Anda di halaman 1dari 31

 

A.  KONSEP MEDIS


1.  Definisi Batu Saluran Kemih
Definisi BSK Batu saluran kemih adalah batu yang terbetuk dari
 berbagai macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam
ginjal serta saluran kemih pada manusia seperti ureter (Pharos, 2012: hal 4)
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa
tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya
kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%).
(Prabowo. E dan Pranata, 2014: hal 111)
2.  Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
a.  Pengertian
Sistem perkemihan adalah suatu sistem tubuh tempat terjadinya proses
filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah terbebas dari zat-zat
yang tidak digunakan lagi oleh tubuh
Sistem urinaria manusia terdiri atas :
1)  Ginjal, yang mengeluarkan secret urine
2)  Ureter yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing
3)  Kandung kencing, yang bekerja sebagai penampung urine
4)  Uretra, yang menyalurkan urine dari kandung kencing untuk
kemudian dikeluarkan
b.  Susunan Sistem Perkemihan 
Sistem perkemihan terdiri dari: 1) dua ginjal (ren) yang menghasilkan

urin, 2) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria
(kandung kemih), 3) satu vesika urinaria (VU), tempat urin
dikumpulkan, dan 4) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
1)  Ginjal (Ren) 
(Ren) 
Manusia memiliki
Manusia  sepasang ginjal yang terletak di
 belakang  perut 
 belakang  perut atau
atauabdomen
abdomen..  Ginjal ini terletak di kanan dan
kiri  tulang belakang,
kiri belakang,  di bawah 
bawah hati
hati  dan
dan  limpa
limpa..  Di bagian atas
( superior 
 superior ) ginjal terdapat 
terdapat kelenjar adrenal 
adrenal (juga disebut kelenjar
 suprarenal ).
). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah

ginjal kiri untuk memberi tempat untuk  hati


hati.. Sebagian dari bagian
atas ginjal terlindungi oleh 
oleh iga
iga  ke sebelas dan duabelas. Kedua
 
 

ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan


lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar
11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal
memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap
ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukan yang disebut hilus yang
menghubungkan  arteri
menghubungkan arteri  renal,
renal,  vena
vena  renal, dan 
dan ureter . 
Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang
memproduksi urine dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini
merupakan salah satu sistem utama untuk mempertahankan
homeostatis (kekonstanan lingkungan internal). 
internal). 
Fungsi Ginjal :
a)  Mengeksresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh , antara
lain urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik,
 bakteri dan juga obat- obatan
 b)  Mengeksresikan gula kelebihan gula dalam darah
c)  Membantu keseimbangan dalam tubuh, yaitu
mempertahankan tekanan osmotik ekstrasesuler
d)  Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan
asam basa darah
e)  Ginjal mempertahankan Ph plasma darah pada kisaran 7,4
melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil
c.  Struktur Ginjal 

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
 pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.

Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
 
 

Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 sampai 4 juta nefron yang
merupakan unit pembentuk urine nefron dalam setiap ginjal. Nefron
terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal
dan tubulus urinarius.
1)  Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingin kapsul
epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomelurus
dan kapsul bowman bersama-sama membentuk sebuah
korpuskel ginjal. 
ginjal. 
2)  Tubulus Kontortus Proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan
sangant berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen
tubulus ini terdapat sel-sel epithelial kuboid yang kaya akan
mikrovilus dan memperluas area permukaan lumen. 
lumen. 
3)  Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai

desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk


lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa henle. 
henle.  
4)  Tubulus Kontostus Distal juga sangat berliku, panjangnya
sekitar 5 mm dan membentuk segmen terakhir nefron. 
nefron. 
5)  Tubulus dan Duktus Pengumpul. Karena setiap tubulus
 pengumpul bersedenden di korteks, maka tubulus tersebut akan
mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus
 pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus.

Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang


mengalirkan urine ke dalam kaliks mayor. Dari pelvis ginjal,
urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih. 
kemih. 
d.  Proses pembentukan urine
1)  Proses Filtrasi ,di glomerulus
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
 bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
 bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring

disebut filtrate gromerulus.

 
 

2)  Proses Reabsorbsi


Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glikosa, sodium,klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat.
Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
 proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali
 penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
3)  Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal
dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
3.  Etiologi
Menurut (Purnomo, 2011: hal 2) Terbentuknya batu saluran kemih
diduga karena ada hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap
(idopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang yaitu :
a.  Faktor intrinsik: herediter (di duga diturunkan orang tuanya) umur,
(paling sering di dapatkan pada usia 30-50 tahun) jenis kelamin, (laki-
laki tiga lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan).
 b.  Faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan temperature, asupan air, diet
 pekerjaan.
Penyebab terjadinya batu saluran kemih utamanya ginjal banyak sekali

sumbernya antara lain (Corwin, 2009) :


a.  Peningkatan pH urine
Peningkatan pada urine merangsang kristalisasi pada senyawa-
senyawa tertentu, misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya
 peningkatan pH (basa)
 b.  Penurunan pH urine
Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka
 penurunan pH pun menjadi prekursor terbentuknya batu. pH yang
rendah (asam) akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat

rendah asam
c.  Kandungan matriks batu tinggi
 
 

Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat beresiko untuk


menjadi endapan. Partikel-partikel dalam darah dan urine memberikan
 beban terhadap ginjal untuk melakukan filtrasi
d.  Kebiasaan makan (lifestyle)
Secara tidak disadari, pola hidup utamanya konsumsi makanan
memberikan kontribusi terhadap batu. Sumber makanan yang
mengandung purin, kolestrol, dan kalsium berpengaruh pada proses
terbentuknya batu
e.  Obat-obat
Obat-obatan yang mempengaruhi filtrasi ginjal, maupun yang
mempengaruhi keseimbangan asam basa menjadi prekursor
terbentuknya batu
f.  Stagnansi urine
Sesuai dengan prinsip cairan, bahwa mobilitas cairann yang rendah
akan mempengaruhi tingkat sedimentasi tinggi
g.  Penyakit
Beberapa penyakit sering kali menjadi penyebab terbentuknya batu.
Infeksi saluran kemih sering menjadi pemicu terbentuknya batu yang
disebut batu struvit
h.  Obesitas
Kondisi berat badan lebih meningkatkan resiko terbentuknya batu
ginjal sebagai dampak dari peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan
asam urat, sehingga menjadi bahan/matriks pembentuk batu (Prabowo

dan Pranata, 2014 : hal 114)


4.  Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Menurut (Turk, 2011: hal 11). Klasifikasi Batu saluran kemih dapat
diklasifikasikan berdasarkan aspek berikut:
a.  Ukuran batu, lokasi batu, karakteristik X-ray dari batu, penyebab
terbentuknya batu, komposisi batu (mineralogi), dan resiko kelompok
terjadinya pembentukan batu. (Turk, 2011: hal 12)
 b.  Ukuran Batu biasanya dinyatakan dalam milimeter, menggunakan satu
atau dua dimensi pengukuran. Batu bisa dikelompokkan panjangnya

hingga 5mm, >5-10 mm, > 10-20 mm dan > 20 mm.


(Turk, 2011: hal 12)
 
 

c.  Lokasi Batu Batu saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan


 posisi anatomi pada saluran kemih pada diagnosa: upper calyx, mi
middle
ddle
calyx atau lower calyx, renal pelvis, upper ureter, middle ureter
ataudistal ureter, urinary bladder. (Turk, 2011: hal 12)
d.  Karakteristik X-ray Batu saluran kemih dapat diklasifikasikan menurut
 penampakannya pada X-ray.
X-ra y. Batu saluran kemih bervarisai berdasarkan
komposisi mineral. Jika tidak digunakan komputer tomography
Hounsfiel
Klasifikasi batu menurut jenisnya :
a.  Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di
 jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari
dehidrasi.
 b.  Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh
asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH

air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari
ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn
(tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi
kemolisis.
c.  Batu struvit (magnesium-amonium fosfat) 3,18,26
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat

menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa


melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk
 
 

 pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,


Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-
20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi salurankemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume
air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan
menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d.  Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan
ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin
menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam
air kemih.

5.  Manifestas
Manifestasii Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.

a.  Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan


 peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
 proksimal.
1)  Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam
dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus.
Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal
2)   Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
nyamanan.
 b.  Batu di piala ginjal

1)   Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.


2)  Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
 
 

3)   Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
 pria mendekati testis.
4)  Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
5)  Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas
anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.
c.  Batu yang terjebak di ureter
1)  Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genitalia.
2)  Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
3)  Hematuri akibat aksi abrasi batu.
4)  Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-
1 cm.
d.  Batu yang terjebak di kandung kemih
1)  Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
2)  Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urine
6.  Patofisiologi
Menurut (Dinda, 2011: hal 2) Secara teoritis batu dapat terbentuk di
seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering

mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal
atau buli-buli. Adnya kelainan bawaan pada pelvikalises,
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
 berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-  keadaan
yang memudahkan terjadi pembentukan batu. (Dinda, 2011: hal 2)  
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel
 
 

 pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pad
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. (Dinda, 2011: hal 2)  
Kondisi metasble di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di 
dalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran
kemih, atau adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. (Dinda, 2011: hal 2) 
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
 berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
 batu magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein,
sis tein, dan batu jenis
j enis
lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama,
tetapi suasana di dalam saluran kemihyang memungkinkan terbentuknya jenis
 batu itu tidak sama. Misalkan   batu
batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana
asam, sedangkan batu  magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine
 bersifat basa.(Dinda, 2011: hal 2)

 
 

urolithiasis
Patwhay
Penurunan urine flow Stagnansi urine pada VU

Iritabibilitas mukosa ureter Regangan otot m.detrusor


m .detrusor meningkat

Lesi & inflamasi


Sensitifitas meningkat

Nyeri akut

Stress ulcer HCL meningkat Nausea vomiting

Ketidakseimbangan
Nutrisi:kurang
Nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh
Robekan vaskuler

Hematuria/gross
Kebocoran plasma
hematuria

Resiko keseimbangan Absorbsi nutrient


vol.cairan inadekuat

refluks Haluaran inadekuat

Hidronephrosis Retensi urine

Kolinisasi
bakteri
Resiko gangguan Gangguan
meningkat
f.ginjal eliminasi urine

Resiko infeksi

Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan . Yogyakarta: Nuha Medika.

 
 

7.  Komplikasi
Komplikasi menurut Haryono (2013: 61) adalah jika keberadaan batu
dibiarkan maka dapat menjadi sarang kuman yang bisa menimbulkan infeksi
saluran kemih, pielonefritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul
gagal ginjal dengan segala akibat terparahnya.
Komplikasi menurut Mansjoer,dkk (2007: 490) adalah:
a.  Hidronefrosis.
Kelainan umum pada saluran kemih. Ini disebabkan oleh gangguan
aliran urin dalam ureter (tabung yang mengeluarkan urin dari ginjal ke
kantung kemih).
 b.  Pionefrosis.
Jenis infeksi saluran kemih atau ISK, yang menyerang ginjal. Saluran
kemih terdiri dari kandung kemih, uretra, ginjal, dan ureter.
Kebanyakan infeksi saluran kemih dimulai dari uretra, yaitu saluran
 paling akhir saat urin dikeluarkan dari tubuh.
c.  Uremia
Uremia adalah keadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini
terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh
sehingga urea menumpuk dalam darah
d.  Gagal ginjal
Kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring
cairan dan sisa-sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan
cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat

fatal jika tidak diobati.


8.  Pemeriksaan Penunjang
a.  Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya
ditemukan peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 
(normalnya:  5000-
10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum,
kreatinin, maupun asam urat; urin lengkap ditemukan warna keruh,
epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB

(normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf,


2013: hal 48)
 
 

 b.  Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht
(BNO) dan ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen
BNO didapatkan tampak bayangan radioopaque pada pielum ginjal
setinggi linea paravertebrae sinistra setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2
cm; USG didapatkan tampak batu pada ginjal kiri di pole atas-tengah-
 bawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm; tampak pelebaran sistem
 pelvicokaliseal. (Nahdi Tf, 2013: hal 48)
c.  Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai
diantara batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak
(radiolusen)
d.  Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semi- opak
ataupun batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh
ol eh foto polos perut.
Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya penurunan fungis ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan
 pielografi retrograde.
e.  Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin
mungkin menjalani pemeriksaan PIV,

yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang


menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
menilai adanya batu di ginjal atau di buli- buli, hidronefrosis,
 pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
f.  CT-scan
Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas
tentang ukuran dan lokasi batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk
mengidentifikasi kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan distensi
kandung kemih. Sangat akurat mendiagnosa ureteral kalkuli, sensitifitas

sangat tinggi untuk mengidentifikasi obstruksi. Selain itu, CT-scan juga


sebagai Gold Standart dari pemeriksaan trauma urinari.
 
 

Mengidentifikasi atau menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal,


ureter, dan distensi
distensi kandung kemih (Borley 2006).
Indikasi:
1)  Obstruksi saluran kemih
2)  BSK (Batu saluran kemih)
3)  Trauma urinari
4)  Kalkuli ureter
5)  Distensi bladder
g.  Sistoskopi
Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan sebuah
tabung kecil fleksibel melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan
sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam
uretra dan kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam kandung
kemih dan saluran kemih bawah.
Dengan prosedur ini, batu ginjal dapat diambil dari ureter, kandung
kemih atau uretra, dan biopsi jaringan dapat dilakukan. Retrograde
 pielografi adalah pemasukan zat kontras melalui kateter ke dalam ureter
dan pelvis ginjal, yang dapat dilakukan selama sistoskopi. Dan berguna
untuk mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada kandung
kemih (Chang 2009). Indikasi pemeriksaan ini yaitu klien dengan
kelainan anomali bladder, saluran kemih, dan batu ginjal.
h.  Magnetic Resonance Urography (MRU)
Magnetic resonance urography (MRU) memiliki peran minimal dalam

diagnosis dan manajemen urolithiasis. MRU memberikan alternatif untuk


 NCCT dalam pengaturan klinis tertentu, termasuk klien anak-anak dan
ibu hamil. MRU memberikan gambaran yang luar biasa dari saluran
kemih dan telah terbukti memiliki akurasi diagnosis batu dari 92,8%.
Peran sekarang dari MRU masih berkembang dan belum dianggap
sebagai standar perawatan (Pearl dan Nakada, 2009).
Indikasi:
1)  Hidronefrosis
2)  Batu saluran kemih (BSK)

3)  Obstruksi saluran kemih


4)  Striktur uretra
 
 

9.  Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus
dikeluarkan secepatnya agar tiak menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Indikasi dilakukan terapi jika batu telah menimbulkan obstruksi (pada
hidroureter atau hidronefrosis), infeksi dan indikasi sosial. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara :
a.  Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
sehingga batu diharapkan
diharapkan dapat keluar
keluar spontan. Tu
Tujuan
juan terapi ini untuk
mengurangi nyeri, mengurangi muntah, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar.
 b.  ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
 buli – 
 – 
 buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen kecil, sehingga mudah dikeluarkan. Pecahan-
 pecahan batu yang sedang keluar dapat menimbulkan perasaan nyeri \
kolik dan hematuri.
ESWL terbatas penggunaanya bergantung pada ukuran dan lokasi batu.
Batu yang berukuran diameter > 1,5 cm atau berlokasi di bagian bawah
dari ginjal akan lebih sulit diatasi. Fragmentasi tetap terjadi, namun
sebagian besar fragmen pada daerah tersebut menyulitkan pengeluaran

 batu secara komplit. ESWL tidak dapat


d apat dilakukan terdapat obstruksi di
distal kalkulus atau pada wanita hamil.
d.  Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu dengan
cara memecahkan batu dan mengeluarkannya melalui alat yang
dimasukan langsung ke dalam saluran kemih (alat tersebut dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit/ perkutan). Proses
 pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik dengan memakai
energi hidrolik, energi gelombang suara atau energi laser.

Beberapa tindakan endourologi adalah :


1)  PNL (Percutaneous Nephro Lithotripsy), yaitu mengeluarkan batu
 
 

yang sebelumnya terlebih dahulu dipecah menjadi fragmen – 


fragmen kecil dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Karena cara ini lebih memberikan
rasa sakit dibandingkan dengan ESWL ureteroskopi, maka
umumnya ia hanya digunakan pada batu yang besar atau batu yang
kompleks dan gagal diatasi menggunakan kedua metode tersebut.
Pada beberapa kasus, dilakukan kombinasi antara PNL dengan
ESWL untuk mengeluarkan batu ginjal secara keseluruhan, yang
disebut terapi sandwich, yang digunakan pada staghorn atau kasus-
kasus batu yang sulit.
2)  Litotripsi, yaitu memecah batu buli  –   buli atau uretra dengan
memasukkan pemecah batu (litotriptor). Pecahan dikeluarkan
dengan ekuator Ellik.
3)  Uretroskopi atau uretro  –   renoskopi, yaitu memasukkan alat
uretroskopi per-uretram untuk melihat keadaan ureter atau system
 pielo-kaliks dengan memakai energi tertentu, batu dapat dipecah
dengan tuntunan uretroskopi/uretrorenoskopi. Menggunakan
endoskopi berukuran kecil, dapat rigid, semirigid, atau fleksibel,
melewati buli-buli dan ke ureter untuk melihat batu secara
langsung. Biasanya silakukan pada pasien dengan gejala akut yang
disebabkan batu pada distal ureter, biasanya berukuran 5-8 mm.
Batu ini biasany dapat langsung dikeluarkan menggunakan
instrumen kecil, dapat berupa keranjang atau pencapit, atau dipecah

menjadi pecahan-pecahan kecil menggunakan lithotrites (misalnya


laser, ultrasonik, elektrohidrulik, balistik). Seringkali diperlukan
 pemasangan stent ureter setelah prosedur ini, untuk mencegah
spasme dan udem pada ureter.
d.  Bedah laparoskopi
Pembedahan dilakukan untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
 berkembang (banyak dipakai
dipakai pada batu ureter),
e.  Bedah terbuka
Indikasi utama dilakukannya terapi pembedahan antara lain nyeri,

infeksi, dan obstruksi. Selain itu, juga dipertimbangkan pekerjaan


 pasien serta alasan-alasan kesehatan lainnya. Sedangkan
Sed angkan kontraindikasi
 
 

dari manipulasi terhadap batu antara lain infeksi aktif saluran kemih
yang tidak diobati, perdarahan yang belum teratasi, serta kehamilan
(kontraindikasi relatif).
Pembedahan terbuka dilakukan bila alat - alat yang disebut di atas tidak
ada. Bedah terbuka antara lain pielolitotomi (untuk mengambil batu
ureter) atau nefrolitotomi (untuk mengambil batu ginjal). Tidak jarang
 pasien menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih
yang menibulkan obstruksi dan infeksi y
yang
ang menahun

 
 

B.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.  Pengkajian
a.  Identitas
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan
dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis
dilapangan sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia
dewasa. Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan
geografis. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)
 b.  Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
 pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada
lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat
 juga mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda,
2011: hal 2)
c.  Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan
(nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada
sakitnya. Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit
menular. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)
d.  Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1)  Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan
otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan
aktifitas relative dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian,

mandi makan,minum dan lain sebagainya,terlebih jika kolik


mendadak terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)
Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat
nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph
 pencernaan yang asam akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan
kebutuhan cairan sbenarnya tidak ada masalah. Namun, klien
sering kali membatasi minum karena takut urinenya semakin
 banyak dan memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014: hal 121)

2)  Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola,


kecuali diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami
 
 

nyeri saat kencing (disuria, pada diagnosis uretrolithiasis).


Hematuria (gross/flek), kencing sedikit (oliguaria), disertai vesika
(vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)
e.  Pemeriksaan fisik
Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang
kuat. Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari
urolithiasis. Kaji TTV, biasanya tidak perubahan yang mencolok pada
urolithiasis. Takikardi akibat nyeri yang hebat, nyeri pada pinggang,
distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis),
teraba massa keras/batu (uretrolthiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014:
hal 122)
1)  Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung
 pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik
renal klien dapat juga mengalami gangguan gastrointestinal dan
 perubahan. (Dian, 2011:
2011: hal 2 )
2)  Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis,
mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan
darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas
20 kali/menit, suhu 36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3
kg/m2. Pada pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan
tanda ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok

costovertebrae angle sinistra (+). (Nahdi Tf, 2013: hal 48)


3)  Pemeriksaan fisik persistem
a)  Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan
 jalan nafas. Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada
riwayat bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia. (Nahdi
Tf, 2013: hal 50)
 b)  Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara,
compos mentis. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
c)  Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor,

dengan reflex cahaya (+) . (Nahdi Tf, 2013: hal 50)


d)  Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem
 
 

 pendengaran. (Nahdi Tf, 2013:


2013: hal 50)
e)  Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi
mengunyah dan menelan baik, Bising usus normal. (Nahdi
Tf, 2013: hal 50)
f)  Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa
keras atau batu, nyeri ketok pada pinggang. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014: hal 122)
g)  Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria,
menjadi ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri
ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok
 pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu
(uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan
 jumlahnya, Gangguan pola berkemih. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014: hal 122)
h)  Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem
reproduksi. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
i)  Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada
sistem kardiovaskular. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
 j)  Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat. (Dian, 2011 :
hal 20)
k)  Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas

karena nyeri yang dirasakan yang melakukan mobilitas fisik


tertentu. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

 
 

2.  Diagnosa Keperawatan


Menurut ( Tim Pokja PPNI, 2016)  
1.  Nyeri akut
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
 jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
 berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
(Persatuan perawat nasional indonesia, 2016 : 172).
Penyebab : 
a.  Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
 b.  Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c.  Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala Dan Tanda Mayor 

 Subje
 Sub ktif  
jektif 
a.  Tampak meringis
 b.  Frekuensi nadi meningkat
c.  Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
 Subje
 Subjektif 
ktif  
(tidak tersedia)
Objektif  
a.  Tekanan darah meningkat

 b.  Pola nafas berubah


c.   Nafsu makan berubah
d.  Proses berfikir terganggu
e.  Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis terkait : 
a.  Kondisi pembedahan
 b.  Cedera traumatis
c.  Infeksi
d.  Glaukoma (Tim Pokja PPNI, 2016 : 172)

 
 

2.  Gangguan Eliminasi Urine


Definisi
Disfungsi eliminasi urine
Penyebab
a.  Penurunan kapasitas kandung kemih
 b.  Iritasi kandung kemih
c.  Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
d.  Efek tindakan medis dan diagnostik ( mis. Operasi ginjal, operasi
saluran kemih )
e.  Kelemahan otot pelvis
f.  Ketidakmampuan mengakses toilet
g.  Hambatan lingkungan
h.  Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i.  Outlet kandung kemih tidak lengkap
 j.  Imaturitas ( pada anak usia < 3 tahun)
Gejala Tanda Mayor
 Subje
 Subjektif
ktif
a.  Desakan berkemih (Urgensi)
 b.  Urin menetes (dribbling)
c.  Sering buang air kecil
d.   Nokturia
e.  Mengompol

f.  Enuresis
Objektif
a.  Distensi kandung kemih
 b.  Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
c.  Volume residu urine meningkat
Gejala Tanda Mayor
 Subje
 Subjektif
ktif
(tidak tersedia)
Objektif
(Tidak tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
 
 

a.  Infeksi ginjal dan saluran kemih


 b.  Hiperglikemi
c.  Trauma
d.  Kanker
e.  Cidera/tumor/infeksi medula spinalis
f.   Neuropati diabetikum
g.   Neuropati alkoholik
h.  Stroke parkinson
i.  Skeloris multiple
 j.  Obat alpha adrenergik (Tim Pokja, 2016
2016 : 96-96)

3.  Retensi urine


Definisi
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyakit
a.  Peningkatan tekanan uretra
 b.  Kerusakan arkus refleks
c.  Blok spingter
d.  Disfungsi neurologis
e.  Efek agen farmakologis
Gejala dan Tanda Mayor
 Subje
 Subjektif
ktif
a.  Sensasi penuh pada kadung kemih

Objektif
a.  Disuari/anuria
 b.  Distensi kadung kemih
Gejala dan Tanda Minor
 Subje
 Subjektif
ktif
a.  Dribbling
Objektif
a.  Inkontinensia berlebih
 b.  Residu urine 150 ml atau lebih

Kondisi Klinisi Terkait


a.  Benigna prostat hiperplasia
 
 

 b.  Pembengkakak perineal


c.  Cidera medula spinalis
d.  Rektokel
e.  Tumor disaluran kemih (Tim Pokja PPNI, 2016 : hal 115)

 
 

3.  Intervensi Keperawatan


1.   Nyeri akut berhubungan dengan
dengan agen cedera (biologis, fisik, psikolog
psikologis)
is)
Tujuan:
a.  Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau
selalu:
1)  Mengenali awitan nyeri
2)  Menggunakan tindakan pencegahan
3)  Melaporkan nyeri dapat dilakukan
 b..  Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
 b
indikator berikut (sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
1)  Ekpresi nyeri pada wajah
2)  Gelisah atau ketegangan otot

3)  Durasi episode nyeri


4)  Merintih dan menangis
5)  Gelisah
Kriteria Hasil NOC :
a.  Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap
ter hadap kemudahan
fisik dan psikologis
 b.  Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
c.  Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan
Intervensi NIC :

a.  Pemberian Analgesik


 b.  Manajemen medikasi
c.  Manajemen nyeri
d.  Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien
e.  Manajemen sedasi

 
 

Aktivitas Keperawatan
a.  Pengkajian
1)  Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
2)  Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala
0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri
hebat)
3)  Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya
4)  Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan repons pasien
5)  Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan
tingkat perkembanagan pasien
6)  Manajemen nyeri NIC :
(a)  Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi dan kualitas dan
intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
(b)  Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yag tidak mampu berkomunikasi efektif
 b.  Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1)  Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
di minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat
mengkonsumsi oabat tersebut (misalnya, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
2)  Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
 peredaan nyeri tidak dapat dicapai
3)  Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang d
disarankan
isarankan
4)  Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis

 
 

5)  Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nyeri , seperti


 penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisispasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
6)  Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (misalnyaa, umpan balik biologis, transcutaneus
elektrical nerve stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapai musik, distraksi, terapai bermain, terapi
aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase
sebelum atau setelah, dan jika memungkinkan selama aktivitas
yang menimbulkan nyeri ; sebelum nyeri terjadi atau meningkat;
dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
c.  Aktivitas kolaboratif
1)  Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
2)  Manajement nyeri NIC :
(a)  Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat
(b)  Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil
(c)  Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
 pengalaman nyeri pasien di maa lalu.
d.  Aktivitas lain
1)  Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri
dan efek samping
2)  Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di
masa lalu seperti ,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin
3)  Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

 
 

2.  Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic,


dan penyebab multiple.
Tujuan :
a.  Menunjukkan kontinesia urine, yang di buktikan oleh indicator berikut
(sebutkan 1-5: selalu, sering, kadanf-kadang, jarang, atau tidak
 pernah ditunjukkan):
1)  Infeksi saluran kemih (SDP)[sel darah putih]<100.000)
2)  Kebocoran urine diantara berkemih
 b..  Menunjukkan kontenesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut
 b
(sebutkan 1-5:tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu
di tunjukkan):
1)  Eliminasi secara mandiri
2)  Mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga
Kriteria Hasil NOC :
a.  Kontenesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih
 b.  Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine
Intervensi NIC :
a.  Pelatihan kandung kemih: meningkatkan fungsi kandung kemih pada
individu yang mengalami inkotenensia urine dengan meningkatkan
kemampuan kandung
kandung kemih untuk menahan urine
urine dan kemampuan
 pasien untuk menekan urinasi.
urinasi.
 b..  Manjemen silminasi urine: mempertahankan pola eliminasi urine yang
 b
optimum.
Aktivitas keperawatan
a.  Pengkajian
Manajemen eliminasi urin (NIC) :
1)  Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsisten, bau, volume,
dan warna, jika perlu.
2)  Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalis.
 b.  Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Manajemen eliminasi urine (NIC) :
1)  Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih

 
 

2)  Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine,


 bila diperlukan.
3)  Instruksikan pasien untuk berespons segera terhadap
t erhadap kebutuhan
eliminasi.
4)  Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di
antara waktu makan, diantara waktu makan, dan awal petang.
c.  Aktivitas kolaboratif
Manajemen eliminasi urine (NIC), rujuk ke dokter jika terdapat tanda
dan gejala infeksi saluran kemih.
3.  Retensi Urine berhubungan dengan sumbatan dan tekanan ureter
tinggi 
Tujuan :
Menunjukkan kontinesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut
(sebutkan 1-5: selalu, sering, kdang-kadang, jarang, atau tidak pernah di
tunjukkan):
a.  Kebocoran urine diantara berkemih
 b..  Urine residu pasca-berkemih > 100-200 cc
 b
Kriteria Hasil NOC :
a.  Kontinesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih
 b.  Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine
Intervensi NIC :
a.  Kateterisasi urine
 b.  Manajemen eliminasi urine
c.  Perawatan retensi urine
Aktivitas keperawatan
a.  Pengkajian
1)  Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih
2)  Perawatan retensi urine (NIC) :
(a)  Pantau penggunaan agens non resep dengan antikolinergik atau
agonisalfa.
(b)  Pantau efek obat resep, seperti penyekat saluran kalsium dan
antikolinergik.
(c)  Pantau asupan dan haluaran.

 
 

(d)  Pantau distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi.


 b.  Penyuluhan untu pasien/keluarga
1)  Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang
di laporkan misalnya: demam, menggigil, nyeri pinggang,
hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau urine.
2)  Perawatan retensi urine (NIC): instruksikan pasien dan keluarga
untuk mencatat haluaran urine.
c.  Aktivitas kolaboratif
1)  Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi
intermiten mandiri penggunaan prosedur bersih setiap 4-6 jam pada
saat terjaga
2)  Perawatan retensi urine (NIC): rujuk pada spesialis kontenensia
urine.
d.  Aktivitas lain
1)  Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih
2)  Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat
tanpa menyebabkan kandung kemih over-distensi
3)  Anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral: cc untuk sore
hari, dan cc untuk malam hari
4)  Perawatan retensi urine (NIC) :
(a)  Berikan privasi untuk eliminasi
(b)  Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau
membilas toilet
(c)  Stimulasi reflek kandung kemih dengan menempelkan es ke
abdomen menekan ke bagian dalam paha atau
at au menagalirkan air
(d)  Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10
menit)

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan .
Yogyakarta: Nuha Medika.

 Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013


Purnomo, B.B. 2010. Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu
bedah.Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya.
Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed
9.Jakarta: EGC
Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2011
Tim Pokja PPNI, 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

 
 

Anda mungkin juga menyukai