Anda di halaman 1dari 89

1

PENGARUH TERAPI KOMPRES SEREI HANGAT


TERHADAP PENURUNAN NYERI RHEUMATOID DI PANTI
SOSIAL
TRESNA WERDHA TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh:
AZIZCO VELANI
NPM.152426003 SP

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2019
2

PENGARUH TERAPI KOMPRES SEREI HANGAT


TERHADAP PENURUNAN NYERI RHEUMATOID DI PANTI
SOSIAL
TRESNA WERDHA TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana


Keperawatan (S-I) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dehasen Bengkulu

Oleh:

AZIZCO VELANI
NPM.152426003 SP

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2019

i
3
4
5
6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Anggut Pino pada tanggal 22 November

1996. Anak ke- 2 dari 2 (dua) bersaudara dari seorang Ayah yang

bernama Yusman dan Ibu yang bernama Lili Suryani penulis

tinggal di Bumi Ayu Kota Bengkulu.

Bangku pendidikan yang telah penulis tempah sampai saat ini adalah

Tingkat Sekolah Dasar(SD) Negeri 50 Kota Bengkulu yang beralamat di jalan

Meranti 04, dimana penulis menamatkannya pada tahun 2009, Kemudian

melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang selesaikan

pada tahun 2012, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah

Menengah Umum (SMU) Palawa Kota Bengkulu yang diselesaikan pada tahun

2015.

Penulis melanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi yaitu Pada Universitas

Dehasen Bengkulu mengambil Program Studi Ilmu Keperawatan (strata-1)

Fakultas Ilmu Kesehatan dan Alhamdulillah dapat saya selesaikan pada tahun.
7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Proposal yang berjudul “Pengaruh Terapi Kompres Serei Hangat terhadap

Penurunan Nyeri Rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019”.

Dalam penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik

materi maupun moril dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. agr. Ir. Johan Setianto selaku Rektor Universitas Dehasen

Bengkulu.

2. Ibu Dr. Ida Samidah, SKp, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Dehasen Bengkulu.

3. Ibu Ns. Berlian Kando Sianipar, S.Kep, M.Kes, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.

4. Ibu Dra. Hj. Ice Rakizah Syafrie, M.Kes, selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu..

5. Ibu Ns. Murwati, S. Kep, M. Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan (S-1) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu

dan selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan

arahan dalam menyelesaikan Proposal penelitian ini.

6. Ibu Ns.Danur Azissah. RS, S.Kep, M. Kes selaku Pembimbing Pendamping

yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan

Proposal penelitian ini.


8

7. Seluruh staf dosen pengajar yang telah banyak memberikan ilmu kesehatan

khususnya keperawatan selama perkuliahan.

8. Kedua orang tuaku serta saudaraku yang tercinta senantiasa memberikan doa

untuk menyelesaikan Proposal ini.

9. Teman-teman sealmamater di Program Studi Ilmu Keperawatan (SI) Fakultas

Ilmi Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.

10. Dan lain-lain yang tidak dapat disebut satu persatu.

Demikianlah Proposal penelitian ini dibuat semoga dapat memberikan

manfaat dan mendapatkan masukan dan kritikan yang membangun. Terima kasih.

Bengkulu, Juli 2019

(Penulis)
9

ABSTRAK

PENGARUH TERAPI KOMPRES SEREI HANGAT TERHADAP


PENURUNAN NYERI RHEUMATOID DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA TAHUN 2019

OLEH:
Azizco Velani1
Murwati2
Danur Azissah2

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018 menyebutkan bahwa


prevalensi penyakit sendi adalah 7,39% atau 713.783 orang diperkirakan menderita
rheumatoid pada usia 40 tahun atau lebih. Di Provinsi Bengkulu prevalensi penyakit
sendi berdasarkan asumsi dan gejala yaitu 26.212, sedangkan penyakit terbanyak di
PSTW yaitu rheumatoid sebanyak 41 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan nyeri
rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.
Metode yang digunakan adalah Quasi Eksperimen, pre- post with one group
desaign, data dikumpulkan melalui observasi pengukuran tingkat nyeri pada 15
orang sampel dengan teknik purposive sampling.
Hasil analisis Uji Univariat diperoleh bahwa sebelum diberikan terapi kompres
serei hangat nyeri yang dialami responden sebanyak 15 (100%) mengalami nyeri
sedang, sedangkan setelah diberikan terapi kompres serei hangat nyeri yang dialami
responden sebanyak 13 (86,7%) mengalami nyeri ringan dan 2 (13,3%) nyeri
sedang. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa ada perbedaan nyeri rheumatoid
antara sebelum dan setelah dilakukan kompres serei hangat di Panti Soisal Tresna
Werdha tahun 2019 dengan nilai p=0,001≤0,05.
Diharapkan dapat lebih meningkatkan promosi kesehatan, mengajak lansia
dalam pemanfaatan tanaman obat di PSTW yang dapat membantu menangani nyeri
rheumatoid.

Kata Kunci: Nyeri rheumatoid, Kompres Serei Hangat


Keterangan:
1. Calon Sarjana Kesehatan
2. Pembimbing
10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL CCOVER ......................................................................... i


HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xii

DAFTAR

TABEL ................................................................................................................. xii

DAFTAR

GAMBAR............................................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


11

A. Konsep Lansia ...................................................................................... 8

1. Pengertian Lansia .......................................................................... 8

2. Batasan Umur Lanjut Usia ............................................................ 9

3. Karakteristik Lansia ....................................................................... 9

4. Perubahan yang terjadi pada lansia ............................................... 10

5. Tipe Lansia .................................................................................... 11

B. Konsep Rheumatoid.............................................................................. 12

1. Definisi ......................................................................................... 12

2. Etiologi ......................................................................................... 13

3. Jenis

Rheumatoid .................................................................................... 1

4. Patofisiologi ................................................................................... 15

5. Manifestasi Klinis .......................................................................... 16

6. Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 17

7. Penatalaksanaan ............................................................................. 18

C. Terapi Kompres Serei Hangat .............................................................. 21

1. Pengertian Kompres Serei Hangat................................................. 21

2. Manfaat Kompres Serei Hangat .................................................... 22

3. Tujuan Kompres Serei Hangat ...................................................... 22

4. Kandungan Serei ........................................................................... 22

5. Respon Tubuh Terhadap Panas ..................................................... 23

6. Cara Kerja/Efek Terauptik Pemberian Kompres Serei Hangat ..... 23


12

7. Teknik Kompres Seei Hangat ........................................................ 23

D. Konsep Dasar Nyeri.............................................................................. 25

1. Pengertian ..................................................................................... 25

2. Klasifikasi Nyeri ............................................................................ 25

3. Intensitas Nyeri .............................................................................. 26

4. Cara Penilaian Nyeri...................................................................... 27

E. Pengaruh Kompres Serei Hangat Terhadap Nyeri Rhematoid ............. 27

F. Kerangka Teori ..................................................................................... 29

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep ................................................................................. 30

B. Hipotesis ............................................................................................... 30

C. Definisi Operasional.............................................................................. 31

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .................................................................................. 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 32

C. Populasi dan Sampel............................................................................. 33

1. Populasi ............................................................................................ 33

2. Sampel .............................................................................................. 33

D. Instrumen Data ..................................................................................... 34

E. Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisis Data ................. 34

F. Etika Penelitian ..................................................................................... 37

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


13

A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 39

B. Pembahasan .......................................................................................... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kesimpulan ........................................................................................... 48

B. Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA
14

LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Bagan Halaman

Bagan 2.1 Skala Intensitas Nyeri Bourbanis 26

Bagan 2.2 Kerangka Teori 29

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 30

Bagan 4.1 Kerangka Penelitian 32

`
15

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional 31

Tabel 5.1 Nyeri Rheumatoid Sebelum Terapi Kompres Serei Hangat 41


Di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

Tabel 5.2 Nyeri Rheumatoid Sebelum Terapi Kompres Serei Hangat 41


Di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019
Tabel 5.3 Uji Normalitas Data (Shapiro-Wilk) 42

Tabel 5.4 Perbedaan Penurunan Nyeri Rheumatoid Sebelum Dan 43


Setelah Dilakukan Terapi Kompres Serei Hangat Di Panti
Sosial Tresna Werdha Tahun 2019
16

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Bourbanis 26


17

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 SOP

Lampiran 4 Master Tabel

Lampiran 5 Hasil Analisis Data

Lampiran 6 Surat Izin Pra Penelitian dari Institusi Pendidikan

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Institusi Pendidikan

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari DPMPTSP Kota Bengkulu

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari PSTW Kota Bengkulu


18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan atau keadaan

masyarakat Indonesia di masa depan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat

2025”. Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan

kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya

keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari

kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi

lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,

perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya

kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara

nilai-nilai budaya bangsa (RPJPN, 2016:12).

Rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan

terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang mengenai jaringan persendian,

seringkali juga melibatkan organ tubuh lainya yang disertai nyeri dan kaku pada

sistem otot. Penyakit rheumatoid terjadi di daerah persendian yang paling

sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku,

pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat

bilateral/simetris (Nurarif dan Kusuma, 2016:100).

Penyakit rheumatoid merupakan penyakit yang dapat membuat anggota

tubuh berfungsi tidak normal mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit

1
19

berjalan, bahkan kecacatan (Putri, 2016). Gejala klinik penyakit sendi/

rheumatoid berupa gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan,

merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan atau

kecelakaan dan berlangsung kronis. Pembengkakan dan merah disebabkan

oleh inflamasi dan infeksi virus, bakteri dan jamur (Nainggolan, 2011:588).

Penanganan penyakit rheumatoid dapat dilakukan dengan cara

farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologis dapat digunakan

sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan farmakologis (obat

anti rheumatoid) (Dalimartha, 2008 dalam Hyiulita, 2016).

Cara non farmakologi dengan kompres serei hangat berperan dalam

melancarkan sirkulasi darah sehingga pembuluh darah melebar, memberikan

efek menghilangkan rasa sakit. Kompres serei hangat yang dapat dijadikan

salah satu strategi untuk menurunkan nyeri yang efektif yang memberikan rasa

hangat pada daerah tertentu yang terkena rheumatoid dengan menggunakan

serei hangat (Zakiyah, 2014:49). Kompres serei hangat lebih efektif

dibandingkan dengan teknik non farmakologi lain karena hanya kompres serei

hangat yang memiliki kandungan senyawa aktif analgetik yang dapat

menurunkan nyeri dan juga memiliki kandungan enzim siklo-oksigenase yang

dapat mengurangi peradangan pada penderita rheumatoid, selain itu juga serei

memiliki efek farmokologis yaitu rasa pedas yang bersifat hangat (Smeltzer,

2010 dalam Hyiulita, 2016).

Terapi non farmakologis bagian dari keperawatan komplementer atau

pengobatan alamiah. Keperawatan komplementer diantaranya adalah terapi


20

herbal non farmakologis, relaksasi progresif, distraksi, massage, meditasi,

terapi tertawa, akupuntur, aromaterapi, refleksologi yang bertujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk

mengontrol tanda dan gejala nyeri rheumatoid, sehingga meningkatkan

kualitas hidup pasien rheumatoid secara keseluruhan terhadap pasien

rheumatoid secara keseluruhan (Jurnal Widyatuti, 2010: 5).

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit rheumatoid yang umum,

mempengaruhi sekitar 1,3 juta orang di Amerika Serikat, menurut data sensus

saat ini. Penyakit ini tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan

pada pria. Dapat menimpa siapapun juga. Penyakit ini dapat dimulai pada usia

berapa pun, tetapi paling sering dimulai setelah usia 40 dan sebelum 60. Dalam

beberapa keluarga, beberapa anggota dapat dipengaruhi, menunjukkan dasar

genetik untuk gangguan ini (Manajemen Modern & Kesmas, 2014).

Berdasarkan data dari Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan

bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid. Dimana 5-10%

adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun

(Wiyono, 2010). Lebih dari 355 juta orang di dunia ternyata menderita penyakit

rheumatoid. Itu berarti, setiap enam orang di dunia ini satu di antaranya adalah

penyandang Rheumatoid yang mana jumlah penduduk dunia tahun 2016

sebanyak kurang lebih 7 miliar jiwa. Diperkirakan angka ini terus meningkat

hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami
21

kelumpuhan. Masalah rheumatoid merupakan masalah kronis yang paling

lazim terjadi pada lansia yaitu sekitar 49 % (WHO, 2017 dalam Refika 2017).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun

2018 prevalensi penyakit sendi adalah 7,39% atau 713.783 orang diperkirakan

menderita rheumatoid pada usia 40 tahun atau lebih. Di Provinsi Bengkulu

prevalensi penyakit sendi berdasarkan asumsi dan gejala yaitu 26.212

(Riskesdas, 2018: 178).

Berdasarkan data dari Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kota Bengkulu

penyakit terbanyak di PSTW yaitu rheumatoid sebanyak 41 orang, Katarak

sebanyak 36 orang, Dimensia sebanyak 35 orang, Hipertensi sebanyak 32

orang, Asam Urat sebanyak 28 orang, Asma sebanyak 20 orang, Bronkhitis

sebanyak 20 orang, DM sebanyak 18 orang, Gastritis sebanyak 17 orang,

Inkontinesia Urine sebanyak 5 orang dan Ambeien sebanyak 4 orang. Hal ini

menunjukan bahwa penyakit rheumatoid merupakan penyakit terbanyak di

Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu (PSTW, 2018).

Sesuai dengan penelitian Sri Hyulita (2015) bahwa intensitas nyeri

sebelum diberikan kompres serei hangat yaitu 85% responden mengalami nyeri

sedang dan setelah diberika kompres serei hangat mengalami penurunan nyeri

yaitu nyeri ringan 65% responden. Penelitian dari The Science and Technology

menyebutkan bahwa serai memiliki kandungan senyawa analgetik yang

membantu menghilangkan rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri

sendi akibat rheumatoid atau anti rheumatoid (Hyiulita, 2016). Menurut buku

Herbal Indonesia bahwa khasiat tanaman serei mengandung minyak atsiri yang
22

memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologi yaitu rasa pedas dan bersifat

hangat sebagai anti radang (anti inflamasi) dan menghilangkan rasa sakit atau

nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan sirkulasi darah (Hembing,

2007dalam Yuni Kusmiati, 2009). Dimana pemberian kompres serei hangat

dilakukan selama 60 menit dengan 3 kali pemberian artinya 1 kali pemberian

selama 20 menit, perlakuan ini diberikan selama 3 hari berturut-turut untuk

mengetahui penurunan intensitas nyeri rheumatoid (Jurnal Yuni Kusmiati,

2009).

Survey awal yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Kota

Bengkulu pada tanggal 03 Desember 2018 terdapat 60 responden diperoleh 5

penyakit terbanyak di PSTW yaitu rematik sebanyak 41 orang (13 orang nyeri

ringan, 26 orang nyeri sedang dan 2 orang nyeri berat), Katarak sebanyak 36

orang, Dimensia sebanyak 35 orang, Hipertensi sebanyak 32 orang, Asam Urat

sebanyak 28 orang. Hal ini menunjukan bahwa penyakit rematik merupakan

penyakit terbanyak di PSTW. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 7

responden bahwa responden belum mengetahui adanya manfaat terapi dari

serei hangat. Responden mengatakan bahwa untuk mengurangi nyeri

rheumatoid biasanya responden mengkonsumsi obat rheumatoid.

Penyakit rheumatoid tiga kali lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pada pria. Penyakit ini dapat dimulai pada usia berapa pun, tetapi

paling sering. Dalam beberapa keluarga, beberapa anggota dapat dipengaruhi,

menunjukkan dasar genetik untuk gangguan ini (Manajemen Modern &

Kesmas, 2014:12).
23

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dari itu penulis tertarik

mengambil studi kasus dengan judul “Pengaruh Terapi Kompres Serei Hangat

terhadap Penurunan Nyeri Rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun

2019”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh

terapi kompres serei hangat terhadap penurunan nyeri rheumatoid di Panti

Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan

nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui nyeri rheumatoid sebelum terapi kompres serei hangat di

Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

b. Diketahui nyeri rheumatoid setelah terapi kompres serei hangat di Panti

Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

c. Diketahui perbedaan penurunan nyeri rheumatoid sebelum dan setelah

dilakukan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha

Tahun 2019.
24

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan

pencegahan dan pengobatan nonfarmakologi pada penyakit rheumatoid, dan

memberikan informasi serta pemahaman pada ilmu pengetahuan yang

membahas tentang penyakit rheumatoid.

2. Manfaat Praktis

a. Panti Sosial Tresna werdha Kota Bengkulu

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan pada masyarakat dengan

cara memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi tenaga

kesehatan dengan pemberian kompres hangat serei terutama untuk

pengurangan nyeri rheumatoid dapat diatasi dengan kompres hangat

serei.

b. Akademik

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah keluasan ilmu bagi

perawat dalam melakukan penanganan pengurangan nyeri rheumatoid

menggunakan tekni non farmakologi menggunakan kompres serei

hangat.

c. Peneliti lain

Diharapakan penelitian ini dapat memperoleh pengalaman dalam

mengaplikasikan hasil riset keperawatan, khususnya studi kasus tentang

penurunan intensitas nyeri pasien rheumatoid dengan kompres hangat

serei.
25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia, sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.

13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2012:31).

Usia adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Smith

menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu young old (65-74 tahun),

middle old (75-84 tahun), dan old-old (lebih dari 85 tahun) (Tamher &

Noorkashiani, 2011:5).

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya

antara 60-65 tahun. Di Indonesia batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun

ke atas, terdapat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Kusharyiadi, 2011:6).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa Lansia adalah tahap

masa tua yang ditandai dengan kemunduran dengan usia 60 tahun keatas.

8
26

2. Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Kushariyadi (2011:6), batasan-

batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat

2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

(enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-

55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase

senium) ialah 65 hingga tutup usia.

c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric

age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri

dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-

80 tahun), dan very old ( > 80 tahun).

3. Karakteristik Lansia

Menurut Keliat dalam Maryam (2011:33), lansia memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13

tentang kesehatan)

b. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.


27

4. Perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Maryam, 2012: 55):

a. Perubahan kondisi fisik

Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari

tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem

pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan

tubuh, muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan

integumen. Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia

diantaranya lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri

pada dada, berdebar-debar, sesak nafas, pada saat melakukan

aktifitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang atau

punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing berat badan

menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sulit

menahan kencing.

b. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan

psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan

perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan,

dan situasi lingkungan. Dari segi mental dan emosional sering muncul

perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya

kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu

penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini bisa

meyebabkan lansia mengalami depresi.


28

c. Perubahan psikososial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap

perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu

yang bersangkuatan.

d. Perubahan kognitif

Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran

pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang

memerlukan memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak

mengalami kemunduran, dan kemampuan verbal akan menetap bila tidak

ada penyakit yang menyertai.

e. Perubahan spiritual

Agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

f. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya

(Maryam, 2012:33 ) :

1) Tipe arif Bijaksana, kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri, mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan

memenuhi undangan.
29

3) Tipe tidak puas, konflik lahir batin menentang proses penuaan,

sehingga pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,

kritik dan suka menuntut.

4) Tipe pasrah, menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja

5) Tipe bingung, kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan

diri, minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

B. Konsep Rheumatoid

1. Definisi

Rheumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat

sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat

sendi secara simetris (Amin & Hardhi, 2016:100).

Rheumatoid adalah penyakit yang tidak menimbulkan kematian

padahal jika tidak segera ditangani rheumatoid bisa membuat anggota tubuh

berfungsi tidak normal mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit berjalan,

bahkan kecacatan seumur hidup (Putri, 2016:12).

Rheumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering

ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60

tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1

Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki

dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan (Muttaqin,

2009: 234).
30

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rheumatoid

merupakan kondisi penyakit yang berhubungan dengan sendi yang

mengalami inflamasi yang menyebabkan disfungsi sendi.

2. Etiologi

Pada saat ini, rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan

infeksi. Autoimun ini bereaksi pada kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin

disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group difteroid yang

menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita.

Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang

dikemukakan mengenai penyebab Rheumatoid menurut (Amin & Hardhi,

2015:100), yaitu :

a. Infeksi streptokokus hemotilikus dan streptokokus non- hemolitikus

b. Endokrin

c. Automium

d. Metabolic

e. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan

3. Jenis Rheumatoid

Menurut WHO terdapat sekitar 150 jenis penyakit Rheumatoid.

Rheumatoid dapat dikelompokan dalam 4 golongan yang sering terjadi

menurut (Somuya, 2011:28) yaitu :

a. Osteoartritis.
31

Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis

ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak

pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.

b. Artritis Rematoid.

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik

dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh

organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah

penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya.

Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat

lelah.

c. Olimialgia Reumatik.

Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan

kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu

dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar

50 tahun ke atas.

d. Artritis Gout (Pirai).

Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai

gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat

pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan,

sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause

4. Patofisiologi
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan

matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara


32

matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga

dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan

dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit rheumatoid artritis dibagi

menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :

a. Fase 1

Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme

kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti

metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago.

Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi

proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan

kartilago.

b. Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai

adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan

sinovia.

c. Fase 3

Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons

inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1

(IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase

menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada

kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi

pada kartilago. Molekul-molekul pro- inflamasi lainnya seperti nitric

oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi


33

perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap

pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi

dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular

menjadi kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

5. Manifestasi Klinis

Gelaja awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli atritis

rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,

pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta

sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang

hanya terjadi pada satu sendi disebut rheumatoid mono-artikular (Amin &

Hardi, 2016:101).

1. Stadium awal

Nyeri terasa setelah lama duduk dan istirahat, nyeri juga biasa timbul

malam hari, pembengkakan, kekakuan pada pagi hari (biasanya lebih dari

satu jam), panas dan kemerahan, sedangkan tanda-tanda tambahan adalah

malaise, penurunan BB, rasa capek/sering merasa lelah, sedikit demam

dan anemia, skala nyeri ringan.

2. Stadium lanjut

Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya

timbul ketidakstabilan sendi akibat rupture tendo/ligament yang

menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas beruoa deviasi ulnar jari-

jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.

Kaku sendi saat bangun tidur dipagi hari yang hilang dengan sendirinya
34

setelah sekitar 1 jam kemudian. Pembengkakan jaringan lunak disekitar

persendian pada 3 sendi atau lebih. Gangguan sendi sementara. Tes faktor

risiko rheumatoid.

6. Pemeriksaan penunjang

a. Laju endap darah : umumnya meningkat pesat dan biasanya kembali

normal (80-100 mm/h) sewaktu gejala menurun.

b. Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi

c. Sel darah putih : meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi

d. Haemoglobin : umunya menunjukkan anemia sedang (Hb 7-8 gr%)

e. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun

sebagai penyebab AR

f. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan

lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan

(perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil

jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara

bersamaan

g. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium

h. Artroskopi langsung, aspirasi cairan sinovial

i. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.
35

7. Penatalaksanaan

Menurut (Zakiyah, 2014:45) penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi

dua kelompok yaitu:

a. Managemen Farmakologi

Managemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang

digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-

obatan. Obat merupakan bentuk pengendalian nyeri yang paling sering

diberikan oleh perawat dengan kolaborasi dengan dokter. Terdapat tiga

kelompok obat nyeri menurut Mander (2004 : 193) yaitu:

1). Analgetik inhalasi

Analgesik telah diinhalasi sepanjang manusia telah mampu membuat

dan menhisap asap dari zat alami, seperti bunga opium. Dinitrogen

oksida menghasilkan analgesia atau anastesia dengan membatasi

transmisi neuronal dan sinaptik dalam sistem saraf pusat.

2). Analgesia opioid

NSAID (Anti radang non steroid) salisat, senyawa dari gologan

preparat emas dan preparat hiroksi clorame dan morfin juga salah satu

jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat. Berbeda

dengan OAINS yang bekerja diperifer, Morfin menimbulkan efek

analgetiknya di sentral.

b. Managemen Non-Farmakologi

Terapi non- farmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni dengan

tanpa menggunakan obat-obatan seperti dengan kompres serei hangat,


36

tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang setidaknya dapat

sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang

dapat dilakukan ialah:

1) Kompres Serei hangat

Dalam buku Herbal Indonesia disebutkan bahwa khasiat tanaman

serei mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat kimiawi dan efek

farmakologi yaitu rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang

(anti inflamasi) dan menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang

bersifat analgetik serta melancarkan sirkulasi darah, yang di

indikasikan untuk menghilangkan nyeri otot dan nyeri sendi pada

penderita rheumatoid, badan pegal linu dan sakit kepala (Hembing,

2007).

Penelitian dari The Science and Technology yang dikutip dalam

livestrong.com telah menentukan bahwa serai memiliki manfaat

antioksidan yang dapat membantu mencegah kanker, dalam serei

terdapat kandungan zat anti-mikroba dan anti bakteri yang berguna

sebagai obat infeksi serta mengandung senyawa analgetik yang

membantu menghilangkan rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan

nyeri sendi akibat rheumatoid atau anti rheumatoid (jurnal Hyiulita,

2016).

2) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual, misalnya
37

membaca atau menonton televisi, Distraksi auditory, misalnya

mendengarkan musik, Distraksi taktil, misalnya menarik nafas dan

massase, Distraksi kognitif, misalnya bermain puzzle.

3) Hypno-birthing

Hypno-birthing merupakan sugesti positif yang dilakukan

kepada pasien dengan cara mengusap bagian yang sakit, yang

awalnya membayangkan rasa sakit yang diubah menjadi keinginan

untuk segera sembuh (Mochlessh, 2011:12).

4) Stimulas Kutaneus

Terapi stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan

untuk menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat, kompres panas

atau dingin dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan

langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.

5) Massase

Masasse adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau

perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan

relaksasi, dan memperbaiki sirkulasi. Masase adalah terapi nyeri yang

paling primitive dan menggunakan refleks lembut manusia untuk

menahan, menggosok, atau meremas bagian tubuh yang nyeri.


38

6) Relaksasi pernapasan

Relaksasi pernapasan yang merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajakan pada klien

bagaimana cara melakukan pernapasan, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas

secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik

relaksasi pernapasan juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah.

C. Terapi Kompres serei Hangat

1. Pengertian kompres serei hangat

Kompres serei hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk

melancarkan sirkulasi darah sehingga pembuluh darah melebar yang

memberikan efek menghilangkan rasa sakit dengan menggunakan air

rebusan serei. Kompres serei hangat yang dapat dijadikan salah satu

strategi untuk menurunkan nyeri yang efektif yang memberikan rasa

hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang

menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Zakiyah,

2014:45).

Kompres serei hangat merupakan tindakan menggunakan air hangat

dengan campuran serai yang dilakukan untuk mengurangi efek nyeri

pada bagian tubuh yang nyeri.


39

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kompres

serei hangat merupakan suatu tindakan untuk melancarkan sirkulasi

darah menggunakan air rebusan serei hangat.

2. Manfaat Kompres Serei Hangat

Efek yang ditimbulkan oleh kompres hangat dapat menyebabkan

serangkaian respon dalam otot dan sendi yang cedera. Pada kasus nyeri

sendi, pemberian terapi hangat dapat meningkatkan elastisitas jaringan

sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

3. Tujuan Kompres Serei Hangat

Menurut Zakiyah (2014:46) tujuan kompres serei hangat ialah:

a. Memperlancar aliran pada darah

b. Mengurangi rasa sakit atau nyeri

c. Memberikan rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien

4. Kandungan Serei

Serei memiliki kandungan senyawa aktif analgetik yang dapat

menurunkan nyeri dan tanaman serei juga memiliki kandungan enzim

siklo-oksigenase yang dapat mengurangi peradangan pada penderita

rheumatoid, selain itu juga serei memiliki efek farmokologis yaitu rasa

pedas yang bersifat hangat. Dimana efek panas ini dapat meredakan rasa

nyeri, kaku dan spasme otot, karena terjadi vasodilatasi pembuluh darah

(Smeltzer, 2010 dalam Hyiulita, 2016).


40

5. Respon tubuh terhadap panas

Panas yang mengenai tubuh dapat menimbulkan respon sistematik

dan lokal, respon sistematik terjadi melalui mekanisme penghilang panas

(berkeringat dan fasedilatasi). Tubuh dapat mentoleransi suhu dalam

rentang yang luas, suhu normal permukaan kulit adalah 34 oC tetapi

reseptor suhu biasanya dapat cepat beradaptasi dengan suhu lokal antara

15 oC sampai 45 oC. Nyeri akan timbul bila suhu lokal berada/dirasakan

diluar rentang ini.

6. Cara Kerja/Efek Teraupetik Pemberian Kompres serei hangat

Kompres serei hangat adalah tindakan yang dilakukan untuk

melancarkan sirkulasi darah sehingga pembuluh darah melebar yang

memberikan efek menghilangkan rasa sakit dengan menggunakan air

rebusan serei. Kompres serei hangat yang dapat dijadikan salah satu

strategi untuk menurunkan nyeri yang efektif yang memberikan rasa

hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang

menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Zakiyah,

2014: 47).

7. Teknik Kompres Serei Hangat

Prosedur Kerja persiapan alat dan bahan) adalah sebagai berikut :

1. Alat

1) Baskom kecil

2) Handuk kecil

3) Pisau
41

4) Panci

2. Bahan

a. Serei 6 Batang dengan panjang 4 cm

b. Air sebanyak 6 gelas atau 1.500 ml

c. Thermometer suhu air

d. Suhu air 45-50oC

3. Cara kerja Untuk pelaksaan kompres serei hangat dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut

a. Informed consent

b. Siapkan serei 6 batang

c. Cuci serei dengan air sampai bersih dan potong serai dengan

panjang 4 cm

d. Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 45-50,5 oC sebanyak

1.500 ml

e. Masukan handuk kecil ke dalam air hangat tersebut kemudian

tunggu beberapa saat sebelum handuk di peras

f. Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa

nyeri klien.

g. Pengompresan dilakukan selama 60 menit dengan 3 kali pemberian

(20 menit dalam 1 kali pemberian)

h. Setelah selasai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.

Sebaik kompres hangat serei dilakukan dua kali dalam sehari pagi

dan sore agar mendapatkan hasil yang optimal perlakuan ini


42

diberikan selama 3 hari berturut-turut untuk mengetahui penurunan

intensitas nyeri rheumatoid (Yuni Kusmiati, 2009).

D. Konsep Dasar Nyeri

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan, unsur

utama yang harus ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak

menyenangkan. Tanpa unsur itu tidak dapat dikategorikan sebagai nyeri,

walaupun sebaliknya, semua yang tidak menyenangkan tidak dapat disebut

sebagai nyeri (Zakiyah, 2014:45).

Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.

Keluhan sensori yang dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng,

cangkeul, dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Muttaqin,

2009:234).

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan

suatu keadaan perasaan tidak menyenangkan menyenangkan akibat dari

kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.

2. Klasifikasi nyeri

Berdasarkan lama keluhan atau waktu kejadian nyeri dibagi menjadi:

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah respon fisiologis normal yang diramalkan terhadap

rangsangan kimiawi, panas atau mekanik menyusul suatu pembedahan,

taruma dan penyakit akut. Ciri khas nyeri diakibatkan kerusakan jaringan
43

yang nyata dan akan hilang seirama dengan proses penyembuhan, terjadi

dalam waktu singkat dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan (Zakiyah,

2014:48).

b. Nyeri kronis

Nyeri kronis adalah nyeri menetap melampaui waktu penyembuhan

normal yakni 6 bulan. Karakteristik nyeri kronis tidak dapat diprediksi

meskipun penyebabnya mudah ditentukan, namun pada beberapa kasus

penyebabnya kadang sulit ditentukan (Zakiyah, 2014:49).

3. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa aktif nyeri dirasakan

oleh individu dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh 2 orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon

fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Zakiyah, 2014:50).

Skala Intensitas Bourbanis 0-10

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Bourbanis

Sumber: (Zakiyah, 2014:50)


44

4. Cara Penilaian Nyeri

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang: Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul (Zakiyah, 2014:50)

E. Pengaruh Kompres Serei Hangat Trehadap Nyeri Rheumatoid

Penyakit rheumatoid merupakan penyakit yang dapat membuat anggota

tubuh berfungsi tidak normal mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit

berjalan, bahkan kecacatan (Putri, 2016). Gejala klinik penyakit sendi/

rheumatoid berupa gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan,

merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan atau

kecelakaan dan berlangsung kronis. Pembengkakan dan merah disebabkan

oleh inflamasi dan infeksi virus, bakteri dan jamur (Nainggolan, 2011:588).
45

Menurut buku Herbal Indonesia bahwa khasiat tanaman serei

mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologi

yaitu rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang (anti inflamasi) dan

menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan

sirkulasi darah (Hembing, 2007)

Penelitian Sri Hyulita (2015) bahwa intensitas nyeri sebelum diberikan

kompres serei hangat yaitu 85% responden mengalami nyeri sedang dan

setelah diberika kompres serei hangat mengalami penurunan nyeri yaitu nyeri

ringan 65% responden. Penelitian dari The Science and Technology

menyebutkan bahwa serai memiliki kandungan senyawa analgetik yang

membantu menghilangkan rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri

sendi akibat rheumatoid atau anti rheumatoid.

Penelitian yang dilakukan Refika (2017) menyebutkan bahwa kompres

serei hangat sangat berpengaruh terhadap penurunan nyeri Rheumatoid,

dimana nyeri yang dirasakan sebelum dan setelah dilakukan kompres serei

hangat mengalami penurunan dengan rata-rata 3,176 dengan nilai p=0,002.


46

F. Kerangka Teori
G.
Penyebab: Dampak
Rheumatoid
a. Infeksi streptokokus hemotilikus dan a. Nyeri
Rheumatoid
streptokokus non- hemolitikus b. Kekakuan
b. Endokrin c. Merah
c. Automium d. Pembengkakan
d. Metabolic
e. Faktor genetik serta faktor pemicu
lingkungan

Farmakologi Penatalaksanaan
a. Analgetik inhalasi
b. Analgesia opioid
Non Farmakologi
1) Kompres Serei hangat
2) Distraksi
3) Hypno-birthing
4) Stimulas Kutaneus
5) Massase
6) Relaksasi pernapasan

Kompres Serei hangat

Diteliti Penurunan Nyeri Rheumatoid

Tidak Diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Zakiyah (2014); Dalimartha (2008); Amin & Hardhi (2015:100)
47

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan

dilakukan (Riyanto, 2017:27). Kerangka konsep ini dapat dijabarkan sebagai

berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kompres Serei Penurunan Nyeri


Hangat Rheumatoid

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

H. Hipotesis

Ho1 : Tidak ada pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan

nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.

Ha1 : Ada pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan nyeri

rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.

30
48

I. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1 Dependen Penurunan nyer kronik Observasi Skala 0: Ada Penurunan Ratio
Penurunan yang paling sering Bourbanis Nyeri (Jika skala
Nyeri ditemukan pada sendi nyeri <4)
Rheumatid akibat inflamasi atau 1: Tidak ada
peradangan. Penurunan Nyeri
(Jika skala nyeri
≥4)
3. Independen Tindakan yang Observasi - - -
Kompres dilakukan untuk
Serei melancarkan sirkulasi
Hangat darah sehingga
pembuluh darah
melebar yang
memberikan efek
menghilangkan rasa
sakit dengan
menggunakan air
rebusan serei dengan
suhu 45o-50oC
49

BAB IV

METODE PENELITIAN

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen dengan

rancangan one group pre-test dan post-test yaitu penelitian yang tidak

mempunyai kelompok pembanding (kontrol), tetapi dilakukan observasi

pertama (pre test) sebelum melakukan intervensi kompres serei hangat

selanjutnya dilakukan observasi kedua (post test) (Notoadmojo, 2012). Model

rancangannya sebagai berikut:

O1 X O2

Bagan 4.1
Kerangka Penelitian

Keterangan
O1=Observasi pertama (sebelum kompres serei hangat)
X = Perlakuan (kompres serei hangat/intervensi)
O2 = Observasi kedua (sesudah dilakukan kompres serei hangat)

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha. Waktu penelitian

dimulai pada bulan 18 Mei sampai dengan 28 Mei tahun 2019.

32
50

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam

sumber penelitian (Notoatmodjo, 2012:34). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh penderita rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha yang berjumlah

41 orang pada tahun 2018.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Notoatmodjo, 2012).

Sampel minimal pada sampel eksperimen sebanyak 15 responden

(Sulistyaningsih, 2012:70). Dalam penelitian ini sampel minimal diambil

sebanyak 15 responden dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan

peneliti adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan

berdasarkan tujuan dan kriteria tertentu (Sulistyaningsih, 2011:65). Dengan

kriteria inklusi sampel:

1. Kriteria Inksklusi

a. Penderita rheumatoid yang berada di PSTW

b. Pasien yang bersedia menjadi responden

c. Pasien yang mengalami skala nyeri sedang

d. Dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden


51

b. Pasien rematik tidak bisa bahasa Indonesia

c. Pasien dengan gangguan ingatan

J. Instrumen Data

Instrumen penelitian ialah lembar observasi yang berupa lembar kuesioner

skala nyeri bourbanis rentang 0-10 dengan diketahui jika 0 (Tidak nyeri), 1-3

(Nyeri ringan), 4-6 (Nyeri sedang) dan 7-10 (Nyeri berat), intervensi dilakukan

selama 3 hari berturut turut dengan pengukuran nyeri Pre pada hari pertama (1)

dan nyeri post pada hari ketiga (3).

K. Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pasien yang

menderita rheumatoid di PSTW dengan menggunakan kuesioner pedoman

skala nyeri 0-10.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang berupa dokumen-dokumen,

laporan-laporan yang berasal dari PSTW

2. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan selanjutnya di olah dengan beberapa tahap yaitu

Sulistyaningsih (2011:121):
52

a. Pengeditan Data (Editing).

Langkah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali kelengkapan

data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan

pengelompokan dan penyusunan data.

b. Pengkodean Data (Coding)

Coding adalah pengalokasian jawaban – jawaban yang ada menurut

macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.

c. Memberikan Skore (Scoring )

Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore pada

masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.

d. Memproses Data (processing)

Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan computer untuk

dianalisis.

e. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan

pengolahan data sehingga dapat diperbaiki.

3. Teknik Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan

dalam analisis ditampilkan dalam distribusi frekuensi, analisis univariat

untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen

dan independen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


𝐹
𝑃 = 𝑛 × 100
53

Keterangan :
P = persentase yang dicari

F = frekuensi untuk setiap kategori

n = jumlah

Setelah hasil didapat, hasil penelitian disajikan dalam bentuk

persentase dengan kriteria sebagai berikut :

0% : Tidak satupun dari responden

1 % – 25 % : Sebagian kecil dari responden

26 % - 45 % : Hampir sebagian responden

46 % - 55 % : Sebagian responden

56 % - 66 % : Lebih sebagian responden

67 % - 90 % : Sebagian besar dari responden

91 % - 99 % : Hampir seluruh responden

100 % : Seluruh Responden

b. Uji Normalitas

Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada tiga cara untuk

mengetahuinya yaitu:

1) Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya

menyerupai bel shape, berarti distribusi normal.

2) Menggunakan nilai skwekness dan standar erornya, bila skwekness

dibagi standar erornya menghasilkan angka lebih dari atau sama dengan

2, maka distribusi normal.

3) Uji Shapiro wilk digunakan jika sampel ≤50 dan uji Kolmogrov

Smirnov digunakan jika sampel >50, bila hasil signifikan (p value >
54

0,05) maka distribusi normal. Uji shapiro wilk adalah metode uji

normalitas yang efektif dan valid digunakan untuk sampel berjumlah

kecil.

c. Analisis Bivariat

Digunakan untuk melihat adanya hubungan antara variabel

independent dan variabel dependent. Dalam penelitian ini digunakan uji

analisa data dengan menggunakan Uji T dependen seringkali disebut Uji T

Paried/Related atau pasangan, jika data tidak berdistribusi normal

menggunakan uji alternatif wilcoxon. Uji T dependen sering digunakan

pada analisis data penelitian eksperimen. Perbedaan ini diuji T

berpasangan menghasilkan nilai p yang dapat dilihat pada kolom”sig (2-

tailed)”. Dengan nilai p ini kita dapat menggunakan untuk keputusan uji

statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan α (alpha). Ketentuan

yang berlaku adalah :

1) Bila nilai p ≤ 0,005, Maka keputusannya adalah Ho ditolak, artinya

ada pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan nyeri

rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

2) Bila nilai p > 0,005, Maka keputusannya adalah Ho diterima, artinya

tidak ada pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap penurunan

nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

L. Etika Penelitian

Berikut beberapa masalah etika penelitian yang akan dijelaskan pada

responden (Sulistyaningsih, 2011:145).


55

1. Inform consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan yang akan diberikan kepada calon responden

yang akan diteliti. Lembar persetujuan diberikan kepada responden dengan

memahami penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakuka, serta menjelaskan manfaat yang akan diperoleh jika bersedia

menjadi responden. Jika calon responden bersedia diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan bila calon responden menolak peneliti

tidak boleh memaksa.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden peneliti tidak

mencantumkan nama responden melainkan hanya kode nomor atau kode

tertentu pada lembar pengumpulan data yang akan diisi oleh responden

sehingga identitas responden tidak diketahui oleh publik.

3. Confidential (kerahasiaan)

Peneliti tidak akan menyebarkan informasi yang diberikan oleh

responden dan kerahasiaannya akan dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok

data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian


56

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasli Penelitian

1. Gambaran Tempat Penelitian

PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Pagar Dewa Bengkulu

merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Kantor Wilayah Departemen

Sosial Provinsi Bengkulu, yang dalam fungsinya mengatasi salah satu dari

permasalahan-permasalahan sosial yang ditangani oleh Kantor Wilayah

Departemen Sosial Provinsi Bengkulu.

Dalam misinya PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) merupakan suatu

lembaga sosial yang khusus memberikan jaminan hidup, pemeliharaan

kesehatan, bimbingan mental spiritual serta memberikan penyantunan

kepada para lanjut usia yang usianya 60 tahun yang mengalami ketelantaran

dan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga diharapkan

mereka dapat merasakan hidup tenteram lahir dan batin.

2. Jalannya Penelitian

Penelitian di dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha. Waktu penelitian

dimulai pada bulan 18 Mei sampai dengan 28 Mei tahun 2019. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi kompres serei hangat terhadap

penurunan nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019. Desain

yang digunakan quasi eksperimen dengan rancangan one group pre-test dan post-

39
57

test. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita rheumatoid di Panti

Sosial Tresna Werdha yang berjumlah 41 orang, sampel diambil sebanyak 15 orang

dengan teknik purposive sampling.

Adapun langkah-langkah sebelum melaksanakan penelitian, peneliti

terlebih dahulu melengkapi syarat-syarat dokumen izin penelitian yaitu

mendapatkan rekomendasi dari kampus untuk melaksanakan penelitian,

selanjutnya melapor ke kantor DPMTSP Provinsi, seterusnya minta surat

pengantar dari kampus ke PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Provinsi Bengkulu,

sebelum melakukan intervensi peneliti terlebih dahulu mengukur nyeri pasien,

sehingga menetapkan sampel berdasarkan kriteria insklusi yang sudah ditetapkan

sebelumnya, setelah mendapatkan sampel yang sesuai peneliti memberikan

lembar persetujuan menjadi responden, kemudian peneliti memberikan

intervensi yaitu kompres serei hangat selama 3 hari dan mengukur post pada hari

ketiga, waktu pengompresan dilakukan pada pukul 07.30 WIB pagi hari dan 16.00

WIB sore hari.

Setelah selesai melakukan penelitian hasilnya diperiksa kembali sesuai

dengan yang diharapkan, kemudian dilakukan pengkodean dan ditabulasi

kedalam computer menggunakan SPSS. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis

dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui gambaran nilai nyeri

sebelum dan setelah dan analisis bivariat menggunakan Uji Wilcoxon untuk

mendapatkan nilai X2 dan nilai p.


58

3. Analisa Univariat

Analisis univariat untuk memperoleh gambaran variabel, yang di

gambarkan dalam bentuk tabel dengan tujuan pengaruh terapi kompres serei

hangat terhadap penurunan nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha

Tahun 2019.

a. Karakteristik Responden (Usia, Jenis Kelamin dan Pendidiakn)

Tabel 5.1

Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi Persentase

Usia ≥65 tahun 15 100,0

<60 tahun 0 0.0

Total 100,0 100,0

Jenis Kelamin Laki-Laki 4 26,7

Perempuan 11 73,3

Total 15 100,0

Pendidikan SD 15 100,0

SMP 0 0,0

Total 15 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa karakteristik responden yang

mengalami nyeri rheumatoid berdasarkan usia seluruhnya 15 orang

(100%) ≥65 tahun, jenis kelamin 11 orang (73,3%) perempuan dan

seluruhnya 15 orang (100%) berpendidikan SD di Panti Sosial Tresna

Werdha tahun 2019


59

b. Nyeri rheumatoid sebelum terapi kompres serei hangat

Tabel 5.1
Nyeri Rheumatoid Sebelum Terapi Kompres Serei Hangat
Di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

Nyeri Rheumatoid Sebelum (Pre) Mean Median


Variabel Frekuensi Persentase
(%)
Ringan 0 0
5.1333 5.0000
Sedang 15 100,0

Total 15 100,0

Dari Tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa nyeri rheumatoid

sebelum diberikan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna

Werdha tahun 2019 yaitu seluruh responden 15 orang (100%) dengan

mean 5,1333 dan median 5,0000 artinya mengalami nyeri sedang.

c. Nyeri rheumatoid setelah terapi kompres serei hangat

Tabel 5.2
Nyeri Rheumatoid Setelah Terapi Kompres Serei Hangat
Di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019
Nyeri Rheumatoid Setelah (Post) Mean Median
Variabel Frekuensi Persentase
(%)
Ringan 13 86,7
2.3333 2.0000
Sedang 2 13,3

Total 15 100,0

Dari Tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa nyeri rheumatoid setelah

diberikan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha tahun

2019 yaitu 13 orang (86,7%) nyeri ringan dan 2 orang (13,3%) nyeri
60

sedang dengan mean 2,3333 dan median 2,0000 artinya mengalami nyeri

ringan.

4. Analisa Bivariat

Sebelum melakukan Analisis bivariat peneliti terlebih dahulu

melakukan uji normalitas data kemudian dilakukan analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen yaitu perbedaan penurunan nyeri rheumatoid sebelum dan

setelah dilakukan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna

Werdha Tahun 2019 dapat dilihat pada tabel berikut:

a. Nyeri Rheumatoid Sebelum dan Setelah terapi Kompres Sere

Hangat

Tabel 5.3
Nyeri Rheumatoid Sebelum dan Setelah Terapi Kompres Serei
Hangat Di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019
Nyeri Rheumatoid Sebelum (Pre) Nyeri Rheumatoid
Setelah (Post)
Variabel Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(%) (%)
Ringan 0 0 13 86,7

Sedang 15 100,0 2 13,3

Total 15 100,0 15 100,0

Dari Tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa nyeri rheumatoid

sebelum dilakukan terapi kompres serei hangat yaitu yaitu seluruh

responden 15 orang (100%) dan setelah diberikan terapi kompres serei

hangat yaitu 13 orang (86,7%) nyeri ringan dan 2 orang (13,3%) nyeri

sedang di Panti Sosial Tresna Werdha tahun 2019.


61

b. Uji Normalitas Data (Shapiro Wilk)

Tabel 4.4 Uji Normalitas Data (Shapiro-Wilk)

Variabel P value

Nyeri sebelum 0,004

Nyeri Setelah 0,052

Sumber: Data Primer (2019)

Dari tabel 4.4 diketahui dari perhitungan SPSS bahwa uji

normalitas data menggunakan analisis shapiro wilk diketahui bahwa

nyeri sebelum nilai P value ≤0,05 yang artinya data tidak berdistribusi

normal, sedangkan nyeri setelah nilai P value >0,052 artinya data

berdistribusi normal, sehingga analisis bivariat yang digunakan adalah

Uji Wilccoxon.

c. Analisis Bivariat

Tabel 5.5
Perbedaan Penurunan Nyeri Rheumatoid Sebelum Dan Setelah
Dilakukan Terapi Kompres Serei Hangat Di Panti Sosial
Tresna Werdha Tahun 2019

Nyeri Rheumatoid Mean SD CI 95% P Value

Nyeri Sebelum 0.83381 4.6716-


5,1333
5.5951
0,001
Nyeri Setelah 1.04654 1.7538-
2,3333
2.9129
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 5.5 di atas diketahui hasil dari perhitungan uji wilcoxon

didapatkan mean sebelum 5,1333 (SD=0,83381) dan mean setelah 2,3333


62

(SD=1,04654) dengan nilai p value (Asymp Sig 2 Tailed) sebesar 0,001≤0,05,

dimana hasil dari batas kritis penelitian 0,05 sehingga diputuskan hipotesis

adalah terdapat perbedaan bermakna antara kelompok pre test dan post test

dilakukan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun

2019.

B. Pembahasan

1. Karakteritik responden

Hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik responden yang

mengalami nyeri rheumatoid berdasarkan usia seluruhnya 15 orang (100%)

≥65 tahun, jenis kelamin 11 orang (73,3%) perempuan dan seluruhnya 15

orang (100%) berpendidikan SD di Panti Sosial Tresna Werdha tahun 2019.

Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin

perempuan yaitu 11 orang (73,3%). Didukung Manajemen Modern &

Kesmas (2014) Penyakit ini tiga kali lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pada pria.

Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas responden berusia diatas

60 tahun. Didukung Weaver (2010) angka kejadian rheumatoid artritis

menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Selanjtutnya

didukung penelitian Koentjoro (2010) menyebutkan bahwa adapun rentan

umur lansia yang beresiko terkena rheumatoid artritis yaitu : 5% pada usia

kurang dari 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia diatas

61 tahun.
63

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden

berpendidikan SD atau rendah. Menurut Kemenkes (2012) tingkat pendidikan

secara tidak langsung juga mempengaruhi terjadinya rheumatoid, akibat

kurangnya pengetahuan terhadap faktor penyebab terjadinya nyeri

rheumatoid.

2. Nyeri rheumatoid sebelum terapi kompres serei hangat

Hasil penelitian ini diketahui bahwa nyeri rheumatoid sebelum

diberikan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha tahun

2019 seluruh responden 15 orang (100%) dengan mean 5,1333 dan median

5,0000 artinya mengalami nyeri sedang. Nyeri sedang yang dialami pasien

secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

Nyeri adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan, unsur

utama yang harus ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak

menyenangkan. Tanpa unsur itu tidak dapat dikategorikan sebagai nyeri,

walaupun sebaliknya, semua yang tidak menyenangkan tidak dapat disebut

sebagai nyeri. Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik disebut nyeri sedang (Zakiyah, 2014:45).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarifah Aini yang

berjudul Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri

Pasien Rematik Di Kelurahan Koto Panjang Ikur Wilayah Kerja Puskesmas

Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013, yang didapat
64

rata-rata tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres serei hangat sebesar 4,79

dengan standar deviasi sebesar 1,032.

Berikutnya penelitian Andriani (2014) menyebutkan bahwa rata-rata

intensitas nyeri atritis rheumatoid sebelum dilakukan kompres serei hangat

dengan nilai intensitas nyeri maksimal 6 dan nilai intensitas nyeri minimal 3,

dengan nilai rata- rata intensitas nyeri yang dialami keseluruhan responden

4,90 (nyeri sedang)dengan nilai standar deviasi 1,071. Dari nilai rata-

rata tersebut dapat kita ketahui tingkat intensitas nyeri yang paling banyak

dialami lanjut usia dengan kriteria nyeri interval 4-6 atau yang disebut juga

dengan kriteria intensitas nyeri sedang. Dengan 95% tingkat kepercayaan,

intensitas nyeri klien sebelum dilakukan kompresserei hangat sebesar 4,40 –

5,40 (nyeri sedang).

3. Nyeri rheumatoid setelah terapi kompres serei hangat

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nyeri rheumatoid setelah

diberikan terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha tahun

2019 yaitu yaitu 13 orang (86,7%) nyeri ringan dan 2 orang (13,3%) nyeri

sedang dengan mean 2,3333 dan median 2,0000 artinya mengalami nyeri

ringan. Hal ini diketahui bahwa adanya perubahan nyeri setelah diberikan

kompres serei hangat, akan tetapi masih terdapat responden yang tidak

mengalami perubahan intensitas nyeri akan tetapi mengalami perubahan

karena disaat penelitian responden mengkonsumsi makanan yang

meningkatkan nyeri rheumatoid seperti santan dan jeroan. Sejalan dengan

penelitian Putri (2018) menyebutkan bahwa konsumsi makanan jeroan,


65

santan, seafood dan daging kambing meningkatkan risiko terjadinya

rheumatoid di Jorong Padang Bintungan.

Penyakit rheumatoid merupakan penyakit yang dapat membuat anggota

tubuh berfungsi tidak normal mulai dari benjol-benjol, sendi kaku, sulit

berjalan, bahkan kecacatan yang disebabkan autoimun (Putri, 2016). Gejala

klinik penyakit sendi/ rheumatoid berupa gangguan nyeri pada persendian

yang disertai kekakuan, merah, dan pembengkakan yang bukan disebabkan

karena benturan atau kecelakaan dan berlangsung kronis. Pembengkakan dan

merah disebabkan oleh inflamasi dan infeksi virus, bakteri dan jamur

(Nainggolan, 2011:588).

Sejalan dengan penelitian Marlina (2014) menyebutkan bahwa setelah

dilakukan kompres serei hangat dari 100% responden yang mengalami nyeri

sedang diantaranya 65% responden dengan intensitas nyeri ringan (1-3) dan

35% dengan intensitas nyeri sedang (4-6).

4. Perbedaan penurunan nyeri rheumatoid sebelum dan setelah dilakukan

terapi kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil dari perhitungan uji wilcoxon

didapatkan mean sebelum 5,1333 (SD=0,83381) dan mean setelah 2,3333

(SD=1,04654) dengan nilai p value (Asymp Sig 2 Tailed) sebesar 0,001≤0,05, dimana

hasil dari batas kritis penelitian 0,05 sehingga diputuskan hipotesis adalah terdapat

perbedaan bermakna antara kelompok pre test dan post test dilakukan terapi

kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019. Hasil ini
66

menunjukkan bahwa setelah dilakukan kompres serei hangat selama 3 hari nyeri

yang dirasakan responden mengalami penurunan.

Menurut Hembing (2007) dari buku Herbal Indonesia bahwa khasiat tanaman

serei mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat kimiawi dan efek farmakologi

yaitu rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang (anti inflamasi) dan

menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang bersifat analgetik serta melancarkan

sirkulasi darah.

Kompres serei hangat merupakan terapi alternatif yang dapat dilakukan

secara mandiri untuk mengurangi rasa nyeri, karena serei mengandung senyawa

aktif yang dapat menurunkan nyeri dan tanaman serei juga memiliki kandungan

enzim siklo-oksigenase yang dapat mengurangi peradangan pada penderita artritis

rheumatoid, selain itu juga serei memiliki efek farmokologis yaitu rasa pedas yang

bersifat hangat. Dimana efek panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku dan

spasme otot, karena terjadi vasodilatasi pembuluh darah (Smeltzer, 2011 dalam

Andriani 2014:43)

Didukung penelitian Sri Hyulita (2015) bahwa intensitas nyeri sebelum

diberikan kompres serei hangat yaitu 85% responden mengalami nyeri sedang dan

setelah diberika kompres serei hangat mengalami penurunan nyeri yaitu nyeri

ringan 65% responden. Penelitian dari The Science and Technology menyebutkan

bahwa serai memiliki kandungan senyawa analgetik yang membantu

menghilangkan rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri sendi akibat

rheumatoid atau anti rheumatoid.


67

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Refika (2017)

menyebutkan bahwa kompres serei hangat sangat berpengaruh terhadap

penurunan nyeri Rheumatoid, dimana nyeri yang dirasakan sebelum dan setelah

dilakukan kompres serei hangat mengalami penurunan dengan rata-rata 3,176

dengan nilai p=0,002.


68

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh terapi kompres serei

hangat terhadap penurunan nyeri rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha

Tahun 2019 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebelum diberikan terapi kompres serei hangat nyeri mean 5,1333 yaitu

mengalami nyeri sedang di Panti Sosial Tresna Werdha tahun 2019.

2. Setelah diberikan terapi kompres serei hangat nyeri mean 2,3333 yaitu nyeri

ringan di Panti Sosial Tresna Werdha tahun 2019.

3. Ada perbedaan nyeri rheumatoid antara sebelum dan setelah dilakukan

kompres serei hangat di Panti Sosial Tresna Werdha tahun 2019 dengan nilai

p=0,001≤0,05

B. Saran

1. Saran Teoritis

Diharapkan dapat dijadikan panduan atau acuan dalam pengembangan

ilmu keperawatan khususnya yang berhubungan dengan penatalaksanaan

nonfarmakologi pada nyeri rheumatoid dan memberikan informasi serta

pemahaman pada ilmu pengetahuan yang membahas tentang nyeri rheumatoid.


69

51
2. Saran Praktik

a. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha

Diharapkan dapat lebih meningkatkan promosi kesehatan,

mengajak lansia dalam pemanfaatan tanaman obat di PSTW yang dapat

membantu menangani nyeri rheumatoid.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Kepada institusi pendidikan agar dapat membantu mahasiswa dan

menjadi bahan masukan atau informasi bagi mahasiswa keperawatan

agar dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh penurunan nyeri

rheumatoid sebelum dan setelah dilakukan terapi kompres serei hangat.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini

dengan menggunakan metode analisis ataupun mengaitkan dengan

variabel lain yang berhubungan dengan nyeri rheumatoid.

DAFTAR PUSTAKA

Hembing. (2007). Atasi Asam Usat dan Rematik Alan Hembing. Jakarta: Puspa
Swara.
Kushariyadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Selemba
Medika
Manajemen Modern & Kesmas. Libas. (2014). Rematik dan Nyeri Otot dari Hidup
Anda. Cetakan 1. Brilliant Books: Yogyakarta.
Maryam,. dkk. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Selemba
Medika.
70

Mochlessh. (2011). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Artritis


Reumatoid Di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Luwuk Kabupaten
Banggai. (diakses 12 Januari 2019) di unduh dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/.
Muttaqin. (2009). Asuhan Kepeawatan Perioperatif. Jakarta: Selemba Medika.
Naenggolan. (2011). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik Di Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA Jilid I dan II. Jogjakarta. Mediaction Jogja
Panti Sosial Tresna Werdha. (2019). Profil Penyakit di Panti Sosial Tresna Werdha
pada Tahun 2019. Bengkulu
Putri. (2016). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Artritis Reumatoid Di
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai. (diakses
12 Januari 2019) di unduh dari https://ejournal.unsrat.ac.id/.
Riskesdas. (2013). Hasil Penelitian Riset Kesehatan Dasar. Indonesia. Kemenkes
RI
Riyanto, A. (2017). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika

Smeltzer. (2010) Buku Ajar Keperawatan Medical BedahBrunner & Suddarth.


Jakarta: EGC.
Somuya. (2011). Asuhan Keperawatan Rheumatoid(diakses 10 Januari 2019),
diunduh dari http://repository.usu.ac.id.
Sry Hyiulita. (2015). Pengaruh Kompres Serei Hangat Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Tarok
Dipo Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Bukittinggi. (diakses 10
Januari 2019), diunduh dar http://ejournal. stikesyarsi.ac.id.
Sulistyaningsih. (2011). Metode Penelitian Kebidanan Cetakan ke-2. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Tamher & Noorkasiani. 2011. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.
WHO. (2017). Angka Kejadian Rheumatoid. (diakses 10 Januari 2019), diunduh
dari http://unicef indonesia..
Wiyono. (2010). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. 7
71

Yuni Kusmiati. (2009). Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Zakiyah. (2014). Nyeri Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan
Berbasis Bukti. Jakarta: Selemba Medika.

LEMBAR OBSERVASI

PENGARUH TERAPI KOMPRES SEREI HANGAT


TERHADAP PENURUNAN NYERI RHEUMATOID DI PANTI
SOSIAL
TRESNA WERDHA TAHUN 2019
No Nama Umur Pendidikan Nyeri sebelum Nyeri setelah
inisial
(skala nyeri) (skala nyeri)

1 Ny.S 72 SD 4 2

2 Ny.R 80 SD 6 3

3 Ny.R 85 SD 5 2

4 Ny.S 80 SD 6 4

5 Ny.A 76 SD 6 2

6 Ny.N 70 SD 5 1

7 Tn.R 74 SD 5 1

8 Tn.M 72 SD 5 3

9 Tn.M 82 SD 4 1

10 Ny.R 74 SD 6 4

11 Ny.M 85 SD 4 1

12 Ny 67 SD 5 3

13 Ny.I 75 SD 6 3
72

14 Ny.J 65 SD 4 2

15 Tn.N 70 SD 6 3

LEMBAR OBSERVASI

No Nama Hari Hari Hari Nyeri Hari Hari Hari Nyeri


inisial ke-1 ke-2 ke-3 sebelum ke-1 ke-2 ke-3 setelah

(skala (skala
nyeri) nyeri)

1 Ny.S 4 2
4 3 3 3 2 2
2 Ny.R 6 3
6 4 4 4 3 3
3 Ny.R 5 2
5 4 3 3 2 2
4 Ny.S 6 4
6 6 5 4 4 4
5 Ny.A 6 2
6 5 5 5 4 2
6 Ny.N 5 1
5 4 2 3 2 1
7 Tn.R 5 1
5 5 3 3 3 1
8 Tn.M 5 3
5 4 4 3 3 3
9 Tn.M 4 1
4 3 4 2 2 1
10 Ny.R 6 4
6 3 4 5 2 4
11 Ny.M 4 1
5 5 3 3 3 1
12 Ny 5 3
5 4 4 3 3 3
13 Ny.I 6 3
6 4 4 4 4 3
14 Ny.J 4 2
4 3 3 3 2 2
15 Tn.N 6 3
6 6 5 3 4 3
73

GRAFIK

25

20

Skala 6
15 Skala 5
Skala 4

10 Skala 3
Skala 2
Skala 1
5

0
Pre 1 Post1 Pre 2 Post 2 Pre 3 Post 3

TABEL

Skala Hari Ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3

Pre Post Pre Post Pre Post

N % N % N % N % N % N %

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 26.7

2 0 0 1 6.7 0 0 6 40.0 1 6.7 4 26.7

3 0 0 9 60.0 4 26.7 5 33.3 5 33.3 5 33.3

4 3 20.0 3 20.0 6 40.0 4 26.7 6 40.0 2 13.3

5 6 40.0 2 13.3 3 20.0 0 0 3 20.0 0 0

6 6 40.0 0 0 2 13.3 0 0 0 0 0 0

Total 15 100 15 100 15 100 15 100 15 100 15 100


74

DOKUMENTASI

A. ALAT DAN BAHAN

B. INTERVENSI
75
76
77
78

LANGKAH KERJA

1. Alat

1) Baskom kecil

2) Handuk kecil

3) Panci untu merebus

4) Pisau

2. Bahan

e. Panci untuk merebus

f. Serei 6 Batang dengan panjang 4 cm

g. Air sebanyak 6 gelas atau 1.500 ml


79

h. Thermometer suhu air

i. Suhu air 45-50oC

3. Cara kerja Untuk pelaksaan kompres serei hangat dapat mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut

i. Informed consent

j. Siapkan serei 6 batang

k. Cuci serei dengan air sampai bersih dan potong serai dengan

panjang 4 cm

l. Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 45-50,5 oC sebanyak

1.500 mlMasukan handuk kecil ke dalam air hangat tersebut

kemudian tunggu beberapa saat sebelum handuk di peras

m. Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa

nyeri klien.

n. Pengompresan dilakukan selama 60 menit dengan 3 kali pemberian

(20 menit dalam 1 kali pemberian)

o. Setelah selasai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.

Sebaik kompres hangat serei dilakukan dua kali dalam sehari pagi

dan sore agar mendapatkan hasil yang optimal perlakuan ini

diberikan selama 3 hari berturut-turut untuk mengetahui penurunan

intensitas nyeri rheumatoid

Sumber: Modifikasi (Yuni Kusmiati, 2009)


80

LEMBAR PERMOHONAN RESPONDEN

Saya yang bertanggung jawab dibawah ini :

Nama : Azizco Velani

Npm : 152426003 SP

Dengan Hormat,

Saya Azizco Velani, Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas


Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu, akan melakukan penelitian dalam
rangka menyelesaikan tugas akhir Mahasiswa/I untuk memperoleh gelar sarjana
(S.Kep), dengan ini meminta kesediaan saudara/I untuk menjadi responden dalam
penelitian yang berjudul Pengaruh Terapi Kompres Serei Hangat terhadap
Penurunan Nyeri Rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Terapi Kompres


Serei Hangat terhadap Penurunan Nyeri Rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha
Tahun 2019. Dengan surat ini saya lampirkan surat persetujuan bila saudara/I
bersedia menjadi responden penelitian. Besar harapan saya agar saudara bersedia
menjadi responden dalam penelitian. Atas ketersediaan dan kerja samanya saya
ucapkan terima kasih.

Bengkulu, 2019

Hormat Saya,

AZIZCO VELANI
81

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

(Infomed Consent)

Inisial :

Umur :

Saya telah mendapatkan penjelasan dari peneliti, oleh karena itu saya

bersedia menjadi responden dalam Judul Pengaruh Terapi Kompres Serei Hangat

terhadap Penurunan Nyeri Rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha Tahun 2019

yang akan dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negative bagi

saya. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar

manfaatnya bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan lansia.

Demikian hal ini saya lakukan, dengan ini saya menyatakan kesedian secara

sukarela dan bersedia menjadi responen dalam penelitian ini tanpa ada unsur

paksaan dari pihak manapun

Bengkulu, 2019
Responden

( )
82

ANALSIS DATA

PENGARUH TERAPI KOMPRES SEREI HANGAT TERHADAP


PENURUNAN NYERI RHEUMATOID DI PANTI SOSIAL

TRESNA WERDHA TAHUN 2019


83

Descriptives

Statistic Std. Error

Pre Mean 5.1333 .21529

95% Confidence Interval for Lower Bound 4.6716


Mean
Upper Bound 5.5951

5% Trimmed Mean 5.1481

Median 5.0000

Variance .695

Std. Deviation .83381

Minimum 4.00

Maximum 6.00

Range 2.00

Interquartile Range 2.00

Skewness -.274 .580

Kurtosis -1.499 1.121

post Mean 2.3333 .27021

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.7538


Mean
Upper Bound 2.9129

5% Trimmed Mean 2.3148

Median 2.0000

Variance 1.095
84

Std. Deviation 1.04654

Minimum 1.00

Maximum 4.00

Range 3.00

Interquartile Range 2.00

Skewness .080 .580

Kurtosis -1.102 1.121

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Pre .251 15 .012 .799 15 .004

post .205 15 .091 .882 15 .052

a. Lilliefors Significance Correction

[DataSet0]

Wilcoxon Signed Ranks Test


85

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

post - Pre Negative Ranks 15a 8.00 120.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 15

a. post < Pre

b. post > Pre

c. post = Pre

Test Statisticsb

post - Pre

Z -3.460a

Asymp. Sig. (2-


.001
tailed)

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test


86
87

\
88
89

Anda mungkin juga menyukai