Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN KASUS HIPERTENSI DI DUSUN KOLLANG


DESA KAROMBANG KECAMATAN BULO

KAB. POLEWALI MANDAR

SRI WAHYUNI

Nim : N.20.034

CI LAHAN CI INSTITUSI

_______________ _______________

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI

PROGRAM PROFESI NERS

POLEWALI MANDAR

TAHUN 2020/2021
A. Konsep Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)

dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung

koroner) dan otak (menyebabkan) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).

2. Penyebab Hipertensi

a. Hipertensi Primer (Essensial Hypertension)

Hipertensi essensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik,

adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus

hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada

essensial adalah multifactor, terdiri dari factor genetic dan lingkunga. Factor

keturunan bersifat poligenik dan terlihat adanya riwayat penyakit

kardiovaskuler dari keluarga. Factor predisposisi genetic ini dapat berupa

sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivittas

vascular (terhadap vasokonstriktor) dan resistensi insulin. Paling sedikit ada

3 faktor yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam (natrium)

berlebihan, stress psikis, dan obesitas (Indah Dwi Puspita, 2016).


b. Hipertensi Sekunder (Secondary Hypertension)

Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah kelainan dan

keadaan dari system organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerulus

nefritis akut), kelainan endokrin (tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing)

serta bida diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan (kortikosteroid dan

hormonal) (Indah Dwi Puspita, 2016).

3. Jenis Hipertensi

a. Berdasarkan Penyebabnya

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua jenis besar yaitu hipertensi

esensial atau hipertensi primer yang belum jelas diketahui penyebabnya

dijumpai lebih kurang 90% dan hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh

dikatakan telah pasti yaitu 10% dari seluruh hipertensi. Menurut Sunarta

peneliti lain, berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan

dalam dua kategori besar, yaitu:

1) Hipertensi Primer

Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan

jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab

hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan

hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan

termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer yang sering

dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang

kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat anti

hipertensi mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang menimbulkan


efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar

natrium (Na) dan kaliun (K) didalam tubuh dan dehidrasi (Panjaitan,

2015).

2) Hipertensi Sekunder

Artinya penyebabnya boleh dikatakan sudah pasti yaitu hipertensi

yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi

sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal,

hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes mellitus, dan

hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Panjaitan, 2015).

b. Berdasarkan Bentuknya

Hipertensi dibagi menjadi tiga yaitu hipertensi diastolik, hipertensi

sistolik dan hipertensi campuran (Sari, 2017).

1) Hipertensi diastolik adalah hipertensi yang dapat ditemukan pada anak-

anak atauk dewasa muda. Hipertensi ini disebut diastolik karena terjadi

peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti oleh peningkatan sistolik.

2) Hipertensi sistolik adalah peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti oleh

peningkatan diastolic. c. Hipertensi campuran adalah peningkatan

tekanan darah diastole dan sistol.

c. Jenis hipertensi lain yang perlu diketahui menurut Sari (2017) adalah

sebagai berikut:

1) Hipertensi pulnomal adalah suatu keadaan medis yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru saat


beraktivitas. Hal ini dapat menyebabkan sesak napas, pusing bahkan

pingsan.

Berdasarkan National Instittute Of Health dalam kementerian

kesehatan RI (2014), seseorang dikatakan menderita hipertensi pulnomal

apabila memiliki tekanan sistolik artire pulnomalis lebih dari 35 mmHg

atau lebih dari 25 mmHg saat keadaan istirahat atau lebih dari 30 mmHg

saat beraktivitas serta tidak ditemukan kelainan katup pada jantung kiri,

kelainan paru, penyakit jantung konginetal dan penyakit miokardium.

2) Hipertensi pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi pada ibu yang

sedang mengandung atau hamil. Penyebab hipertensi pada kehamilan

belum diketahui secara jelas. Hipertensi pada kehamilah bukan hanya

membahayakan ibu, namun juga janin yang dikandungnya. Dalam hal

ini hipertensi pada kehamilan tidak boleh dibiarkan dan harus diberikan

penanganan, karena akan berdampak pada pertumbuhan janin dan

terganggunya pelepasan plasenta karena risiko keracunan kehamilan.

Dalam kementerian RI (2014), hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi

4 jenis sebagai berikut:

a) Preeclampsia-eklampsia disebut juga hipertensi yang diakibatkan

oleh kehamilan atau keracunan kehamilan. Pada hipertensi ini

terjadi peningkatan tekanan darah yaitu ≥140 mmHg disertai

dengan kelainan pada urine. Hal ini ditandai dengan adanya

protein pada urine (proteinuria) > 300 mg/24 jam setelah usia

kehamilan 20 minggu. Hipertensi ini juga memungkinkan untuk


berkembang menjadi eklampsia atau kejang. Hipertensi ini lebih

berisiko pada wanita nullipara (belum pernah melahirkan hidup),

hamil kembar, memiliki riwayat keluarga preeclampsia, menderita

hipertensi ≥ 4 tahun, menderita hipertensi pada kehamilan

sebelumnya dan memiliki penyakit ginjal.

b) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang sudah ada pada ibu

sebelum hamil. Hipertensi ini terjadi peningkatan tekanan darah ≥

140/90 mmHg sebelum hamil atau sebelum usia kandungan 20

minggu. Hipertensi jenis ini biasanya menetap > 12 minggu

setelah persalinan.

c) Preeclampsia pada hipertensi kronik adalah gabungan

preeclampsia dengan hipertensi kronik. Hipertensi ini terjadi

peningkatan tekanan darah tiba-tiba disertai peningkatan

proteinuria hingga 3 kali, peningkatan aspartate

aminotransaminase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT)

serta adanya trombosit.

d) Hipertensi gestasional adalah hipertensi pada wanita yang

sebelumnya belum pernah mengidap hipertensi, namun

ketikahamil tekanan darah menjadi mengingkat. Pada kondisi ini

tekanan darah akan kembali normal setelah kehamilan. Kelainan

terjadi pada kehamilan pertama.

4. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan peningkatan tekanan darah sistol dan

diastol.

Klasifikasi hipertensi menurut The Sevent Report of The Joint National

Tabel 1. 2

Kalsifikasi Hipertensi Menurut JNC VII,

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastole

Darah (mmHg) (mmHg)


Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-159 90-99

Stage 1
Hipertensi 160 atau >160 100 atau >100

Stage 2
Sumber : Kemenkes RI, 2014

5. Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter atau biasa disebut

dengan sphygmomanometer atau blood pressure monitor. Hasil pengukuran tekanan

darah berupa dua angka yang menunjukkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik.

Contohnya tekanan darah 120/80, angka yang di atas menunjukkan tekanan darah

sistolik yaitu tekanan diarteri ssaat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa

darah melalui pembuluh tersebut dan angka yang di bawah menunjukkan tekanan

diastolik yaitu tekanan diarteri saat jantung berelaksasi diatara dua denyutan

(kontraksi). Angka-angka ini memiliki satuan millimeter merkuri (mmHg, Hg adalah

symbol kimia untuk merkuri). Satuan ini menunjukkan cara pengukuran tekanan

darah sejak pertama kali ditemukan (Palmer dan William, 2007; dalam Ina Eriana,

2017).
Saat ini terdapat dua jenis tensimeter yaitu :

a. Tensimeter digital

Tensimeter digital merupakan alat tensimeter yang lebih mudah digunakan

dibandingkan tensimeter manual. Alat ini dapat memberikan nilai hasil

pengukuran tanpa harus mendengarkan bunyi aliran darah (bunyi korotkrof)

dan hasil pengukuran dapat dilihat pada layar. Beberapa alat tensimeter digital

juga dapat mencetak hasil pengukuran tekanan darah (Medycalogi, 2017;

dalam Ina Eriana, 2017).

b. Tensimeter manual

Tensimeter manual dibedakan menjadi dua yaitu tensimeter aneroid dan

tensimeter air raksa. Cara mengoperasikan kedua jenis tensimeter ini sama.

Perbedaan kedua jenis tensimeter ini adalah pada alat untuk membaca hasil

pengukuran di mana pada tensimeter aneroid, hasil pengukuran dapat dilihat

melalui angka yang ditunjukkan oleh jarum pada cakram angka sedangkan

pada tensimeter raksa hasil pengukuran dapat dilihat melalui nilai yang

ditunjukkan oleh air raksa pada skala yang ada (Medicalogy, 2017; dalam Ina

Eriana, 2017).

Menurut Benson dan Casey (2006) ada beberapa hal yang harus

diperhatikan sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yaitu:

a) Jangan minum kafein atau merokok selama 30 menit sebelum

pengukuran

b) Duduk diam selama 5 menit


c) Selama pengukuran, duduk di kursi dengan kedua kaki di lantai dan

kedua lengan bertumpu sehingga siku berada pada posisi yang sama

tinggi dengan jantung

d) Bagian manset yang dipompa setidaknya harus mengelilingi 80%

lengan, dan manset harus ditempatkan pada kulit yang telanjang, bukan

pada baju

e) Jangan berbicara selama pengukuran.

6. Patofisiologi

Dimulai dengan atherosclerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah

peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh

darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang

menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan kelambanan aliran

darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi

dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang akhirnya memberikan

gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007; dalam

Ina Eriana, 2017).

7. Gejala

Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala pada

hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah. Gejala yang

timbul berbeda-beda. Kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru

timbul keluhan setelah terjadi kompilasi yang spesifik pada organ tertentucseperti

ginjal, mata, otak dan jantung (Ina Eriana, 2017).


Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selamabertahun-tahun.

Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan

organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik,

misalnya sakit kepala atau pusing. Akan tetapi, pada penderita hipertensi berat

biasanya akan timbul gejala antara lain : Sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah,

sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah

marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat ditengkuk, nyeri di daerah

bagian belakang, nyeri di dada, otot lemah, pembekakan pada kaki dan pergelangan

kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau kemerahan, denyut jantung

menjadi kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, darah diurin, dan mimisan (jarang

dilaporkan) (Bujawati,2012; dalam Ina eriana, 2017)).

8. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor

yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.

a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, antara lain:

1) Genetik

Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki

tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah

tinggi lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang

anak akan lebih mendekati tekanan darah orang tuanya bila mereka

memiliki hubungan darah dibandingkan anak yang diadopsi. Hal ini

menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor


lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan besar dalam

menentukan tekanan darah (Palmer dan Williams, 2007; dalam Ina

Eriana, 2017).

2) Usia

Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar.

Di inggris prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah

sekitar 20% dan meningkat lebih dari 50% pada usia di atas 60 tahun.

Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Takanan darah tinggi

juga dapat terjadi pada usia muda, namun prevalensinya rendah (kurang

dari 20%) (Palmer dan Williams, 2007; ; dalam Ina Eriana, 2017).

3) Jenis kelamin

Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga

puluhan sedangkan wanita sering mengalami hipertensi setelah

menopause. Tekanan darah wanita, khususnya sistolik, meningkat lebih

tajam sesuai usia. Setelah 55 tahun,wanita memang mempunyai risiko

lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Salah satu penyebab terjadinya

pola tersebut adalah karena hormon kedua jenis kelamin. Produksi

hormon esterogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek

menguntungkan sehingga tekanan darah meningkat (Benson dan Casey,

2006; dalam Ina Eriana, 2017)

b) Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor risiko yang dapat diubah yaitu


1) Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal, erat

kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah

tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Akan tetapi tidak

semua obesitas akan terkena hipertensi. Tergantung pada individu

masing-masing. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu

>120/80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler. Penurunan berat badan sekitar 5kg dapat menurunkan

tekanan darah secara signifikan. Pada penderita hipertensi ditemukan

sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih, untuk itu hendaknya

memperhatikan jumlah makanan yang dikonsumsi harus cukup dan

proporsional artinya sesuai dengan kebutuhan tubuh, tidak berlebih dan

tidak kurang (Ina Eriana, 2017).

2) Alkohol

Orang yang gemar mengonsumsi alkohol dengan kadar tinggi akan

memiliki tekanan darah yang cepat berubah dan cenderung meningkat

tinggi. Alkohol juga memiliki efek yang hampir sama dengan karbon

monoksida yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Meminum

alkohol secara berlebihan, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari

merupakan faktor penyebab 7% kasus hipertensi (Anna Palmer, 2007;

dalam Ina Eriana, 2017).

3) Konsumsi Makanan Asin


Makanan asin adalah makanan dengan kadar natrium tinggi.

Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada mekanisme

timbulnya hipertensi (Thomas, 2000 dalam Ina Eriana, 2017). Natrium

dalam klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal

dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan dalam

tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah

yang berlebih dapat menahan air (resisten), sehingga meningkatkan

volume darah. Peningkatan volume darah mengakibatkan tekanan pada

dinding pembuluh darah meningkat, Akibatnya jantung harus bekerja

lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik.

Kelebihan natrium dalam darah juga berdampak buruk bagi dinding

pembuluh darah dan mengikis pembuluh darah tersebut hingga

terkelupas. Kotoran akibat pengelupasan tersebut dapat menyumbat

pembuluh darah (Widharto, 2007 dalam Ina Eriana, 2017).

4) Konsumsi makanan berlemak

Makanan berlemak adalah makanan dengan kadar lemak yang

tinggi. Menurut Sugiharto kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh erat

kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadi

hipertensi (Hanafi, 2016; dalam Ina Eriana, 2017).

Menurut Almatzier lemak berfungsi untuk sumber energi, sumber

asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat

protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas,

memelihara suhu tubuh, dan pelindung organ tubuh (Rustiana, 2014).


Namun keberadaan lemak jenuh yang berlebih dalam tubuh akan

menyebabkan penumpukan dan pembentuk plak pada pembuluh darah

sehingga pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisnya

berkurang (Almatzier; dalam Ina Eriana, 2017).

5) Stres

Stress adalah suatu hal yang membuat anda tegang, marah, frustasi

atau tidak bahagia. Terlalu banyak stress akan memmengaruhi kesehatan

dan kesejateraan kita salah satunya penyakit hipertensi. Hubungan antara

stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat

meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Di samping itu juga

dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin

dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga

tekanan darah meningkat. Apabila stres berlangsung lama, dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap dan tubuh akan

berusaha mengadakan penyesuian sehingga timbul kelainan organis atau

perubahan patologis (Sugiyono, 2007 dalam Pramana, 2016; dalam Ina

Eriana, 2017).

9. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dapat terjadi

komplokasi dan menimbulkan kerusakan serius pada organ-organ sebagai

berikut, yaitu:

a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung

akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi

pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan

berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung

tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru sehingga

banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat

menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung

(Panjaitan, 2015)

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan risiko stroke.

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke

iskemik dan stoke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80%

kasus) adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri

otak terganggu. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke

hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat pembuluh darah di otak atau di

dektat otak pecah. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang

persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara sel-sel

otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun

komplikasinya dapat menjadi lebih serius (Panjaitan, 2015).

c. Ginjal

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebaban kerusakan

sistem penyaringan di dalam ginjal, akibatnya ginjal tidak mampu


membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk melalui

aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh (Panjaitan, 2015)

d. Mata

Hipertensi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,

sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang

sensitif terhdap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vascular retina.

Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal

penyakit jantung (Panjaitan, 2015)

e. Stroke

Hipertensi menyebabkan stroke, hipertensi yang tidak terkontrol

dapat menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada kerusakan otak dan

saraf. Stroke umumnya disebabkan oleh kebocoran yang mensuplai darah

ke otak. Dan pencegahan yang paling baik untuk komlikasi-komplikasi

hipertensi adalah mengontrol tekanan darah (Panjaitan, 2015).

10. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah mordibitas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1) Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa

obat ini meliputi :


a) Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

 Penurunan berat badan

 Menghentikan merokok

b) Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat

prinsip yaitu :

 Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,

bersepeda, berenang dan lain-lain

 Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas

aerobic atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang disebut

zona latihan

 Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona

latihan

 Frekuensi latihan sebaiknya 3x perminggu dan paling baik 5x

perminggu.

c) Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita meliputi :

 Teknik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk

menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh

yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatic seperti nyeri kepala dan migraine, juga untuk

gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

 Teknik relaksasi

Relaksasi adalah untuk suatu prosedur atau teknik yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara

melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam

tubuh menjadi rileks.

d) Pendidikan kesehatan (Penyuluhan)

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan

pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien

dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2) Terapi dengan obat

Pengobatannya meliputi :

a) Step 1

Obat pilihan pertama : diuretic, beta blocker, Ca antagonis, ACE

inhibitor.

b) Step 2

Alternnatif yang bias diberikan :

 Dosis obat pertama dinaikkan


 Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

 Ditambah obat ke-2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta

blocker, CA antagonis, Alpa blocker, clonidine, reserphin,

vasodilator.

c) Step 3 : Alternatif yang bias ditempuh

 Obat ke-2 diganti

 Ditambah obat ke-3 jenis lain

d) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya

 Ditambah obat ke-3 dan ke-4

 Re-evaluasi dan konsultasi

3) Follow Up untuk mempertahankan terapi

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan

komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter)

dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien, mencakup: Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,

pekerjaan, suku, status perkawinan, tanggal pengkajian, alamat.

b. Keluarga/orang terdekat yang dapat dihubungi : nama, alamat, No telpon,

hubungan dengan klien

c. Riwayat di panti wredha ( jika klien di panti wredha ) Nama panti, alamat

panti, tanggal masuk panti, alasan tinggal di panti, kunjungan keluarga.

d. Genogram

e. Lingkungan tempat tinggal

- Tipe tempat tinggal

- Penerangan

- Sirkulasi : yang dilihat ventilasi dalam rumah

- Keadaan kamar mandi dan WC

- Pembuangan air kotor

- Sumber air minum

- Pembuangan sampah

- Sumber pencernaan

- Privasi

- Resiko injury
f. Status kesehatan saat

a) Aktivitas / istirahat

- Gejala kelemahan, letih, ,nafas pendek

- Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea

b) Sirkulasi

Gejala : riwayat TD, hipotensi postural, takikardi, perubahan warna

kulit, suhu dingin.

c) Integritas ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor

stress multiple

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontineu perhatian,

tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,

peningkatan pola bicara.

d) Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

e) Makanan / cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, lemak dan kolestrol

Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

f. Neurosensori

Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,

berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis


Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan

retinal optic.

g. Gangguan Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital

berat, nyeri abdomen

h. Pernapasan

Gejala : dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,

dyspnea nocyural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat

merokok

Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris otot aksesoris

pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis

i. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan, hipotensi postural

j. Pembelajaran / peyuluhan

Gejala : faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM, penyakit ginjal. Factor resiko etnik : penggunaan pil KB atau

hormone.

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantiung b.d peningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas venrikuler, iskemia miokard

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen
c. Nyeri (akut) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia

d. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi

3. Perencanaan / intervensi

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas venrikuler, iskemia miokard

Tujuan :

- Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat

diterima

- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan

pasien

Kriteria Hasil : klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan

tekanan darah / beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang

individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung

stabil dalam rentang normal peisen

Intervensi :

a) Pantau TD Ukur pada kedua tangan / paha umtuk evaluasi awal. Gunakan

ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.

R : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap

tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler.

Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan

diastolic sampai 130 : hasil pengukuran diastolic diatas 130

dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, peningkatan pertama,


kemudian maligma. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko

yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemi

jantung bila tekanan diastolic 90-115

b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

R: denyutan karotis, jugularis, radialias, dan femoralis mungkin

teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,

mencerminkan efek pada vasokontriksi ( peningkatan SVR ) dan kongesti

vena.

c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.

R: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya

hipertropi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan

S3 menunjukkan hipertropi vertikel dan kerusakan fungsi. Adanya

krakles, dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap

terjadinya atau gagal jantung kronik.

d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

R: Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat

mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan

dekompensasi/penurunan curah jantung.

e) Catatan edema umum/tertentu

R: Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.

f) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktrivitas/keributan

lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal


R : membantu untuk menurnkan ransang simpatis : mengkatkan

relaksasi.

g) Pertahankan pembatasan aktivitas, seprti istrahat di temnpat tidur/kursi;

jadwal periode istrahat tanpa gangguan; bantu pasien m elakukan

aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

R : menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan

darah dan perjalanan penyakit hipertensi.

h) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung leher,

meninggikan kepala tempat tidur.

R : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang

simpatia.

i) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.

R : dapat menimbulkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat

efek tenang, sehingga akan menurunkasn tekanan darah.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan O2

Tujuan : klien mampu memenuhi aktivitasnya sehari-hari

Kriteria hasil : - menunjukkan penurunan tanda fisiologi toleransi

- Klien nampak segar

- ADL mandiri

- Kekuatan otot utuh (5)

Intervensi :

a) Kaji respons klien terhadap aktivitas.


R : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons

fisiologis terhdap stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari

kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

b) Jelaskan penyebab kelemahan.

R : kelemahan disebabkanm oleh kurangnya energy akibat pemasukan

nutirisi yang kurang dari kebutuhan tubuh.

c) Anjurjan psasein untuk menghemat energy, missal : melakukan aktivitas

dengan perlahan.

R : teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energy, juga

membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

d) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahan jika dapat

ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

3) Nyeri (akut), sakit kepala berhunungan dengan peningkatan terkanan vaskuler

serebral.

Tujuan : nyeri kepala dapat berkurang sampai hilang

Kriteria hasil : - Ekspresi wajah rileks

- TTV dalam batas normal

- Skala nyeri 0-1

Intervensi :

a) Kaji statuds nyeri, area, durasi, jenis nyeri, intensitas,kualiatas

R : membantu mengevaluasi derajad kenyamanan

b) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

R : meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.


c) Berikan tindakan nonfarmakologik untuk menghilangkan sakit kepala,

mis; kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,

redupkan lampu kamar, teknik relaksasi

R : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang

memperlambat respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit

kepala dan komplikasinya

d) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokintriksi yang dapat meningkatkan

sakit kepala misalnya: mengejan saat BAB, mengbungkuk, batuk panjang

R : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala

dan adanya peningkatan terkanan vascular serebral

e) Kolaborasi: berikan obat analgesic sesuai indikasi

R : menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system

saraf simpatis

f) Kolaborasi : memberikan obat antiansietas, mis: diazepam

R : dapat mengurangi ketegangan dan ketidaknyamanan yang diperbuat

oleh stress.

4) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan : klien dan keluarga mengetahui penyakit hipertensi

Kriteria hasil : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit sampai

pencengahan.

Intervensi :

a) Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar

R : Belajar lebih mudah bila dimulai dari pengetahuan peserta belajar.


b) Bahas konsep TD menggunakan terminologi dan orang terdekat yang

dapat dimengerti:

- Nilai normal

- Efek tekanan darah tinggi

R: Resiko stroke meningkat secara langsung dengan tekanan darah

individu

c) Jelaskan secara singkat dan sederhana mengenai :

- Pengertian

- Penyebab

- Tanda dan gejala

- Pengobatan/penanganan

- Pencengahan

R : Banyak pasien mengetahui ini sulit untuk menyakini mereka

mengalami hipertensi karena asimtomatik pada awalnya sampai

kepatuhan mulai terjadi sekunder terhadap kerusakan organ. Kepatuhan

ditingkatkan bila pasien memahami kondisi mereka.

d) Tanya batas normal TD

R : Meningkatkan pemahaman klien bahwa TD yang tinggi dapat terjadi

tanpa gejala adalah untuk pasien melanjutkan pengobatan meskipun

mereka sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta, Penderbit Buku Kedokteran, EKG, 2007

Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta, Penerbit Kanisiun,2008

Sobel, barry J, et all. Hipertensi :

Anda mungkin juga menyukai