Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. B DENGAN


HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

Keperawatan Gerontik

OLEH:

ENDAH CAHYANINGSIH

NIRM:

18020

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR LANSIA
1. DEFINISI
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang menyebabkan penyakit degenerative misal,
hipertensi, arterioklerosis, diabetes mellitus dan kanker (Nurrahmani,
2012).
WHO dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun
adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
komulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar yang berakhir dengan
kematian (Nugroho, 2008).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan (Kushariyadi, 2010).
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Reny Yuli,
2014).
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. BATASAN LANSIA
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut
usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun
c. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun
d. Lanjut sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan


umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal

1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai


usia 60 tahun ke atas”
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah diatas 90
tahun,
c. Menurut Prof. Dr.Ny.Sumiati Ahmad Mohammad

Masa bayi (0-1 tahun), masa prasekolah (1-6 tahun), masa sekolah (6-
10 tahun), masa pubertas (10-20 tahun), masa dewasa (20-40 tahun),
masa setengah umur (40-65 tahun), masa lanjut usia (65 tahun ke atas).
d. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikologi UI) terdapat empat fase yaitu:
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahunn, kedua (fase virilities) ialah
40-55tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
e. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age):

> 65 tahun atau 70 tahun, masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old
(75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun).

3. KLASIFIKASI LANSIA
Depkes RI (2003) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut;
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59
tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun lebih
c. Lansia yang beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih atau seseorang lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang
memiliki masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
melakukan kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa
mencari nafkah sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang
lain.
4. TIPE- TIPE LANJUT USIA

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,


pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
b. Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tidak acuh (Maryam, 2008).

5. TUGAS PERKEMBANGAN LANJUT USIA

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus,


tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi :

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan


Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya
penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini
tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.
b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh
karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat
perubahan karena hilangnya peran kerja.
c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan


kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi
bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri


selama penuaan. Mereka dapat memprlihatkan ketidakmampuannya
sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta
cucunya untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak
meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka
pada resiko yang besar.
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup Lansia

Dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik


dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk
seorang diri.

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa Lansia


sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-
anaknya yang telah dewasa.
g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup Lansia harus
belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk mempertahankan
kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial
sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu
orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang
introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan
bertemu orang baru selama pensiun.
(Azizah, 2011).

6. KEBUTUHAN DASAR LANSIA


Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu
kebutuhan makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan,
kesehatan dan kebutuhan sosial dalam mengadakan hubunagan dengan
orang lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya
dan hubungan dengan organisasi- organisasi sosial

B. HIPERTENSI
1. DEFINISI

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140


mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi


juga menderita penyakit lain seperti penyakit syaraf, ginjal, dan pembuluh
darah (Sylvia A. Price, 2015).

WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas


160/95 mmHg (Sarif La Ode, 2012).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah penyakit


degenertaif yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 150 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg.

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg


atau lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. Menurut WHO 1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa
adalah maksimum 140/90 mmHg. Apabila tekanan darah seseorang di
atas angka tersebut pada beberapa kali pengukuran di waktu yang
berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita hipertensi. Penderita
hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan serangan
jantung dan stroke (Suwarsa, 2006). Selain itu terdapat kondisi yang
dinamakan White Coat Hypertension. Bentuk hipertensi ini adalah
meningkatnya tekanan darah yang terjadi selama kunjungan ke dokter,
namun tidak di rumah. Hipertensi ini merupakan faktor pada kirakira 20%
pasien dengan hipertensi ringan (Guibert R & Franco ED, 1999).

2. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada lanjut usia dikarenakan terjadinya perubahan
perubahan pada; elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, sehingga kontraksi dan
volumenya pun ikut menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah
karena kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigen,
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Brunner & Suddarth,
2000).
Meskipun hipertensi primer belum diketahui pasti penyebabnya, namun
beberapa data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan hipertensi, yaitu:
1. Faktor Keturunan
Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan
darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi
lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah
tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada yang kembar tidak
identik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang
diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi. Faktor genetik
tampaknya bersifat mulifaktorial akibat defek pada beberapa gen yang
berperan pada pengaturan tekanan darah.
2. Ciri Perseorangan
Usia; penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang bertambah,
tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan
bahwa tekanan darah anda saat muda akan sama ketika anda
bertambah tua. Namun anda dapat mengendalikan agar jangan
melewati batas atas yang normal. Jenis kelamin; laki - laki lebih
mudah terkena hipertensi dari pada perempuan. Ras; ras kulit hitam
lebih banyak terkena hipertensi daripada ras kulit putih.
3. Kebiasaan Hidup
Konsumsi garam tinggi (lebih dari 30 gram); garam dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,
khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang
dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam. Makan berlebihan
(kegemukan); orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat
badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan
darah tinggi. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah Anda,
dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah.
Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya
tekanan darah akan meningkat.
a. Stres; stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu
tekanan darah tinggi.
b. Merokok; merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah
menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan risiko
diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan
merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah
tinggi, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan
memicu penyakitpenyakit yang berkaitan dengan jantung dan
darah.
c. Alkohol; konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan
tekanan darah tinggi.
d. Minum obat - obatan (aphidrine, prednison, epinefrin).

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah;

a. Lesi pada arteri renalis


b. Displasia fibrovaskular
c. Kerusakan ginjal/kelainan ginjal
d. Kelainan endokrin, kerusakan saraf, sleep-apnea, drug - induced
atau drug-related hypertension
e. Penyakit ginjal kronik
f. Aldosteronisme primer
g. Penyakit renovaskular
h. Terapi steroid jangka lama dan sindrom Cushing
i. Feokromositoma
j. Koarktasio aorta
k. Penyakit thyroid atau parathyroid

(Brunner & Suddarth, 2000).

Faktor yang mempengaruhi terjadinya Hipertensi

a. Genetic
Hasil penelitian Agnesia (2012), yang mengemukakan bahwa riwayat
keluarga yang menderita hipertensi terbukti merupakan faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Faktor genetik pada
keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut memiliki risiko
menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
natrium intraseluler dan rendahnya rasio antara kalium terhadap
natrium. Didukung pendapat Sutanto (2010), yang mengungkapkan
bahwa adanya faktor genetik atau keturunan pada keluarga tertentu
akan menyebabkan keluarga tersebut mempunyai resiko menderita
hipertensi. individu dengan orangtua menderita hipertensi mempunyai
resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada
individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
b. Obesitas
Menurut Agnesia (2012), yang mengemukakan bahwa obesitas
terbukti sebagai faktor risiko hipertensi yang didapatkan melalui uji
chi-square, menunjukkan bahwa orang dengan obesitas memiliki risiko
terserang hipertensi 9,051 kali lebih besar dibandingkan orang yang
tidak obesitas.
Menurut Sutanto (2010), obesitas merupakan ciri dari populasi
penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi daripada hipertensi yang
tidak mengalami obesitas. Daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
penderita hipertensi dengan berat badan normal.
c. Stress
Stress dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
d. Jenis kelamin
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rinawang (2011) yang
mengemukakan bahwa orang yang berjenis kelamin perempuan lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan lakilaki terutama pada
penderita hipertensi dewasa tua dan lansia. Sebelum memasuki masa
menopouse, perempuan mulai kehilangan hormon estrogen sedikit
demi sedikit dan sampai masanya hormon estrogen harus mengalami
perubahan sesuai dengan umur perempuan, yaitu dimulai sekitar umur
45-55 tahun.
Hal tersebut didukung oleh Mansjoer Arief (2000), yang
mengemukakan bahwa perempuan menopause memiliki pengaruh
sama pada terjadinya hipertensi. Perempuan menopause mengalami
perubahan hormonal yang menyebabkan kenaikan berat badan dan
tekanan darah menjadi lebih reaktif terhadap konsumsi natrium,
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Menurut Sutanto
(2010), kaum laki- laki lebih banyak mengalami kemungkinan
menderita hipertensi dibandingkan kaum perempuan. Namun, bila
ditinjau dari segi perbandingan antara perempuan dan laki- laki, secara
umum kaum perempuan masih lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan laki-laki. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Perempuan seringkali mengadopsi
perilaku tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak
seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi, dan
rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada kaum pria, hipertensi
lebih berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan dan pengangguran.

3. PATOFISIOLOGI
Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
(2000) menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme
yang mengatur atau mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasonator. Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna, medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui
dengan jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut.
Pada saat yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang.
Hal ini mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan renin inilah yang
merangsang pembentukan angiotensin I yang akan diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi
peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus
terjadinya hipertensi.
Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan fungsional
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan
darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri
besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan
tahanan perifer meningkat (Darmojo & Hadimartono, 1999).

4. MANIFESTASI KLINIS
Pada hipertensi tanda dan gejala dibedakan menjadi:
a. Tidak Bergejala: maksudnya tidak ada gejala spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa, jika kelainan arteri tidak
diukur, maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.
b. Gejala yang lazim: gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri
kepala, kelelahan. Namun hal ini menjadi gejala yang terlazim pula
pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut
Rokhlaeni (2001), manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, gelisah, mual dan
muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering
ditemukan: marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar
tidur, mata berkunang-kunang.

5. KOMPLIKASI

Menurut Priscilla Lemone, 2015

a. Gagal Jantung

Hipertensi menetap mempengaruhi sistem kardiovaskuler, saraf dan


ginjal. Laju aterosklerosis meningkat, menignkatkan resiko penyakit
jantung coroner dan stroke. Beban kerja ventrikel kiri meningkat,
menyebabkan hipertropi ventrikel yang kemudian meningkatkan
resiko penyakit jantung coroner, disritmia, dan gagal jantung.

b. Stroke
Percepatan aterosklerosis yang terkait dengan hipertensi
meningkatkan resiko infark cerebral (stroke). Peningkatan tekanan
pada pembuluh serebral dapat menyebabkan perkembangan
mikroneurisme dan peningkatan resiko hemoragi cerebral.

c. Ensefalopati hipertensi

Suatu sindrom yang di tandai dengan tekanan darah yang sangat


tinggi, perubahan tingkat kesadaran, peningkatan tekanan
intracranial, papilledema, dan kejang dapat berkembang.

d. Nefrosklerosis dan insufisiensi ginjal

Proteinuria dan hematuria mikroskopik berkembang, serta gagal


ginjal kronik.

6. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi antihipertensi adalah pengurangan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskular dan ginjal. Karena sebagian besar pasien dengan
hipertensi, terutama yang berumur sedikitnya 50 tahun, mendapatkan
tekanan darah diastolik yang normal bila tekanan sisitolik normal dapat
diwujudkan, maka tujuan utama terapi hipertensi adalah mempertahankan
tekanan sistolik dalam batas normal. Mempertahankan tekanan darah
sistolik dan diastolik kurang dari 140/90 mmHg berhubungan dengan
menurunnya komplikasi penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan
hipertensi yang disertai diabetes dan penyakit ginjal, target tekanan
darahnya adalah 130/80 mmHg. Penatalaksanaan medis menurut Sobel
(1999), yaitu:
a. Penatalaksanaan Non- Farmakologis
Penatalaksanaan Non Farmakologis: Adopsis gaya hidup sehat oleh
semua individu penting dalam pencegahan meningkatnya tekanan
darah dan bagian yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan
hipertensi. Terdapat banyak pilihan terapi non-farmakologis dalam
menangani hipertensi pada lansia, terutama bagi mereka dengan
peningkatan tekanan darah yang ringan. Bukti saat ini menunjukkan
bahwa perubahan gaya hidup cukup efektif dalam menangani
hipertensi ringan pada lansia.
Beberapa cara berikut membantu menurunkan tekanan darah pada
lansia:
Mengurangi berat badan yang berlebihan, mengurangi atau bahkan
menghentikan konsumsi alkohol, mengurangi intake garam pada
makanan, dan melakukan olah raga ringan secara teratur.
Cara lain yang secara independen mengurangi resiko penyakit arteri
terutama adalah berhenti merokok. Pada pasien dengan hipertensi
ringan sampai sedang (tekanan diastolik 90-105 mmHg dan atau
sistolik 160-180mmHg) terapi nonfarmakologi dapat dicoba selama 3
sampai 6 bulan sebelum mempertimbangkan pemberian terapi
farmakologis. Pada hipertensi berat, perubahan gaya hidup dan terapi
farmakologi harus dijalani secara bersama-sama. Pola makan makanan
tinggi kalium dan kalsium serta rendah natrium juga merupakan
metode terapi nonfarmakologis pada lansia penderita hipertensi ringan.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan Farmakologis: secara garis besar terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti
hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral
4) Tidak menimbulkan intoleransi
5) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien, dan
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Saat ini, pemberian terapi farmakologis menunjukkan penurunan


morbiditas dan mortalitas pada lansia penderita hipertensi.

Berdasarkan penelitian terbaru pada obat- obat antihipertensi yang


tersedia sekarang ini angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE
inhibitor), angiotensin-receptor blocker (ARBs), calcium channel
blocker, diuretik tipe Tiazid, beta-blocker, semua menurunkan
komplikasi penyakit hipertensi.
Diuretik tiazid merupakan terapi dasar antihipertensi pada sebagian
besar penelitian. Pada penelitian-penelitian tersebut, termasuk
Antihypertensive And Lipid Lowering Treatment To Prevent Heart
Attack Trial, diuretik lebih baik dalam mencegah komplikasi
kardiovaskular akibat penyakit hipertensi. Pengecualian datang dari
Australian National Blood Pressure Trial, yang melaporkan hasil yang
sedikit lebih baik pada pria kulit putih yang memulai terapi hipertensi
dengan ACE inhibitor dari pada mereka yang memulai dengan
diuretik. Diuretik menambah keampuhan obat-obat hipertensi, berguna
untuk mengontrol tekanan darah dan lebih terjangkau dari pada obat-
obat antihipertensi lain. Diuretik seharusnya dipakai sebagai
pengobatan awal terapi hipertensi untuk semua pasien, baik secara
sendiri maupun kombinasi dengan 1 dari golongan obat antihipertensi
lain (ACE inhibitor, ARBs, β- Blocker, CCB), karena memberikan
manfaat pada beberapa penelitian. Namun jika obat ini tidak
ditoleransi secara baik atau merupakan kontraindikasi, sedangkan obat
dari golongan lain tidak, maka pemberian obat dari golongan lain
tersebut harus dilakukan. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan
dua atau lebih obat-obat antihipertensi lain untuk mencapai target
tekanan darah yang diingini. Tambahan obat kedua dari golongan lain
seharusnya dimulai jika penggunaan obat tunggal pada dosis yang
adekuat gagal mencapai target tekanan darah yang diingini. Bila
tekanan darah di atas 20/10 mmHg dari target, pertimbangkan untuk
memulai terapi dengan dua obat, baik pada sebagai resep yang terpisah
maupun pada dosis kombinasi tetap. Pemberian obat antihipertensi
dengan dua obat dapat mencapai target tekanan darah yang diingini
dalam waktu yang singkat, namun mesti diperhatikan adanya hipotensi
ortostatik, seperti pada pasien diabetes mellitus, disfungsi otonom, dan
beberapa kelompok usia tua.

7. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI


Menurut Hidayat (2009) asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi meliputi:
1.) PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecematan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
a) Pengumpulan Data (Anamnesa)
1) Data Demografis
2) Identitas klien : meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
riwayat pekerjaan, tanggal masuk panti, diagnosa medis.
3) Keluhan Utama
4) Pada umumnya keluhan utama pada Lansia dengan Hipertensi
adalah sakit kepala, lemah, tengkuk terasa tegang, episode
berkeringat, kecemasan, palpitasi (feokromositoma), episode
lemah otot (aldosteronisme).
5) Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan :
6) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
7) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
8) Region : radiation, relief. Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
9) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
10) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
11) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari hipertensi, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa keluhan sakit
kepala, pusing, tengkuk terasa tegang, lemas, berkeringat dan
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan dapat menegakan
diagnose serta tindakan keperawatan.
12) Riwayat Penyakit Keluarga
Ada peran genetik pada penyakit Hipertensi, dimana keluarga
memiliki Hipertensi maka kemungkinan untuk mengalami
Hipertensi juga semakin besar genetik.
13) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehariharinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, Letih, Napas pendek, Gaya hidup
monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/ katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi : denyutan jelas, Frekuensi/ irama
:takikardia, berbagi disritmia, Bunyi jantung : murmur,
Distensi vena jugularis, Ekstremitas Perubahan warna kulit,
suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian kapiler mungkin
lambat.
3) Integritas ego
Gelaja : Faktor-faktor stress akut/kronis misal finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial,
keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri,
citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang
lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
4) Makanan / cairan
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau
mengonsumsi makanan atau cairan adekuat: mual, anoreksia,
dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membrane mukosa
kering.
5) Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang
lain.
6) Neurosensory
Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala, kebas,
kelemahan pada suatu sisi tubuh, gangguan penglihatan
(penglihatan kabur, diplopia).
Tanda : Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek,
proses pikir atau memori (ingatan), respon motorik :
penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri hilang timbul pada kepala terutama daerah
oksipital.
8) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : Episode paresthesia unilateral transien.
9) Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga / orang lain,
perubahan peran, isolasi.
2.) PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
b) CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c) EKG: dapat menunjukan pola regangan, di mana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
d) IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal,
perbaikan ginjal.
e) Poto dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung
f) (Sobel, et al, 1999).
3) DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan


dengan afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertropi
ventricular.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
serebral.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan fisik, pola
hidup monoton, keyakinan budaya.
e. Infektif koping individual berhubungan dengan mudah terserang
penyakit, krisis situasional, perubahan dalam hidup, relaksasi tidak
adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, nutrisi buruk, harapan
yang tidak terpenuhi, kerja berlebihan, metode koping tidak
efektif.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosis.
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
pada ekstremitas kanan bagian bawah.
4) INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan utama untuk pasien mencakup pemahaman tentang proses
penyakit dan terapinya, partisipasi dalam program keperawatan diri,
dan tidak mengalami komplikasi.

No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. Resiko tinggi Tujuan : Mandiri :
terhadap penurunan Afterload tidak meningkat, 1. Pantau tekanan darah, 1. Perbandingan tekanan darah
curah jantung tidak terjadi vasokontriksi ukur pada kedua memberikan gambaran yang
berhubungan dengan pembuluh darah, tidak tangan/ paha untuk lebih lengkap tentang
peningkatan terjadi iskemia miokard. evaluasi awal. Gunakan keterlibatan/bidang masalah
afterload, ukuran manset yang vaskuler.
vasokontriksi, Kriteria Hasil : tepat dan teknik yang 2. Denyutan karotis, radialis,
iskemia miokardia, a) Berpartisipasi dalam akurat. jugularis dan femuralis
hipertrofiventrikuler. aktivitas, yang 2. Catat keberadaan serta terpalpasi. Denyut pada
menurunkan tekanan kualitas denyutan tungkai mungkinn menurun,
darah / beban kerja sentral dan perifer. mencerminkan efek diri
jantung. 3. Auskultasi bunyi vasokontriksi (peningkatan
b) Mempertahankan jantung dan bunyi SVR) dan kongesti vena.
tekanan darah nafas 3. S4 umum terdengar pada
dalam rentang 4. Amati warna kulit, klien hipertensi berat karena
individu yang dapat kelembapan, suhu, dan hipertrofi atrium
di terima. masa pengisian kapiler. (peningkatan
c) Mempertahankan 5. Catat edema umum volume/tekanan atrium).
irama dan frekuensi atau tertentu. Perkembangan S3
jantung stabil dalam 6. Berikan lingkungan menunjukan hipertrofi
rentang normal. tenang, nyaman, ventrikel dan kerusakan
kurang fungsi. Adanya krekles dan
aktivitas/keributan mengindikasikan kongesti
lingkungan, batasi paru sekunder terhadap
pengunjung. terjadinya gagal jantung
7. Batasi aktivitas, seperti kronik.
istirahat ditempat 4. Pucat, dingin, kulit lembap,
tidur/ kursi, istirahat dan masa pengisian kapiler
tanpa gangguan, bantu lambat berkaitan dengan
melakukan aktivitas vasokontriksi/dekompensasi/
perawatan diri. penurunan curah jantung.
8. Lakukan tindakan yang 5. Mengindikasikan gagal
nyaman, seperti pijatan jantung, kerusakan
punggung, leher, ginjal/vaskuler.

meninggikan kepala 6. Membantu menurunkan

tempat tidur. rangsang simpatis,

9. Anjurkan teknik meningkatkan relaksasi.

relaksasi, panduan 7. Menurunkan stress dan


imajinasi, aktivitas ketegangan yang
pengalihan. mempengaruhi tekanan
10.Pantau respon terhadap darah dan perjalanan
obat untuk mengontrol penyakit hipertensi.
tekanan darah. 8. Mengurangi
ketidaknyamanan dan
menurunkan rangsangan
simpatis.
9. Menurunkan rangsangan
yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang
sehingga menurunkan
tekanan darah.
10. Respon terhadap terapi obat
(diuretic inhibitor simpatis,
vasodilator) tergantung pada
klien dan efek sinergis obat.
Karena efek samping
tersebut, maka penting
mnggunakan obat dalam
jumlah paling sedikit dan
dosis paling rendah.
2. Intoleransi aktivitas Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan Klien mampu melakukan 1. Bantu klien 1. Pengkajian akurat terhadap
imobilisasi, aktivitas secara mandiri. mengidentifikasi faktor faktor yang meningkatkan/
kelemahan umum, yang meningkatkan menurunkan toleransi
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : atau menurunkan aktivitas memberikan dasar
antara suplai dan a) Berpartisipasi dalam toleransi aktivitas. untuk membuat rencana
kebutuhan O2. aktivitas yang 2. Kembangkan aktivitas perawatan.
ditandai dengan: diinginkan. klien dalam program 2. Program latihan fisik
a. Mengungkapka b) Melaporkan latihan. mempunyai efek
n dengan verbal peningkatan dalam 3. Ajarkan klien menguntungkan kepada kerja
tentang toleransi menggunakan daftar jantung.
keletihan atau peningkatan dalam latihan harian mencatat 3. Membuat daftar latihan
kelemahan. toleransi aktivitas aktivitas latihan dan harian dapat meningkatkan
b. Frekuensi nadi yang dapat dikur. responnya (nadi, kemampuan.
dan TD c) Menunjukan bernafas dangkal, 4. Menyebutkan parameter
abnormal penurunan dalam cemas). mambantu dalam mengkaji
sebagai respon tanda toleransi 4. Kaji respon fisiologi respon fisiologi terhadap
terhadap fisiologi. terhadap aktivitas, stress aktivitas, dan bila ada
aktivitas. d) Menggunakan observasi, frekuensi merupakan indikator dan
c. Rasa tidak dukungan sosial nadi >20 x/menit diatas kelebihan kerja yang
nyaman saat untuk frekuensi istirahat, berkaitan dengan tingkat
aktivitas atau
dipsneu. mempertahankan peningkatan tekanan aktivitas.

d. Perubahan pola hidup yang darah selama/ sesudah 5. Rasa takut/ cemas dapat
EKG diinginkan. aktivitas (sistolik meningkatkan toleransi
mencerminkan meningkat 40 mmHg/ aktivitas.
e) Mengintegrasika
iskemia dan
aritmia. n latihan yang diastolik meningkat 20 6. Respon emosional terhadap
diharuskan ke dalam mmHg), dipsneu, intoleransi aktivitas dapat
ADL. keletihan, kelemahan ditangani dengan
berlebihan, diaphoresis, menggunakan strategi koping
pusing/ pingsan. kognitif.
5. Ajarkan tentang rasa 7. Teknik menghemat energi
takut/ cemas. mengurangi penggunaan
6. Ajarkan strategi koping energi, membantu
kognitif (perbandingan, keseimbangan antara suplai
relaksasi, pengendalian dan kebutuhan O2.
bernafas). 8. Dukungan sosial
7. Ajarkan teknik meningkatkan pelaksaan
penghematan energy aktivitas.
(menggunakan kursi 9. Mencapai dan
saat mandi, duduk saat mempertahankan pola hidup
menyisir, menyikat produktif sesuai kemampuan
gigi, dan melakukan jantung dalam berespon
aktivitas dengan terhadap peningkatan
perlahan. aktivitas dan stress.
8. Ajarkan keluarga untuk 10. Kemajuan aktivitas
membantu klien untuk bertahap mencegah
melakukan aktivitas. peningkatan kerja jantung
9. Kolaborasi dengan tiba-tiba.
keluarga/ klien untuk 11. Membantu sebatas
menetapkan rencana kebutuhan mendorong
ADL yang konsisten kemandirian dalam
dengan pola hidup. beraktifitas.
10. Berikan dukungan 12. Dukungan sosial
melakukan aktivitas/ meningkatkan
perawatan diri penyembuhan dan
bertahap. mempertahankan pola
11. Berikan bantuan sesuai hidup yang diharapkan.
kebutuhan.
12. Berikan semangat klien
untuk mencari bantuan
dalam
mempertahankan
aktivitas

3. Nyeri akut Tujuan : Mandiri 1. Keadaan umum


berhubungan dengan Tekanan vaskuler tidak 1. Kaji keadaan umum menunjukan keadaan klien
peningkatan tekanan meningkat. klien dan TTV. secara utuh dengan
vascular serebral. Kriteria Hasil : 2. Kaji tingkat nyeri klien. mengetahui TTV terutama
ditandai dengan a. Melaporkan nyeri / 3. Kaji lokasi intensitas tekanan darah untuk
dan skala nyeri.
a. berfokus pada ketidaknyamanan menentukan tindakan
diri. 4. Bantu klien dalam
hilang atau control. ambulasi sesuai dengan selanjutnya.
b. melaporkan b. Mengungkapkan kebutuhan. 2. Untuk mengetahui tingkat
nyeri berdenyut metode yang 5. Berikan tindakan non nyeri klien dengan
yang terletak farmakologi (Teknik
memberikan menggunakan pengkajian
relaksasi nafas dalam).
pada region pengurangan. PQRST.
6. Berikan penjelasan cara
suboksipital, c. Mengikuti regimen untuk meminimalkan 3. Untuk mengetahui nyeri
terjadi saat farmakologi yang di vasokontriksi yang dirasakan klien
bangun, dan mengurangi mengejan
resepkan. sehingga bisa ditentukan
saat BAB, batuk
hilang secara panjang, dan bungkuk. intervensi yang tepat.
spontan setelah 4. Untuk mengetahui insiden
beberapa waktu kecelakaan atau terjatuh
berdiri. karena pusing.
c. Perilaku 5. Mengurangi atau
berhatihati menghilangkan sakit
segan untuk kepala.
menggerakan 6. Aktifitas yang
kepala, meningkatkan vasokontriksi
menggaruk menyebabkan sakit kepala.
kepala,
menghindar
sinar terang dan
keributan,
mengerutkan
kening,
menggenggam
tangan.
d. Melaporkan
kekakuan leher,
pusing,
penglihatan
kabur, mual,
dan muntah.
4. Perubahan nutrisi Tujuan : Mandiri 1. Untuk mengetahui adanya
kurang dari Perubahan nutrisi dapat 1. Kaji adanya alergi alergi atau tidak.
kebutuhan tubuh terpenuhi. makanan. 2. Untuk mengetahui adanya
berhubungan dengan Kriteria Hasil : 2. Monitor adanya penurunan BB atau tidak.
penurunan BB.
intake tidak adekuat, a. Adanya peningkatan 3. Untuk melihat keadaan
3. Monitor adanya tanda-
nyeri abdomen, BB sesuai dengan tanda kekurangan umum tanda-tanda
mual dan muntah, tujuan. nutrisi. kekurangan nutrisi klien.
anoreksia, b. BBI dalambatas 4. Monitor intake nutrisi 4. Untuk mengetahui
klien.
ketidakmampuan normal sesuai tinggi perkembangan nafsu makan
5. Beri informasi pada
menelan makanan. badan. klien.
klien pentingnya
ditandai dengan: c. Menunjukan diet nutrisi. 5. Agar klien mengetahui
a. Nafsu makan yang baik dan 6. Beri klien makanan pentingnya nutrisi untuk
berkurang. seimbang. dalam keadaan hangat. tubuh.
b. BB kurang dari d. Mampu 7. Anjurkan pada klien 6. Makanan hangat dapat
makan dengan porsi
1020% ideal mengidentifikasi mengurangi rasa mual saat
sedikit tapi sering.
untuk tinggi dan kebutuhan nutrisi. makan.
8. Anjurkan pada klien
bentuk tubuh. e. Tidak ada tanda-tanda untuk memenuhi 7. Makan terlalu banyak karena
Terdapat malnutrisi. kebutuhan nutrisi akan merangsang rasa mual.
dengan menghabiskan
tandatanda makan porsinya. 8. Supaya asupan nutrisi klien
malnutrisi: terpenuhi.
konjungtiva an
anemis, kurus,
lemas, mukosa
bibir kering, dan
penurunan berat
badan secara
cepat
5. Infektif koping Tujuan : Mandiri 1. Manifestasi mekanisme
individual Infektif koping individual 1. Kaji keefektifan koping maladaptive
berhubungan dengan dapat teratasi. strategi koping dengan merupakan indikator arah
mudah terserang Kriteria Hasil : mengobservasi yang ditekankan dan
penyakit, krisis perilaku, misal; diketahui telah menjadi
a. Mengembangkan
situasional, kemampuan penentu utama tekanan
respon yang adekuat.
perubahan dalam menyatakan perasaan darah diastolik.
b. Mengidentifikasi
hdup, relaksasi tidak dan perhatian, 2. Untuk menigkatkan
perilaku koping efektif
adekuat, sistem keinginan kemampuan dalam proses
dan konsekuensinya.
pendukung tidak berpartisipasi dalam koping. Membantu dalam
c. Menyatakan kesadaran
adekuat, nutrisi rencana pengobatan. meningkatkan rasa percaya
kemampuan koping/
buruk, harapan yang 2. Bantu klien untuk diri dan motivasi.
kekuatan pribadi.
tidak terpenuhi, memenuhi kebutuhan 3. Membantu memudahkan
d. Mengidentifikasi
kerja berlebihan, yang ingin di penuhi pemenuhan kebutuhan
potensial situasi stress
metode koping tidak atau tujuan yang ingin dasar klien berhubungan
dan mengambil
efektif. di capai. pemecahan masalah yang
langkah untuk
ditandai dengan : 3. Berikan dukungan atas di hadapinya sesuai
menghindari/
a. Perubahan dalam pengungkapkan kemampuan.
mengubahnya.
keikutsertaan perasaan keinginan dan 4. Mekanisme adaptif perlu
e. Mendemonstrasikan
sosial.. rangsangan. untuk mengubah pola
penggunaan
b. Menyatakan 4. Identifikasi kebutuhan hidup individu dan
keterampilan/ metode
ketidakmampuan dasar yang diperlukan mengintegrasikan terapi
koping efektif.
mengatasi atau dalam berespon yang di haruskan dalam
meminta bantuan. terhadap penanganan kehidupan sehari-hari.
c. Ketidakmampuan stress dan kesehatan, 5. Keterlibatan memberikan
memenuhi keterampilan koping, perasaan kontrol diri yang
harapan peran/ serta dukungan sosial. berkelanjutan,
kebutuhan dasar. 5. Bantu klien memperbaiki keterampilan
d. Perilaku merusak mengidentifikasi koping dan meningkatkan
terhadap diri, stressor spesifik dan kerja sama dalam terapi.
makan strategi mengatasinya. 6. Fokus perhatian pada
berlebihan, 6. Libatkan klien dalam realitas situasi terhadap
anoreksia, perencanaan perawatan pandangan klien tentang
merokok/ minum dan beri dukungan apa yang diinginkan.
berlebihan. partisipasi dalam 7. Perubahan yang harus di
e. Kelemahan/ rencana pengobatan. prioritaskan secara
insomnia kronik. 7. Bantu klien realistik untuk
mengidentifikasi dan menghindari rasa tidak
merencanakan menentu dan tidak
perubahan hidup, bantu berdaya.
menyesuaikan tujuan
diri atau keluarga.

6. Kurang pengetahuan Tujuan : Mandiri 1. Kesalahan konsep dan


(kebutuhan belajar) Kurang pengetahuan 1. Kaji kesiapan dan menyangkal diagnosis
mengenai kondisi, mengenai kondisi rencana hambatan dalam mempengaruhi minat untuk
rencana pengobatan pengobatan dapat teratasi. belajar, termasuk mempelajari penyakit
berhubungan dengan Kriteria Hasil : keluarga. prognosis.
kurang pengetahuan, 2. Tetapkan tekan darah 2. Memberikan dasar
a. Menyatakan
keterbatasan kognitif normal. Jelaskan pemahaman tentang
pemahaman tentang
menyangkal tentang hipertensi dan peningkatan tekanan darah.
proses penyakit dan
diagnosis. 3. Faktor resiko menunjukan
ditandai dengan : regimen pengobatan. efeknya terhadap hubungan dalam menunjang

a. menyatakan b. Mengidentifikasikan jantung, pembuluh hipertensi/ penyakit

masalah. efek samping obat dan darah, ginjal dan otak. kardiovaskuler dan ginjal.
kemungkinan 3. Bantu klien dalam 4. Faktor resiko meningkatkan
b. Meminta
komplikasi. mengidentifikasi faktor proses penyakit. Dengan
informasi.
c. Mempertahankan resiko kardiovaskuler mengubah perilaku,
c. Menyatakan
tekanan darah. yang dapat diubah, dukungan, petunjuk, dan
miskonsepsi.
misal; obesitas, diet empati, dapat meningkatkan
d. Mengikuti
tinggi lemak jenuh dan keberhasilan klien.
intruksi
kolestrol, pola hidup 5. Nikotin meningkatkan
inadekuat,
monoton, merokok, pelepasan katekolamin,
kinerja prosedur
minum alkoho, serta mengakibatkan peningkatan
inakurat,
pola hidup penuh frekuensi jantung, tekanan
perilaku tidak
stress. darah, dan vasokontriksi,
tepat.
4. Atasi maslaah bersama mengrangi oksigenasi
ditandai dengan :
klien dengan jaringan, serta
a. menyatakan
mengidentifikasi cara meningkatkan beban kerja
masalah.
gaya hidup tepat dapat miokardium.
b. Meminta
dibuat untuk
informasi.
mengurangi faktor
c. Menyatakan
resiko kardiovaskuler.
miskonsepsi.
5. Bahaya pentingnya
d. Mengikuti
menghentikan dan
intruksi
bantu klien untuk
inadekuat,
berhenti merokok.
kinerja prosedur
inakurat,
perilaku tidak
tepat.
7. Hambatan mobilitas Tujuan : Mandiri : 1.) Mengeidentifikasi kekuatan
fisik berhubungan Hambatan mobilitas fisik 1. Kaji kemampuan otot, kelmahan motoric.
dengan kelemahan dapat teratasi klien dalam 2.) Mengetahui kerusakan yang
fisik pada Kriteria Hasil : mobilisasi, menghambat mobilisasi.
ekstremitas kanan a. Mempertahankan kemampuan motorik. 3.) Latihan ROM
bagian bawah di keutuhan tubuh secara 2. Kaji luasnya meningkatkan massa otot,
tandai dengan: optimal seperti tidak kerusakan secara kekuatan otot, perbaikan

a. Tidak mampu adanya kontraktur teratur. fungsi jantung dan

menggerakan b. Mempertahankan 3. Ajarkan klien untuk pernapasan.

tangan dan kaki kekuatan fungsi tubuh melakukan ROM 4.) Mencegah kontraktur fleksi
b. Tidak mampu secara optimal minimal 4x perhari bahu, edema, dan fleksi

memenuhi c. Mendemonstrasikan bila mungkin. pada pergelangan.

kebutuhan ADL teknik perilaku 4. Anjurkan pasien 5.) Daerah yang tertekan

c. Adanya melakukan aktivitas bagaimana merubah mudah sekali terjadi trauma.

hemiplegia/ d. Mempertahankan posisi. Bila klien 6.) Membantu mencegah

hemiparese integritas kulit ditempat tidur, kerusakan kulit.

d. Tonus otot e. Kebutuhan ADL lakukan tindakan 7.) Membantu memperlancar


kurang terpenuhi untuk meluruskan sirkulasi darah.

e. Kekuatan otot postur tubuh.


kurang a. Gunakan papan
kaki.

b. Ubah posisi
setiap 2 jam.

5. Observasi daerah
yang tertekan,
termasuk warna,
edema atau tanda lain
gangguan sirkulasi.
6. Inspeksi kulit
terutama pada daerah
tertekan, beri bantalan
lunak.
7. Lakukan massage
pada daerah tertekan.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA,
NIC, dan NOC Jilid 1. Jakarta : Trans Info Media.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Usia Lanjut 2014 : Jakarta vii-ix.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta : EGC.
Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular, Panduan
Klinis. Bandung: Alfa Beta.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Andrian Patica N Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.

Syamsudin. 2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika.

Nugroho, T. (2012). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai