Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG DRUPADI RS JIWA PROVINSI BALI

Oleh:
Nama : Lusiana Eda Kore Ratu
NIM : (16089014061)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2018
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Resiko Prilaku Kekerasan
Di Ruang Arimbi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

A. Konsep Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Perikau kekerasan dapat terjadi dalamdua bentuk yaitu
saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan) (Damaiyanti, 2012).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baikkepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, Damaiyanti, 2012).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak
sesuai dimana seseorang melakukan tindakan- tindakan yang dapat membahayakan
atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2013).
Jadi perilaku kekerasan adalah suatu tindakan yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain yang bersifat negatif baik secara fisik maupun mental.
2. Rentang Respon Marah
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu
bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang
respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon
sangat tidak normal (maladaptif).

Gambar Rentang Respon Marah (Yosep, 2012)


Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapkan mencapai tujuan tidak dapat mengekspresikan marah dan
marah tanpa kepuasan/saat mengungkapkan secara fisik,tapi bermusuhan
menyalahkan orang marah dan tidak perasaannya, masih terkontrol, yang kuat dan
lain dan dapat menemukan tidak berdaya mendorong hilang control,
memberikan alternatifnya. dan menyerah. orang lain disertai amuk,
kelegaan. dengan ancaman. merusak
lingkungan.
Berikut ini merupakan beberapa istilah perilaku kekerasan:
Asertif : kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau
terhambat
Pasif : respons lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
Agresif : perilaku dekstruksi masih terkontrol
Kekerasan atau Amuk : perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon tidak normal (maladaptif) meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
3. Etiologi
1) Faktor predisposisi
Menurut Yosep dalam Damaiyanti (2012), faktor predisposisi klien dengan
perilaku kekerasan adalah:
a. Teori Biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi
sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Genetic factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007)
dalam gen manusia terhadap dormant (potensi) agresif yang sedang
tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut
penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh
penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
c) Cycardian Rhytm
(Irama sirkandian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam
tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor
(faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epineprin,
norepineprin, dopamin asetilkolin dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam
tubuh, adanya stimulasi dari luar tubuh yang dianggap mengancam
atau membahayakan akan dihantar melaui impuls neurotransmitter ke
otak dan meresponnya melaui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA
pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
b. Teori psikologis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life spam history). Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun di mana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai komponsasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalamlingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif pula (makin keras
pukulannya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihi dan mencium boneka tersebut denga reward positif pula
(makin baik belaiannya mendap hadiah coklat). Setelah anak-anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialami.
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat
marah. Ia juga belajar bahwa agresifitas lingkungan sekitar menjadi
peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut untuk diperhitungkan.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Yosep dalam Damaiyanti (2012), faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
 ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah.
 ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
 Kesulitan dalam mengkonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
 Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep dalam Damaiyanti (2012) perawat dalam
mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a. Muka merah dan tegang;
b. Mata melotot/pandangan tajam;
c. Tangan mengepal;
d. Rahang mengatup;
e. Wajah memerah dan tegang;
f. Postur tubuh kaku;
g. Pandangan tajam;
h. Mengatupkan rahang dengan kuat;
i. Mengepalkan tangan;
j. Jalan mondar-mandir.
5. Faktor Risiko
Menurut Nanda dalam Damaiyanti (2012) faktor risiko terbagi dua, yaitu:
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Definisi: Beresiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan
bahwa dirinya dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional,
dan/atau seksual.
 Ketersediaan senjata.
 Bahasa tubuh (misal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari dan
rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-
engah, cara berdiri mengancam.
 Kerusakan kognitif (misal, gangguang defisit perhatian, penurunan
fungsi intelektuan).
 Kejam pada hewan.
 Menyalakan api.
 Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
 Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (misal, merobek pakaian
membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih di lantai
defekasi di lantai, mengetuk-ngetuk kaki, teper tantrum, berlarian di
koridor, berteriak, melempar objek, memecahkan jendela,
membanting pintu, agresif seksual).
 Riwayat penyalahgunaan zat.
 Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap
seseorang ancaman sosial, membuat/surat ancaman, sikap tubuh
mengancam.
b. Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
Definisi: beresiko melakukan perilaku, yang individu menunjukkan
bahwa dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik,
emosional dan/atau seksual.
 Konflik hubungan interpersonal.
 Masalah interpersonal (mis., menganggur, kehilangan/kegagalan
pekerjaan yang sekarang).
 Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali.
 Ide bunuh diri.
 Rencana bunuh diri.
 Masalah kesehatan mental (mis., depresi berat, psikosis gangguan
kepribadian berat, alkoholisme, penyalahgunaan obat).
 Masalah kesehatan fisik (mis., hipokondriasis, penyakit terminal atau
kronis).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme
pertahanan ego seperti, displacement, sublimasi, proyeksi, represi, genial, dan
reactionformation. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri atara lain ( Maranis, 2009 hal 83)
a. Sublimasi.
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi.
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa iya
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa tempatnya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi.
Mencegah pikiran yang menyakiti atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajarannya atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi Formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya.

7. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti lorazepam
dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratanpsikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien.
2) Buspirone obat antixiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3) Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impuls dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
4) Lithium efektif untuk agresif karena manik.
5) Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
b. Keperawatan
1) Strategi preventif
a) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan
melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dengan
masalah klien.
b) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat.
c) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimilikimeliputi:
 Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
 Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
 Sanggup melakukan komplain.
 Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
2) Strategi antisipasi
a) Komunikasi
Strategi komunikasi dengan perilaku agresif:
Bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara menghakimi,
bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa hormat, hindari
intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi.
b) Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, group program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
c) Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang didapat
bilakontrak dilanggar.
3) Strategi pengurungan
a) Manajemen krisis
b) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan
menempatkan klien dalamsuatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar
atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.
c) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat manual
untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset, sprei
pengekang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aspek biologis
Respon fisiologis muncul karenan kegiaatan system sarap otonom
beriaksi terhadap sekresi efineprinsehingga tekanan darah , meningkat,
tachikardi, muka merah pupil melebar, ketegangan otot seperti rahang
mengkatup, tangan di kepalkan, tubuh kaku, dan reflek cepat.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak berdaya, jengkel prustasi, ingin
memukul orang lain, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu di dapat melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradap tasi dengan
lingkungan. Perawat perlu mengkaji cara klien marah mengidentifikasi
penyebabkemarahan, bagaimana informasi diproses, di klarifikasi dan
diintegrasikan
d. Aspek social
Meliputi interaksi social, budaya, konsep rasa percaya, dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain,
klien sering menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang laim merasa sakit merasa sakit hati dengan
ucapan kata kata kasar, proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain dan menlak mengikuti aturan.

e. Aspek spiritual
Kepercayan nilai da moral mempengaruhi hubungan individu dan
lingkungasn hal yang bertentangan dengan norma, yang di miliki dapat
menimbulkan kemarahan, yang di manifestasikan dengan amral dan rasa
tidak bersalah

2. Pohon Masalah
risiko mencederai diri sendiri, Effect
lingkuangan, orang lain

perilaku kekerasan Core Problem


koping individu in efektif Causa

3. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan / amuk
b. Gangguan harga diri : harga diri rendah
c. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
d. Defisit perawatan diri
e. Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif (PRTTE)

Anda mungkin juga menyukai