
- Mampu harian pasien. menimbulkan
berintekrasi - Latihan motivasi klien
dengan orang Berinteraksi Secara untuk berintekrasi
lain secara Bertahap (Pasien dengan orang lain.
bertahap : dengan 2 orang - Memberikan rasa
berkenalan lain), latihan tanggung jawab
dengan 2-3 bercakap- cakap pada pasien untuk
orang. saat melakukan 2 melaksanakan
kegiatan harian. kegiatan dengan
Menganjurkan teratur.
pasien memasukkan - Menilai kemajuan
kedalam jadwal dan perkembangan
kegiatan harian. pasien.
- Memberikan
kesempatan motivasi
klien untuk mau
melakukan interaksi
secara bertahap dan
nerinteraksi saat
melakukan kegiatan
SP 3
- sebagai dasar
SP 3 - Mengevaluasi
bagi perawat
setelah….kali jadwal kegiatan
untuk menilai
pertemuan klien harian pasien
perkembangan
: - Latihan Berinteraksi klien dalam
- Mampu Secara Bertahap mengenal cara
menyebutkan (Pasien dengan 4- berintekrasi.
kegiatan yang 5 orang ), latihan - Memberikan
telah sudah bercakap-cakap saat motivasi klien
dilakukan melakukan 2 untuk berintekrasi
- Mampu kegiatan harian dan mendapatkan
berintekrasi baru. respon yang
dengan orang Menganjurkan positif.
lain : berkenalan pasien memasukkan - Memberikan
dengan 4-5 kedalam jadwal motivasi dan rasa
orang dan kegiatan harian tanggung jawab
berbicara sambil
pada pasien untuk
melakukan
melaksanakan
4 kegiatan
kegiatan
harian.
berkenalan dengan
teratur.

SP 4 - Menilai
SP 4 - Evaluasi perkembangan dan
setelah…..kali kemampuan kemampuan pasien.
pertemuan klien berinteraksi. - Memberikan
: - Latih cara bicara motivasi klien
Mampu saat melakukan untuk berintekrasi
menyebutkan kegiatan sosial. dan mendapatkan
kegiatan yang - Melatih berkenalan respon yang
sudah dengan >5 orang. positif.
dilakukan. - Menganjurkan - Memberikan
- Mampu pasien memasukkan motivasi dan rasa
berintekrasi kedalam jadwal tanggung jawab
dengan orang kegiatan harian. pada pasien untuk
lain : melaksanakan
berkenalan dengan kegiatan berkenalan
> 5 orang dan dengan teratur.
bersosialisasi.
4. Implementasi
Menurut Keliat (2017) implementasi keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan
masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta
lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat
ini. Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar
utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dermawan (2018) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan dengan pendekatan
strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri dari : SP 1 (pasien) : membina
hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab perilaku
kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari perilaku
kekerasan. SP 2 (pasien) : maembantu klien mengontrol perilaku kekerasan
dengan memukul bantal atau kasur. SP 3 (pasien) : membantu klien mengontrol
perilaku kekerasan seacara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta
dengan baik. SP 4 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku kekerasan
secara spiritual dengan cara sholat atau berdoa. SP 5 (pasien) : membantu klien
dalam meminum obat seacara teratur Tindakan keperawatan pada keluarga
dengan perilaku kekerasan secara umum adalah sebagai berikut :
SP1 : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga 27 tentang cara
merawat pasien perilaku kekerasan di rumah.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan
keperawatan pada klien. evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon keluarga
terhadap tindalkan keperawatan yang telah dilaksanakan. evaluasi proses pormatif
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. ( Keliat 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2020. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Direja Surya Herman Ade. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2018. Teori dan tindakan keperawatan jiwa.
Jakarta: Yankes RI Keperawatan Jiwa
Fitria, Nita. 2020. Aplikasi Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan da
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Keliat, B.A. 2020. Proses Kesehatan Jiwa.Edisi 1. Jakarta
Marimas, F, W. 2019. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tim Direktorat Keswa. 2020. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP
“Selamatpagibapak,SayaMahasiswaPoltekkesyangakanmera
watbapak Nama Saya Kartika Dewi Rahmadani, senang
dipanggil Dewi. Namabapaksiapa?Senangdipanggilapa?
Bagaimanaperasaanbapak Rhariini

? Bagaimana tidurnya tadi malam ?”

Anda mungkin juga menyukai