Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKRASAN

OLEH:
Nama : Dimas Robby Prasetyo
NIM : 462017079
Stase : Keperawatan Jiwa

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
SALATIGA, 29 MARET 2021

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan
lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Sari,2015). Perilaku kekerasan adalah
respon sesorang terhadap stressor, dimana seseorang mengalami perilaku yang dapat
membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri dan lingkungan (Iskandar, 2012).
Resiko perilaku kekerasan merupakan keadaan seseorang berisiko membahayakan secara
fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri atau orang lain (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
Dapat disimpulkan perilaku kekerasan merupakan keadaan dimana seseorang
dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain baik secara fisik, emosi maupun
seksual.

2. Jenis dan Fase


• Triggering inciden : Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul
agresi klien. Faktor pemicu agresi yaitu, provokasi, respon terhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, frustasi dan harapan yang tida bisa
terpenuhi.
• Escalation phase : adanya kebangkitan fisik, emosional dan disertakan
respon melawan. Fase escalasi timbulnya marah yang memuncak dan belum
melakukan perilaku kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan
psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan
penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak
efektif.
• Crisis poin : fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasaan akibat dari
gagalnya negosiasi dan teknik de escalation pada fase escalasi
• Settling phase: seseorang yang melakukan kekerasaan melepaskan energi
marahnya kepada orang lain. Adanya perasaan cemas, marah dan bersiko ke
fase pertama.
• Post crisis depression : mengalami kecemasan, depresi dan kemarahan yang
membuat kelelahan.
• Retun to normal fuctioning : keseimbangan normal dari perasandepresi,
cemas, dan kelelahan.

3. Rentan respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Violence

 Asertif adalah : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak
menimbulkan masalah.
 Frustasi adalah: respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak
reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
 Pasif adalah : individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
 Agresif adalah: perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat
berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
 Ngamuk adalah: perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri
, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Etilogi
Menurut Afnuhazi (2015), yaitu faktor predisposisi dan presipitasi adalah :
a. Presisposisi : perilaku kekerasan yaitu psikologis, sosial budaya dan
bioneurologis.
i. Faktor Biologis
 Intinctual drive theory (teori dorongan naluri) : Teori ini menyatakan
bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan
dasar yang kuat.
 Psycomatic theory (teori psikomatik) : Pengalaman marah adalah
akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal
maupun lingkungan.
ii. Faktor Psikologis
 Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi) : Menurut teori ini
perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi yang terjadi
apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat.
 Behavioral theory (teori perilaku) : Kemarahan adalah proses belajar,
hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang
mendukung reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah.
 Existential theory (teori eksistensi) : Bertindak sesuai perilaku adalah
kebutuhan yaitu kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut
tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
iii. Faktor Sosial-Budaya
 Social enviroment theory ( teori lingkungan ) : Lingkungan sosial akan
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah.
 Social learning theory ( teori belajar sosial ) : Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.
b. Prespitasi : diri sendiri, lingkungan dan interaksi dengan orang lain.
Penyebab perilaku kekerasan merupaka kelemahan fisik, ketidakberdayaan, keputusasaan
dan kuranya percaya diri. Faktor penyebab perilaku kekerasan seperti situasi lingkungan
dengan kebisingan, padat, interaksi sosial proaktif, kritikan yang mengarah pada perasaan
jengkel, penginaan dan kehilang seseorang. Perasaan marah yang timbul terhadap respon
kecemasaan dapat dirasakan sebagai ancaman.

5. Manifestasi klinik
Menurut Yosep (2011), perawat dapat mengidentifikasi dengan mengobservasi
tanda gejala perilaku kekerasaan yaitu :
 Fisik : pandangan tajam, melotot, rahang mengatup, muka merah, tehang, tangan
mengepal dan postur tubuh kaku.
 Verbal : bicara kasar, nada tinggi saat berbicam berteriak dan membentak.
 Perilaku : memukl orang lain atau benda, menyerang atau melukai diri sendiri,
mengamuk dan merusak lingkungan.
 Emosi : mudah merasa jengkel dan dendam terhadap sesuatu atau perkataan
seseorang, berkelahi, bermusuhan dan mengamuk.
 Intelektual : berdebat, kasar dan meremehkan oarng lain.
 Spritual : merasa berkuasa, benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, kasar dan tidak peduli. 
 Sosial : menarik diri dari lingkungan sosial.
 Perhatian : membolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual

6. Akibat
Perilaku kekerasaan dapat berdampak pada resiko tinggi yaitu mencederai diri sendiri,
lingkungan dan atau orang lain. Kekerasaan merupakan tindakan yang bisa melukai,
membahayakan diri atau orang lain dan lingkungan sekitar.

7. Pohon masalah/pathway
bb
Resiko Bunuh Diri Effect

Resiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Harga Diri Rendah Causa


8. Manajemen Terapi
 Antianxiaty dan sedative-hypnotics merupakan obat-obatan ini mengendalikan
agitasi akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam sering
digunakan dalam kedarururatan psikiatrik untuk menenangkan perlawan klien.
Obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena
dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, serta memerburuk simptom
depresi.
 Antidepressants, obat ini mampu mengontrol impulsife dan perilaku agresif klien
yang berkaitan dengan perubahan suasana hati. Amitriptyline dan trazodone,
efektif menghilangkan agresitivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.
 Antipsyhoyic,obat ini dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Agitasi
terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian
obat ini dapat membantu dan diberikan hanya 1-2 minggu menunjukkan bahwa
pemberian naltrexone (antagonis opiat) dapat menurunkan perilaku kekerasan pada
anak dan klien dengan gangguan mental organic
 Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi
 Lithium efektif dalam menggobati gangguan suasana hati.

9. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien :
Perawat yang merawat klien melakukan komunikasi dan kontak dengan klien.
Nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan pasien, tujuan, waktu,
tempat pertemuan dan topik yang ingin dibicarakan. 
2. Alasan masuk : tanyakan kepada klien atau keluarga pertanyaan berikut:
 Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit saat
ini?
 Apa yang sudah keluarga lakukan untuk mengatasi masalah ini?
Bagaimana hasilnya ?
3. Faktor predisposisi
 Tanyakan kepada klien atau keluarga aoakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu.
 Apabila pada poin 1 ‘Ya” maka tanyakan bagaimana hasil pengobatan
sebelumnya.
 Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah melakukan dan atau
mengalami dan/atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
pasien/keluarga apakah pasien sebagai pelaku dan/atau korban, dan/atau
saksi, maka:
 Beri penjelasan secara singkat dan jelas tentang kejadian
yang dialami pasien.
 Tanyakan kepada pasien/keluarga apakah ada anggota keluarga
lainnya yang mengalami gangguan jiwa. Apabila ada anggota keluarga
lain yang mengalami gangguan jiwa, maka tanyakan bagaimana
hubungan pasien dengan anggota keluarga tersebut. Tanyakan apa gejala
yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang pernah
diberikan pada anggota keluarga tersebut.
 Tanyakan kepada pasien/keluarga tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan (kegagalan, kehilangan/perpisahan/kematian, trauma
selama tumbuh kembang) yang pernah dialami pasien pada masa lalu.

4. Pengkajian Fisik
 Keadaan Umum: Kondisi keseluruhan klien lemas, normal dan tanda-tanda
lainnya yang ditunjukkan maupun diucapkan klien.
 Vital sign: tekanan darah, respirasi, nadi, saturasi O2, Suhu
 Pemeriksaan fisik : Rambut, wajah, mata, hidung, telinga, leher, jantung,
paru, abdomen, ekstremitas atas, ekstremitas bawah.
5. Pengkajian Psikososial
 Genogram : meliputi 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan pasien
dan keluarga, serta riwayat penyakit keturunan.
 Konsep diri:
 Citra tubuh: Tanyakan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai, dan bagian yang tidak disukai.
 Identitas diri: Tanyakan tentang hal berikut; Status dan posisi pasien
sebelum dirawat, Kepuasan klien terhadap status dan posisinya
(sekolah, tempat kerja, kelompok), Kepuasan pasien sebagai laki-laki
atau perempuan.
 Peran: Tanyakan mengenai hal berikut; Tugas/peran yang diemban
dalam keluarga/kelompok/masyarakat, Kemana saja pasien dalam
melaksanakan tugas/peran tersebut.
 Ideal diri: Tanyakan hal sebagai berikut; Harapan terhadap tubuh,
posisi, status, tugas/peran, Harapan pasien terhadap lingkungan
(keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat), Harapan pasien
terhadap penyakitnya.
 Harga diri: Tanyakan hal berikut; Hubungan pasien dengan orang lain
sesuai dengan kondisi, penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri
dan kehidupannya.
 Hubungan sosial:
 Tanyakan pada pasien siapa orang terdekat dalam kehidupannya,
tempat mengadu, tempat bicara, serta minta bantuan atau sokongan.
 Tanyakan pada pasien kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat.
 Tanyakan pada pasien sejauh mana terlibat dalam kelompok di
masyarakat.
 Spiritual: Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
spritual.
6. Status Mental
 Penampilan Umum
 Penampilan tidak rapi jika dari ujung rambut sampai ujung kaki ada
yang tidak rapi. Misalnya, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-ganti.
 Penggunaan pakaian tidak sesuai, misalnya pakaian dalam
dipakai di luar baju.
 Cara berpakaian tidak seperti biasanya,jika penggunaan pakaian
tidak tepat (waktu, tempat, identitas, situasi/kondisi).
 Pembicaraan
 Amati pembicaraan yang ditemukan pada pasien, apakah cepat,
keras, gagap, membisu, apatis, dan/atau lambat.
 Bila pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat satu ke kalimat
yang lain yang tidak ada kaitannya.
 Aktivitas motoric
 Lesu, tegang, gelisah sudah jelas.
 Agitasi: gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.
 Tik: gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.
 Grimasen: gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat
dikontrol pasien.
 Tremor: jari-jari yang tampak gemetar ketika pasien menjulurkan
tangan dan merentangkan jari-jari.
 Kompulsif: kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, seperti berulang
kali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan,
dan sebagainya.
 Alam perasaan
 Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan sudah jelas.
 Ketakutan: objek yang ditakuti sudah jelas.
 Khawatir: objek belum jelas.
 Afek
 Datar: tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus
yang menyenangkan atau menyedihkan
 Tumpul: hanya bereaksi jika ada stimulus emosi yang kuat.
 Labil: emosi yang cepat berubah-ubah.
 Tidak sesuai: emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
stimulus yang ada.
 Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung sudah jelas.
 Kontak mata kurang: tidak mau menatap lawan bicara.
 Defensif: selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
 Curiga: menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain.
 Persepsi
 Jenis-jenis halusinasi sudah jelas, kecuali menghidung sama dengan
penciuman.
 Jelaskan isi halusinasi dan frekuensi gejala yang tampak pada saat
pasien halusinasi.
 Proses pikir
 Sirkumtansial: pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai dengan
tujuan pembicaraan.
 Tangensial: pembicaraan yang berbelit-belit tetapi tidak sampai
dengan tujuan pembicaraan.
 Kehilangan asosiasi: pembicaraan tidak ada hubungannya antara satu
kalimat satu dengan kalimat lainnya dan pasien tidak menyadarinya.
 Flight of ideas: pembicaraan meloncat dari satu topik ke topik lainnya,
masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
 Blocking: pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali.
 Perseverasi: pembicaraan yang diulang berkali-kali.
 Isi pikir
 Obsesi: pikiran yang selalu muncul walaupun pasien selalu
berusaha menghilangkannya.
 Fobia: ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap objek/situasi
tertentu.
 Hipokondria: keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam
tubuh yang sebenarnya tidak ada.
 Depersonalisasi: perasaan pasien yang asing terhadap diri sendiri,
orang, atau lingkungan.
 Ide yang terkait: keyakinan pasien terhadap kejadian yang terjadi di
lingkungan dan terkait pada dirinya.
 Pikiran yang magis : keyakinan pasien tentang keyakinannya
melakukan hal-hal mustahil/di luar kemampuannya.
b. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan (D. 0146)
c. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tindakan
. Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

1. Resiko Setelah dilakukan SP 1 :  Klien bisa


perilaku tindakan selama mengidentifik
 Mengidentifikasi
kekerasan (D. 2x24 jam, asi penyebab
dengan klien
0146) diharapkan klien adanya
penyebab marah
dapat mengontrol perilaku
 Mendiskusikan
perilaku kekerasan kekerasan
dengan klien tanda
dengan Kriteria  klien bisa
gejala marah.
Hasil : mengenal
 Mendiskusikan
tanda gejala
 Klien perilaku kekerasaan
marah
mampu yang bisa dilakukan
 klien tidak
mengenal  Mendiskusikan
melakukan
marahnya, akibat dari perilaku
kekerasaan.
penyebab kekerasaan  Klien dapat
marah,  Mendiskusikan mengontrol
tanda dan dengan klien cara amarah.
gejala menggontrol marah  Agar klien
marah,  Menganjurkan klien terbiasa
bentuk memasukan jadwal dengan cara
marah, kegiatan harian. mengontrol
dampak emosi saat
yang marah.
dilakukan.
 Klien
mampu
menggontr
ol marah
dengan
cara fisik :
tarik napas
dalam dan
memukul
bantal
kasur.
STRATEGI PELAKSANAAN PADA KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN

SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah. Mendiskusikan


dengan klien tanda dan gejala marah, mendiskusikan dengan klien perilaku kekerasaan biasa
dilakukan, mendiskusikan dengan klien akibat dari perilaku kekerasaan, mendiskusikan dengan
klien cara menggontrol marah, menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
1. Kondisi klien 
2. Diagnosa keperawatan : resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan 
 Klien mampu mengenal marahnya, penyebab marah, tanda dan
gejala marah, bentuk marah, dampak yang dilakukan.
 Klien mampu mengontrol marah dengan cara fisik : tarik napas dalam dan pukul
kasur.
4. Intervensi 
 Mengidentifikasi dengan klien penyebab marah.
 Mendiskusikan dengan klien tanfa dan gejala marah.
 Mendiskusikan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan.
 Mendiskusikan akibat dari perilaku kekerasan.
 Mendiskusikan dengan klien cara mengontrol marah.
 Menganjurkan klien memasukan jadwal kegiatan harian.
5. Strategi pelaksanaan 
 Fase orientasi 
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Dimas Robby, saya biasa dipanggil
Dimas. Saya perawat yang bertugas di ruangan ini selama 1 minggu. Saya akan
melakukan dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang, jadi selama seminggu saya
yang akan merawat mbak ya. Nama mbak siapa? dan senangnya dipanggil dengan
sebutan apa? “Bagaimana perasaan mbak saat ini?” “Apakah masih ada perasaan
kesal atau marah mbak?” “Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang?”
“Bagaimana  kalau 10 menit?” “Dimana kita akan berbincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruangan tamu?”
 Fase kerja
Apa yang menyebabkan mbak marah? apakah sebelumnya mbak pernah marah?
Lalu apa penyebabnya ? Samakah dengan yang sekarang? Pada saat marah itu
seperti, memukul orang, merusak barang-barang, makanan yang tidak sesuai
dengan keinginan mbak. Apa yang mbak rasakan? Apakah mbak merasa kesal,
kemudian mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tanga mengepal?” “Apa yang
mbak lakukan selanjutnya” “Apakah dengan mbak marah, keadaan akan lebih
membaik? “Menurut mbak adakah cara yang lebih baik selain marah-marah?”
“Maukah mbak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulan
kekerasaan atau kerusakan” “Apa beberapa cara untuk mengendalikan rasa marah,
hari saya akan mengajari satu cara terlebih dulu. “Begini mbak kalau tanda marah
itu sudah mbak rasakan, mbak bisa berdiri tarik nafas dalam dari hidung lalu tahan
sebentar, keluarkan secara perlahan melalui mulut seperti saat mbak mengeluarkan
kemarahan, coba sekali lagi mbak dan lakukan sebanyak lima kali. Bagus mbak.
Sekarang mbak bisa melakukanya. “Sebaiknya latihan ini mbak lakukan secara
rutin, sehingga jika mbak marah, mbak sudah terbiasa melakukanya.”
 Fase terminasi 
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbak?
“Coba mbak sebutkan apa penyebab mbak marah dan yang mbak rasakan. “Baik,
sekarang latihan yang barusan kita lakukan akan kita masukan jadwal harian ya
mbak” “Berapa kali sehari mbak ingin melakukan latihan nafas dalam?” “Bagus..
nanti tolong mbak tulis M, bila mbak melakukan sendiri, tulis B bila mbak dibantu
dan T bila tidak melakukanya.” “Baik mbak, bagaimana kalau besok kita latihan lagi,
tapi dengan cara yang lain agar dapat mengendalikan marah mbak. “Dimana kita
akan latihan, bagaimana kalau 10 menit saja.” “Saya pamit dulu mbak.Terimakasih
mbak. Selamat pagi.”
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi Ridhyalla. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:


Gosyen Publishing
Iskandar. Mukhiripah.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.Refika
Muhith, Abdul, (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa; Penerbit CV Andi Offset,Yogyakarta.
Putri, V. S., & Fitrianti, S. (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 7(2), 138-147.
Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Yosep. I. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Tgl/Jam Diagnosis Rencana Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai