Anda di halaman 1dari 63

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL BUKITTINGGI
BANGSAL INTERNE

HIPERTENSI URGENSI

OLEH :

Etryanto 3005050
Diega Septevani 3005051
Hesti Afriani Gusti 3005060
Aprilia Anggi Lestari 3005066
Alamsyah Hanafiah 3005076

PROGRAM PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2020

0
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Keadaan tersebut mengakibatkan

jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah (Yanita, 2017). Hipertensi merupakan akibat dari peningkatan

tekanan aliran darah yang terjadi di dalam tubuh manusia sehingga mengakibatkan

kenaikan tekanan darah yang melebihi batas normal. Berdasarkan kriteria Joint

National Committee / JNC VIII tahun 2014, usia ≥ 18 tahun yaitu sistolik ≥ 140

mmHg, sedangkan tekanan diastolik ialah ≥ 90 mmHg.

Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan

diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan

tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi sedangkan tekanan darah

diastolik berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi diantara dua

denyut jantung. Dari hasil pengukuran tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih

besar dari tekanan diastolik (Corwin,2005). Krisis hipertensi biasanya ditandai

dengan peningkatan tekanan diastolik yang melebihi 120 hingga 130 mmHg dan

tekanan sistolik mencapai 200 hingga 220 mmHg. Krisis hipertensi terbagi dua,

yakni Hipertensi emergensi jika disertai dengan kerusakan organ target dan

Hipertensi urgensi jika tanpa kerusakan organ target (Kaplan,2006; Van der Born, et

all, 2011).

1
Hipertensi merupakan faktor resiko utama yang dapat mengakibatkan pecahnya

maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Menyempitnya pembuluh darah otak

akan menimbulkan terganggunya aliran darah ke otak dan sel-sel otak akan

mengalami kematian. Hipertensi yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan

timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target maka keadaan klinis tersebut

disebut juga krisis hipertensi. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien

hipertensi yang lalai meminum obat antihipertensi (Roesma, 2015).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah penyakit umum yang terjadi sebagai peningkatan tekanan

darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada

pemeriksaan yang berulang (Dipiro 9th ed). Hipertensi umumnya gejala kurang

diketahui, tapi meningkatkan risiko berbagai penyakit kardiovaskular lainnya seperti

stroke, serangan jantung dan penyakit non kardiovaskular seperti kerusakan ginjal,

gagal ginjal dan lain-lain.

2.1.2 Klasisfikasi

Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada

tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80

mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke

klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi

dan semua pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.

3
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC7 (The seventh Joint National Committee)

Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi krisis
>180 >120
(Emergency dan urgensi)

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya

kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah > 180/ 120 mmHg;

dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.

 Hipertensi Emergensi

Hipertensi emergensi adalah tekanan darah meningkat ekstrim disertai

dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehngga tekanan darah

harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan

organ target lebih lanjut. Contoh gangguan target akut: encephalopathy, pendarahan

intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissectingaortic aneurysm,

angina pektoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan

(Dipiro 9th ed, 2015).

4
 Hipertensi Urgensi

Hipertensi Urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan

organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral

ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari.

Contohnya termasuk tingkat atas hipertensi tahap II terkait dengan sakit kepala parah,

sesak napas, epistaksis, atau kecemasan berat. Mayoritas dari pasien ini disebabkan

karena tidak patuh minum obat atau pengobatan hipertensi individu yang tidak

memadai/ inadekuat, seringkali dengan sedikit atau tidak ada bukti kerusakan organ

target (Dipiro 9th ed, 2015).

2.1.3 Epidemiologi

Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya

tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Resiko untuk

penderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darah normal

adalah 90%. Kebanyak pasien mempunyai tekanan darah pre hipertensi sebelum

mereka di diagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi

pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun,

laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d

74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita

hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi utuk hipertensi sebesar

65,4%.

5
2.1.4 Etiologi

a. Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer

Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer merupakan hipertensi yang etiologi

patofisiologinya tidak diketahui. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tapi

dikontrol. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial

(hipertensi primer). Faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis

hipertensi primer (Dipiro 9th ed, 2015).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi Sekunder disebabkan oleh berbagai penyakit komorbid atau obat-

obatan tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Dalam berbagai kasus

terdapat kurang dari 10% dari pasien hipertensi teermasuk kedalam hipertensi

sekunder ini. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau renovaskular adalah

penyakit sekunder yang sering terjadi. Obat-obatan tertentu, baik secara langsung

atau tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau meperberat hipertensi dengan

menaikan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka

dengan menghentikan oabt yang bersangkutan atau mengobati kondisi komorbid yang

menyertainnya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi

sekunder (Dipiro 9th ed, 2015).

2.1.5 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiostensin I oleh angiostensin converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon,

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. Oleh ACE yang

6
terdapat di paru-paru, angiostensi I diubah mejaid angiostensin II. Angiostensin II

inilah yang memiliki peranan penting dalam menaikan tekanan darah melalui dua aksi

utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa

haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmoalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh (anti diuresis), sehingga osmolalitas nya

menajdi tinggi dan pekat. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsopsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

7
Gambar 1. Diagram sistem renin-angiotensin-aldosteron.

2.1.6 Faktor- Faktor Risiko

I. Faktor risiko yang tidak dapat ubah antara lain, usia, jenis kelamin dan

genetik.

a. Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko

terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut

cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian diatas usia 65 tahun (Depkes, 2006).

Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan

sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai takanan diastolik sebagai bagian yang

lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tinggi nya hipertensi

sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada

pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit, dan dinding pembuluh

darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah

sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung,

8
Yogyakarta, Denpasar dan Makassar terhadap usia lanjut (55 – 85 tahun), di dapatkan

prevalensi hipertensi terbesar 52,5% (Depkes, 2006). Dalam penelitian Anggraini

(2009) diketahui tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan

penderita hipertensi (Anggraini, 2009). Namun penelitian Aisyiyah 2009 diketahui

bahwa adanya hubungan nyata positif antara usia dan hipertensi.

b. Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak

yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk

peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung

dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita (Depkes, 2006).

Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.

Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat

dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal. Penelitian di Indonesia

prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita (DepKes, 2006). Data RisKesDas

(Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi penderia hipertensi

dindonesia lebih besar pada perempuan (8,6 %) dibandingkan laki-laki (5,8 %).

Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan (2006) sampai umur

55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari

umur 55 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang

menderita hipertensi (DepKes, 2008).

c. Keturunan (Genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi resiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi prmer (Essensial).

9
Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor – faktor lingkungan, yang

kemudia menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan

dengan metabolisme pengaturan garam dan renin dan membran sel. Menurut

Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45 % akan

turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orangtuanya menderita hipertensi maka

sekitar 30 % akan turun ke anaknya (DepKes, 2006).

II. Faktor yang dapat di ubah

Faktor resiko dari penderita hipertensi antara lain merokok diet rendah

serat, kurang aktivitas gerak, berat bdan berlebihan atau kegemukan, konsumsi

alkohol, hiperlipidemia aau hiperkolesterolemia, stress dan konsumsi garam berlebih

sangat berhubungan erat dengan hipertensi. (DepKes, 2006)

- Kegemukan (Obesitas)

Kegemukan (Obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dalam indeks massa tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan

dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Berat badan dan IMT berkolerasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada penderita

hipertensi ditemukan sekitar 20 – 33 % memiliki berat badan berlebih atau

overweight (DepKes, 2006). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan

untuk mengukur tingkat populasi berat badan berlebih dan obesitas pada orang

dewasa (Zufri, 2010). Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi

pada obesitas jauh lebih besar. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang

gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang badannya normal.

10
- Psikososial dan stress

Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara

individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorag untuk mempersepsikan

adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumberdaya (biologis, psikologis, dan

sosial) yang ada pada diri seseorang (DepKes, 2006). Stress atau ketegangan jiwa

(rasa tertekan. Murung, rasa marah, dendam, rasa takut, dan rasa bersalah) dapat

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung

berdenyut lebih kencang serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian,

sehingga timbulnya kelainan organis ataupun perubahan patologis. Diperkirakan,

prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di amerika serikat lebih

tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak puas

orang kulit hitam pada nasib mereka (DepKes, 2006)

- Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap

melalui rokok yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah

tinggi. Pada studi autposi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan

adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan

denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disupply keotot-otot jantung. Merokok

pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan kerusakan pada pembuluh

darah arteri (DepKes, 2006).

11
- Konsumsi alkohol berlebih

Pengaruh alkohol pada kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas namun,

diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan kadar volume sel darah merah

serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa studi

menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol

dilaporkan menimbulkan efek pada tekanan darah baru terlihat apabila

mengkonsumsi alkhol 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (DepKes, 2006).

- Konsumsi garam berlebih

Garam menyebabkan penumppukan cairan dalam tubuh karena menarik

cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan

tekanan darah. Pada sekitar 60 % kasus hipertensi primer atau essensial terjadi respon

penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang,

ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam

rata-rata 7-8 gram, tekanan darah rata-rata lebih tinggi (DepKes,2006).

2.1.7 Manifestasi klinik

Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai

gejala. Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit. Penderita

hipertensi dengan feokromositoma dapat mengurangi sakit kepala paroksimal,

berkeringat, takikardia, paipitasi, dan hipotensi ortostatik. Pada aldosteronemia

primer yang mungkin terjadi adalah gejal hipokalemia, kram otot dan kelelahan.

12
Penderita hipertensi sekunder pada sindrom cushing dapat terjadi peningkatan berat

badan, poliuria, edema, irregular menstruasi, jerawat, atau kelelahan otot.

2.1.8 Terapi

Tujuan Terapi :

 Secara keseluruhan tujuan penanganan hipertensi adalah mengurangi

morbilitas dan kematian.

 Target nilai tekanan darah menjadi normal

 TDS merupakan indikasi yang baik untuk risiko kardiovaskular dari pada

TDD dan seharusnya dijadikan tanda klinik primer dalam mengontrol

hipertensi.

2.1.8.1 Terapi Non-Farmakologi

 Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk

memodifikasi gaya hidup (Depkes, 2006), termasuk :

1. Penurunan berat badan jika kelebihan berat badan.

2. Melakukan diet makanan yang diambil DASH (Dietary Approaches to

Stop Hypertension).

3. Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6

g/hari NaCl)

4. Melakukan aktivitas fisik seperti aerobic.

5. Mengurangi konsumsi alcohol.

6. Menghentikan kebiasaan merokok.

13
 Penderita yang didiagnosis hipertensi tahap 1 atau 2 sebaiknya ditempatkan

pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan.

2.1.8.2 Terapi Farmakologi

a. Algoritma Terapi Hipertensi

Algoritma tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines

memiliki persamaan prinsip, dan berikut adalah algoritme tatalaksana hipertensi

menurut beberapa literature :

14
15
3. Menurut JNC VII

Lifestyle
Modifications

Notat Goal Blood Pressure (<140/90 mmHg)


(<130/80 mmHg for those with diabetes or
chronic kidney disease)

Initial Drug Choices

Without Compelling With Compelling


Indication Indication

Drug (s) for the


Stage 1 Stage 2 compelling indications
Hypertension (SBP (see table 12)
Hypertension (SBP
140-159 or DBP 90- ≥160 or DBP ≥100
99 mmHg) thiazide- mmHg) two-drug
type diuretics for combination for most Other antihypertensive
most. May consider (usually thiazide-type drugs (diuretics, ACEI,
ACEI, ARB, BB, CCB, diuretic and ACEI, or ARB, BB, CCB) as
or combination ARB,or BB, or CCB needed

NOT AT GOAL BLOOD


PLESSURE

Optimize dosages or add additional drugs until goal


blood pressure is achieved. Consider consultation
with hypertension specialist

Gambar 6. Algoritma Terapi Hipertensi

16
17
18
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. YA

Umur : 75 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Baringin Durian Gadang Akabiluru, Lima Puluh Kota

Tanggal Masuk : 16 Agustus 2020

Tanggak Keluar :-

No. Rekam Medik : 13XXX

Ruangan : 201 Lt ll Irna C

Jenis Pembiayaan : BPJS

Agama : Islam

3.2 Anamnesa

Seorang pasien laki-laki berumur 75 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukittinggi melalui IGD dengan keluhan kepala pusing sejak 1 hari ini,

sakit kepala, muntah, riwayat hipertensi.

3.2.1 Keluhan Utama

Kepala pusing sejak 1 hari yang lalu

19
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Kepala pusing sejak 1 hari yang lalu , sakit kepala, muntah, riwayat

hipertensi.

3.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Hipertensi

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :


-
3.2.5 Riwayat Alergi :

Pasien tidak ada memiliki riwayat alergi, baik terhadap obat maupun makanan.

3.2.6 Riwayat Operasi :

Pasien tidak pernah menjalankan tindakan operasi sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di IGD RSSN pada tanggal 16 Agustus 2020:

a. Pemeriksaan Umum

 Kesadaran : Compos Mentis (CM)

 Keadaan umum : Sedang

 Tekanan Darah (TD) : 210/110 mmHg

 Frekuensi Nadi : 63x /menit

 Frekuensi Nafas : 20x /menit

 Suhu : 36,5 oC

 GCS : E4 M4 V5

 Berat Badan :65 kg

20
b. Pemeriksaan Khusus

 Kepala : Sakit

 Rambut : Kotor
5 5
 Eksternitas : Kekuatan otot
5 5

21
3.3.1 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
Hari / Nama Pemeriksaan Nilai Normal Nilai Hari/ Nama Nilai Normal Nilai
Tanggal Pasien Tanggal Pemeriksaan Pasien
16/8/20 Gula darah Random <200 mg/dl 161 mg/dl 17/8/20 Gula darah 70-110 mg/dl 111 mg/dl
(GDR) nukhter
Ureum (Ur) 10 – 50 mg/dl 30 mg/dl Asam urat L: 3-7mg/dl 5,4 mg/dl
P: 2,4 – 5,7 mg/dl
Kreatinin (Cr) 0,6-1,1mg/dl 0,9 mg/dl Total kolestrol <200 mg/dl 219 mg/dl
Natrium (Na) 136 -145 138 mmol/l HDL kolestrol >65 mg/dl 69 mg/dl
mmol/l
Kalium (Ka) 3,5- 5,1 3,8 mmol/l LDL kolestrol < 150 mg/dl 124 mg/dl
mmol/l
Klorida (Cl) 97- 111 101 mmol/l Trigliserida < 150 mg/dl 128 mg/dl
mmol/l
Hemoglobin (HGB) 12- 17 g/dl 13,1
Leukosit (WBC) 4,4 -11,3 /µL 8400/µL
Trombosit (Platelet) 150-450 /µL 215000 /µL
Hematokrit 37-54 % 39,2 %

0
3.4 Diagnosa Utama

Hipertensi Urgensi

3.5 Diagnosa Sekunder


-
3.6 Diagnosa Kerja
-
3.7 Terapi/Tindakan

 Terapi yang diberikan di IGD:

 O2 2-4 L/menit

 IVFD RL 12jam/kof

 Amlodipine 10 mg 1 x 1 Tab (Pagi)

 Candesartan 16 mg 1 x 1 Tab (Malam)

 Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg (iv)

 Injeksi Ondansetron 2 x 4 mg/ml (iv)

 Betahisitine 6 mg 3 x 1 Tab (Pagi, Siang dan Sore)

 Capcam I 2 x 1 (pagi dan sore)

 Pemeriksaan penunjang :

 GDR (Gula Darah Random)

 DL (Darah Lengkap)

 Ur (Ureum)

 Cr (Kreatinin)

 Natrium

 Kalium

 Klorida

0
No NamaDagang/ Frekuensi 17/8/20 18/8/20 19/8/2 20/8/20 21/8/20 22/8/20
P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S SS M
Generik 0
Rute

1 Amlodipine 10 mg 1x1 Oral √ √ √ √ √ √

2 Betahistine 6 mg 3x1 Oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √√

3 Capcam I 2x1 Oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


4 Candesartan 16 mg 1x1 Oral √ √ √ √ √ √

5 Ranitidine 50 mg 2x1 Iv √ √ √ √ √ √ √ √

6 Ondansetron 4mg √ √ √ √ √ √ √ √
2x1 Iv
7 Infus RL / 12 jam 12 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √
Iv
8 Hidroklorotiazid 1x1 √ √ √ √
Oral
.
= OFF

3.9 Follow Up

49
S O A P

50
16/8/20 Pasien mengatakan TD: 200/110 mmHg Resiko penurunan Pantau TTV
sakit kepala sejak 1 hari curah jantung
(Perawat) Nadi: 72×/i
sebelum masuk Rumah
O
Jam 23.15 wib Sakit. Mual (+), Muntah Suhu: 36,7 C
(+) dan badan letih. Pernafasan: 20×/i

Kes: CM
5
Dko: 5

5 5

Skala Nyeri 4

17/8/20 Pasien mengatakan TD: 110/70 mmHg Resiko penurunan Pantau TTV
sakit kepala, Mual (+), curah jantung
(perawat) Dko: 5 5
Muntah (+) dan badan
5 5
Jam 8.30 wib letih.

17/8/20 Pasien mengatakan TD: 140/90 mmHg Resiko penurunan Pantau TTV
sakit kepala, Mual (+), curah jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6

51
Jam 10.15 wib Muntah (+) dan badan
letih.
17/8/20 Pasien mengatakan TD: 150/90 mmHg Resiko penurunan Pantau TTV
sakit kepala, Mual (-), curah jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6
Muntah (-)
Jam 21.50 wib Kes: CM

Skala nyeri : 3

18/8/20 Kepala sakit TD: 150/90 mmHg - Terapi lanjut

(Dokter)

Jam 8.00 wib


18/8/20 Pasien mengatakan TD: 140/90 mmHg Resiko penurunan Pantau TTV
sakit kepala, Mual (-), curah jantung
(perawat) GCS: E4V5M6
Muntah (-)
Jam 09.00 wib Kes: CM

Skala nyeri: 3
18/8/20 Pasien mengatakan TD: 150/90 mmHg Tidak ada masalah Pantau TTV
sakit kepala, Mual (-),

52
(Farmasi) Muntah (-) Kes: CM

Jam 11.00 wib Obat:

-candesartan 1× 16 mg

-Amlodipin 1× 10 mg

- Betahistin 1× 10 mg

- Capcam I 2× 1 mg

- RL infus/12 jam iv

- inj. Ranitidin 2×50 mg

- inj. Ondansetron 2 ×4
mg
18/8/20 Pasien mengatakan TD: 160/100 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
sakit kepala, Mual (-), jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6
Muntah (-)
Jam 21.30 wib Kes: CM
19/8/20 Keluhan berkurang TD: 130/90 mmHg - Tambahan:

(Dokter) Kes: CM HCT 1× 25 mg

53
Jam 8.00 wib GCS: E4V5M6
19/8/20 Pasien mengatakan TD: 130/90 mmHg -Penurunan curah Pantau TTV
kepala sakit, mual (-), jantung
(Perawat) Kes: CM
muntah(-)
- Nyeri
Jam 09.00 wib GCS: E4V5M6
19/8/20 Pasien mengatakan TD: 150/90 mmHg -Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(perawat) Kes: CM
mual (-),muntah (-)
- Nyeri
Jam 14.30 wib GCS: E4V5M6
19/8/20 Pasien mengatakan TD: 160/90 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(perawat) Kes:CM
mual (-),muntah (-)
Jam 21.30 wib GCS: E4V5M6
20/8/20 Pasien mengatakan TD: 150/90 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)
Jam 8.20 wib Kes: CM
20/8/20 Pasien mengatakan TD: 180/100 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)

54
Jam 14.30 wib Kes: CM
20/8/20 Pasien mengatakan TD: 150/90 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(Perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)
Jam 21.35 wib Kes: CM
21/8/20 Pasien mengatakan TD: 120/80 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)
Jam 08.15 wib Kes: CM
21/8/20 Pasien mengatakan TD: 140/80 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)
Jam 14.00 wib Kes: CM
21/8/20 Pasien mengatakan TD: 140/80 mmHg Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(perawat) GCS: E4V5M6
mual (-), muntah (-)
Jam 21.30 wib Kes: CM
22/8/20 Pasien mengatakan GCS: E4V5M6 Penurunan curah Pantau TTV
kepala masih sakit, jantung
(Perawat) Kes: CM
mual (-), muntah (-)

55
Jam 8.30 wib
22/8/20 Keluhan sakit kepala - Penurunan curah -IVFD RL 12 jam/kof
berkurang jantung (dihentikan)
(Dokter)
-Inj. Ranitidine 50 mg
Jam 09.00 wib
(dihentikan)

- Inj. Ondansetron
4mg (dihentikan)

56
BAB IV

FOLLOW UP

4.1 Analisa Drug Related Problem

No Drug Therapy Check Keterangan Rekomendasi/Komentar


. Problem
List
1 Terapi Obat Yang Tidak Diperlukan
Terdapat terapi Tidak Pasien telah mendapatkan terapi
tanpa
sesuai dengan kondisi medis .
indikasi medis
1. Amlodipine 10 mg 1 x 1 Tab

(Pagi) sebagai obat

antihipertensi

2. Candesartan 16 mg 1 x 1 Tab

(Malam) sebagai obat

antihipertensi kombinasi

3. Betahisitine 6 mg 1 x 1 Tab

(sore) golongan antihistamin

B3 yang digunakan untuk

mengobati rasa kepala pusing

yang dirasakan pasien.

4. Capcam I 2 x 1 (Pagi dan

Sore) sebagai analgetik

5. Hidroklorotiazid (HCT) 1 x 1

Tab (pagi) sebagai terapi

kombinasi 3 obat

antihipertensi

57
6. Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg

(iv) sebagai stress ulceratif

profilaksis

7. Injeksi Ondansetron 2 x 4

mg/ml (iv) sebagai

antiemetikum atau untuk mual

muntah

8. IVFD RL 12 jam/kof

digunakan untuk mencegah

dehidrasi dan mengembalikan

kesimbangan elektrolit pada

pasien

Pasien Tidak. Pasien tidak mendapatkan


mendapatkan
terapi tambahan yang tidak
terapi tambahan Tidak
diperlukan
yang
tidak diperlukan
Pasien masih Tidak. Karena psien hipertensi
memungkin
diharuskan meminum obat
kan menjalani terapi
seumur hidup untuk menjaga
non farmakologi
Tidak
kenormalan tekanan darahnya,

akan tetapi dapat didukung

dengan modifikasi gaya hidup


Terdapat duplikasi Tidak terdapat duplikasi terapi
Tidak
terapi
Pasien mendapat Tidak Pasien tidak mendapatkan
penanganan

58
terhadap efek penanganan terhadap efek
samping yang
samping
seharusnya dapat
dicegah
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan Tidak Bentuk sediaan telah disesuaikan
tidak tepat
dengan kondisi pasien

1. RL diberikan secara IVFD

untuk mengembalikan hidrasi

dan mengembalikan

keseimbangan kadar elektrolit

dalam tubuh secara cepat.

2. Amlodipine 10 mg tablet

untuk penggunaan secara

peroral

3. Betahisitine 6 mg tablet untuk

penggunaan secara peroral

4. Candesartan 16 mg tablet

untuk penggunaan secara

peroral

5. Capcam I tablet untuk

penggunaan secara peroral

6. Hidroklorotiazid (HCT) tablet

untuk penggunaan secara

peroral

7. Injeksi Ranitidine 50 mg

59
untuk pemberian secara

intravena

8. Injeksi Ondansetron 4 mg/ml

untuk pemberian secara

intravena
Terdapat kontra Terjadi kontraindikasi antara obat
indikasi
candesartan dan hidroklorotiazid.

Kadar candesartan akan



meningkat dan kobinasi keduanya

akan menurnkan kadar serum

potassium
Kondisi pasien Kondisi pasien dapat
tidak dapat
disembuhkan dengan
disembuhkan oleh
mengkonsumsi obat, dimana
obat
Tidak
ditandai dengan perbaikan yang

dapat dilihat dari follow up

kondisi pasien.
Obat tidak Tidak obat yang diberikan diluar
diindikasikan
Tidak kondisi pasien
untuk kondisi
pasien
Terdapat obat lain Tidak Obat yang diberikan sudah efektif
yang lebih efektif
dalam proses penyembuhan.

Dimana terapi obat yang

diberikan telah memberikan

perbaikan terhadap pasien

berdasarkan follow up harian

60
pasien
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak ada dosis yang terlalu 1. Dosis maksimum

rendah Amlodipine tablet tidak lebih

1. Amlodipine 10 mg 1 x 1 Tab dari 10 mg/hari

2. Betahisitine 6 mg 1 x 1 Tab 2. Dosis maskimum betahistine

3. Candesartan 16 mg 1 x 1 Tab mesilate 18-36 mg/hari

4. Hidroklorotiazid 1 x 1 Tab 3. Dosis Candesartan 16 mg

5. Inj Ranitidine 2 x 50 mg sehari, dititrasi 8-32 mg

6. Inj Ondansetron 2 x 4 mg/ml perhari atau dibagi tiap 12

Tidak 7. Capcam 2 x 1 jam

4. Dosis hidroklorotiazid12,5 –

50 mg perhari

5. Dosis ranitidine injeksi 50

mg/2ml, tidak lebih dari 150

mg/hari.

6. Dosis ondansetron injeksi

0,15 mg/KgBB

(MIMS, Medscape)
Dosis terlalu tinggi Tidak ada dosis yang terlalu
Tidak
tinggi
Frekuensi Frekuensi penggunaan sudah
penggunaan Tidak
tepat (MIMS, Medscape)
tidak tepat
Penyimpanan tidak Tidak Penyimpanan obat sudah tepat,
tepat
dimana obat disimpan dalam

tempat obat psien, menurut

61
AHFS

1. Sediaan tablet dan injeksi

disimpan pada suhu dibawah

30oC dan terlindung dari

cahaya.
Durasi penggunaan Durasi penggunaan sudah tepat
-
tidak tepat
untuk setiap obat
Terdapat interaksi Terjadi kontraindikasi antara obat
obat
candesartan dan hidroklorotiazid.

Kadar candesartan akan



meningkat dan kobinasi keduanya

akan menurnkan kadar serum

potassium
4 Reaksi yang tidak Diinginkan
Obat tidak aman Pemberian obat aman untuk
untuk
pasien, pemberian terapi pada
Pasien Tidak
pasien sudah disesuaikan dengan

dosis yang tepat untuk pasien.


Terjadi reaksi alergi Tidak terjadi reaksi alergi, pasien

tidak memiliki riwayat alergi


Tidak
sehingga obat aman untuk

digunakan
Terjadi interaksi Tidak terjadi reaksi obat pada
obat
pasien karena pemberian obat

Tidak candesartan dan

hidrochlorotiazide diberikan

dalam waktu yang berbeda.


Dosis obat Tidak

62
dinaikkan
atau diturunkan
terlalu
cepat
Muncul efek yang
Tidak
tidak diinginkan
Administrasi obat Tidak Administrasi obat yang diberikan
yang
sudah tepat
tidak tepat
1. RL diberikan secara IVFD

untuk mnegembalikan hidrasi

dan keseimbangan elektrolit

pasien secara cepat

2. Amlodipine 10 mg tablet

diberikan peroral karena

kondisi pasien masih bisa

menelan.

3. Betahisitine 6 mg tablet

diberikan peroral karena

kondisi pasien masih bisa

menelan.

4. Candesartan 16 mg diberikan

peroral karena kondisi pasien

masih bisa menelan.

5. Hidroklorotiazid diberikan

peroral karena kondisi pasien

masih bisa menelan.

63
6. Ranitidine 2 x 50 mg

diberikan secara injeksi untuk

memberikan efek langsung

dan lebih cepat

7. Ondansetron 2 x 4 mg/ml

diberikan secara injeksi untuk

memberikan efek langsung

dan lebih cepat

8. Capcam 2 x 1 tablet diberikan

peroral karena kondisi pasien

masih bisa menelan.

5 Ketidak Sesuaian Kepatuhan Pasien


Obat tidak tersedia Semua obat yang di butuhkan
Tidak
tersedia di apotik rumah sakit
Pasien tidak Semua obat yang digunakan
mampu
Tidak pasien telah disediakan oleh
menyediakan obat
apotik di rumah sakit
Pasien tidak bisa Pasien dapat menelan obat
menelan
Tidak dengan baik
atau menggunakan
obat
Pasien tidak Pasien mengerti akan instruksi
mengerti
Tidak penggunaan obat yang dijelaskan
intruksi penggunaan
obat
Pasein tidak patuh Tidak Pasien patuh dalam meminum
atau memilih untuk
obat karena oabt disediakan
tidak menggunakan
dengan sistem IDD (individual

64
obat day dose)
6 Pasien Membutuhkan Terapi Tambahan
Terdapat kondisi Semua keluhan psien telah
yang Tidak
diberikan terapinya
tidak diterapi
Pasien Pasien tidak membutuhkan obat
membutuhkan obat Tidak
lain yang sinergis
lain yang sinergis
Pasein Pasien tidak mendapatka terapi
membutuhkan Tidak
profilaksis
terapi profilaksis

 Perhitungan Dosis

1. Amlodipine

Sediaan yang beredar : 5 mg, 10 mg

Dosis Maksimal : 5-10 mg/hari

Dosis yang diterima : 10 mg

Amlodipine yang diterima pasien masih aman.

2. Betahistine

65
Sediaan yang beredar : 6 mg,12 mg, 24 mg

Dosis maksimal : 6-12 mg diberikan 3×sehari

Dosis yang diterima : 6 mg

Betahistin yang diterima pasien masih aman.

3. Candesartan

Sediaan yang beredar : 8 mg, 16 mg

Dosis Lazim : 8 mg – 32 mg

Dosis yang diterima : 16 mg

Candesartan yang diterima pasien masih aman.

4. Hidroklorotiazid (HCT)

Sediaan yang beredar : 12,5 mg dan 25 mg

Dosis Maksimal : 25 mg/hari

Dosis yang diterima : 25 mg

Hidroklorotiazid (HCT) yang diterima pasien masih aman

5. Ranitidine (iv)

Sediaan yang beredar : 25 mg/ml

Dosis yang diterima : 25 mg/ml

Ranitidine yang diterima pasien masih aman.

6. Ondansetron (iv)

Sediaan yang beredar : 4 mg/2ml, 8 mg/2 ml

Dosis yang diterima : 4 mg/2ml

Ondansetron yang diterima pasien masih aman.

66
BAB V

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 75 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke

Nasional Bukitinggi melalui IGD pada tanggal 16 Agustus 2020, dengan keluhan

kepala pusing, mual dan muntah. Dari hasil pemeriksaan fisik pasien di IGD

bahwa kondisi umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 210/110

67
mmHg, pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36 °C, denyut nadi 63 x/menit, nilai

GCS 15.

Berdasarkan diagnosa kerja pasien dinyatakan hipertensi Urgensi. Riwayat

penyakit terdahulu adalah hipertensi. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan labor dan EKG.

Saat di IGD pasien diberikan terapi infus RL sebagai penyeimbang cairan

elektrolit tubuh, injeksi ranitidin untuk mengatasi stress ulcer dan juga sebagai

terapi pencegahan efek samping yang mungki timbul dari penggunaan obat,

ranitidin bekerja menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2

sehingga dapat mengurangi konsenrasi ion hidrogen dan menghambat sekresi

asam lambung. Pasien juga diberikan terapi candesartan dan amlodipin sebagai

penurun tekanan darah pasien yang telah sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII

sebagai terapi lini pertama pasien hipertensi. Pasien diberi betahistine untuk

mengurangi nyeri pusing pada pasien.

Pasien juga diberikan Capcam I 2x1 yang mengandung Paracetamol 300

mg, tramadol 30 mg dan amitriptilin 2,5 mg. Dosis maksimum perhari

paracetamol adalah 4 g, dosis maksimum amitriptilin adalah 10-50 mg/hari.

Paracetamol merupakan golongan NSAID yang efektif untuk mengobati serangan

nyeri kepala ringan sampai sedang, bekerja dengan cara menghambat sintesis

prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Amitriptilin termasuk

golongan antidepresan trisiklik (TCA) yang biasanya digunakan sebagai terapi

profilaksis migrein yang disertai dengan penyakit depresi / insomnia, Tramadol

sebagi anti nyeri akut. Pengobatan nyeri pada pasien sudah tepat, dimana menurut

dipiro ed 8 penatalaksanaan untuk nyeri dengan skala ringan.

68
Pengobatan di rawat inap sama dengan pengobatan di IGD tetapi pada tanggal

19 agustus 2020 pasien mendapatkan terapi tambahan yaitu Hidroklorotiazid

(HCT). Dosis nya diberikan 25 mg 1x1 hari. Penambahan HCT dikarenakan target

terapi belum tercapai.

Menurut JNC VIII jika terapi dengan 2 kombinasi tekanan darah belum

tercapai normal maka dapat ditambahkan terapi hipertensi golongan diuretik tiazid

yang sebelumnya belum diberikan untuk memperkuat pengobatan dan mencapai

target terapi.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Semua pengobatan yang diberikan pada Tn. YA dirawat di RSSN

diagnosa hipertensi urgensi, pengobatan yang diberikan sudah sesuai

69
dengan rekomendasi dari guideline yang ada disini menggunakan

guideline dari JNC VII , dan indikasi dan dosis yang diberikan telah tepat.

2. Diperlukan peran apoteker untuk penentuan waktu dan cara pemberian

obat agar pengobatan lebih efektif dan target terapi tercapai.

5.2 Saran

1. Menjelaskan pada keluaga pasien aturan dan cara pemberian obat serta

mengkonsumsi obat secara teratur.

2. Pasien disarankan untuk patuh dalam mengonsumsi obat secara teratur.

3. Terapkan pola hidup yang sehat seperti mengurangi asupan garam yang

berlebihan dan diet makanan, mengurangi makanan yang berlemak..

4. Pasien disarankan untuk berjalan kaki minimal 30 menit dalam sehari dan

memperhatikan kebersihan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, EJ., 2001. Buku Saku Patofisiolog I. Jakarta: Penerbit Buku

70
2. Depkes RI, 2006. Pharmaceutical care untuk hipertensi, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta

3. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G. & Posey L.M.

2015. Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach (7th Ed). New York :

Mcgraw-Hill Ghani, L.

4. Sari Yanita Nur Indah. 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi

Medika.

5. Sukandar, E, Y., 2009, Iso Farmakoterapi, Isfi: Pt. Isfi Penerbitan.

6. Kaplan M. Norman. 2006. Hypertension in The Population at large In

Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland USA: Williams

& Wilkins

7. Kementrian Kesehatan Ri. 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta:

Kemenkes Ri.

8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Hipertensi The Silent

Killer. Http://Www.Depkes.Go.Id/Folder/View/01/Structure-Publikasi-Data-

Pusat-Data-Dan- Informasi.Html

9. Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 Minggu Menurunkan

Tekanan Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan

Pustaka.

10. Martha, Karina, (2012), Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi, Yogyakarta:

Araska.

11. Nurhidayat S And Rosjidi C.H. 2008. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala

Dan Stroke. Ardana Media, Jogjakarta

71
12. Pinzon, R., 2008, Analisis Situasi Pengendalian, Tekanan Darah Untuk

Prevensi Stroke Sekunder, Cermin Dunia Kedokteran Vol. 35 No.6: 328 – 330

Lampiran 1. Tinjauan Obat

1. IVFD RINGER LAKTAT

 Komposisi :

Setiap 100 ml larutan mengandung :

72
Kalsium klorida 0,02 gram

Kalium klorida 0,03 gram

Sodium klorida 0,6 gram

Sodium laktat 0,31 gram

air

 Kemasan:

Botol plastik 500 mL dengan 5 % dextrose

Botol plastik 1.000 mL dengan 5 % dextrose

 Indikasi:

Ringer laktat merupakan larutan steril yang digunakan sebagai penambah

cairan dan elektrolit tubuh untuk mengembalikan keseimbangannya. Dan

dapat digunakan sebagai alkalisator yang mengurangi keasaman.

 Kontra Indikasi:

Pasien dengan kondisi ginjal, jantung, hati dan hipoalbuminemia.

 Efek Samping:

 Tidak menutup kemungkinan obat ini dapat memicu efek samping

pada beberapa orang

Efek samping dari larutan ringer laktat adalah :

- Nyeri dada

- Detak jantung abnormal

- Penurunan tekanan darah

- Kesulitan bernafas

- Batuk

- Bersin – bersin

73
- Gatal – gatal

- Sakit kepala

Efek samping yang lebih serius :

- Infeksi didaerah injeksi

- Trombosis vena

- Flebitis didaerah injeksi

- Ekstravasasi

 Interaksi obat

Ringer laktat tidak dapat bekerja dengan baik apabila digunakan bersamaan

dengan obat – obat berikut :

- ceftriaxon - nitropriside

- manitol - norepinefrin

- methylprednison - procainamid

- nitrogliserin - propanolol

2. Ranitidine HCl Injeksi

 Komposisi :

Tiap ml injeksi mengandung :

Ranitidine HCl setara dengan Ranitidine 25 mg.

 Kemasan : Ampul @ 2 mL

 Dosis : Injeksi i.m. 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6-8 jam.

 Indikasi : Untuk pasien rawat inap rumah sakit dengan keadaan

hipersekresi patologis atau ulkus dua belas jari yang sulit diatasi, atau

74
sebagai pengobatan alternatif jangka pendek yang tidak bisa diberi

Ranitidine oral.

 Kontra Indikasi : Pasien yang hipersensitif terhadap Ranitidine.

 Efek Samping :

 Sakit kepala.

 Susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise, pusing, mengantuk,

insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi.

 Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia,

bradikardia, atrioventricular block, premature venticular beats.

 Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut. Jarang

dilaporkan : pankreatitis.

 Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : atralgia dan mialgia.

 Hematologik : leukopenia, granulositopenia, trombositopenia (pada

beberapa penderita). Kasus jarang terjadi seperti agranulositopenia,

pansitopenia, trombositopenia, anemia aplastik pernah dilaporkan pada

penderita pria.

 Endokrin : Ginekomastia, impoten dan hilangnya libido pernah

dilaporkan pada penderita pria.

 Kulit, jarang dilaporkan : ruam, eritemia multiforme, alopesia

 Lain-lain, kasus hipersensitivitas yang jarang ( contoh : Bronkospasme,

demam, eosinofillia), anafilaksis, edema angioneurotik, sedikit

peningkatan kadar dalam kreatinin serum.

 Interaksi Obat :

 Ranitidin tidak menghambat kerja dari sitokrom P450 dalam hati.

75
 Pemberian bersama Warfarin dapat meningkatkan atau menurunkan

waktu protrombin.

 Peringatan dan Perhatian :

 Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui.

 Karena Ranitidin diekskresikan terutama melalui ginjal, dosis

Ranitidin harus disesuaikan pada penderita dengan gangguan fungsi

ginjal.

 Pemberian pada wanita hamil hanya jika benar-benar sangat

dibutuhkan.

 Hindarkan pemberian pada penderita dengan riwayat porfiria akut.

3. Candesartan 16 mg

 Indikasi

Candesartandigunakan sebagai pengobatan hipertensi danjuga

dapat digunakan pada gagal jantung pada pasien dengan gangguanfungsi

sistolik ventrikel kiri, baik ketikaACEinhibitor tidak dapat ditoleransi, atau

sebagai tambahan ACEinhibitor.Candesartan diberikan secara oral sebagai

ester prodrug candesartancilexetil (Sweetman, 2009).

 Mekanisme kerja

Candesartan merupakan obat anti hipertensi golongan ARB

(Angiotensin Receptor Blocker), dimana memiliki mekanisme kerja

menghambat langsung reseptor angiotensin yang memperantarai efek

angiotensin II (vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,

pelepasan hormonantidiuretik dan konstriksi arteriol eferen glomerulus)

(Sukandar, dkk., 2013).

76
 Efek samping

Efek samping yang biasanya terjadi bersifat ringan dan sementara,

termasuk pusing, sakit kepala,dan hipotensi ortostatik terkait dosis.

Hipotensidapat terjadi terutama pada pasien dengan deplesi volume

(misalnya pada pasien yang telah menerima dosis tinggi

diuretik).Gangguan fungsi ginjal dan, jarang terjadi,ruam, urtikaria,

pruritus, angioedema, dan peningkatan enzim hati dapat terjadi.

Hiperkalemia, mialgia, dan arthralgia telah dilaporkan.

Candesartanmemiliki efek samping yang lebih sedikit inhibitor ACE yang

menyebabkan batuk. Efek samping lain yang terjadi yang telah dilaporkan

adalah gangguan saluran pernafasan, sakit punggung, gangguan

gastrointestinal, kelelahan,dan neutropenia. Rhabdomyolysis dilaporkan

jarang terjadi (Sweetman, 2009).

 Kontra Indikasi

Candesartan kontraindikasi untuk ibu hamil.Selain itu harus

digunakan dengan hati-hati pada pasien arteri renalisstenosis.Candesartan

diekskresikan dalam urin dan empedu, oleh karena itu dosis dikurangi

diperlukan pada pasiendengan gangguan ginjal dan harus

dipertimbangkanpada pasien dengan gangguan hati.Pasien dengan

peningkatan pengeluaran volume cairan (misalnya pasien yang telah

menerimaterapi diuretik dosis tinggi) dapat mengalami hipotensi.Karena

hiperkalemia dapat terjadi, konsentrasi serum kalium harus dipantau,

terutama pada pasien lansia dan pasien dengan gangguan ginjal, dan pada

77
pasien yang mendapatkan terapi diuretik hemat kalium harus dihindari

(Sweetman, 2009).

 Interaksi obat

Pemberian candesartan bersamaan dengan Hidroklorotiazid dapat

meningkatkan kadar Candesartan dan hidroklorotiazid dapat menurunkan

serum kalium. Tetapi efek dari interaksi ini tidak jelas. Sebaiknya

penggunaan dilakukan secara hati – hati dan lakukan monitoring terhadap

pasien.

Efek antihipertensi candesartan dapat ditingkatkan oleh obat-

obatan yang menurunkan tekanan darah. Adanya efek hiperkalemia aditif

mungkin terjadi jika diberikan bersamaan dengan suplemen kalium,

diuretik hemat kalium,atau obat lain yang dapat menyebabkan

hiperkalemia; candesartan dan diuretik hemat kalium sebaiknya tidak

diberikan bersama. NSAID harus digunakan dengan hati-hatipada pasien

yang menggunakan candesartankarena dapat meningkatkan resiko

gangguan ginjal, terutama pada pasien yang tidak cukup terhidrasi;

penggunaan NSAID juga dapat melemahkan efek hipotensi dari

candesartan.Obat golongan antagonis reseptor angiotensin dimetabolisme

oleh isoenzim dan interaksi sitokrom P450 dapat terjadi dengan obat yang

mempengaruhi enzim ini (Sweetman, 2009).

 Farmakokinetika

Candesartan adalah prodrug yang dihidrolisis selama absorpsi dari

saluran pencernaan menjadi bentuk aktif candesartan.Bioavailabilitas

candesartan adalah sekitar 40% jika diberikan dalam bentuk larutan dan

78
sekitar 14% jika diberikan dalam bentuk tablet.Konsentrasi plasma puncak

candesartan terjadi sekitar 3-4 jam setelah tablet diberikan secara

oral.Candesartan lebih dari 99% terikat dengan protein

plasma.Candesartan diekskresikan dalam urin dan empedu terutama

sebagai obat yang tidak berubah dan sejumlah kecil metabolit tidak

aktif.Waktu paruh candesartan adalah sekitar 9 jam. Onset kerja

candesartan sekitar 2 jam setelah dosis diberikan dan efek

maksimaldicapai dalam waktu sekitar 4 minggu setelah mulai terapi

(Sweetman, 2009).

 Dosis

Dalam penatalaksanaan hipertensi, dosis candesartan cilexetil

adalah 8 mg sekali sehari di Inggris, atau 16 mg sekali sehari di AS.

Dosisnya harusdisesuaikan sesuai dengan respons; dosis pemeliharaan

adalah 8 mg sekali sehari, tetapi dosisnya sampai 32 mgsetiap hari, sebagai

dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi. Dosis awal yang lebih rendah

harus dipertimbangkan pada pasiendengan penurunan volume

intravascular.Pasiendengan gangguan ginjal atau hati juga n memerlukan

dosis awal yang lebih rendah.Pada pasien gagal jantung, candesartan

cilexetil diberikan dosis 4 mg sekali sehari; dosisnya harus dua kali

lipatdengan interval tidak kurang dari dua minggu hingga 32 mg sekali

sehari jika ditoleransi (Sweetman, 2009).

4. Amlodipin 10 mg

 Indikasi

79
Amlodipine atau turunan garamnya berupa amlodipine besilat

merupakan agen antihipertensi, amlodipine juga dapat digunakan untuk

pengobatan angina pectoris dengan cara meningkatkan aliran darah ke otot

jantung (Alawiyah, 2017).

 Mekanisme Kerja

Amlodipine memberikan efek farmakologis sebagai agen

antihipertensi dengan mekanisme kerja Calcium Channel Blocker (CCB).

Amlodipine bekerja dengan cara menghambat ion kalsium masuk ke

dalam vaskularisasi otot polos dan otot jantung (Alawiyah, 2017).

 Efek Samping

Secara umum amlodipine dapat ditoleransi dengan baik, dengan

derajat efek samping yang timbul bervariasi dari ringan hingga

sedang. Efek samping yang sering timbul dalam uji klinik antara lain:

edema, sakit kepala,  kelelahan, nyeri, peningkatan atau penurunan berat

badan(Alawiyah, 2017).

 Dosis

Hipertensi : Dosis awal 1x5 mg/hari; Dosis maksimal 10 mg/hari.

Pasien lanjut usia atau gangguan fungsi hati dosis awal 1x2,5

mg/hari.Terapi pada Infark Miokard akut : 5-10 mg/hari.

 Farmakokinetika

Amlodipine diserap dengan baik setelah dosis oral dengan

konsentrasi plasma puncak terjadi setelah 6 hingga 12 jam.Bioavailabilitas

bervariasi tetapi biasanya sekitar 60 hingga 65%.Amlodipine dilaporkan

sekitar 97,5% terikatprotein plasma. Waktu paruh 35 hingga 50 jam.

80
Amlodipine secara luas dimetabolisme dihati; metabolit sebagian besar

diekskresikan dalam urin bersamaandengan kurang dari 10% dari dosis

sebagai obat tidak berubah.

 Farmakodinamika

Amlodipine merupakan golongan penghambat kanal kalsium

generasi kedua dari kelas 1,4 dihidropiridin (DHP). DHP bekerja dengan

mengikat situs yang dibentuk dari residu asam amino pada dua segmen S6

yang berdekatan dan segmen S5 diantaranya dari kanal kalsium bermuatan

di sel otot polos dan jantung. Ikatan tersebut menyebabkan kanal kalsium

termodifikasi ke dalam kondisi inaktif tanpa mampu berkonduksi

(nonconducting inactive state) sehingga kanal kalsium di sel otot menjadi

impermeabel terhadap masuknya ion kalsium. Hambatan terhadap

influks ion kalsium ekstraseluler tersebut menyebabkan terjadinya

vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard, dan penurunan tahanan

perifer.Amlodipine memiliki afinitas lebih tinggi pada kanal kalsium yang

terdepolarisasi. Sel otot polos vaskuler memiliki potensial membran yang

lebih terdepolarisasi dibandingkan sel otot jantung sehingga efek fisiologis

amlodipine lebih nyata di jaringan vaskuler dibandingkan di jaringan

jantung (Sweetman, 2009).

 Sediaan :Tablet 5 mg ; tablet 10 mg : Actapin, Amcor, Amlocor.

5. Hidroklorotiazid (HCT) 25 mg

 Indikasi

Hipertensi, edema. merupakan obat antihipertensi lini pertama pada

pasien hipertensi tanpa komplikasi. Hipertensi pada lansia

81
 Kontraindikasi

Hipokalemia refrakter, hiperkalsemia, gangguan ginjal/ hati,

kehamilan dan menyusui.

 Efek samping:

Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalsemia, menghambat ekskresi

asam urat di ginjal.

Dosis:

Dosis sebagai antihipertensi: 12,5 – 25 mg/hari (diberikan 1× sehari)

Dosis maksimal 25 mg/hari.

6. Injeksi Ondansetron 4 mg/2ml

 Indikasi

Mencegah dan mengobati mual dan muntah.

 Kontaindikasi

Hipersensitivitas, sindroma perpanjangan interval QT bawaan.

 Perhatian/peringatan

Hipersensitivitas terhadap antagonis 5HT3 lainnya, obstruksi intestinal

subakut, operasi adenotonsilar, kehamilan, menyusui, gangguan ginjal

sedang atau pun berat.

 Sediaan : tablet/kaplet, injeksi (ampul 4mg/2ml, 8mg/2ml), syrup

 Dosis

82
Dosis ondansentron suntik untuk pasien dewasa dan lansia:

 Dewasa: 8 mg, disuntikkan perlahan melalui pembuluh darah vena

(intravena) atau melalui otot (intramuskular) beberapa saat

sebelum radio

 Lansia di atas usia 75 tahun: dosis awal adalah 8 mg, disuntikkan

secara intravena selama 15 menit. Dosis lanjutan adalah 8 mg,

setiap 4 jam.

 Efek Samping

Sakit kepala, Sembelit, Lelah dan lemah, Meriang, Mengantuk dan Pusing

 Interaksi Ondansetron dengan Obat Lain

Beberapa obat dapat berinteraksi dengan ondansetron. Interaksi yang bisa timbul

akibat penggunaan ondansetron dengan obat lainnya adalah:

 Menurunnya efektivitas obat pereda nyeri, seperti tramadol.

 Menurunnya kadar ondansetron dalam darah jika digunakan

dengan rifampicin dan obat golongan perangsang CYP3A4

lainnya.

 Meningkatnya efek hipotensi dan hilangnya kesadaran jika

digunakan bersama

 Memperpanjang interval QT dan meningkatkan risiko aritmia, jika

digunakan dengan obat-obatan yang memiliki efek memperpanjang

83
interval QT, misalnya obat antiaritmia, seperti amiodarone dan

atenolol.

 Peringatan

 Beri tahu dokter jika Anda memiliki riwayat alergi, terutama

terhadap ondasentron atau obat golongan penghambat serotonin

lain, seperti granisetron.

 Beri tahu dokter jika Anda menderita ketidakteraturan irama

jantung, penyakit liver, gangguan pencernaan, atau baru menjalani

operasi perut.

 Jangan mengemudikan atau mengoperasikan kendaraan atau

melakukan kegiatan yang membutuhkan kewaspadaan ketika

mengonsumsi ondansentron karena obat ini bisa menyebabkan

pusing dan mengantuk.

 Jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis, segera temui dokter.

7. Betahistin

 Indikasi

Vertigo dan pusing pada penyakit meniere, sindrom meniere dan vertigo

perifer.

 Kontraindikasi

Hipersensitifitas, feokromositoma

84
 Perhatian/peringatan

Asma Bronkial, tukak peptik atau riwayat tukak pektik, hamil, laktasi,

anak< 12 tahun.

 Efek samping

Gangguan gastrointestinal, ruam kulit, gatal

 Dosis: Dosis 1-2 tablet (6-12 mg) diberikan 3× sehari

 Sediaan: tablet/kaplet 6mg, tablet 8 mg, tablet 12 mg, tablet 24 mg.

85

Anda mungkin juga menyukai