Anda di halaman 1dari 60

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN GLUKOSA

DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II


DI RSUD CURUP PROVINSI BENGKULU
TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH :
RISKI CAHYANTI
NPM.18230068P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2020
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN GLUKOSA DARAH
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
DI RSUD CURUP PROVINSI BENGKULU
TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH :

RISKI CAHYANTI
NPM.18230068P

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana


Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
TAHUN 2020
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN GLUKOSA


DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
DI RSUD CURUP PROVINSI BENGKULU
TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH :
RISKI CAHYANTI
NPM : 18230068P

Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Dr. Med Hartian Pansori, M.Kes., Path) (Ns.Marlin Sutrisna,S.Kep.,M.Kep)


NIDN: 00-1009-6602 NIDN. 02-2007-8602

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (S1)

(Ns.Murwati, S.Kep, M.Kes)


NIDN: 02-2109-8001
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Di dunia penuh persaingan, siapa yang tidak bersiap-siap dia akan kalah.
 Kembangkanlah potensimu untuk meraih prestasi.
 Mungkin orang dapat lupa akan akan sesuatu, tetapi janganlah lupa akan jasa-jasa
gurumu.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan dengan segala cinta kasih dan sangat istimewa
untuk :

 Kepada Allah SWT yang membuat duniaku penuh dengan keajaiban dan tidak
pernah mengecewakanku ketika aku berdo’a padanya sehingga semua bisa
berjalan dengan lancar.
 Kedua orang tuaku, Bapak “Iskandar” dan Ibu “Aminah” yang selalu
memberikan doa dan motivasi untukku menyelesaikan skripsi ini.
 Kakak-kakakku : Ayuk Liana, Kak Dian, Ayuk Wiwik, dan Kak Asep yang
selalu memberikan support untukku menyelesaikan studi ini.
 My Beloved Sepuh Supriadi, yang selalu memberikan support untukku
menyelesaikan studi ini.
 Dosen pembimbing Utama Dr. Med Hartian, M.Kes., Part dan Pembimbing
Pendamping Ns. Marlin Sutrisna, S.Kep, M.Kep terima kasih atas segenap waktu,
kesabaran dan ilmunya saat membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
 Seluruh keluargaku kakak, adek, ponakan yang telah memberi dukungan selama
ini terimakasih yang sebesar-besarnya.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
Jln. Merapi Raya No. 43 Kebun Tebeng Bengkulu Telp. (0736) 21977, Fax. (0736)
20598

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN


Saya bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Riski cahyahti
NPM : 18230068P
Program Studi : Ilmu Keperawatan (S-1)
Institusi : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian yang saya tulis ini adalah benar-
benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilan alihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran
saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan
tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu termasuk (pencabutan
gelar kesarjanaan/sanksi) yang telah saya peroleh.
Bengkulu, Agustus 2020
Pembuat Pernyataan

Riski Cahyanti
NPM : 18230068P

Mengetahui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Med Hartian, M.Kes., Path Ns.Marlin Sutrisna,S.Kep, M.Kes


NIDN : 00-1009-6602 NIDN: 02-2007-8602
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Air Duku, Pada Tanggal 14

Juli 1997. Anak ke 5 dari 5 saudara dari seorang Ayah

yang bernama Iskandar dan Ibu yang bernama Aminah.

Penulis tinggal di JL.AMD No.118 RT.003 RW.001

Kelurahan Air Duku Kecamatan Selupu Rejang

Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

Bangku pendidikan yang telah penulis tempuh

sampai saat ini adalah : Tingkat Sekolah Dasar (SD) Negeri 04 Selupu Rejang

Yang beralamat di Jalan Lintas Curup-Lubuk Linggau Desa Sambirejo, dimana

penulis menamatkannya pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke tingkat

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Selupu Rejang Yang diselesaikan

pada Tahun 2012, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah

Menengah Akhir Yang diselesaikan pada Tahun 2015, kemudian melanjutkan ke

tingkat perguruan tinggi yaitu Pada POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

mengambil Program Studi DIII Keperawatan Curup dimana penulis

menamatkannya pada tahun 2018. Dengan keinginan yang keras maka pada tahun

2018 penulis melanjutkan ke tingkat Perguruan Tinggi yaitu Pada Universitas

Dehasen Bengkulu mengambil Program Studi Ilmu Keperawatan (strata-1)

Fakultas Ilmu Kesehatan dan Alhamdulillah dapat saya selesaikan pada tahun

2020.
KATA PENGANTAR

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat


menyelesaikan penyusunan skirpsi ini, dengan judul “Hubungan Kualitas Tidur
dengan Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Curup
Provinsi Bengkulu Tahun 2020”. Skripsi ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan atau merupakan rangkaian kegiatan akademik yang merupakan syarat
yang diwajibkan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata-1 (S-1) pada
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen
Bengkulu.

Selanjutnya, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan
terima kasih khususnya penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. agr. Ir. Johan Setianto selaku Rektor Universitas Dehasen
Bengkulu
2. Ibu Dr.Ida Samidah, SKp.,M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Dehasen
3. Ibu Ns.Berlian Kando Sianipar, S.Kep.,M.Kes, selaku Wakil Dekan I
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
4. Ibu Dra. Hj. Ice Rakizah Syafrie, M.Kes, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
5. Ibu Ns. Murwati, S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan
(S1) Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah banyak membantu penulis dalam
penyusunan Skripsi
6. Bapak Dr. Med Hartian Pansori, M.Kes., Path selaku Dosen Pembimbing
Utama yang dengan sabar dan keprofesionalnya telah memberikan saran,
bimbingan, membantu, dorongan dan petunjuk yang sangat berharga
dalam penyusunan Skripsi ini
7. Ibu Ns. Marlin Sutrisna, S.Kep.,M.Kep selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang juga dengan sabar dan keprofesionalannya telah
memberikan saran, bimbingan, membantu, dorongan dan petunjuk yang
sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Keperawatan
(S1) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu yang telah banyak
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung demi kelancaran
dalam menyusun skripsi ini.
9. Bapak dr.Samiri, selaku Direktur RSUD Curup yang memberikan izin
untuk melaksanankan pengambilan kasus skripsi.
10. Rekan-rekan satu angkatan tahun 2019 Program Studi Ilmu Keperawatan
(S1) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu.
11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat, disebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis selama pengerjaan penelitian ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan yang disebabkan oleh penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi kesempurnaan skripsi ini sehinga akan lebih bermanfaat.

Bengkulu, Agustus 2020


Penulis,

(Riski Cahyanti)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………….………. i


HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………..………… iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………… iv
KEASLIAN PENELITIAN …………………………………………….… v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………...……….………. vi
KATA PENGANTAR …..…………………………………….…………. vii
ABSTRAK …………………………………………….……….................... viii
DAFTAR ISI ………………………………………………….…………. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………….…………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………..…………………… vxii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………….……………………….. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus ……………………………..………. 6
2. Klasifikasi ………………………………………………………. 7
3. Etiologi …………………………………………………………. 8
4. Patofisiologi ……………………………………………………. 11
5. Tanda dan Gejala ……………………………………………… 12
6. Komplikasi …………………………………………………….. 13
7. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………. 14
B. Konsep Kualitas Tidur
1. Fisiologi Tidur …………………………………………………. 16
2. Tahapan Tidur ………………………………………………… 16
3. Siklus Tidur ……………………………………………………. 17
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur ………………….. 18
C. Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep …………………………………………………. 25
B. Definisi Operasional ……………………………………………… 25
C. Hipotesis Penelitian ………………………………………………. 26
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ……………………………………………………. 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………… 27
C. Populasi dan Sampel …………........................................................ 27
D. Instrumen Penelitian ……………………………………………… 28
E. Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………. 29
2. Pengolahan Data ……………………………………………….. 29
3. Analisis Data ……………………………………………………. 29
F. Etika Penelitian ……………………………………………………... 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian................................................................................... 34
B. Pembahasan ....................................................................................... 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan......................................................................................... 42
B. Saran .................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman


2.1 15

3.1 Definisi Operasional 25

5.1 Gambaran distribusi frekuensi kualitas hidup 42


penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Curup
Provinsi Bengkulu Tahun 2020
5.2 Gambaran distribusi frekuensi glukosa darah 42
penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Curup
Provinsi Bengkulu Tahun 2020
5.3 Hubungan kualitas hidup dengan glukosa darah 44
penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Curup
Provinsi Bengkulu Tahun 2020
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman


2.1 Kerangka Teori 24

DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran
1. Surat izin pra penelitian
2. Lember Observasi
3. Lembar Konsul
4.
Surat Ijin Penelitian dari Universitas Dehasen Bengkulu
5. Surat Ijin Penelitian dari RSUD Curup

6. Master Tabel

7. Hasil Olahan Data

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak menular merupakan penyebab kematian utama secara global. Salah

satu jenis penyakit tidak menular yang selalu mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun adalah penyakit diabetes mellitus tipe 2. Secara global,

diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014,

dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes di dunia

(dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat sejak

tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa.

Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan berat

badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes

meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah

daripada di negara berpenghasilan tinggi. 2 Diabetes menyebabkan 1,5 juta

kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum

mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko

penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7

juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian yang

disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di

negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara

berpenghasilan tinggi (WHO, 2016).

Data nasional menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2018, tingkat prevalensi diabetes sebesar 10,9%. Proporsi dan perkiraan

jumlah Diabetes Melitus pada penduduk dengan usia >15 tahun di Indonesia
tahun 2018 yaitu 10,9% yang didapatkan. Prevalensi DM pada tahun 2018

berdasarkan jenis kelamin, kategori usia,dan daerah domisili penderita DM

terbesar berada pada rentang usia 55-64 tahun dan 65-74 tahun. Selain itu,

penderita DM di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin perempuan (1,8%)

dari pada laki-laki (1,2%). Kemudian untuk daerah domisili lebih banyak

penderita diabetes melitus yang berada di perkotaan (1,9%) dibandingkan

dengan di perdesaan (1,0%) (RISKESDAS, 2018).

Berdasarkan data dari departemen kesehatan RI 2014, Provinsi

Bengkulu menyumbang penderita diabetes dengan usia ≥14 tahun sebanyak

0,9% (11.243) yang telah terdiagnosis dan 0,1% (1.249) yang belum

terdiagnosis sebelumnya. Dalam data Medical Record RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu 2013 terdapat peningkataan jumlah pasien DM dari tahun 2009

sampai tahun 2012. Pasien DM yang dirawat inap dengan DM pada tahun

2010 terdapat 199 kasus, pada tahun 2011 terdapat 231 kasus dan pada tahun

2012 terdapat 265 kasus (Intani dkk, 2015).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi respon sel beta pankreas

dan sensitivitas insulin, salah satunya adalah tidur (D'Adamo & Caprio, 2011;

Ip & Mokhlesi, 2009). Tidur dan irama sirkadian berperan dalam mengatur

produksi insulin, sensitivitas insulin, penggunaan glukosa dan juga toleransi

glukosa selama malam hari (Romadoni Siti dan Carlingga 2016).

Apabila aktifitas fisik dan durasi tidur seseorang rendah maka resistensi

insulin akan meningkat (Zou dkk, 2012). Pasien diabetes mellitus tipe 2

memiliki lama tidur yang panjang namun tidur lelapnya pendek sehingga
efisiensi tidurnya buruk. Oleh sebab itu, aktivitas saraf simpatik akan

meningkat, kadarkortisol dan hormone pertumbuhan (GH) juga

meningkat. Kedua hormon ini di dalam darah dapat berbentuk glukosa

sehingga akan mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat (hiperglikemik)

(Romadoni Siti dan Carlingga 2016). Studi prospektif menunjukan adanya

keterkaitan hubungan antara kualitas tidur dan onset kejadian diabetes mellitus

tipe 2 dengan durasi tidur yang pendek (< 6 jam) dan berlebihan (>8 jam)

meningkatkan insiden diabetes melitus tipe 2 (Trento, et al., 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dia Tahun 2017 hubungan

kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus Tipe

II di Ruang Interne RSUD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi Tahun 2017,

terdapat sebanyak 13 dari 32 orang responden kualitas tidur responden baik,

diantaranya terdapat sebanyak 2 (15,4%) orang responden kadar glukosa

darah tinggi, dan 11 (84,6%) orang responden kadar glukosa darah rendah.

Terdapat sebanyak 19 dari 32 orang responden kualitas tidur responden buruk,

diantaranya terdapat 15 (78,9%) orang responden kadar glukosa darah tinggi,

4 (21,1%) orang responden kadar glukosa darah rendah. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value = 0,001 (p<α) maka dapat disimpulkan adanya

hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes

Mellitus Tipe II di Ruang Interne RSUD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi

Tahun 2017.

Dalam laporan hasil kegiatan RSUD Curup tahun 2017 terdapat 110 kasus.

Pada tahun 2018 kasus Diabetes Melitus mengalami peningkatan dan masuk
dalam 10 besar penyakit terbanyak di RSUD Curup yaitu sebanyak 128 kasus.

Tahun 2019 kasus Diabetes Melitus sebanyak 107 kasus. Rata-rata penderita

penyakit Diabetes Melitus dialami oleh usia pertengahan yaitu kisaran 45-59

tahun (Sub Rekam Medik RSUD Curup, 2020).

Berdasarkan fenomena tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang

“hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah DM tipe 2 pada Pasien

di RSUD Curup Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terserbut, maka dapat

dirumuskan masalah apakah ada hubungan kualitas tidur dengan kadar

glukosa darah penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD Curup Tahun 2020 ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah penderita

DM tipe 2 pada di RSUD Curup Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Diketahui glukosa darah penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD

Curup Tahun 2020.

b. Diketahui kualitas tidur penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD

Curup Tahun 2020.

c. Diketahui hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah penderita

diabetes melitus tipe II di RSUD Curup Tahun 2020.


D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Mengembangkan ilmu kedokteran komunitas dalam upaya promotif

dan preventif penderita DM tipe 2 dan sebagai referensi penelitian

selanjutnya.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti mengenai hubungan kualitas tidur

dengan kontrol glukosa darah penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD

Curup

3. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat yang merupakan penderita DM tipe 2 pada pasien

di RSUD Curup, dapat mengetahui glukosa darah dan kualitas tidurnya.

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Amerika Diabetes Association 2010, Mendefenisikan diabetes mellitus

sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hipergkikimia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-duanya sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes

mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai

suatu kumpulan problema anatomi dan kimiawi yang merupakan akibat

dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin relatif dan

gangguan fungsi insulin (Perkeni, 2011).

Diabetes Mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan

gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal,

terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga ‘berbadan besar’

(kegemukan) bersama dengan gaya hidup ‘tinggi’ atau modern. Akibatnya,

kenyataan menunjukan diabetes mellitus telah menjadi penyakit

masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan

membawa banyak kecacatan dan kematian (Bustan, 2015).

2. Klasifikasi 6

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :


a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantus insulin (IDDM)

Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat

ketiadaan insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai

diabetes mellitus dependen insulin (IDDM), karena individu penyidap

penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti. Diabetes tipe 1

diperkirakan terjadi akibat destruksi otoimun sel-sel penyakit ini

tempatnya menerima faktor memicu dari lingkungan yang

menginisiasi proses otoimun. Sebagai contoh fakor pencetus yang

mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubela,

atau sitomeglovirus kronis (Corwin 2009).

b. Tipe II: Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Diabetes Mellitus tipe 2 adalah hiperglikemia yang disebabkan

insensitivits seluler terhadap insulin disebut diabetes mellitus tipe 2,

selain itu, terjadi efek sekresi insulin ketidakmampuan pankreas untuk

menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glikosa

plama yang normal. Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun

atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah

sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap

dihasilkan oleh sel-sel beta pakreas, diabetes mellitus tipe 2 yang

sebelumnya disebut diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau

NIDDM (Corwin 2009).

Sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap

diabetes tipe 2, lebih banyak wanita yang mengidap penyakit ini


dibandingkan pria. Predisposisi genetik yang kuat dan faktor

lingkungan yang nyata dapat menyebabkan diabetes mellitus tipe 2.

Penyebab diabetes tipe 2 kebanyakan individu, diabetes mellitus tipe 2

tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan

pengaruh genetik, yang menemukan kemungkinan individu mengidap

penyakit ini, cukup kuat, diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik

yang belum teridentifiaksi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan

insuli yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara

kedua tidak dapat berespons secara adekuat terhadap insulin (Corwin

2009).

3. Etiologi

a. Diabetes tipe I:

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri;

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke

arah terjadinya DM tipe Kecenderungan genetik ini ditemukan

pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Brunner &

Suddarth, 2016).

2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons

abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu autoantibodi terhadap

sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (Brunner &

Suddarth, 2016).

3) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun

yang menimbulkan destruksi sel beta (Brunner & Suddarth,

2016).

b. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.

Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Faktor - faktor resiko:

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65)

2) Obesitas

Obesitas merupakan suatu kondisi dimana tubuh seseorang

memiliki kadar lemak yang terlalu tinggi. Kadar lemak yang

terlalu tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai masalah

kesehatan. Salah satu resiko yang dihadapi oleh orang yang

obesitas adalah penyakit Diabetes Melitus. Menurut beberapa

hasil penelitian, Diabetes Melitus sangat erat kaitannya dengan


obesitas. Pada penderita Diabetes Melitus, pankreas menghasilkan

insulin dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar

glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin tersebut tidak

dapat bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap

glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi obesitas,

salah satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi terutama

kolesterol dan trigliserida (Olvista, 2011).

3) Riwayat keluarga

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus

orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus

mempunyai anggota keluarga yang juga memiliki riwayat

penyakit yang sama (Wijayakusuma, 2004).

4) Kualitas Tidur

Berkurangnya waktu tidur dapat mempengaruhi fungsi

sistem endokrin terutama terkait dengan gangguan toleransi

glukosa, resistensi insulin dan berkurangnya respon insulin.

Perubahan sistem endokrin yang terjadi selama periode tidur

malam berhubungan dengan adanya sekresi beberapa hormon

(Spiegel, 2009).

4. Patofisiologi
a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glikosa darahyang kurang dari 50

mg/100ml darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh puasa, atau

khususnya puasa yang disertai olahraga, karena olahraga

meningkatkan pemakaian glikosa oleh sel-sel otot rangka. Kebanyakan

hipoglikemia lebih sring disebabkan kelebihan dosis insulin pada

pengidap diabetes dependen insulin. Karena otit memerlukan glukosa

darah sebagai sumber energi utama, hipoglikemia menyebabkan

terjadinya gejala gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti konfusi,

iritabilitas, kejang dan koma. Hipoglikeia dapat menyeabkan sakit

kepala, akibat perubahan aliran darah otak dan perubahan

keseimbangan air. Secara sistematis hipoglikemia menyebabkan

pengaktifan sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa lapar,

gelisah, berkeringat dan takikardia. Tingkat kecemasan meningkat

dengan gemetar dan gelisah (Corwin, 2009).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah sebagai kadar glukosa darah yang tinggi dari

rentang kadar puasa normal 126 mg/100 ml darah. Hiperglikemia

biasanya disebabkan defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada

diabetes tipe 1, atau karena penurunan resposivitas sel terhadap

insulin, seperti yang dijumpai pada diabtes tipe 2, tipe diabetes akan

dijelaskan dalam pembahasan tersendiri dalam bab ini (Corwin, 2009).


Hiperkortisolemia yang terjadi pada sindrom chusing dan sebagai

respon terhadap stres kronis, dapat menyebabkan hiperglikemia

melalui stimulasi glikogenesis hati. Keadaan akut kelebihan hormon

tiroid, prolaktin, dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan

peningkatan glikosa darah. Peningkatan kadar hormon-hormon

tersebut dalam jangka panjang, terutama hormon pertumbuhan

dianggap diabetogenik menyebabkan diabetes karena stimulasi

pelepasan insulin yang berlebihan oleh sel-sel pankreas, sehingga

akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Stimulasi saraf simpatis dan epineprin dilepaskan dari kelenjar

adrenal juga meningkatkan kadar glukosa plasma, terutama selama

periode stres. Katekolamin epineprin dan norepinefrin menghambat

sekresi insulin., meningkatkan pemecahan simpanan lemak, dan

meningkatkan penggunaan glikogen untuk energi. Dengan mekanisme

ini, katekolamin membuat beragam sumber energi alternatif yang

tersedia untuk glukosa yang dapat digunakan (Corwin, 2009)

5. Tanda dan gejala

Keluhan umum pasien diabetes mellitus seperti poliuria, polidipsia,

polifagia pada diabetes mellitus umumnya tidak ada. Sebaliknya yang

sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat kompikasi degeneratif

kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada diabetes mellitus lensia

terhadap perubahan patofisilogi akibat proses menua, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari kasus tampa gejala sampai kusus dengan


komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya

gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta

kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai sukar sembuh

dengan pengobatan lazim (Padila 2012).

6. Komplikasi

a. Komplikasi akut

1) Koma hiperglikemia disebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya

terjadi pada NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

2) Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil metabolisme

lemak dan protein terutama terjadi pada IDDM (Insulin Dependent

Diabetes Mellitus)

3) Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak

terkontrol (Tarwoto, 2012).

b. Komplikasi kronis

1) Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organ-

organ yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada:

a) Retinopati diabetika (kerusakan saraf retina di mata) sehingga

mengakibatkan kebutaan.

b) Neuropati diabetika (kerusakan saraf-saraf perifer )

mengakibatkan baal/gangguan sensoris pada organ tubuh.

c) Nefropati diabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat

mengakibatkan gagal ginjal (Tarwoto, 2012).

2) Makroangiopati
a) Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard

infark maupun gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis

b) Penyakit vaskuler perifer.

Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke

c) Gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi luka

yang tidak sembuh-sembuh.

d) Disfungsi erektil diabetika

Angka kematian dan kesakitan dari diabetes terjadi akibat

komplikasi seperti karena :

1. Hiperglikemia atau hipogilekmia

2. Meningkatnya resiko infeksi

3. Komplikasi makrovaskuler seperti retinopati, nefropati

4. Komplikasi neurofatik.

5. Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit jantung

koroner, stroke (Tarwoto, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa

3. Tes toleransi glikosa


8. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan

meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar

glukosa darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya

berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya

kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makanatau minum cairan

yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price, 2005).

Kadar glukosa darah yang normal cenderung meningkat secara

ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang

yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan

atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga

mencegah kenaikan kadar glukosa darah yang lebih lanjut dan

menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Guyton,

2007).

Tabel kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis

diabetes mellitus (mg/dl) (Padila, 2012).

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

a. Plasma Vena <100 100-200 >200

b. Darah Kapiler <80 80-200 >200


Kadar glukosa darah puasa

c. plasma vena <110 110-120 >126

d. darah kapiler <90 90-110 >110

Tabel 2.1 Pemeriksaan Penunjang

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali

pemeriksaan

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glokosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glokosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkomsumsi 75 gr karbohidrat 2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl.

9. Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Macam-macam pemeriksaan glukosa darah :

a. Glukosa darah sewaktu

Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang

hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan

kondisi tubuh orang tersebut (Depkes RI, 1999).

b. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaanglukosayang

dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan

pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang

dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan

(DepkesRI, 1999).
B. Konsep Kualitas Tidur

1. Fisiologi Tidur

Tidur adalah status perubahan kesadaran krtika perseprsi dan reaksi

indivisu terhdap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikan dengan

aktivitas fisik yang minimal, tingkay kesadaran yang bervariasi, perubahan

proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal

(Ambarwati, 2014).

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sisitem pada batang

otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing

Region (BSR). RAS dibagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel

khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran,

memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi

dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,

sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dan BSR.

(Ambarwati, 2014)

2. Tahapan Tidur

a. Tidur Non-Rapid Eye Movement (NREM)

Tidur NREM disebut juga tidur sebagai tidur gelombang pendek

karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih

pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang

yang sadar. Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi

fisiologi tubuh. Semua proses metabolik termasuk tanda-tanda vital,

metabolisme, dan kerja otot melambat. Tidur NREM sendiri terbagi


atas 4 tahap. Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan

tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).

(Ambarwati, 2014)

b. Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung

selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan

sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak

cenderung aktif dan metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada

tahap ini individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat

bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi, sekresi lambung

meningkat, dan freuensi jantung dan pernafasan sering kali tidak

teratur (Ambarwati, 2014).

3. Siklus Tidur

Selama siklus tidru, individu melalui tidur NREM dan REM, siklus

komplet biasanya berlangsung sekitar 1,5 jam pada orang dewasa. Dalam

siklus tidur pertama, orang yang tidur melalui ketigaa tahap pertama tidur

NREM dalam total waktu 20 sampai 30 menit. Kemudian tahap ke IV

dapat berlangsung sekitar 30 menit. Setelah tahap ke IV NREM, tidur

kembali ke tahap III dan II sekitar 20 menit. Setelah itu, terjadi tahap REM

pertama, yang berlangsung sekitar 10 menit, melengkapi siklus tidur

pertama. Orang tidur biasanya mengalami empat sampai enam siklus tidur

selama 7 sampai 8 jam. Orang tidur yang dibangunkan ditahap manapun


harus melalui tahap I tidur NREM yang baru dan berlanjut keseluruh tahap

tidur REM (Kozier dkk, 2010).

Durasi tahap tidur NREM dan REM bervariasi selama periode tidur.

Seiring dengan berlalunya malam, orang tidur menjadi tidak berlalu lelah

dan meluangkan lebih sedikit waktu di Tahap III dan IV tidur NREM.

Tidur REM meningkatkan dan mimpi cenderung memanjang. Apabila

orang tidur sangat lelah, siklus REM sering kali terjadi sangat singkat

misalnya, 5 menit sebagai pengganti 20 menit selama bagian awal tidur.

Sbeleum tidur berakhir, terjadi periode hampir terbangun, dan didominasi

oleh Tahap I dan II tidur NREM dan tidur REM (Kozier dkk, 2010).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

a. Sakit

Sakit yang menyababkan gangguan nyeri atau gangguan fisik dapat

menyebabkan masalah tidur.orang yang sakit memerlukan tidur lebih

banyak dibandingkan keadaan normal. Irama tidur dan bangun yang

normal sering kali terganggu. Orang yang kurang mendapat waktu

tisur REM pada akhirnya menghabiskan lebih banyak waktu tidur

dibandingkan orang normal pada tahap ridur ini. Kebutuhan untuk

berkemih dimalam hari juga menggangu tidur dan orang yang

terbangun di malam hari untuk berkemih kadang kala mengalami

kesulitan untuk dapat kembali tidur (Kozier dkk, 2010).


b. Lingkungan

Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses

tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing

dapta menghambat upaya tidur. Temperatur yang tidak nyaman atau

ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidu seseorang. (Ambarwati,

2014)

c. Letih

Diperkirakan orang yang leih sedang biasanya mengalami tidur

yang tenang. Letih juga mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin

letih seseorang, semakin pendek periode tidur REM (paradoksial)

pertama. Saat seseorang beristirahat, periode REM menjadi lebih

panjang. (Kozier dkk, 2010)

d. Stress Emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidru seseorang.

Kondisi ansietas dapta meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui

melalui stimulus sistem sarafsimpatis. Kondisi ini meneybabkan

berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta

seringnya terjaga saat tidur. (Ambarwati, 2014)

5. Gangguan Tidur Umum

a. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik

kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada

individu dewasa. Penyebabnya bisa karena ganggua fisik atau karena


faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis

insomnia :

1) Insomnia inisi. Kesulitan untuk memulai tidur.

2) Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tidur karena seringnya

terjaga.

3) Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali

(Ambarwati, 2014).

b. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul

saat seseorang tidur. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak,

beberapa turunan parasomnia antara lain sering terjaga misalnya, tidur

berjalan, mengigau. Parasomnia yang terkait dengan tidur REM

misalnya mimpi buruk (Ambarwati, 2014).

c. Hipersomnia

Hipersomnia adalh kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang

berleihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan

oleh kondisi medis seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati

atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (mis, hipertiroid). Pada

kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme

koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari

(Ambarwati, 2014).

d. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang

muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga

“serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui.

Diduga karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menybabkan

tidak terkendalinya periode tidur REM. Alternatif pencenggahan

adalah dengan obat-obatan, seperti amfetamin atau metilpenidase

hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida

(Ambarwati, 2014).

e. Apnea saat tidur

Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas

secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang

yang mengorok dengan keras, sering terjaga dimalam hari, insomnia,

mengantuk berlebihan pada siang hari, sakit kepala dipagi hari,

iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologi seperti hipertensi atau

aritmia jantung (Ambarwati, 2014).

6. Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan gambaran secara subyektif yang

menjelaskan tentang kemampuan untuk mempertahankan waktu tidur serta

tidak adanya gangguan yang dialami selama periode tidur yang secara

subyektif diukur dengan menggunakan kuesioner standar (baku) dan

pengukuran secara obyektif dengan menggunakan polygraph atau

berdasarkan observasi. Pengkajian tentang kualitas tidur pada pasien DM

dapat dilakukan dengan kuesioner “The Pittsburgh Sleep Quality Index


(PSQI) yang terdiri dari tujuh komponen meliputi waktu yang diperlukan

untuk dapat memulai tidur (sleeplatency), lamanya waktu tidur

(sleepduration), prosentase antara waktu tidur dengan waktu yang yang

dihabiskan pasien diatas tempat tidur (sleep efficiency), gangguan tidur

yang sering dialami sewaktu malam hari (sleep disturbance), kebiasaan

penggunaan obat-obatan untuk membantu tidur, gangguan yang sering

dialami saat siang hari dan (subyective sleepquality) kualitas tidur secara

subyektif (Buysse, 1989).

Masing-masing komponen mempunyai rentang 0-3. Skore PSQI

adalah 0-21. Ada dua interpretasi pada PSQI, jika skore ≤5 disebut dengan

kualitas tidur baik dan jika skore >5 maka disebut dengan kualitas tidur

buruk (Vicens, 2014).

C. Hubungan Kualitas Tidur dengan Glukosa Darah Penderita DM Tipe II di

RSUD Curup Tahun 2020.

Kualitas tidur adalah dimana suatu keadaan dimana tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur,

serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan

tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis (Khasanah & Hidayati,

2012).
Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat

disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem

saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang

pengeluaran hormon seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan

gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan

DM tipe 2 (Taub & Redeker, 2008). Perubahan respon tubuh yang terjadi

akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin

sehingga sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien (Smith , 2010).

Gangguan tidur dapat mempengaruhi fungsi motorik dan kognitif,

penurunan produktivitas, perubahan mood, penurunan daya ingat, disorientasi

serta adanya keluhan fatique sehingga dapat mempengaruhi kehidupan pasien

dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Gangguan tidur yang terjadi pada

pasien DM tentunya juga dapat mempengaruhi pasien dalam pengelolaan

penyakitnya. Salah satu komponen dalam manajemen DM adalah monitoring

kadar gula darah yang memerlukan peran serta aktif, kemauan dan

kemampuan pasien secara mandiri. Upaya mempertahankan kadar gula darah

tetap normal pasien DM dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi

(Soegondo et al., 2009).


D. Kerangka Teori

DM Tipe 2

Gejala Psikis Gejala Fisik

a. Stress akibat pengobatan dan komplikasi a. Poluria


b. Emosional b. Polifagi
c. Gangguan Kognitif akibat komplikasi c. Polidipsi
d. Gatal pada kulit

Gangguan Tidur Kualitas Tidur

Aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal Sistem Saraf Simpatis

Pengeluaran Hormon Kortisol dan Ketokolamin

Toleransi Glukosa Sensitifitas Insulin

Kontrol Glukosa Darah

Gambar 1. Kerangka Teori


(Padila 2012 dan Nurarif 2015)

= Diteliti

= Tidak diteliti
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep yang satu terhadap yang lain dari masalah yang diteliti, sedangkan

konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan

suatu pengertian (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian

ini digambarkan pada bagan 3.1 berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kualitas Tidur Kadar Glukosa Darah

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah alat untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel yang diteliti. Definisi operasional juga

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan dan pengembangan instrumen.

(Notoatmodjo, 2014).

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Variabel Pernyataan Instrumen Melakukan 0: >5, Ordinal
Bebas: subyektif Pittsburgh wawancara Kualitas
Kualitas tentang Sleep secara tidur buruk
Tidur kepuasan Quality langsung 1: ≤5,
tidur yang Index kepada Kualitas
diukur (PSQI). responden tidur baik
dengan (Indrawati,
PSQI. 2012).
Hasil
pengukuran
dinyatakan
dengan skor
0-21.

Variable Nilai Accu check Melakukan Ordinal


Terikat: glukosa blood pemeriksaan 0: Glukosa
Glukosa darah yang glucose glukosa darah tidak
Darah merupakan meter. darah puasa normal jika
hasil yang (≥200mg/dl)
pemeriksaan dinyatakan 1: Glukosa
kadar dalam mg/dl. darah
glukosa normal jika
darah puasa (<200mg/dl)
dalam 1 x
pemeriksaan
.
Tabel 3.1 Definisi Operasional

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Ho: Tidak terdapat hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah

penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD Curup Tahun 2020.

2. Ha: Terdapat hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah penderita

DM tipe 2 pada pasien di RSUD Curup Tahun 2020.


BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik

observasional yang menjelaskan tentang hubungan kualitas tidur

dengan glukosa darah penderita DM tipe 2 pada pasien di RSUD

Curup Provinsi Bengkulu Tahun 2020. Penelitian menggunakan

pendekatan cross sectional yaitu variabel terikat dan variabel bebas

yang dikumpulkan secara langsung dalam waktu yang bersamaan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2020.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli Rawat Jalan RSUD Curup

Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Notoadmojo (2010) Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari

dan ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah pasien


DM tipe 2 yang dirawat di Ruang Rawat Jalan RSUD Curup

dengan estimasi Tahun 2019 sebanyak 122 pasien.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang di teliti

dan Dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan teknik purpusive sampling yaitu

teknik subyektif dengan mengumpulkan data dari subyek yang

ditemui saat itu dan dalam jumlah secukupnya. Jumlah sampel

dalam penelitian ini dihitung berdasarkan Arikunto (2012) bahwa

jika populasi lebih dari 100, maka diambil 10-15% dari populasi

atau 20-25% dari jumlah populasi. Maka jumlah sampel dalam

penelitian ini diambil 25% dari jumlah populasi (122 responden)

adalah 30,5 atau dibulatkan menjadi 31 responden.

D. Instrument Penelitian

Instrument untuk pengumpulan datapada penelitian ini dengan

menggunakan lembar kuesioner yang berupa instumen kualitas tidur

yang menggunakan kuisioner baku Pittsburgh Sleep Quality Indexs

(PSQI) dan lembar observasi kadar glukosa darah berdasarkan hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.

E. Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini data diperoleh langsung dari responden.

Data primer didapat dari mengukur langsung kadar glukosa darah

puasa responden dan data sekunder didapat dari hasil kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dengan mewawancarai

responden.

2. Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh akan diubah dalam bentuk tabel,

kemudian data diolah menggunakan program komputer. Proses

pengolahan data tersebut terdiri beberapa langkah sebagai

berikut:

1) Editing, melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner.

2) Coding, menerjemahkan data yang dikumpulkan selama

penelitian ke dalam simbol yang sesuai untuk keperluan

analisis.

3) Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer.

4) Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data

atau responden untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan, kemudian dilakukan

koreksi (Notoatmodjo, 2014).

b. Analisis Data

1) Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat

gambaran distribusi frekuensi dari masing masing variabel

yang di teliti baik variabel independen maupun variabel

dependen dengan persentase ( %) ( Notoatmodjo, 2010) .

Rumus:

f
P= x 100 %
n

Keterangan:

P : Persentase

f : Frekuensi dari variabel yang diamati

n : Besar sampel

Interpretasi data menurut Ari kuno (2009) :

0%-25% = sebagian kecil responden

26%-49% = hampir sebagian responden

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariate dilakukan untuk menget ahui

hubungan antara variable independen dengan variable

dependen di RSUD Curup menggunakan uji statistik Chi

square ( X² ), ada atau tidaknya hubungan yang dilihat dari

hasil anali sis (Nilai X² dan p-value) , dengan menggunakan

Computer program SPSS dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil chisquare dapat dilihat pada kotak chisquare test,

dengan aturan yang berlaku yaitu:


Bila pada table 2x2 di jumpai nilai expected (harapan) <5,

maka yang di gunakan adalah f isher’sexact test .

Bila padat abel 2x2 tidak di jumpai atau tidak ada nilai

expected (harapan) <5, maka yang digunakan adalah

continuity correction.

Bila tabel nya lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dll, maka

di gunakan uji Pearson Chi Square. Dengan Kritera

(Riyanto, 2009) :

Jika hasil uji hipotesis p≤α (0,05), maka Ha diterima,

berarti ada hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah

pasien DM tipe 2 di RSUD Curup Tahun 2020.

Jika hasil uji hipotesis p>α (0,05) ,maka Ha ditolak, berarti

tidak ada hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah

pasien DM tipe 2 di RSUD Curup Tahun 2020.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD Curup Provinsi Bengkulu merupakan rumah sakit tipe C yang

beralamat di Jl. Basuki Rahmat No. 10, Dwi Tunggal, Curup, Kabupaten

Rejang Lebong, Bengkulu. Kode Pos 39119. Rumah sakit ini merupakan

rumah sakit tipe C. Rumah sakit ini memiliki 7 ruangan rawat inap yaitu

penyakit dalam, bedah, anak dan neonates, kebidanan, ICU, Paviliun dan

Raflesia (kelas III). Data SDMK di Rumah Sakit Umum Daerah Curup

adalah dokter umum berjumlah 14, dokter gigi ada 2, dokter spesialis

penyakit dalam ada 1, dokter spesialis obgyn ada 4, dokter spesialis anak

ada 2, dokter spesialis bedah ada 3, dokter spesialis radiologi ada 1, dokter

spesialis anastesi ada 1, dokter spesialis patologi klinik, perawat 147, bidan

76, farmasi 13, gizi 17, kesehatan masyarakat 4, kesehatan lingkungan 4,

keterapian fisik 4, keteknisian medic 10, dan teknik biomedika 24.

2. Jalannya Penelitian

Penelitian ini diawali dengan membawa surat permohonan izin

penelitian dari kampus FIKes Universitas Dehasen Bengkulu untuk dibawa

ke RSUD Curup Provinsi Bengkulu. Setelah mendapatkan surat pemberian

izin penelitian dari tempat penelitian, kemudian peneliti melakukan

penelitian di RSUD Curup Provinsi Bengkulu.


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara

analitik, dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini

adalah pasien DM tipe 2 yang dirawat di Ruang Melati RSUD Curup

dengan estimasi Tahun 2019 sebanyak 107 pasien dan pengambilan sampel

menggunakan teknik Purpusive Sampling. Dalam penelitian ini jenis data

yang digunakan adalah data primer. Data primer diperoleh dengan cara

membagikan kuisioner dengan pasien secara langsung.

Data yang didapat dimasukkan ke dalam format pengumpulan data

(master tabel). Setelah data terkumpul, peneliti melakukan editing yaitu

memeriksa kelengkapan data. Setelah data lengkap, peneliti melakuakan

coding yaitu memberi kode pada data yang telah dikumpulkan dan diperiksa

ulang kelengkapannya, setelah itu melakukan entry yaitu memasukkan data

yang telah dicoding ke dalam komputer kemudian peneliti melakukan

proses cleaning yaitu proses pengecekan ulang data untuk melihat ada

tidaknya kesalahan dalam pengolahan data. Kemudian dilakukan tabulating

data untuk dianalisis secara univariat dan bivariat dengan komputerisasi

menggunakan program SPSS untuk mendapatkan nilai p value dari setiap

variabel yang diteliti.

3. Analisis Data

a. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini untuk melihat distribusi

frekuensi variabel penelitian kualitas tidur di RSUD Curup Provinsi

bengkulu Tahun 2020.

Tabel 5.1 Gambaran distribusi frekuensi kualitas tidur di RSUD

Curup Provinsi bengkulu Tahun 2020.

Kualitas Tidur Frekuensi (f) Persentase (%)


Kualitas Tidur Buruk 10 32,3
Kualitas Tidur Baik 21 67,7
Total 31 100%
Berdasarkan tabel 5.1 atas dapat diketahui bahwa dari 31 responden,

terdapat sebagian besar 67,7% responden mengalami kualitas tidur baik,

dan hanya sebagian kecil 32,3% responden mengalami kualitas tidur

buruk

Tabel 5.2 Gambaran distribusi frekuensi glukosa darah penderita

diabetes melitus tipe II di RSUD Curup Provinsi Bengkulu

Tahun 2020.

Glukosa Darah Frekuensi (f) Persentase (%)


Tidak Normal 18 58,1
Normal 13 41,9
Total 31 100%
Berdasarkan tabel 5.2 atas dapat diketahui bahwa dari 31 responden,

terdapat lebih dari sebagian 58,1% responden yang memiliki glukosa

darah tidak normal dan hampir sebagian responden yang memiliki

glukosa darah normal.

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan kualitas

tidur dengan glukosa darah penderita diabetes melitus tipe II di RSUD

Curup Provinsi Bengkulu tahun 2020.

Tabel 5.3 Hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah


penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Curup
Provinsi Bengkulu Tahun 2020.

Kualitas Glukosa darah Total P value


Tidur Tidak Normal Normal
F % F % F %
Buruk 9 90 1 10 10 100 0,02
Baik 9 42,9 12 57,1 21 100
Total 18 13 31 100

Berdasarkan table 5.3 di atas menunjukan bahwa dari 31 responden

yang mengalami DM Tipe II, bahwa dari 10 responden yang mengalami

kualitas tidur buruk, terdapat 9 (90%) responden yang mengalami

glukosa darah tidak normal dan hanya 1 (10%) responden yang

mengalami glukosa darah normal.

Dari 21 responden yang memiliki kualitas tidur baik, terdapat 9

(42,9%) responden yang mengalami glukosa darah tidak normal dan 12

(57,1%) responden yang mengalami glukosa darah normal.

Hasil uji statistic chi-square (Fisher’s exact test) didapat nilai ρ

value= 0,02< α = 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara kualitas

tidur dengan glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD

Curup Tahun 2020.

B. Pembahasan
1. Gambaran distribusi frekuensi kualitas tidur di RSUD Curup Provinsi

bengkulu Tahun 2020.

Berdasarkan tabel 5.1 atas dapat diketahui bahwa dari 31 responden,

terdapat sebagian besar 67,7% responden mengalami kualitas tidur baik, dan

hanya sebagian kecil 32,3% responden mengalami kualitas tidur buruk.

Kualitas tidur adalah dimana suatu keadaan dimana tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencangkup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur,

serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis (Khasanah & Hidayati,

2012).

Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat

disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem

saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang

pengeluaran hormon seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan

gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan

DM tipe 2 (Taub & Redeker, 2008). Perubahan respon tubuh yang terjadi

akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin

sehingga sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien (Smith, 2010).

Gangguan tidur dapat mempengaruhi fungsi motorik dan kognitif,

penurunan daya ingat, disorientasi serta adanya keluhan fatique sehingga

dapat mempengaruhi kehidupan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.


Gangguan tidur yang terjadi pada pasien DM tentunya juga dapat

mempengaruhi pasien dalam pengolahan penyakitnya. Salah satu komponen

dalam manajemen DM adalah monitoring kadar gula darah yang memerlukan

peran serta aktif, kemauan dan kemampuan pasien secara mandiri. Upaya

mempertahankan kadar gula darah tetap normal pasien DM dapat menurunkan

risiko terjadinya komplikasi (Soegondo et al., 2009).

2. Gambaran distribusi frekuensi glukosa darah penderita diabetes melitus

tipe II di RSUD Curup Provinsi Bengkulu Tahun 2020.

Berdasarkan tabel 5.2 atas dapat diketahui bahwa dari 31 responden,

terdapat lebih dari sebagian 58,1% responden yang memiliki glukosa darah

tidak normal dan hampir sebagian responden yang memiliki glukosa darah

normal.

Glukosa merupakan karbohidrat yang penting, sebagai bahan bakar

utama bagi jaringan makhluk hidup dan bahan bakar universal bagi janin,

glukosa diserap dengan jumlah besar ke dalam darah dikonversikan di dalam

hati (Sakung, 2016).

Kadar glukosa darah (kadar glukosa dalam darah) adalah jumlah atau

konsentrasi glukosa di dalam darah, yang diatur dengan ketat di dalam

tubuh. Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu

tinggi karena glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik

dalam cairan ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat

berlebihan, akan dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel, tingginya

konsentasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air


seni, hilangnya glukosa melalui urin juga meimbulkan diuresis osmotik

oleh ginjal, yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit.

Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan

pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular,

akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada

peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal

stadium akhir, dan kebutaan (Guyton & Hall, 2008).

Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah

merupakan salah satu mekanisme homeostatis yang diatur paling halus dan

juga menjadi salah satu mekanisme di dalam hepar, jaringan ekstrahepatik

serta beberapa hormon turut mengambil bagian, mekanisme homeostatis

yaitu melalui dua cara, bila glukosa darah terlalu rendah, maka glukosa

akan suplai dari hati dengan jalan memecah glikogen hati, sebaliknya bila

glukosa darah terlalu tinggi maka glukosa tersebut akan dibawa ke hati dan

dirubah menjadi glikogen/masuk ke otot dirubah menjadi glukogen otot.

Hepar dapat mengambil dan membebaskan glukosa dalam jumlah besar

sebagai respons terhadap sinyal dari hormon (Sakung, 2016).

Kadar glukosa darah pada manusia setelah penyerapan makanan (2

jam setelah makan) adalah 4,5–5,5 mmol/L (< 140 mg/100mL), setelah

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat (sewaktu), kadar

tersebut dapat naik hingga 6,5–6,2 mmol/L (<180mg/100mL). Ketika

puasa kadar glukosa darah akan turun menjadi 3,3–3,9 mmol/L (70–110

mg/100mL) (Sakung, 2016).


Glukosa harus ditranspor ke dalam sel melalui mekanisme difusi

terfasilitasi sehingga sel dapat memakainya sebagai sumber energi. Agar

glukosa dapat menembus membran plasma yang impermeabel terhadap

molekul besar, glukosa membutuhkan protein pembawa. Selain di saluran

cerna dan tubulus ginjal, glukosa diangkut dari konsentrasi yang lebih

tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah mengikuti gradien konsentrasinya

oleh protein pembawa GLUT yang independen Na+. Kecepatan

pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak sangat dipengaruhi

oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan pengangkutan glukosa

dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat (Guyton & Hall, 2008).

Pada saat glukosa darah tinggi, hepar dengan cepat membuat glukosa

-6-fosfat, hormon glukagon memicu siklik adenosin monoposiat yang

menghasilkan pemecahan glikogen. Hormon insulin melawan kegiatan

hormon glukagon, sehingga kadar glukosa darah tinggi menurunkan

sekresi glukagon dan menaikkan sekresi insulin oleh pankreas. Mobilisasi

glikogen dan pembebasan glukosa oleh hati dapat mempertahankan

normalisasi glukosa darah (Sakung, 2016).

Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin.

Glukagon mempunyai dua fungsi utama, yaitu berperan dalam proses

pemecahan glikogen di hati (glikogenolisis) dan meningkatkan proses

asam amino menjadi glukosa (glukoneogenesis) Jadi, glukagon

mempunyai efek meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Guyton &

Hall, 2008).
3. Hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Curup Provinsi Bengkulu Tahun 2020.

Berdasarkan table 5.3 di atas menunjukan bahwa dari 31 responden

yang mengalami DM Tipe II, bahwa dari 10 responden yang mengalami

kualitas tidur buruk, terdapat 9 (90%) responden yang mengalami glukosa

darah tidak normal dan hanya 1 (10%) responden yang mengalami glukosa

darah normal. Dari 21 responden yang memiliki kualitas tidur baik, terdapat 9

(42,9%) responden yang mengalami glukosa darah tidak normal dan 12

(57,1%) responden yang mengalami glukosa darah normal.

Hasil uji statistic chi-square (Fisher’s exact test) didapat nilai ρ value=

0,02< α = 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara kualitas tidur dengan

glukosa darah penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Curup Tahun 2020.

Kualitas tidur adalah dimana suatu keadaan dimana tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur,

serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat. Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan

tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat

dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis (Khasanah & Hidayati,

2012).

Perubahan hormonal yang terjadi terkait dengan gangguan tidur dapat

disebabkan adanya aktivitas Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem

saraf simpatis. Aktivitas HPA dan sistem saraf simpatis dapat merangsang

pengeluaran hormon seperti katekolamin dan kortisol yang menyebabkan


gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin dan berhubungan dengan

DM tipe 2 (Taub & Redeker, 2008). Perubahan respon tubuh yang terjadi

akibat adanya gangguan tidur adalah terjadinya peningkatan resistensi insulin

sehingga sel tidak dapat menggunakan hormon secara efisien (Smith , 2010).

Gangguan tidur dapat mempengaruhi fungsi motorik dan kognitif,

penurunan produktivitas, perubahan mood, penurunan daya ingat, disorientasi

serta adanya keluhan fatique sehingga dapat mempengaruhi kehidupan pasien

dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Gangguan tidur yang terjadi pada

pasien DM tentunya juga dapat mempengaruhi pasien dalam pengelolaan

penyakitnya. Salah satu komponen dalam manajemen DM adalah monitoring

kadar gula darah yang memerlukan peran serta aktif, kemauan dan

kemampuan pasien secara mandiri. Upaya mempertahankan kadar gula darah

tetap normal pasien DM dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi

(Soegondo et al., 2009).

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang hubungan kualitas tidur dengan glukosa

darah penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Curup Provinsi Bengkulu

Tahun 2020, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar 67,7% responden memiliki kualitas tidur baik di RSUD Curup

Provinsi Bengkulu Tahun 2020

2. Sebagian besar 58,1% responden memiliki glukosa darah tidak normal di

RSUD Curup Provinsi Bengkulu Tahun 2020

3. Ada hubungan kualitas tidur dengan glukosa darah penderita diabetes mellitus

tipe II di RSUD Curup Provinsi Bengkulu Tahun 2020 dengan p value 0,02.

B. Saran

1. Bagi RSUD Curup

Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan sebagai sumber informasi

yang bermanfaat, sehingga tenaga medis memberikan saran/pendidikan

kesehatan kepada seluruh pasien diabetes mellitus untuk mengatur pola tidur

sehingga tidak terjadi peningkatan glukosa darah.

2. Bagi Institusi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu

Bagi institusi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu

diharapkan untuk terus mengembangkan penelitian tentang diabetes

mellitus.

3. Bagi Responden

Bagi responden diharapkan untuk mengatur pola hidup dan menjaga

agar kualitas hidup tetap baik, sehingga dapat memimalisasikan peningkatan

kadar glukosa darah.


4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk menjadikan hasil penelitian

ini sebagai referensi untuk melanjutkan penelitian dengan menambah

variabel lainnya yang berhubungan dengan kualitas hidup dan glukosa darah

pasien diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA

Andra, Wijaya S dan Putri, M. Yessie (2013). Kmb 1 Keperawatan Medikal


Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika

Ambarwati, FR. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua


Satria Offset

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :PT.


Rineka Cipta

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2018. RISKESDAS 2018.


Kemenkes RI : Jakarta

Brunner dan Suddarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.12, alih
bahasa, Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta : EGC

Buysse, D. J., et al. (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI): A new
Instrument for Psychiatric Practice and Research, Pittsburgh: Elsevier
Scientific Publishers Ireland Ltd. Diakses tanggal 20 april 2020.

Damayanti Santi. 2015.Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta : Nuha Medika
Demur, DR. 2018. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah Pasien
Diabetes Melitus Tipe II. Padang : Perintis. Http:www.diaresty.co.id.
Diakses pada Minggu 19 April 2020

Hardianah, Sentot Imam Suprapto. 2014. Patologi dan Patofisiologi Penyakit.


Yogyakarta : Nuha Medika

Intani,Jumiati., Densa Simbolon., nur elly. 2015.Hubungan Kendali gula Darah


dengan komplikasi diabetikum pada pasien diabetes militus. jurnal
penelitian terapan Kesehatan. Bengkulu : Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bengkulu.

Medical Record RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 2013. Laporan Tahunan RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu. Bengkulu

Notoatmodjo. 2014. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka Cipta

Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi NANDA NIC NOC Edisi
Revisi Jilid 1. Yogyakarta :Penerbit Mediaction Publishing

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nusa Medika

Pudiastuti Ratna Dewi. 2013.Penyakit-Penyakit Mematihkan. Yogyakarta : Nuha


Medika

Rekam Medis RSUD Curup. 2019. Laporan Tahunan RSUD Curup. Curup

Rendy Clevo M, TH Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta : Nuha Medika

Romadoni Siti dan Carlingga. 2015. Hubungan Kualitas Tidur dengan Glukosa
Darah Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit X Palembang. Palembang:
STIKES Muhammadiyah Palembang
https://ejournal.stikesmp.ac.id/index.php/maskermedika/article/view/115/99
diakses pada senin 12 Mei 2020

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. 2009. Penatalaksanaan Diabetes


Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Tandra Hans. 2013. Life Healty With Diabetes. Yogyakarta: Andi

Wijaya Andra dan Putri Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta.


Nuha Medika
Williamson Amanda, Crozier Kenda. 2014. Buku Ajar Asuhan Neonatus.
Jakarta :EGC

KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI)

1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam? NO


2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?

5. Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x ≥ 3 x semi


dibawah ini mengganggu tidur Pernah Seminggu seminggu nggu
anda ?
a) Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau
terlalu dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi
d) Tidak mampu bernafas dengan
leluasa
e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam hari
g) Kepanasan dimalam hari
h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri
j) Alasan lain ………
6. Seberapa sering anda menggunakan
obat tidur
7. Seberapa sering anda mengantuk
ketika melakukan aktifitas disiang
hari
Tidak Kecil Sedang Besar
Antusia
s
8. Seberapa besar antusias anda ingin
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Sangat Baik Kurang Sangat
Baik Kurang
9. Pertanyaan preintervensi :
Bagaimana kualitas tidur anda
selama sebulan yang lalu
Pertanyaan postintervensi :
Bagaimana kualitas tidur anda
selama seminggu yang lalu

LEMBAR CEKLIST KADAR GLUKOSA DARAH

No. Nama Usia Kadar Gula Dara Keterangan

Anda mungkin juga menyukai