Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik Keperawatan Jiwa
Dosen Ampu:
Disusun Oleh:
Silvia Nur Octaviani
16.096
III-B
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa ini.
Laporan ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat Praktik Klinik
Keperawatan Jiwa.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
A. Masalah Utama.................................................................................................28
B. Proses Terjadinya Masalah...............................................................................28
C. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................39
D. Rencana Tindakan Keperawatan.......................................................................40
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI.............................................43
ii
A. Kasus (Masalah Utama)...................................................................................65
B. Proses Terjadinya Masalah...............................................................................65
C. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................72
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN....................................................73
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iv
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
1
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara
– suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Tahapan Halusinasi
2
merupakan suatu - Fikiran dan pengalaman - Diam dan
kesenangan sensori masih ada berkonsentrasi
dalam control
kesadaran, nonpsikotik
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan
menakutkan denyut jantung,
- Tingkat
- Merasa dilecehkan oleh
pernapasan dan
kecemasan berat
pengalaman sensori tekanan darah
secara umum
tersebut - Perhatian dengan
halusinasi - Mulai merasakan
lingkungan berkurang
menyebabkan kehilangan control - Kehilangan
antisipasi - Menarik diri dari orang
kemampuan
lain non psikotik membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi di
- Mengontrol
menerima pengalaman taati
- Tingkat kecemaan
- Sulit berhubungan
sensori (Halusinasi)
berat
- Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
- Pengalaman
- Perhatian terhadap
aktif
halusinasi tidak
- Kesepian bila lingkungan berkurang
dapat ditolak lagi
pengalamn sensori hanya beberapa detik
- Tiidak mampu
berakhir psiotik
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat.
TAHAP IV (Conquering)
- Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman
sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih
dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
3
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999):
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Ganggguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf
– syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang
mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya
ingat dan muncul perilaku menarik diri.
4
2) Psikologis
Keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home,
overprotektif, dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien
sangat mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
kehidupan klien.
3) Sosial budaya
Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita : dimana terjadi kemiskinan, konflik social budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan terisolasi
yang disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. (Erl
inafsiah, 2010)
5
c. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
f. Hubungan Sosial
6
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah – olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata.
g. Kehidupan Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sikardiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang meyebabkan takdirnya
memburuk.
h. Status mental
1) Penampilan
Klien tampak kotor dan pakaian tidak rapi dengan raut
wajah cemas dan berjalan modar – mandir.
2) Pembicaraan
Saat ditanya oleh perawat biasa nya pasien halusinasi
kooperatif hanya saja saat timbul halusinasi, pasien akan
berkonsentrasi pada halusinasi yang ia rasakan.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Pasien halusinasi biasanya akan gaduh – gelisah (katatonik)
karena merasa cemas akan halusinasi yang ia rasakan
4) Afek dan Emosi
Pasien halusinasi biasanya akan merasa khawatir dan cemas
karena halusinasi yang ia rasakan.
7
Pada pasien halusinasi biasanya pemikirannya tidak masuk
akal karena ia merasa yakin bahwa halusinasi yang ia rasakan
benar – benar nyata.
8) Tingkat Kesadaran
Kesadaran pasien baik, namun kadang – kadang pasein
dapat apatis pada dunia luar selain diri nya dan halusinasinya
sendiri.
9) Memory (Daya Ingat)
Daya ingat pasien baik.
10) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tidak ada gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung
pasien.
11) Kemampuan penilaian/Mengambil Keputusan
Pasien biasanya dapat mengambil keputusan sendiri.
12) Daya Tilik Diri
Biasanya, pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh
bantuan agar dirinya sembuh.
i. Mekanisme koping
Klien apabila merasa cemas, takut tidak mau menceritakannya
pada orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
Terapi kejang listrik / Electro Compulsive Therapy (ECT) dan Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK).
8
a. Risiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga diri rendah
Objektif:
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk
menfengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Kosentrasi rendah
f. Pikiran cepat berubah-ubah
g. Kekacauan alur pikiran
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
2. Isolasi Sosial / menarik diri
9
D. Rencana Tindakan Keperawatan
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah…. pertemuan pasien dapat SP. 1 (Tgl………………..)
sensori persepsi Mengenali halusinasi yang menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi Bantu pasien mengenal halusinasi:
Halusinasi di alaminya pencetus, perasaan dan mampu - isi
Mengontrol halusinasinya memperagakan cara dalam mengontrol - waktu
Mengikuti program halusinasi - frekuensi
pengobatan secara optimal - situasi pencetus
- perasaan saat terjadi halusinasi
Latih mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik tahapan tindakan meliputi:
- Jelaskan cara menghardik halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
10
dilakukan dan mampu membuat jadwal Latih kegiatan agar halusinasi tidak
kegiatan sehari-hari dan mampu muncul
memperagakannya Tahapannya:
- Jelaskan pentingnya aktivitas
yang teratur / mengatasi
halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai dengan aktivitas yang
telah di latih (dari bangun pagi
sampai tidur malam)
- Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang
(+)
11
Keluarga mampu : Setelah…. Pertemuan keluarga mampu SP. 1 (Tgl………………..)
Merawat pasien dirumah dan menjelaskan tentang halusinasi Identifikasi masalah keluarga dalam
menjadi system pendukung yang merawat pasien
efektif untuk pasien Jelaskan tentang halusinasi :
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang dialami
pasien
- Tanda dan gejala halusinasi
- Cara merawat pasien halusinasi
(cara berkomunikasi pemberian
obat dan pemberian aktivitas
kepada pasien)
Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
Bermain peran cara merawat
Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
12
menyebutkan kegiatan yang sudah Evaluasi kemampuan keluarga
dilakukan dan mampu melaksanakan Evaluasi kemampuan pasien
Follow Up rujukan Rencana tindak lanjut keluarga:
- Follow Up
- Rujukan
13
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
16
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social:
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urine dan feces
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energi (tenaga)
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin (khususnya pada
posisi tidur)
3. Rentang Respon
Menurut Stuart Sundeen rentangrespons klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang
terbentang antara respons adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Respons Adaptif
17
a. Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerjasama : Kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
d. Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respons Maladaptif
18
Apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat
perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang, perhatian
dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan membari rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Factor biologi
Genetic adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, fakor
genetic dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada
bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam
perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.
c. Factor sosial budaya
Factor sosial budaya dapat menjadi factor pendukung terjadinya
ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya
angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.
6. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
a. Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar
dan berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan orang
terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
19
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri
adalah proyeksi dan represi :
a. Proyeksi adalah keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada oranglain, karena kesalahan yang
dilakukan sendiri.
b. Regresi adalah menghindari setres, kecemasan dengan menampilkan
prilaku kembali seperti pada perkembangan anak.
c. Represi adalah menekan perasaan atau pengalaman yang
menyakitkan atau komflik atau ingatan dari kesadaran yang
cendrung memperkuat mekanisme ego lainya.
8. Perilaku
a. Menarik diri :
kurang spontan, apatis, ekspresiiwajah kurang berseri, defisit
perawatan diri, komunikasi kurang, isolasi diri, aktivitas menurun,
kurang berenergi, rendah diri, postur tubuh sikap fetus.
b. Curiga :
tidak percaya orang lain, bermusuhan, isolasi sosial, paranoiaisolasi.
c. Manipulasi :
kurang asertif, isolasi sosial, harga diri rendah, tergantung pd
orang lain, ekspresi perasaan tidak langsung pada tujuan.
20
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari
kelempok sebaya, perubahan stuktur sosial.
d. Aspek fisik / biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, dan kurang percaya diri.
f. Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan
kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka
menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain,
adanya perasaan keputusan dan kurang berharga dalam hidup.
g. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang lain (lebih sering menggunakan koping
menarik diri).
h. Aspekmedik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi
ECT, Psikomotor, Therapy okopasional, TAK dan rehabilitas.
10. Pohon Masalah
21
Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi
↑
Isolasi sosial : menarik diri
↑
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Gambar Pohon Masalah (Nita Fitria,2010)
22
i. Aktivitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. Rendah diri
l. Posturtubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
( khususnya pada posisi tidur)
C. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
23
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah…..x pertemuan, pasien mampu : SP 1
1. Menyadari penyebab isolasi sosial. 1. Membina hubungan saling percaya. 1. Identifikasi penyebab
2. Berinteraksi dengan orang lain. 2. Menyadari penyebab isolasi social, a. Siapa yang satu rumah dengan pasien.
b. Siapa yang dekat dengan pasien.
keuntungan dan kerugian berinteraksi
c. Siapa yang tidak dekat dengan pasien.
dengan orang lain. 2. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi
3. Melakukan interaksi dengan orang lain
dengan orang lain
secara bertahap. a. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain.
b. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien
tidak berinteraksi dengan orang lain.
c. Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka.
d. Diskusikan kerugian bila pasien hanya
mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap
kesehatan fisik pasien.
3. Latihan berkenalan
4. Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan.
24
Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan pasien.
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
2. Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan.
3. Latih kemampuan yang dipilih.
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien.
SP3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 Dan 2).
2. Memilih kemampuan ketiga yang dapat
dilakukan.
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
25
yang tersedia bagi pasien. 3. RTL keluarga/jadwal keluarga merawat pasien.
SP3
1. Evaluasi SP1 dan SP2
2. Latih (langsung ke pasien)
3. Rencanakan tindak lanjut keluarga
a. Follow Up
b. Rujukan
26
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan
28
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi prilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami
(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif
yang sedang tidur danakan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyo type XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (Irama sirkardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu
manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam
sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang
lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry factor ( Faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epineprin, norepineprin, dopamin,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter
ke otak dan meresponya melalui melalui serabut efferent.
Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
5) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologik
29
1) Teori psikoanalisa ; Agresivitas dan kekerasan dapat
dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life sapn
hystori). Teoriini menjelaskan abahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidak percayaan
terhadap lingkungan. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif adan tindak
kekerasaan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
2) Imitation, modeling and information processing theory;
Mernurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan yang
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin
keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan
reward positif pula (makin baik belaianya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata
masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang
pernah dialaminya.
3) Learning theory; Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar
bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
30
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut untuk diperhitungkan.
4) Teori Sosiokultural : Dalam budaya tertentu seperti rebutan
berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau
dikeraton, sertaritual-ritual yang cenderung mengasah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif
dan ingin menangsendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga
dengan maraknya demonstrasi film-film kekerasan, mistik,
tahayul, dan perdukunan dalamtayangan televisi.
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau
simbolsolidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton
sepakbola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalammenyelesaikan konflik.
d. Ketidaksipan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
4. Rentang Respon Marah
31
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan“. Rentang respons
kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada
respons sangat tidak normal (maladaptif).
5. Rentang Respons
32
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan marah
mengungkapkan mencapai tidak dapat mengekspresik dan
marah tanpa tujuan mengungkapk an secara fisik, bermusuhan
menyalahkan kepuasan/saat an tapi masih yang kuat dan
orang lain dan marah dan perasaannya terkontrol, hilang kontrol,
memberikan tidak dapat tidak berdaya mendorong disertai amuk,
kelegaan menemukan dan menyerah orang lain merusak
alternatif dengan lingkungan
ancaman
33
tenang menyerang
e. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
34
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan menyukai
semua bagian tubuhnya, tetapi ada juga yang tidak.
b) Identitas diri
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan tidak puas
terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang
sudah dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien klien dengan perilaku kekerasan
memiliki masalah dalam menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki
harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi, status peran, dan
kesembuhan dirinya dari penyakit.
e) Harga diri
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya memiliki
harga diri yang rendah.
f. Hubungan social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran, perhatian, bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan
seksual.
g. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
h. Status Mental
1) Penampilan
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya berpenampilan
tidak rapih
2) Pembicaraan
Klien tampak berbicara kasar, suara tinggi membentak atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat
dengan kata-kata kotor, suara keras dan ketus.
35
3) Aktifitas motorik
Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang,
postur tubuh kaku, pandangan tajam, mengatupkan rahang
dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir.
Melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang
lain , melukai diri sendiri/oranglain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4) Alam perasaan
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel. Tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5) Afek
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya labil, emosi
berubah dengan cepat. Dimana klien mudah tersinggung ketika
ditanyai hal-hal yang tidak mendukungnya, klien
memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang tajam
dan tegang.
6) Interaksi selama wawancara
Bermusuhan, tidak kooperatif, dan mudah tersinggung telah
tampak jelas. Defensif, selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya.
7) Persepsi
Persepsi klien dengan perilaku kekerasan biasanya timbul
halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan.
8) Proses pikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah topik.
9) Isi pikir
36
Biasanya klien PK ini masih memiliki ambang isi fikir yang
wajar, dimana ia selalu menanyakan kapan ia akan pulang dan
mengharapkan pertemuan dengan keluarga dekatnya.
10) Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran klien baik, dimana klien mampu
menyadari tempat keberadaanya dan mengenal baik bahwasanya
ia berada dalam pengobatan atau perawatan untuk mengontrol
emosi labilnya.
11) Memori
Biasanya daya ingat jangka panjang klien baik, dimana
klien masih bisa menceritakan kejadian masa-masa lampau yang
pernah dialaminya, maupun daya ingat jangka pendek, seperti
menceritakan penyebab ia masuk ke RSJ.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien masih memiliki kemampuan penilaian yang
baik, seperti jika klien disuruh memilih mana yang baik antara
makan dulu atau mandi dulu, maka klien akan menjawab lebih
baik mandi dulu.
14) Daya tilik diri
Biasanya klien menyadari bahwa dirinya sedang berada
dalam masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang
labil.
i. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
2) Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
37
3) Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang
berlawanan.
4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang
berlawanan.
5) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
j. Masalah Psikososial dan lingkungan
Biasanya klien akan mengungkapakan masalah yang
menyebabkan penyakitnya maupun apa saja yang dirasakannya
kepada perawat maupun tim medis lainnya, jika terbina hubungan
yang baik dan komunikasi yang baik serta perawat maupun tim
medis yang lain dapat memberikan soludi maupun jalan keluar yang
tepat dan tegas.
8. Pohon masalah
Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah sebagai
berikut :
Resiko tinggi
mencederai orang lain
38
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Koping keluarga inefektif
C. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
39
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
40
- Terapi psikofarmaka (obat) Setelah....x pertemuan pasien SP 3
mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Latih cara sosial / verbal
- Menyebutkan kegiatan yang sudah
- Menolak dengan baik
dilakukan - Meminta dengan baik
- Memperagakan cara sosial / verbal - Mengungkapkan dengan baik
- Masukan dalam jadwal harian pasien
untuk mengontrol perilaku
kekerasan
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 4
mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2 & 3)
- Latih secara spiritual
- Menyebutkan kegiatan yang sudah
-Berdoa
dilakukan -Sholat
- Mempergakan cara spiritual - Masukan dalam jadwal harian pasien
Setelah.....x pertemuan, pasien SP 5
mampu:
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2, 3 & 4)
- Latih patuh obat :
- Menyebutkan kegiatan yang sudah
- Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
dilakuakan - Susun jadwal minum obat secara teratur
- Memperagakan cara patuh obat - Masukan dalam jadwal harian pasien
Keluaraga mampu : Setelah.....x pertemuan, keluarga SP 1
mampu menjelaskan penyebab,
- Merawat pasien di rumah - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
tanda dan gejala, akibat serta
merawat pasien
mampu memperagakan cara - Jelaskan tentang perilaku kekerasan :
41
merawat - Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih cara merawat
- RTLkeluaraga /jadwal untuk merawat pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 2
mampu menyebutkan kegiatan yang
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
sudah dilakukan dan mampu - Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien.
merawat serta dapat membuat RTL - Latih langsung ke pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah.....x pertemuan keluarga SP 3
mampu menyebutkan kegiatan yang
- Evaluasi SP 1 dan SP 2
sudah dilakukan dan mampu - Latih langsung ke pasien
merawat serta dapat membuat RTL. - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
42
LAPORAN PENDAHULUAN
43
c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan
yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada
waktunya.
3. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang
menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
a. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
e. Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
4. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadia
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
5. Penilaian stressor
44
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan.
Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada
pasien.
6. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering
kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh diri.
7. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego
yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
8. Rentang respon
RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Peningkatan diri Pengambilan Perilaku Pencederaan diri Bunuh diri
resiko yang destruktif-diri
meningkatkan tidak langsung
pertumbuhan
45
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, dan kurang percaya diri.
d. Status mental
Kontak mata klien kurang / atau tidak mempertahankan
kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien
suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan
orang lain, adanya perasaan keputusan dan kurang berharga
dalam hidup.
Halusinasi
46
d. Harga Diri Rendah
12. Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko Bunuh Diri Subjektif:
a. Memiliki riwayat penyakit mental
b. Menyatakan pikiran, harapan, dan perencanaan
bunuh diri
c. Menyatakan bahwa sering mengalami kehilangan
secara bertubi-tubi dan bersamaan
d. Menderita penyakit yang prognosisnya kurang baik
e. Menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak
berharga
f. Menyatakan perasaan tertekan
Objektif:
a. Mengalami depresi, cemas, dan perasaan putus asa
b. Respon kurang dan gelisah
c. Menunjukkan sikap agresif
d. Tidak koperatif dalam menjalani pengobatan
e. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari
lingkungan sosial
f. Penurunan berat badan
C. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
47
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
PERENCANAAN
Tanggal DX
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Setelah… pertemuan pasien
SP.1 (Tgl……..)
mampu mengidentifikasi 1. Identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
Pasien tetap aman 2. Amankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
Resiko Bunuh Diri benda-benda yang dapat
dan selamat 3. Lakukan kontrak treatment
mampu mengendalikan 4. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
dorongan bunuh diri
SP.3 ( Tgl…..)
Setelah… pertemuan pasien 1. Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2. Nilai pola koping yang biasa dilakukan
mampu mengidentifikasi
3. Identifikasi pola koping yang biasa dilakukan
pola koping yang konstruktif 4. Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5. Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktif
dan mampu menerapkannya
dalam kegiatan harian
48
2. identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
atas masa depan yang
realistis
realistis dan mampu
3. beri dorongan melakukan kegiatan dalam rangka meraih
melakukan kegiatan
masa depan yang realistis
Setelah… pertemuan
SP.2 ( Tgl…..)
keluarga mampu merawat 1. Latih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
pasien dan mampu resiko bunuh diri
2. Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
melakukan langsung cara
pasien resiko bunuh diri
merawat pasien
Setelah… pertemuan
SP.3 ( Tgl…..)
keluarga mampu membuat 1. Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
jadwal aktifitas dirumah dan termasuk minum obat
2. Jelaskan follow up pasien etelah pilang
mampu melakukan follow up
49
LAPORAN PENDAHULUAN
b. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau
perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
52
Menurut depkes (2000:59) faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1) Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status sosial ekonomi: personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun. Pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya: disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang : ada yang orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
shampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan
untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan
tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau
mengambil potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
53
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan
mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mampunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,
membuka kontainer, memanipulasi makanan dari wadah lalu
memasukkannya kemulut, melengkapi makan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau
gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil.
Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya diakibatkan karena
stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa
mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya sendiri baik dalam
hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB/BAK. Bila
tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien
bisa mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial.
4. Rentang respon
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan
seimbang kadang tidak perawatan saat stress
54
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Makanisme pertahan ini adalah paling
sederhana dan primitif.
c. Isolasi diri, menarik diri
Sikap mengelompokan orang / keadaan hanya sebagai semuanya
baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai
positif dan negatif didalam diri sendiri.
d. Intelektualisasi
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
6. Kemungkinan data fokus
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stresor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat ini
pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah klien
dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Klien dibawa kerumah sakit pada umunya karena defisit dalam
merawat diri, dari perawatan-perawatan diri yang biasa dilakukan
dan sekarang jarang dilakukan dengan diawali masalah seperti
senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain,
terlihat murung
c. Faktor Predisposisi
1) Pada umunya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk
merrawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, dan saksi penganiyaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
55
d. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)
Hasil pengukuran tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernapasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Pada umunya klien bisa menerima anggota tubuh yang
dimiliki.
b) Identitas diri
Pada umumnya klien mengetahui status dan posisi klien
sebelum dirawat.
c) Peran
Biasanya klien tidak mampu melaksanakan perannya
sebagaimana mestinya, baik peran dalam keluarga ataupun
dalam kehidupan masyarakat.
d) Ideal diri
Pada umunya klien memiliki harapan untuk segera
sembuh dari penyakitnya, dan kembali hidup normal seperti
sebelum klien sakit.
e) Harga diri
Biasanya klien mengalami harga diri rendah
berhubungan dengan kegagalan yang terjadi dimasa lampau
dan klien merasa tidak dihargai oleh orang lain.
f. Hubungan Sosial
Biasanya klien tidak suka bersosial dengan orang lain, karena
pada pasien yang mengalami defisit perawatn diri suka menyendiri.
g. Kehidupan Spiritual
Individu dengan defisit perawatan diri cenderung bermalas-
malasan sehingga individu tidak menyadari keberadaan dan
kehilangan kontrol hidupnya. Akibatnya individu terputus dengan
sesama atau dengan tuhan sebagai sumber kehidupan, harapan dan
kepercayaan. Dampaknya adalah spritual terganggu.
h. Status mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, dan baju tidak pernah diganti.
56
2) Pembicaraan
Pembicaraan yang ditemukan pada klien yaitu pembicaraan
yang berbelit-belit.
3) Aktivitas Motorik (Psikomotorik)
Klien mengalami tegang, gelisah dan agitasi.
j. Aspek medic
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi,
terapi keluarga, terapi musik dan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
57
7. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Isolasi Sosial
58
BAB/BAK.
C. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
59
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria Perencanaan
Defisit perawatan diri Pasien mampu Setelah.....x pertemuan, SP 1
1. Melakukan 1. Identifikasi kebersihan diri, makan dan
pasien dapat menjelaskan
kebersihan diri secara BAB/BAK
pentingnya “
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
mandiri 1. Kebersihan diri
3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
2. Melakukan berhias/ 2. Berdandan/berhias
4. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
3. Makan
berdandan secara baik
4. BAB/BAK
3. Melakukan makan
5. Dan mampu
dengan baik
melakukan cara
4. Melakukan
merawat diri
BAB/BAK secara
mandiri
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Jelaskan pentingnya berdandan
3. Latih cara berdandan
a. Untuk pasien laki-laki meliputi cara:
- berpakaian
- menyisir rambut
- bercukur
b. Untuk pasien perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien
60
SP 3
1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang benar
a. Jelaskan cara mempersiapkan makan
b. Jelaskan cara merapikan peralatan makan
setelah makan
c. Praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
3. Latih kegiatan makan
4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan pasien yang lalu( SP
1,2&3)
2. Latih cara BAB & BAK yang baik
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang
sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri
setelah BAB/BAK
61
meningkat. 4. Bermain peran cara merawat
5. Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal untuk
merawat pasien
SP 2
1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung ke pasien,
kebersihan diri dan berdandan
3. RTL keluarga/jadwal untyk merawat pasien
SP 3
1. Evaluasi kemampuan SP 2
2. Latih keluarga merawat langsung ke pasien
cara makan
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. RTL keluarga
a. Follow UP
b. Rujukan
62
LAPORAN PENDAHULUAN
65
Rentan respon harga diri rendah
Sumber : keliat (1999)
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal,ketergantungan dengan orang lain,
ideal diri yang tidak realistis.
5. Factor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
Situasional Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang
terjadi secara situasional bias disebabkan oleh trauma yang muncul
secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan.menjadi
korban perkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk
penjara. Selain itu dirawat di Rumah Sakit juga menyebabkan rendahnya
harga diri seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan
struktur, bentuk, dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan
yang kurang menghargai klien dan keluarga.
Kronik, Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat, klien sudah memiliki pikiran negatife
sebelum dirawat dan menjadi meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas bila telah
memengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap telah memengaruhi koping individu tersebut sehingga
menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif), bila
kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih lanjut dapat
menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk
bergaul dengan orang lain (isolasi social), klien yang mengalami kondisi
66
isolasi social dapat membuat klien asyik dengan dunia dan pikirannya
sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
6. Para Ahli mengenai Harga Diri Rendah Kronis
Peplau dan Sulivan dalam keliat 1999) mengatakan bahwa
pengalaman interpersonal di masa atau tahap perkembangan dari bayi
sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan seperti good me, bad me,
not me, merasa sering dipersalahkan, atau mereasa tertekan, kelak
menimbulkan perasaan aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat
menimbulkan perasaan di tolak oleh lingkungan dan apabila koping yang
digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga diri rendah.
Caplan danya perubahan social seperti dikucilkan, ditolak, serta
tidak dihargai akan mdalam Keliat (1999) mengatakan bahwa lingkungan
social, pengalaman individu, dan aemengaruhi penyimpangan individu,
keadaan seperti ini dapat menyebabkan stress dan menimbulkan perilaku
seperti harga diri rendah.
7. Kemungkinan data fokus
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
faktor presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki
klien. Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan
tanggal di rawat ini pengkajian meliputi :
67
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan dengan orang lain, ideal diri yang tidak
realistis.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tanda tanda vital (suhu, nadi, TD,
pernafasan, TB, BB) dan kelainan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1) Citra tubuh
Biasanya klien menyebutkan bagian tubuh yang
disukainya atau bagian tubuh yang tidak disukainya
2) Identitas diri
Biasanya pasien halusinani mampu menyebut
identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama,
alamat, status perkawinan hanya saja saat di Tanya
pasien menunduk dan malu.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputusan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan untuk sembuh
5) Harga diri
Perasaan malu berhadapan langsung dengan orang
lain,merasa tidak pantas jika beraada diantara orang
lain,kurang interaksi sosial.
c) Hubungan sosial
Harga diri rendah karena klien malu untuk berinteraksi
dengan orang lain
d) Spiritual
Tidak peduli terhadap perintah Tuhan.
e) Status mental
1) Penampilan
68
Pada klien dengan harga diri rendah :
berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah :
pembicaraannya lambat dengan suara lemah dan tidak
berani menatap lawan bicara
3) Aktivitas motorik
Pembicaraan klien dengan harga diri rendah : lebih
banyak menunduk, tidak bergairah dalam beraktifitas.
4) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan harga diri rendah:
biasanya tampak malu bertemu dengan orang lain ada
dimanifestasikan dengan sering menunduk.
5) Afek
Afek klien dengan harga diri rendah : biasanya
tidak sesuai dalam berfikir dan bicara klien lambat
6) Interaksi selama wawancara
klien dengan harga diri rendah : biasanya
menunjukkan kurang kontak mata karena klien
menunduk dan kadang-kadang menolak untuk bicara
dengan orang lain karena merasa malu
7) Persepsi
Persepsi klien dengan harga diri rendah : dengan
gangguan konsep diri pada kasus harga diri rendah pada
umumnya mengalami gangguan persepsi terutama
halusinasi
8) Pola fikir
Proses pikir pada klien dengan harga diri rendah :
pada kasus harga diri rendah akan kehilangan asosiasi,
tiba-tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi
dalam proses pikir.
9) Isi pikir
69
Isi pikir klien dengan harga diri rendah : pada
umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham
terutama waham curiga.
10) Tingkat kesadaaran
Tingkat kesadaran klien dengan harga diri rendah :
biasanya tidak mengalami gangguan kesadaran.
11) Memori
Memori klien dengan harga diri rendah : tidak
mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat masalalu nya
70
8. Pohon Masalah
Resiko Tinggi (Risti) Perilaku Kekerasan
↑
Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi
↑
Isolasi Sosial
↑
Core Problem Harga Diri Rendah
↑
Causa Koping Individu Tidak Efektif
71
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
C. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis.
72
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah….x pertemuan klien mampu : SP I
1. Mengidentifikasi 1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1.Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
a. Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Memiliki kemampuan yang dapat positif seperti kegiatan pasien dirumah adanya keluarga dan lingkungan
aspek positif yang
digunakan terdekat pasien
dimiliki
3. memilih kegiatan sesuai dengan b. Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien
2. Menilai
kemampuan yang penilaian negative.
kemampuan yang
4. Melakukan kegiatan yang sudah di 2.Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
dapat digunakan a. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat ini
pilih
3. Menetapkan / b. Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan
5. Merencanakan kegiatan yang sudah
memilih kegiatan diri yang diungkapkan pasien
dilatih
c. Perlihatkan respon yang konduktif menjadi pendengar yang aktif
yang sesuai dengan
3.Pilih kemampuan yang akan dilatih
kemampuan 4.Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat dilakukan dan dipilih
4. Melatih kegiatan
sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari hari
yang sudah 5.Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien lakukan secara
dipilih,sesuai mandiri
a. Aktifitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga
kemampuan
b. Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan
5. Merencanakan
terdekat pasien
kegiatan yang
c. Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan pasien
sudah dilatihnya d. Susun bersama pasien aktifitas atau kegiatan sehari hari pasien
6.Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
a. Diskusikan dengan pasien untuk menerapkan kegiatan (yang sudah dipilih
73
pasien) yang akan dilatihkan
b. Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan
dilakukan pasien
c. Beri dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang diperlihatkan
pasien
7.Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
a. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan
b. Beri pujian atas aktifitas / kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengantoleransi dan perubahan sikap
d. Susun daftar aktifitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga
SP II
1.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.Melatih kemampuan kedua
3.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu : Setelah …x pertemuan keluarga SP I
Merawat pasien 1.Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
mampu : menjelaskan penyebab,
2.Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami
dirumah
tanda dan gejala akibat serta mampu
pasien beerta proses terjadinya
memperagakan cara merawat 3.Menjelaskan cara cara merawat pasien harga diri rendah
4.RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah …x pertemuan keluarga SP II
mampu 1.Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
1. Menyebutkan kegiatan yang sudah 2.Latih keluarga merawat pasien (langsung pada pasien)
3.RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
dilakukan
2. Memperagakan cara merawat
pasien serta mampu membuat RTL
74
Setelah …x pertemuan keluargaSP III
1.Evaluasi kemampuan keluarga
mampu
2.Evaluasi kemampuan pasien
1. Membantu menyusun jadwal
3.RTL keluarga:
kegiatan pasien a. Follow up
2. Membantu perkembangan pasien b.Rujukan
75
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.
Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As :
Jakarta
Jakarta.
iv