Anda di halaman 1dari 28

ASKEP JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa
yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu
gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap
kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami
kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan keperawatan
pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
 Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
 Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini
kelompok mengkhususkan pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan
perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses keperawatan
melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus
perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di
elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Keker
asan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan
rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini
biasanya akan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau
rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan
alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.

Modul ekspresi marah


Rendah diri

Rasa bersalah Kecemasan

Bermusuhan

Ekspresi Eksternal Ekspresi Internal

c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata


yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan
perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan
individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang
destruktif, amuk yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah
tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama
dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri
sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
 Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di
tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
 Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
 Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control
social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
 Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak
berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan
factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :

1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)


Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual,
sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang
terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan
pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk menarik
perhatian orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang
tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
3. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada
dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada
juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.

b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan
tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive
(pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga
derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna
Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E

Perlaku kekerasan CP
Mekanisme koping individu in efektif C

Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
6. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
 Klien mau menjawab salam
 Klien mau menjabat tangan
 Klien mau menyabutkan nama
 Klien mau tersenyum
 Ada kontak mata
 Mau mengetahui nama perawat
 Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering

TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain
dan lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Kriteria evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
 Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.

TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.


Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secarakonstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau kasur atau
olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau jengkel (saya
kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.
d. Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta pada Tuhan
untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 15 Januari 2013


Tanggal Masuk : 26 Desember 2012
Ruang : Perkasa
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka
mengancam. Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak
terpenuhi, saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III. ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan
tidak mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien
merasa dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi.Kemudian oleh keluarga, klien dibawa
ke RSJD Klaten untuk kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11 tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit
jiwa klaten >35x.
2. Tidak mau kontrol, dan putus obat selama 1 minggu.
3. Klien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
4. Klien mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3
minggu karena mencoba membobol ATM.
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda Vital :
1) Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 23 x/menit
2. Ukuran
1) Tinggi Badan : 168 cm
2) Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah

Perempuan Garis Perkawinan

Meninggal Garis Keturunan

Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang
paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien
anak ke dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan
masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong,
pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan
bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah
ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya,
apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya
ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong,
pengajian, arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial
seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di
rumah sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak
pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
 Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
 Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
 Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :

2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang
dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien
sudah mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat
sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat
dan kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai
tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
 Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
 Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias
menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya.
Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat
memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau
mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya
karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa
klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan
3x sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik,
menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi,
kebersihan tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit,
klien dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan
rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas
6-8 jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
 Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
 Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan
makanan.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
Terapi obat :
 Inj. Lodomer : 1amp IM extra
 Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
 Haloperidol : 3 x 5 mg
 Resperidon : 2 x 2 mg

XII. MASALAH KEPERAWATAN


1. Prilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Disstres spiritual
XIII. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : klien mengatakan Perilaku Kekerasan Resiko mencederai
dirumah marah-marah diri sendiri, orang
kepada ayahnya karena lain dan lingkungan
keinginanya tidak dipenuhi
dan merasa dibohongi.
Serta klien memukul
ayahnya sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah
tersinggung saat di ajak
bicara, tatapan mata tajam,
muka tampak merah.
2 DS : klien mengatakan saat Koping Individu Tidak Perilaku Kekerasan
mempunyai masalah Efektif
dipendam sendiri, tidak
mau bercerita.
DO : pasien tidak banyak
bicara, pasien berdiam diri

XIV.

POHON MASALAH
( Efek )

( Core Problem )

( Causa / Penyebab )
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan

Perilaku Kekerasan

Koping Individu Tidak Efektif

XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Criteria hasil Intervensi


Resiko menciderai diri TUM: 1. klien mau membalas 1. ber salam panggil nama
sendiri, orang lain dan Kliendapat salam 2. sebutkan nama perawat sambil
lingkungan melanjutkan peran 2. klien mau menjabat jabat tangan
sesuai dengan tangan 3. jelaskan maksud hubungan
tanggung jawab. 3. klien mau menyebut nama interaksi
TUK 1: 4. klien mau tersenyum 4. jelaskan kontrak yang akan
Klien dapat 5. klien mau kontak mata dibahas
membina hubungan 6. klien mau mengetahui 5. beri rasa aman dan simpati
saling percaya. nama perawat 6. lakukan kontak mata singkat
tapi sering
1. klien mengungkapkan
perasaanya 1. beri kesempatan untuk
2. klien dapat mengungkapkan perasaan
mengungkapkan penyebab2. bantu klien untuk
TUK 2:
perasaan marah dari mengungkapkan penyebab
Klien dapat
lingkungan atau orang lain perasaan jengkel/kesal
mengidentifikasi
kemampuan 1. klien mampu
penyebab kekerasan mengungkapkan perasaan
saat marah/jengkel 1. Anjurkan klien
2. klien dapat menyimpulkan mengungkapkan apa yang
tanda-tanda marah yang dialami dan dirasakan saat
dialami. marah
TUK 3 : 2. Observasi tanda-tanda perilaku
Klien dapat kekerasan pada klien
mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku1. Klien dapat 3. Simpulkan bersama klien
kekerasan mengungkapkan perilaku tanda dan gejala kesal yang di
kekerasan yang biasa alami
dilakukan
2. Klien dapat bermain peran1. Anjurkan klien untuk
dengan perilaku kekerasan mengungkapkan perilaku
yang biasa dilakukan kekerasan yang biasa
3. Klien dapat mengetahui dilakukan klien .
cara yang biasa dilakukan 2. Bantu klien bermain peran
untuk menyelesaikan sesuai dengan perilaku
TUK 4;
masalah kekerasan yang biasa
Klien dapat
dilakukan.
mengidentifikasi 1. Klien dapat menjelaskan
3. Bicarakan dengan klien apakah
perilaku kekerasan akibat dari cara yang dengan cara yang dilakukan
yang biasa dilakukan digunakan
klien masalahnya selesai
 Akibat pada klien sendiri
 Akibat pada orang lain 1. bicarakan akibat dan cara yang
 akibat pada lingkungan dilakukan klien
2. bersama klien menyimpulkan
akibat cara yang digunakan
1. klien dapat menyebutkan oleh klien
contoh pencegahan
perilaku kekerasan secara 3. Tanya pada klien apakah ia
: ingin mempelajari cara yang
TUK 5; - Fisik: Tarik nafas dalam , baru dan yang sehat.
Klien dapat olah raga, memukul bantal
mengidentikasi - Verbal: Mengatakan secara1. Bantu klien memilih cara yang
akibat perilaku langsung dengan tidak paling tepat untuk klien
kekerasan menyakiti. 2. Bantu klien mengidentifikasi
2. klien dapat manfaat cara yang telah dipilih
mendemonstrasikan cara 3. Bantu klien untuk
fisik (memukul bantal) menstimulasikan cara tersebut
untuk mencegah perilaku atau dengan role play
kekerasan. 4. Beri reinforcement positif atas
keberhasilan klien
menstimulasikan cara tersebut
TUK 6 :
5. Anjurkan klien untuk
menggunakan cara yang
Klien dapat dipelajari saat jengkel atau
mendemonstrasikan 1. Klien dapat menyebut kan marah.
cara mengontrol obat – obat yang di minum
perilaku kekerasan dan kegunaanya ( jenis 1.Jelaskan jenis-jenis obat yang
,waktu,dosis,dan efek ) di minum pada klien dan
keluarga.
2.Diskusikan manfaat minum
obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa seijin dokter
3.Jelaskan prinsip benar minum
obat(baca nama yg tertera pd
botol obat,dosis obat ,waktu
2. Klien dapat minum obat dan cara minum)
sesuai program
pengobatan 1.Anjurkan klien minum obat
tepat waktu
2.Anjurkan klien melaporkan
pada perawat atau dokter jika
merasakan efek yang tidak
menyenang kan
TUK 7 :
3.Beri pujian jika klien minum
Klien dapat
obat dengan benar.
menggunakan obat
dengan benar (
sesuai dengan
program )

1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku
Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Koping Individu Tidak Efektif

XVI. RENCANA KEPERAWATAN


XVII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Waktu Dx SP IMPLEMENTASI EVALUASI


Selasa 1 SP 1 1. Membina hubungan S : Klien senang
15/01/13 saling percaya dengan karena disapa oleh
17.00 mengungkapkan perawat.
komunikasi terapeutik O:
2. Menyapa klien dengan  Klien mau berjabat tangan
ramah,baik verbal  Klien mau bercerita
maupun non verbal. tentang diri nya
3. Memperkenal diri dengan Kontak mata cukup
sopan. A : Klien mampu membina
4. Menjelaskan tujuan hubungan saling percaya,
pertemuan dengan SP 1 tercapai.
lengkap P : Lanjutkan SP 2,klien dapat
5. Menanyakan nama klien mengidentifikasi penyebab
dengan lengkap. marah.
6. Mengatakan dengan jujurK : Klien di minta untuk
dan menepati janji mencari penyebab marah.
7. Menunjukkan rasa empati
dan menerima klien apa
adanya.
8. Memberikan perhatian
kepada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar klien

SP 2 1. Mengkaji pengetahuan S : Klien marah apabila


17.00 klien tentang perilaku keinginannya tidak
kekerasan dan penyebab. terpenuhi
2. Memberikan kesempatan O :
kepada klien untuk • Klien dapat
mengungkapkan perasaan mengungkapkan perasaan
penyebab perilaku marah atau jengkel.
kekerasan • Klien tampak tegang
3. Memberikan pujian tegangan dan tatapan mata
terhadap kemampuan tajam.
klien memngungkap kan A : Klien mampu
persaan nya. mengungkapkan penyebab
marah atau jengkel,SP 2
tercapai.
P : Lanjutkan SP 3, klien dapat
mengontrol dan
penanganan perilaku
kekerasan dengan cara
sholat dan berdoa.
K : Klien diminta untuk
mencari penyebab dan
tanda marah yang belum di
ungkapkan

Rabu SP 3 1. Mendiskusikan bersama S : klien saat marah akan


klien tentang apa yang berbicara dengan nada
16/01/2013 dirasakan saat klien tinggi, tangan mengepal,
12.30 marah matanya menatap tajam,
2. Mendiskusikan bersama wajahnya tampak merah.
klien tentang tanda-tanda O : pasien menunjukkan
perilaku kekerasan. tanda-tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu
mengidentifikasi tanda dan
gejala saat marah atau
jengkel. SP 3 tercapai.
K : klien diminta untuk
mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang sering
dilakukan.
SP 4 1. Menganjurkan klien S : klien akan marah-marah
untuk mengungkapkan apabila keinginanya tidak
perilaku kekerasan yang dipenuhi dan memukul
bias dilakukan. pintu / jendela.
2. Membantu klien bermain O : klien tampak :Tegang,
peran sesuai dengan tangan mengepal, mata
perilaku kekerasan. menatap tajam, wajah
3. Membicarakan dengan memerah.
klien apakah dengan caraA : klien mampu
yang dilakukan oleh klien mengungkapkan perilaku
masalah akan teratasi. kekerasan yang bisa
dilakukan. SP 4 tercapai.
P : lanjutkan SP 5, klien dapat
mengungkapkan perilaku
yang sering dilakukan saat
marah.
K :klien diminta untuk
mengingat kembali akibat
yang akan ditimbulkan.
Kamis SP 5 1. Membicarakan akibat S : klien sangat
18/01/2013 atau kerugian dan cara menyesal dan ingin
11.15 yang dilakukan kilen minta maaf setelah
pada saat marah dirinya marah – marah
2. Menyimpulkan dan memukul ayahnya.
bersama klien akibat O : klien tampak : sedih,
dari cara yang ingin menangis, mata
digunakan oleh klien menatap tajam, wajah
3. Menanyakan kepada memerah.
klien apakah klien mau A : klien mampu
mempelajari cara-cara mengungkapkan akibat
yang baru dan sehat atau kerugian dari
perilaku kekerasan yang
dilakukannya, SP 5
tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol
marah dengan cara
sholat dan berdoa.
12.00 SP 6 1. Melatih klien mengontrolS : Klien mengatakan jarang
perilaku kekerasan dan sholat dan merasa doa nya
penanganan dengan cara tidak dikabulkan.
sholan dan berdoa O : Klien tidak melaksanakan
2. Menganjurkan klien sholat dan berdoa.
memasukkan dalam A : SP 6 belum tercapai
jadwal kegiatan. P : Ulangi dan Pertahankan SP
6,
K : Klien diminta berlatih
untuk meminum obat
secara teratur

SP 7 1. Melatih klien minum S : Klien mengatakan minum


obat dengan teratur obat secara teratur setelah
2. menganjurkan klien makan.
memasukkan dalam O : Klien mau minum obat
jadwal kegiatan tanpa paksaan perawat.
A : SP 7 tercapai
P : Ulangi SP 6, dan
pertahankan SP 1 – SP 7.
K : Klien diminta untuk
mempertahankan apa yang
telah dilakukan tadi.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus
selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka
memukuli ayah, pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan
memilih untuk diam diri dan memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli
di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda
gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan
gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus
terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah,
membentak-bentak dan mengamuk serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang
ada didalam teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu
tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan
hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah
serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah,
memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas
(asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak
efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal
ini didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila
ada masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan
untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah
dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perknalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai
klien, jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein
apa adanya, beri perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1
kelompok tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja sama dengan
cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien
untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan
kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya,
membantu klien mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2
kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu mengungkapkan
penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan
klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda,
perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena
klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat
menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras,
banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah
yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok
tidak mengalami kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan
yang dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat
atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau
cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan
cara baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien
membicarakan akibat dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien kooperatif
sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara yang telah klien
gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang
baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan
dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada
klien apakah klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika
mengetahui cara baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada
SP 6 ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak
dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan
sebagai berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau
menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata
kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk
berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP
1 tidak ada kendala karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan
dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa
mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2
dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel
dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-
marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak
mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang
disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya.
Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan
dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini
penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh
klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5
ini penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan
dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara
yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6
ini penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan
tidak dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik
sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak
ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang
dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya,
membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau
kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang
konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk
menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan
lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah
masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga
untuk dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :


1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu
pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar
dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi
I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung

Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ).


Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.

Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3,


Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.


(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby

Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi


3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai