Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Terapi Jus Sirsak Terhadap Kadar Asam Urat penderita Gout Di Wilayah

Kerja Puskesmas Guguak Panjang Kota Bukittinggi Tahun 2014


1,*
1,2

Rinawati Kasrin, 2 Yuhendri Putra


STIKes Prima Nusantara Bukittinggi
*e-mail : juniosssi@yahoo.co.id

ABSTRAK
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umumnya terjadi di negara berkembang dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Hipertensi dapat terjadi seiring dengan bertambahnya
usia terutama pada lansia wanita karena penurunan hormon estrogen. Pengobatan hipertensi secara garis besar
dibagi menjadi dua jenis yaitu pengobatan dengan farmakologi dan nonfarmakologi diantaranya adalah
pengobatan herbal, salah satu pengobatan herbal hipertensi yaitu seledri. Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh pemberian jus sissak terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di Posyandu Anyelir Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dari maret september 2014
di Posyandu Anyelir. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode praeksperimen (pre experimental designs) dengan disain penelitiannya one group Pretest
Posttest. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengumpulan sampel dengan metode
purposive sampling. Analisa yang dilakukan adalah analisa univariat dan bivariat. Berdasarkan uji paired T
test menunjukkan tekanan darah sistolik p=0,000 dan tekanan darah diastolik p=0,000. Dari hasil uji statistik
terdapat perbedaan yang bermakna rata rata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita
hipertensi sebelum dan sesudah diberikan jus sissak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi jus
sissak pada umumnya efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi derajat I dan II. Berdasarkan
hasil penelitian ini diharapkan bagi profesi keperawatan hendaknya dapat melakukan pengembangan terapi
herbal dalam upaya penurunan tekanan darah pada pasien terutama lansia.
Kata Kunci

: jus sirsak, kadar asam

ABSTRACT
Hypertension is a common disease in developing countries and is also the third cause of death in Indonesia.
Hypertension may occur as the female elderly people grow older due to the decrease of estrogen hormone. The
medication for hypertension is broadly divided into two types, namely the medication with pharmacology and
non-pharmacology. The non-pharmacology medication may include herbal medication, and one of herbal
medications for hypertension is by using celery. The goal of this research is to discover the influence of giving
celery decoction to elderly people in Anyelir Integrated Service Center of Public Health Care Center Perkotaan
Rasimah Ahmad of Bukittinggi City in 2014. The research was conducted from March to September in 2014, in
Anyelir Integrated Service Center. The research is a quantitative research with pre experimental designs
method, with one group Pretest Posttest design. The sample used in this research was as many as 16 people.
Sample was collected by using purposive sampling method. The analysis being used was univariat and bivariat
analysis. Based on the paired T test, it was found that systolic blood pressure p=0,000 and diastolic blood
pressure was p=0,000. From statistical test, it was found that there was a significant difference in the average
decrease of systolic and diastolic blood pressure in the elderly people from before and after the giving of celery
decoction. Thus it can be concluded that consuming celery decoction is generally effective to decrease blood
pressure in patients of I and II degree hypertension. From the results of this research, it is expected that nurses
could develop herbal therapy in attempt to treat and to decrease the blood pressure of hypertension patients,
especially for elderly patients.
Key Word

: Sirsak Decoction, acydity

PENDAHULUAN
Seiring dengan keberhasilan pemerintah
dalam pembangunan nasional, telah terwujud berbagai
hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu kemajuan

ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu


pengatahuan dan teknologi (IPTEK), terutama di
bidang medis dan keperawatan dapat meningkatkan
usia harapan hidup manusia. Akibatnya, jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan
cenderung bertambah lebih cepat (Mubarak, 2010).

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan


hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun,
hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta
peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa
tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif
tercancum dalam Pasal 19 UU No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan (Maryam, 2008).
Pada tahun 2000, penduduk usia lanjut di
seluruh dunia diperkirakan sebanyak 426 juta atau
sekitar 6,8%. Jumlah ini akan meningkat hampir dua
kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828
juta jiwa atau sekitar 9,7% dari total penduduk dunia.
WHO pun telah memperhitungkan bahwa di tahun
2025, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah
warga lansia sebesar 41,4% yang merupakan
peningkatan tertinggi di dunia. Bahkan Perserikatan
Bangsa Bangsa memperkirakan bahwa di tahun
2025 jumlah warga lansia di Indonesia akan mencapai
60 juta jiwa. Hal ini menyebabkan Indonesia berada
pada peringkat ke-4 untuk jumlah penduduk lansia
terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat
(Notoatmojo, 2011)
Seiring dengan bertambahnya usia maka
akan sampai pada proses menua. Pada proses menua
tubuh mengalami berbagai masalah kesehatan atau
yang disebut penyakit degeneratif (Maryam, 2008).
Walaupun tidak semua lansia mengalami ganguan
kesehatan, namun dalam pendekatan kelompok, para
lansia menunjukkan kecenderungan prevalensi yang
mencolok dalam kaitan gangguan gangguan yang
bersifat kronis. Tujuh golongan penyakit yang
terbanyak adalah artritis 46%, hipertensi 38%,
gangguan pendengaran 28%, kelainan jantung 28%,
sinusitis kronis 18%, penurunan visus 14% dan
gangguan pada tulang 13% (Tamher, 2011).
Sedangkan menurut Sistem Informasi Rumah sakit
tahun 2011 penyebab rawat jalan pada lansia adalah
hipertensi (14,12%), dispepsia (5,29%), katarak dan
gangguan lensa (4,75%), DM (4,17%), ISPA (3,5%),
penyakit jantung iskemik (2,84%), penyakit kulit dan
jaringan subkutan lainnya (2,33%), penyakit pulpa
(2,31%) (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data
tahun 2013 hipertensi menduduki urutan pertama
penyakit penyebab rawat jalan pada lansia. Hipertensi
sering disebut dengan sillent killer atau pembunuh
diam diam karena terjadi tanpa gejala. Ketika gejala
timbul, hipertensi sudah menjadi penyakit yang harus
diterapi seumur hidup (Yulianti, 2006).
Di Amerika, penyakit hipertensi diderita oleh
20% penduduknya sampai usia 55 tahun, laki laki
lebih banyak menderita hipertensi daripada wanita.
Namun, di atas usia 55 tahun, wanita lebih berpeluang
menderita hipertensi (Yulianti, 2006). Hampir satu
miliar orang seluruh dunia menderita hipertensi.
Setiap tahun penyakit ini menjadi penyebab nomor 1
diantara 7 kematian. Menurut WHO, dari 50 persen
penderita hipertensi, hanya 25 persen yang
memperoleh pengobatan dan 12,5 persen yang dapat

diobati dengan baik. Padahal, jika tidak segera diobati


hipertensi berpontensi merusak fungsi jantung, otot,
saraf, dan ginjal (Shanty, 2011).
Sedangkan di Indonesia menurut Depkes RI
hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3
setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7%
dari populasi kematian pada semua umur (Depkes RI,
2010 dalam Irmawati, 2013). Prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 26,5%, sebagian besar (63,2%)
kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis.
Hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi
daripada laki-laki, yaitu: Laki-Laki 22,8%,
Perempuan 28,8%. Hipertensi berdasarkan umur
yaitu: 15-24 tahun 8,7%, 25-34 tahun 14,7%, 35-44
tahun 24,8%, 45-54 tahun 35,6%, 55-64 tahun 45,9%,
65-74 tahun 57,6%, >75 tahun 63,8% (Kemenkes RI,
2013).
Dari 33 propinsi di Indonsia 8 propinsi yang
penderita hipertensinya melebihi rata-rata nasional
(pengukuran standar Depkes yaitu pada batas tekanan
darah normal 139/89 mmHg) yaitu Sulawesi Selatan
(27%), Sumatera Barat (27%), Jawa Barat (26%),
Jawa Timur (25%), Sumatra Utara (24%), Sumatra
Selatan (24%), Riau (23%), dan Kalimantan Timur
(22%) (Dewi, 2013). Berdasarkan data di atas
Sumatera Barat menderita hipertensi melebihi ratarata nasional. Enam kabupaten atau kota yang
tertinggi angka penderita hipertensinya di Sumatera
Barat adalah kota Bukittinggi (41,8%), kota Padang
(29,5%), kota Solok (25%), Kabupaten 50 kota
(22,2%), kabupaten Solok (20,5%), serta Kabupaten
Padang Pariaman (20,2%) (Depkes Sumbar, 2010
dalam Ferguson, 2014).
Berdasarkan
profil
kesehatan
kota
Bukittinggi tahun 2012, dari 10 penyakit terbanyak di
kota Bukittinggi hipertensi menempati urutan kedua
sebanyak 8.424 pada tahun 2012, sedangkan pada
tahun 2013 mengalami peningkatan 9.174. Data yang
peneliti dapatkan pada bulan April tahun 2014 di
seluruh Puskesmas di kota Bukittinggi hipertensi
menempati 10 penyakit terbanyak di setiap
puskesmas, dari 7 puskesmas di Kota Bukittinggi
jumlah penderita hipertensi yang terbanyak tahun
2013 adalah di Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
kota Bukittinggi yaitu 2.886. Berdasarkan data yang
diperoleh pada tanggal 28 April 2014 di Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad pada tahun 2012 penderita
hipertensi adalah 1.577, sedangkan pada tahun 2013
mengalami peningkatan dengan jumlah kasus
sebanyak 2.886 orang. Penyakit ini termasuk dalam
sepuluh penyakit terbanyak dan menduduki urutan
kedua dari penyakit lainnya. Kunjungan lansia dengan
hipertensi di Puskemas Perkotaan Rasimah Ahmad
sejak bulan Januari - Maret tahun 2014 sebanyak 720
orang.
Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa
penyebab diantaranya penyebab tidak dapat diubah
yaitu usia. Penambahan usia dapat meningkatkan

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

risiko terjangkitnya penyakit hipertensi. Hal ini


disebabkan adanya perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah, dan hormon (Yuliarti, 2006). Jika
hipertensi ini terus berkelanjutan akan menimbulkan
komplikasi pada jantung, pembuluh darah otak, dan
pada ginjal (Dalimartha, 2008).
Berdasarkan kejadian tersebut, peningkatan
tekanan darah harus segera di atasi untuk
meminimalkan terjadinya komplikasi, untuk itu
diperlukan obat untuk mengatasi hipertensi.
Pengobatan hipertensi bisa dilakukan secara
farmakologi dan nonfarmakologi. Penatalaksanaan
farmakologi adalah pengobatan yang menggunakan
obat-obatan modern atau obat antihipertensi.
Pengobatan modern untuk hipertensi banyak
menyembuhkan hipertensi namun pengobatan ini juga
memiliki efek samping. Efek samping yang sering
timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas, dan mual
(Irmawati, 2013). Upaya pengobatan secara modern
memerlukan biaya relatif mahal, sehingga hanya dapat
dinikmati oleh golongan ekonomi menengah atas.
Selain itu konsumsi obat dalam jangka waktu lama
dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya stres
oksidatif yang bersifat toksik dan meningkatkan
keparahan penyakit degeneratif. Oleh karena itu perlu
mencari alternatif baru untuk pengobatan penyakit
pembuluh darah vaskuler tersebut yaitu melalui
penggunaan obat tradisional
atau pengobatan
nonfarmakologis (Umarudin, 2012). Badan kesehatan
dunia (WHO) memperkirakan bahwa 80% penduduk
dunia masih menggantungkan dirinya pada
pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat
yang berasal dari tanaman (Gusmira, 2012)
Pengobatan secara nonfarmakologis atau
Back to nature bisa jadi slogan saja jika tidak
menganggap penting arti dan manfaat gerakan ini.
Padahal, pernyataan itu sudah menjadi bagian dari
kehidupan sehari hari (Yuliarti, 2006). Upaya untuk
meningkatkan pengobatan secara nonfarmakologis
tidak lepas dari profesi keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan cara
memberikan pendidikan kesehatan dengan terapi
nonfarmakologi atau menggunakan obat obat
tradisional untuk tujuan untuk promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif (Notoadmojo, 2011).
Cara pengobatan di dunia mulai beralih dari
obat kimia ke obat tradisional (herbal). Peralihan ini
terjadi bukan tanpa alasan. Pada saat ini, orang
semakin sadar ketika akan berobat bukan hanya
masalah kesembuhan yang utamakan, tetapi juga
keamanan dari obat yang digunakan. Obat dari alam
dipercaya mampu mengatasi berbagai penyakit.
Namun, hal lebih penting dari obat alam adalah
tingkat keamanannya relatif tinggi (Yuliarti, 2006).
Jenis tanaman dari alam yang bisa digunakan untuk
mengatasi hipertensi adalah daun sambilato, dan
salam, daun dewa, pagagan, tempuyung, sambung

nyawa, seledri, tapak darah, dan wortel (Yuliarti,


2006)
Salah satu obat untuk menurunkan tekanan
darah adalah seledri. Seledri yang sering kita
konsumsi tiap hari ini ternyata mengandung flavanoid,
saponin, tanin, apigenin, dan minyak asiri. Berkhasiat
sebagai tonik yang dapat memacu enzim pencernaan,
menurunkan
tekanan
darah,
menghentikan
perdarahan, memperbaiki fungsi hormon yang
terganggu, dan membersihkan darah (Yuliarti, 2006).
Senyawa apigenin memiliki kemampuan antara lain
sebagai antiperadangan, antibakteri, dan untuk
mengatasi permasalahan lambung (Seafast Center,
2012).
Hasil penelitian oleh seorang dokter dan
direktur medis dari Hipertensi on Institute of
Nashville di Sanint Thomas Hospital, Mark Houston
merekomendasikan seledri dapat menurunkan tekanan
darah. Rekomendasi ini bukan hal baru. Para ahli
pengobatan Cina bahkan telah meresepkan seledri
sebagai obat untuk pasien dengan hipertensi selama
lebih dari satu abad. Seledri mangandung fitokimia
yang dikenal sebagai phthallides yang dapat
mengendurkan jaringan otot dalam dinding arteri,
sehingga aliran darah meningkat dan pada gilirannya
menurunkan tekanan darah (Apriyanti, 2010). Seledri
diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah dan
dapat digunakan dalam pengobatan hipertensi ringan
(Natura Kos, 2008). Hasil penelitian Fiqri (2013)
perbedaan penurunan tekanan darah penderita
hipertensi pada pra lansia akibat pemberian seduhan
seledri dan jus mentimun di Wilayah Puskesmas
Nanggalo Padang dengan hasil penelitian penurunan
tekanan darah pada kelompok yang diberikan seduhan
seledri sedikit lebih kuat dibandingkan mentimun
pada pralansia dengan hipertensi ringan dan sedang.
Hasil penelitian Nugroho mengenai pengaruh
pemberian jus sissak terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi di Kelurahan
Sidanegara Kecamatan Cilacap tengah. Hasil
penelitian menunjukkan jus sissak berpengaruh untuk
menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik (Nugroho, 2010 dalam Wany, 2013). Fazal
(2012) melakukan penelitian kegunaan seledri adalah
untuk menurunkan tekanan darah dan kolesterol.
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad memiliki 10
posyandu lansia diantaranya: Flamboyan, Cempaka,
Nusa Indah, Anyelir, Cemara, Mekar, Sakura, Aster,
Kenanga dan Gladiol. Dari 10 posyandu lansia
tersebut posyandu lansia Anyelir merupakan
kunjungan lansia tiap bulan yang terbanyak, dengan
jumlah lansia yaitu 78 orang dan 27 orang lansia
menderita hipertensi. Lansia yang mengalami
hipertensi berobat langsung ke posyandu, puskesmas,
rumah sakit, dan praktik bidan.
Pada survei awal yang peneliti lakukan pada
tanggal 28 April 2014 di
Posyandu Anyelir
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad dengan

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

mewawancarai 10 penderita hipertensi, 3 orang dari


responden mengatakan pernah meminum obat
tradisional seperti minum jus mentimun dan
semangka untuk menurunkan tekanan darah dan
hasilnya terjadi penurunan tekanan darah, sedangkan
yang lainnya belum pernah meminum obat tradisional
karena kalau sakit minum obat dari puskesmas.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan


penelitian mengenai obat tradisional sebagai alternatif
dalam menurunkan tekanan darah dengan melakukan
penelitian tentang pengaruh jus sissak terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia.

Variabel

Mean

SD

Min Max

95% CI

Tekanan darah
sistolik Pretest
Tekanan darah
diastolik
Pretest

155,00

10,328

140 - 170

9,639

80 - 110

149,50 160,50
89,24 99,51

94,38

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN


Populasi penelitian ini adalah semua klien
lansia yang menderita hipertensi. Jumlah pasien
hipertensi di Posyandu Anyelir Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad tahun 2014 adalah 27 orang.
Metode penelitian praeksperimen (pre experimental
designs) dengan disain penelitiannya one group
Pretest Posttest merupakan rancangan yang tidak ada
kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak
sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang
memungkinkan menguji perubahan perubahan yang
terjadi setelah adanya eksperimen (program)
(Notoatmodjo, 2010). Penelitian dilakukan di
Posyandu Anyelir Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi. Penelitian dilakukan pada
bulan Maret - September 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dijelaskan


bahwa tekanan darah sistolik memiliki rata rata
(Mean) 155,00 mmHg sedangkan ratarata tekanan
darah diastoliknya 94,38 mmHg. Nilai maksimum
untuk tekanan darah sistolik (Pretest) 170 mmHg dan
nilai minimum 140 mmHg, sedangkan untuk tekanan
diastolik nilai maksimum 110 mmHg dan nilai
Minimum 80 mmHg, standar deviasi tekanan darah
sistolik 10,328 mmHg dan tekanan darah diastolik
9,639 mmHg, 95% CI untuk tekanan darah sistolik
149,50 - 160,50 mmHg dan tekanan darah diastolik
89,24 - 99,51 mmHg.

Tabel 4.4

Analisa Univariat
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Di
Posyandu Anyelir Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Kota
Bukittinggi Tahun 2014
NO
1

Karakteristik
responden
Umur
 45 49 tahun
 50 55 tahun
 56 59 tahun

5
5
6

31,25
31,25
37,5

Jumlah
Jenis kelamin
 Perempuan
Jumlah

16

100

16
16

100

Bedasarkan tabel 4.2 dapat di jelaskan bahwa


umur responden 45 49 tahun sebanyak 5 orang
(31,25%), umur 50 55 tahun 5 orang (31,25%) dan
umur 56 59 tahun sebanyak 6 orang (37,5%),
sedangkan jenis kelamin responden semuanya
perempuan (100%).
Tabel 4.3
Distribusi rata - rata tekanan darah
sistolik dan diastolik responden
sebelum (Pretest) di berikan intervesi
jus sissak di Posyandu Anyelir
Puskesmas
Perkotaan
Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2014

Variabel

Tekanan
darah
sistolik
Posttest
Tekanan
darah
diastolik
Posttest

Distribusi rata - rata tekanan darah


sistolik dan diastolik responden
sesudah (Posttest) di berikan intervesi
jus sissak di Posyandu Anyelir
Puskesmas
Perkotaan
Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2014
Mean

SD

Min Max

95% CI

135,00

11,547

120 - 160

128,85 141,15

85,00

8,944

70 - 100

80,23 - 89,77

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan


bahwa tekanan darah sistolik memiliki rata rata
(Mean) 135 mmHg sedangkan rata rata tekanan
diastoliknya 85 mmHg. Nilai maksimun untuk
tekanan darah sistolik (posttest) 160 mmHg dan nilai
minimum 120 mmHg, sedangkan tekanan darah
diastolik nilai maksimum 100 mmHg dan nilai
minimum 70 mmHg. standar deviasi tekanan darah
sistolik 11,547 mmHg dan tekanan darah diastolik
8,944 mmHg, 95% CI untuk tekanan darah sistolik
128,85 - 141,15 mmHg dan tekanan darah diastolik
80,23 - 89,77 mmHg.
Analisa Bivariat

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

Tabel 4.5

Hasil
Uji
Normalitas
Dengan
Menggunakan Shapiro-Wilk

Tekanan

Nilai

Darah

Statistik

Tekanan darah

Keterangan

0,892

0,060

0,05

Normal

0,892

0,061

0,05

Normal

0,909

0,112

0,05

Normal

0,894

0,064

0,05

Normal

sistolik Pretest
Tekanan darah
diastolik Pretest
Tekanan darah
sistolik Posttest
Tekanan darah
diastolik Posttest

Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat diketahui


bahwa telah diperoleh hasil nilai kemaknaan untuk 4
kelompok data adalah p > 0,05, jadi dapat
disimpulkan bahwa distribusi keempat kelompok
adalah normal.
Tabel 4.6. Perbedaan rata rata tekanan darah
sistolik dan diastolik pada lansia
sebelum (Pretest) dan sesudah (Posttest)
diberi intervensi jus sissak di Posyandu
Anyelir Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi 2014
Variabel

Mean
20,000

Standar
Deviasi
7,303

Standar
Error
1,826

Tekana
n darah
sistolik
Pre-Post
Tekana
n darah
diastolik
Pre Post

16

16

p
0,000

9,375

6,801

1,700

0,000

Berdasarkan tabel 4.6 rata rata (Mean)


penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20,000
mmHg dan diastolik sebesar 9,375 mmHg, sehingga
dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata rata
(Mean) tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum
dan sesudah diberikan jus sissak.
Hasil uji statistik menggunakan paired T-test
diperoleh untuk tekanan darah sistolik p=0,000 ( =
0,05), dan untuk tekanan darah diastolik p= 0,000
yang berarti p lebih kecil dari , sehingga dapat
disimpulkan ada pengaruh jus sissak terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia di Posyandu
Anyelir Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi
Tahun 2014.
Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti


didapatkan dalam tabel Berdasarkan tabel 4.6 yang
menunjukkan rata rata (Mean) penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 20,000 mmHg dan tekanan
darah diastolik sebesar 9,375 mmHg, sehingga dapat
disimpulkan perbedaan rata rata (Mean) tekanan
darah sebelum dan sesudah diberi intervensi jus
sissak, dimana sebelum (Pretest) diberikan intervensi
jus sissak memiliki rata rata (Mean) tekanan darah
sistolik sebesar 155,00 mmHg dan rata rata tekanan
darah diastoliknya 94,38 mmHg, sedangkan tekanan
darah sesudah (Postest) diberikan intervensi jus sissak
memiliki rata rata (Mean) tekanan darah sistoliknya
135,00 mmHg sedangkan rata rata tekanan darah
diastoliknya 85,00 mmHg.
Uji statistik dilakukan dengan menggunakan
paired t test didapatkan nilai p = 0,000, = 0,05 (p
< ), yang artinya secara signifikan menunjukkan Ha
diterima dan terdapat perubahan yang bermakna
terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi pada lansia yang sudah diberi intervensi jus
sissak. Hal ini disebabkan menurut teori karena
kandungan vitamin C dalam seledri berperan penting
melalui proses kolesterol, karena dalam proses
metabolisme
kolesterol,
vitamin
C
dapat
meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam
bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme
kolesterol. Vitamin C dapat menurunkan kolesterol,
mengurangi tekanan darah tinggi, mengurangi resiko
penyakit jantung, melindungi kerusakan jantung dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh makanan kaya
lemak (Yuliarti, 2009). Asam amino arginin (Apin),
arginin adalah asam amino non essensial yang dalam
tubuh akan terurai menjadi aspartat dan amoniak.
Arginin bersifat diuretik sehingga membuat ginjal
menjadi lebih ringan dan signifikan menurunkan
tekanan darah.
Selain itu vitamin K juga terkandung dalam
seledri yang berfungsi membantu proses pembekuan
darah. Vitamin K berpotensi mencegah penyakit
serius karena efeknya mengurangi pengerasan
pembuluh darah oleh faktor faktor seperti timbunan
lemak, selain vitamin K, kalium dan magnesium,
keduanya juga berperan dalam regulasi tekanan darah.
Kalium dapat meningkatkan fungsi otot pembuluh
darah, menurunkan sensitivitas tubuh terhadap sinyal
sinyal kimia yang akan meningkatkan tekanan darah
dan bekerja pada sistem hormon yang mengatur
tekanan darah. Efek perlindungan kalium dengan
mendorong ekresi natrium dari tubuh (Houston, 2005
dalam fiqri, 2013). Magnesium diperlukan untuk
kesehatan jantung dengan membantu mengatur ritme
dan aktivitas elektrik jantung (Fiqri, 2013)
Seledri juga mengandung phthallides
berfungsi untuk membantu melemaskan otot otot
sekitar pembuluh darah arteri dan membantu
menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri.
Phthallides dapat mereduksi hormon stres yang dapat

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

10

meningkatkan darah. (Fiqri, 2013). Sebuah penelitian


dapat mereduksi tekanan pembuluh darah hingga 12
14%. Masyarakat Cina tradisional sudah lama
menggunakan seledri untuk menurunkan tekanan
darah, karena seledri juga mengandung apigenin yang
sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan
pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Martha,
2010).
Hal ini didukung juga dalam penelitian oleh
ilmuan UCMC pada seorang sampel telah
membuktikan bahwa dengan memakan empat tangkai
seledri setiap hari selama 1 minggu tekanan darahnya
menurun dari 158/96 mmHg ke 118/82 mmHg
(Djojoseputro, 2012 dalam fiqri, 2013). Menurut hasil
penelitian Fiqri (2013) tentang perbedaan penurunan
tekanan darah penderita hipertensi pada pra lansia
akibat pemberian seduhan seledri dan jus mentimun.
Hasil penelitian dapat disimpulkan diantara kedua
herbal tersebut seduhan seledri lebih baik dari pada
jus mentimun sehingga bisa dijadikan alternatif untuk
menurunkan hipertensi.
Berdasarkan analisa peneliti, adanya
penurunan tekanan darah antara sebelum (pretest) dan
sesudah (posttest) dikarenakan menurut teori adanya
perlakuan yang diberikan yaitu mengkonsumsi jus
sissak selama 7 hari berturut turut terhadap 16 orang
responden, semua responden 16 orang (100%)
mengalami penurunan tekanan darah sistolik
sedangkan tekanan darah diastolik ada 4 orang (25%)
yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
diastolik. Menurut teori ini terjadi karena
kemungkinan diakibatkan oleh kekakuan pembuluh
darah atau karena selama bertahun-tahun menerima
aliran darah bertekanan tinggi, baroreseptor yang
terletak di arkus aorta dan sinus karotis menjadi
tumpul dan kurang sensitif.
Pengaruh jus sissak terhadap tekanan darah
pada lansia karena menurut teori kandungan gizi yang
terdapat pada seledri selain itu terapi herbal yang
diberikan dalam bentuk rebusan sehingga dapat
langsung diserap tubuh. Maka dari itu, didapatkan
keadaan pada responden sesuai dengan teori yang ada
bahwa seledri dapat menurunkan tekanan darah serta
dalam hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa
ada pengaruh jus sissak terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi.

PENUTUP
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian pada bulan
Agustus tentang pengaruh jus sissak terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia di posyandu
anyelir Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi

Tahun 2014 dengan 16 responden maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata rata tekanan darah sistolik pada
penderita hipertensi sebelum (pretest) diberi
intervensi jus sissak 155,00 mmHg
sedangkan rata rata tekanan darah
diastoliknya 94,38 mmHg.
2. Rata rata tekanan darah sistolik pada
penderita hipertensi setelah (posttest) diberi
intervensi jus sissak 135,00 mmHg
sedangkan rata rata tekanan diastoliknya
85,00 mmHg.
3. Terdapat perbedaan tekanan darah sebelum
(pretest) dan sesudah (posttest) intervensi
pemberian jus sissak penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 20,000 mmHg dan
diastolik sebesar 9,375 mmHg.
4. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000,
= 0,05 (p < ), dapat disimpulkan jus sissak
berpengaruh terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia di Posyandu Anyelir
Puskesmas
Rasimah
Ahmad
Kota
Bukittinggi Tahun 2014.

Saran
Bagi Klien yang diteliti
Klien dapat menambah wawasan mengenai
pengobatan nonfarmakologis untuk mengobati
hipertensi dengan cara meminum jus sissak, sehingga
klien dapat menggunakan terapi herbal untuk
hipertensi terutama yang berasal dari tanaman untuk
menurunkan tekanan darah.
Bagi lahan penelitian
Tenaga kesehatan di Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad diharapkan dapat meningkatkan pendidikan
kesehatan berupa penyuluhan pada pasien dengan
hipertensi dan pengobatan tradisional untuk penyakit
hipertensi.
Bagi peneliti
Peneliti hendaknya meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat serta mengaplikasikan ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan dalam kehidupan
sehari hari.
Bagi pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan untuk
meningkatkan bahan bacaan di perpustakaan dengan
buku buku tentang terapi nonfarmakologis yang
dapat dilakukan oleh perawat sehingga dapat
membantu mahasiswa dalam melakukan penelitian
selanjutnya.
Bagi Profesi Keperawatan
Tenaga keperawatan yang terlibat dalam profesi
keperawatan keluarga hendaknya meningkatkan
penatalaksaan non farmakologis sebagai fungsi
perawat sebagai promotif dan preventif dengan cara

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

11

memberikan penyuluhan kepada penderita hipertensi


dan pengobatan seledri sebagai salah satu pengobatan
tradisional untuk hipertensi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.
2.

3.

4.
5.

6.
7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Agoes, Azwar. (2012). Tanaman obat Indonesia.


Jakarta: Salemba Medika.
Apriyanti, Maya. (2010). Meracik sendiri obat &
menu sehat bagi penderita darah tinggi.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Arisandi, Yohana & Andriani, Yovita. (2011).
Khasiat berbagai tanaman obat untuk
pengobatan. Jakarta: Esca Media.
Dalimartha, Setiawan. (2008). Care your self
hipertensi. Jakarta: Plus+.
Dewi, Tyas Kusuma. (2013). Gambaran
pengetahuan warga tentang hipertensi Di RW 02
Sukarasa Kecamatan Sukarasa kecamatan
Sukasari.
25
April
2014.http://ejournal.stikesmuhkudus.ac.id/index.
php/karakter/article/download/102/87.
Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. Jakarta:
Erlangga.
Fazal, Syed Sufiyan & Singla, Rajeev K. (2012).
Review
on
the
pharmacognostical
&
pharmacological characterization of apium
graveolens
linn.
30
April
2014.
http://iglobaljournal.com/wpcontent/uploads/2012/05/3.-Fazal-Singla2012.pdf.
Ferguson, Rio. (2014). Pengaruh jus mentimun
terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas
gulai bancah bukittinggi tahun 2014. Tidak di
publikasikan.
Fiqri, Aulia. (2013). ) Perbedaan penurunan
tekanan darah penderita hipertensi pada pra
lansia akibat pemberian seduhan seledri dan jus
mentimun di Wilayah Puskesmas Nanggalo
Padang. Tidak Dipublikasikan
Gusmira, Sefni. (2012). Evaluasi penggunaan
antihipertensi konvensional dan kombinasi
konvensional-bahan alam pada pasien hipertensi
di puskesmas wilayah depok. 18 April 2014.
http://journal.ui.ac.id.
Hariwijaya & Suswanto. (2007). Buku panduan
pencegahan dan pengobatan penyakit kronis.
Jakarta : Edsa Mahkota.
Hidayat, A. Azis Aimul. (2009). Metode
penelitian kebidanandan teknik analisis data.
Jakarta: Salemba Medika
Irmawati, Lilian. (2013). Pengaruh senam lansia
terhadap tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi di desa leyangan kecamatan ungaran
timur kabupaten semarang. 15 April 2014
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/
3424.pdf.

14. Kemenkes RI. (2013). Riset kesehatan dasar


tahun
2013.
27
April
2014.
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Ha
sil%20Riskesdas%202013.pdf.
15. Laporan Tahunan Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi. (2012). 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi.
16. Laporan Tahunan Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi. (2013). 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Kota Bukittinggi.
17. Lingga, Pinus. (2007). Resep - resep obat
tradisional. Jakarta: Penebar Swadaya.
18. Manganti, Irena. (2011). 37 resep ampuh
tanaman obat untuk menurunkan kolesterol dan
mengobati asam urat. Yogyakarta: Araska.
19. Marlien, Tantya. (2009). Pengaruh air jus sissak
(apium graveolens) terhadap tekanan darah
normal wanita dewasa. 1 Juni 2014.
http://repository.maranatha.edu/1775/1/0410093
_Abstract_TOC.pdf
20. Martha. (2012). Panduan cerdas mengatasi
hipertensi. Yogyakarta: Araska
21. Maryam, dkk. (2008). Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
22. Masud, Ibnu (1989). Dasar-dasar fisiologi
kardiovaskuler. Jakarta: EGC
23. Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2010). Ilmu
keperawatan komunitas konsep dan apilikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
24. Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan keperawatan
klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler
dan hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
25. Natura Kos. (2008). Seledri sebagai bahan obat
alam.
1
Juni
2014.
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/B
uletin%20Naturalkos/0108.pdf.
26. Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
27. Notoatmojo, Soekidjo. (2011). Kesehatan
masyarakat: ilmu dan seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
28. Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
pedoman skripsi, tesis, dan intrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
29. Padila. (2013). Asuhan keperawatan penyakit
dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
30. Patricia, A, dkk. (2009). Fundamental
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
31. Philip L, dkk. (2008). At a glance sistem
kardiovaskuler. Jakarta: Erlangga.
32. Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta:
EGC.
33. Profil Kesehatan Kota Bukittinggi. (2011). 10
penyakit terbanyak di kota Bukittinggi.

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

12

34. Profil Kesehatan Kota Bukittinggi. (2012). 10


penyakit terbanyak di kota Bukittinggi.
35. Rahayu, Hesti. (2012). Faktor resiko hipertensi
pada masyarakat RW 01 srengseng sawah,
kecamatan jagakarsa, kota jakarta selatan. 10
April 2014. http://Digital_20312706-s 43162faktor risiko-full text (1).pdf
36. Riyanto, Agus. (2009). Pengolahan data
kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
37. Sastroasmoro, Subigdo & Ismael, Sofyan.
(2010). Dasar dasar metode penelitian klinis.
Jakarta: Sagung Seto.
38. Sea fast center. (2012). Senyawa Fenolik pda
sayuran
indigenous.
9
April
2014
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esr
c=s&source=web&cd=4&ved=0CDcQFjAD&ur
l.
39. Setiadi. (2007). Konsep & penulisan riset
keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
40. Shanty, Meita. (2011). Silent killer disease.
Jogyakarta: Javalitera.
41. Stanley, Mickey. (2006). Buku ajar keperawatan
gerontik. Jakarta: EGC.
42. Suhada, Irwan. (2009). Rahasia sehat dengan
makanan berkhasiat. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
43. Sunaryati, Shinta. S. (2011). 14 penyakit paling
sering menyerang dan sangat mematikan.
Jogyakarta: flashBooks.
44. Tamher, S & Noorkasiani. (2011). Kesehatan
usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
45. Udjianti, Wajan juni. (2011). Keperawatan
kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

46. Umarudin, dkk. (2012). Efektivitas Ekstrak


Tanin
Seledri
Terhadap
Profil
Hiperkolesterolemi.
5
Juni
2014
http://journal.unnes.ac.id.
47. Wany, Fazar. A. (2013). Effektifitas Seledri
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi
Pada Penderita Tekanan Darah Tinggi Di
Kelurahan Naga Jaya I Kecamatan Bandar
Huluan Kabupaten Simalungun. 6 maret 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
39108/6/Abstract.pdf.
48. Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis:
Tindakan, Pencegahan, Pengobatan Secara
Medis Maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media
Indonesia.
49. Yuliarti, Sufrida & Sitanggang, Maloedyn.
(2006). 30 Ramuan Penakluk Hipertensi.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
50. Zulhafni. (2012). Pengaruh jus sissak terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien
prahipertensi diwilayah kerja puskesmas padang
pasir kota padang tahun 2012. Tidak di
publikasikan.

Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukittinggi Vol.4 No.2 Juli 2013

13

Anda mungkin juga menyukai