NURHIDAYAH
Nim : N.20.071
CI LAHAN CI INSTITUSI
_______________ _______________
TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik dalam diri
sendiri maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Direja, 2011).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
a) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di
luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
c) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan yang diterima (permissive).
d) Bioneurologis, kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep
diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
a) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
b) Interaksi : Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang
berarti, konflik, merasa terancam, baik internal dari perusahaan
diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Damaiyanti, 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
10) Merusak benda atau barang
11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku
kekerasan.
4. Rentang Respon
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan ( panik ).
Respon Adaptif Respon Maladaptif
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan
tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang
dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah
(HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka
akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayang-bayangan
yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data
berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif).
Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefektif).
1. Farmakoterapi
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2. Obat anti depresi, amitriptyline
3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4. Obat anti insomnia, phenobarbital
Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas
lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada
orang lain.
A. Psikopatologi
(Depkes, 2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan merah
merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecamasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal dapat barupa perilak kekerasan sedangkan secara
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresiakan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata- kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberi
perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi.
KONSEP KEPERAWATAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokkan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa factor
presipitasi, predisposisi, penilaian terhadap streesor, sumber koping dan kemampuan
yang dimiliki klien.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, No.
MR.
2. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RS, biasanya klien memukul anggota
keluarga atau orang lain, merusak alat “RT dan marah”.
3. Factor predisposisi
Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil
dalam pengobatan.
Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga.
Klien dengan perilaku kekerasan bisa herediter.
Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mangganggu.
4. Fisik
Pada saat marah tensi biasanya meningkat.
5. Psikososial
a. Genogram
Pada genogram biasanya ada terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pada komunikasi klien terganggu begitupun
dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
Gambaran diri
Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
Identitas
Klien biasanya tidak puas dengan status dan posisinya baik sebelum
maupun ketika dirawat tapi klien biasanya puas dengan statusnya
sebagai laki-laki/perempuan.
Peran
Klien biasanya menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran
klien terganggu.
Ideal diri
Klien biasanya memiliki harapan masa lalu yang tidak terpenuhi.
Harga diri
Klien biasanya memiliki harga diri rendah sehubungan dengan
sakitnya.
6. Hubungan social
Meliputi interaksi social, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, mengajuhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
7. Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
linngkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
8. Status mental
Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak cocok/serasi dan berubah
dari biasanya.
Pembicaraan
Biasanya pembicaraannya cepat dan kasar
Aktivitas motoric
Aktivitas motorik meningkat klien biasanya terganggu dan gelisah
Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari factor presipitasi
misalnya: sedih dan putus asa.
Afek
Afek klien biasanya sesuai
Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak bermusuhan
dan mudah tersinggung.
Persepsi
Klien dengan perilaku kekerasan biasanya tidak memiliki kerusakan
persepsi.
Proses piker
Biasanya klien mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis
dan koheren.
Isi piker
Keyakinan klien konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien.
Tingkat kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan
waktu.
Memori
Tidak terjadi ganggguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek klien mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien biasanya tidak mengalami gangguan konsentrasi dan berhitung.
Kemampuan penilaian
Biasanya klien mampu mengambil keputusan jika menghadapi masalah
yag ringan, klien mampu menilai dan mengevaluasi diri sendiri.
Daya tilik diri
Klien biasanya mengingkari penyakit yang diderita dan tidak memerlukan
pertolongan, klien juga seringmenyalahkan hal-hal diluar dirinya.
9. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan: pada keadaan berat, klien cenderung tidak memperhatikan dirinya
termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki minat dan
kepedulian.
b) BAB/BAK: observasi kemampuan klien untuk BAB/BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan dirinya.
c) Mandi : biasnya klien mandi berulang/ tidak mandi sama sekali
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Istirahat: observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam,
biasanya istirahat klien terganggu karena klien gelisah dengan masalah
yang dihadapi.
f) Sistem pendukung: untuk pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran
keluarga dan system pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah: klien mampu melakukan aktivitas dalam rumah
seperti menyapu.
h) Mekanisme koping
Biasanya Mekanisme yang dicapai oleh klien adalah maladaptif, klien
mengatakan kalau ada masalah pengennya marah-marah, merusak barang
dan keluyuran.
C. Pohon Masalah
Halusinasi Pendengaran
Keliat, B., et al. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC. Jakarta.