PERKEMIHAN
A. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem di mana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Sistem perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah suatu sistem kerjasama
tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal atau
Homeostatis. Fungsi lainnya adalah untuk membuang produk-produk yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh dan banyak fungsi lainnya. Susunan sistem perkemihan terdiri
dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari
ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria
(Romli&Indrawati, 2012)
Sistem perkemihan merupakan organ vital yang berperan penting dalam
melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa -sisa hasil metabolisme tubuh, dan
dalam keseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem ini secara kontinu membuang dan
mereabsorbsi air dan substansi terlarut dalam darah, serta mengeliminasi setiap substansi
yang tidak dibutuhkan dalam tubuh (Wylie,2011).
1. Fungsi sistem perkemihan
Sistem perkemihan mempunyai fungsi, yaitu sebagai berikut:
a. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah
cairan ke dalam urin dan melepaskan eritropoietin, serta melepas rennin.
b. Melakukan kontribusi stabilisasi pH darah dengan me ngontrol jumlah keluarnya
ion hidrogen dan ion bikarbonat ke dalam urin.
c. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi
tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan
nitrogen seperti urea dan asam urat.
d. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi
asam amino yang dapat merusak jaringan (Muttaqin & Sari, 2014).
Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis)
1) Kulit ginjal
(korteks)
Kulit
ginjal
terdapat
bagian
yang
bertugas
b. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Setiap ureter pada
orang dewasa memiliki panjang kurang lebih 20 cm, memiliki dinding yang
terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler
dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltic (berkontraksi) untuk
mengeluarkan urin ke kandung kemih (Muttaqin & Sari, 2014).
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang
diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretalis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal
ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium (Nuari,
dkk. 2017).
c. Vesika Urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot
destrusor yang saling beranyaman. Dinding kandung kemih terdapat dua bagian
besar yakni ruangan yang berdinding otot polos yang terdiri dari badan (korpus)
yang merupakan bagian utama dimana urin berkumpul dan leher (kolum) yang
merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong. Kandung kemih berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme miksi (berkemih). Kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal
dalam menampung urin.
Kandung kemih dapat mengembang dan megempis seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung
kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh oto yang kuat, berhubungan
ligamentum vesika umbikalis medius. Dinding kandung kemih terdiri dari
beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan paling luar), tunika muskularis, tunika
subukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian vesika urinaria
terdiri dari:
1) Fundus, yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikalis yang terisi oelh jaringan ikat
duktud deferent, vesika seminalis, dan prostate
2) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus
3) Verteks, bagian yang maju ke arah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis (Nuari, dkk. 2017)
d. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih
yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan
berkelokkelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa
yang menembus tulang pubis kebagian penis panjanangnya ±20 cm. Uretra pada
laki-laki terdiri dari: uretra prostatica, uretra membranisa dan uretra kavernosa.
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.
Ureta pada perempuan terletak dibelakang simfisis pubis berjalan mirirng
sedikit kerarah atas, panjangnya ±3-4 cm. Lapisan uretra pada peremuan terdiri
dari tunika muskularis (sebelah luar). Lapisan spongeosa merupakan pleksus dari
vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada
perempuan terletak di sebelha atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra
di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, per oral, selama 7-14 hari
Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, per oral, selama 5 hari
Ciprofloxacin 400 mg IV setiap 12 jam selama 7-14 hari
Levofloxacin 750 mg IV, sekali sehari selama 5 hari
Ampicillin 1-2 g IV setiap 6 jam, dengan gentamicin 2 mg/kg/dosis setiap 8
jam selama 7-14 hari
Doripenem 500 mg IV setiap 8 jam selama 10 hariImipenem-cilastatin 500
mg IV setiap 6 jam selama 7-14 hari
Meropenem 1 g IV setiap 8 jam selama 7-14 hari
Terapi yang diutamakan adalah terapi oral. Terapi intravena dapat dipilih jika
pasien tidak dapat mentoleransi terapi oral. Durasi terapi adalah sesingkat
mungkin sesuai dengan respon klinis pasien. Jika dirasa perlu, maka dapat
digunakan terapi dengan durasi lebih panjang (10-14 hari). Pada pasien yang
mendapat terapi intravena, dapat dilakukan konversi ke terapi oral segera setelah
gejala klinis membaik
3) Pyelonephritis Uncomplicated
Pada pasien pyelonephritis uncomplicated, masih dapat dilakukan terapi rawat
jalan. Untuk pemberian antibiotik empiris awal pada pasien dengan pyelonephritis
akut yang tidak memerlukan rawat inap, dapat diberikan 1-2
g ceftriaxone intravena, diikuti dengan fluoroquinolone oral sampai diperoleh
hasil dari tes kultur. Pilihan terapi oral antara lain:
Ciprofloxacin 500 mg, 2 kali sehari, selama 7 hari
Levofloxacin 750 mg, sekali sehari, selama 5 hari
Ceftibuten 400 mg, sekali sehari, selama 10 hari
Cefpodoxime proxetil 200 mg, 2 kali sehari, selama 10 hari
Kotrimoksazol 16/800 mg, 2 kali sehari, selama 14 hari
Pada pasien rawat inap, disarankan untuk langsung diberikan regimen antibiotik
parenteral. Pilihan antibiotik empiris antara lain:
4) Pyelonephritis Complicated
Meskipun tidak semua kasus pyelonephritis complicated memerlukan rawat inap,
perawatan perlu dipertimbangkan pada pasien yang tampak sakit berat atau
menunjukkan gejala sepsis. Pasien juga mungkin perlu dirawat inap jika
mengalami demam dan nyeri persisten, tidak mampu mempertahankan hidrasi,
atau tidak mampu mengonsumsi obat per oral.
Antibiotik empiris untuk pasien dengan pyelonephritis complicated atau yang
berhubungan dengan obstruksi saluran kemih sebetulnya serupa dengan pilihan
antibiotik pada pyelonephritis tanpa komplikasi. Fluoroquinolone, β-laktam/ β-
laktamase inhibitor, sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosida, dan
karbapenem dapat digunakan sebagai antibiotik empiris awal. Namun, jika gejala
klinis berat, maka pemilihan antibiotik harus didasarkan pada protokol
pengobatan untuk ISK berat yang disertai dengan sepsis.
b) Terapi Infeksi Saluran Kemih pada Anak
Tujuan terapi ISK pada anak adalah menghilangkan gejala dan bakteriuria pada
episode akut, mencegah jaringan parut ginjal, mencegah rekurensi, dan megoreksi lesi
urologi. Pencegahan sekuele dan rekurensi dilakukan dengan penatalaksanaan
adekuat, pemeriksaan radiologi untuk menilai adanya kelainan anatomi di saluran
kemih, serta pemantauan jangka panjang.
Pilihan antibiotik oral mencakup kotrimoksazol, sefalosporin, dan amoxicillin
clavulanate selama 5-7 hari pada ISK simpleks. Sementara itu, antibiotik parenteral
dapat diberikan pada anak dengan pyelonephritis atau kasus berat. Pilihan antibiotik
parenteral adalah ceftriaxone 75 mg/kgbb tiap 12-24 jam sekali; ataupun gentamicin
2,5 mg/kgbb dosis tunggal bagi pasien yang alergi sefalosporin.
2 Batu Ginjal
Penatalaksanaan batu ginjal (nefrolitiasis) dapat dibedakan menjadi penatalaksanaan saat
kolik renal, medical expulsive therapy (MET), terapi medikamentosa, dan terapi
pembedahan
a) Tatalaksana Kolik Renal
Yang pertama dilakukan adalah pemasangan akses intravena untuk hidrasi dan obat-
obatan IV. Bila tidak ada obstruksi atau infeksi, dapat diberikan: analgesik,
antiemetik, dan antidiuretik.
1) Analgesik
Ketorolak. Dosis: 30 – 60 mg (intramuskular / IM) atau 30 mg (intravena / IV)
diikuti 30 mg setiap 6 – 8 jam. Pada pasien dewasa (> 65 tahun), bisa
diberikan 15 mg
Morfin. Dosis: 10 mg/70 kg berat badan (IM atau subkutan / SK setiap 4 jam)
Morfin sulfat: 4 – 10 mg (IV) bolus lambat. Efek sampingnya adalah depresi
napas, sedasi, konstipasi, potensi adiksi, mual dan muntah.
Meperidin (60 – 80 mg meperidin ekuivalen dengan 10 mg morfin). Dosis: 50
– 150 mg (IM atau SK setiap 3 – 4 jam). Butorfanol, memberikan efek spasme
otot polos dan distres napas yang lebih kecil, namun harganya 10 kali dari
meperidin
2) Antiemetik
Metoklopramid, dosis 10 mg IV atau IM setiap 4 – 6 jam.
3) Antidiuretik
Desmopresin (DDAVP) dapat menurunkan nyeri kolik renal. Dosis semprotan
nasal 40 mcg dan dosis IV 4 mcg.
4) Antibiotik
Antibiotik hanya diberikan apabila ada potensi infeksi seperti gejala ISK, piuria,
bakteriuria, demam atau leukositosis dengan penyebab lain disingkirkan.
b) Medical Expulsive Therapy (MET)
Medical expulsive therapy (MET) dapat diberikan karena terbukti dari berbagai
penelitian dapat menurunkan nyeri karena perjalanan batu, meningkatkan
kemungkinan untuk batu keluar spontan dan menurunkan jumlah pembedahan.
Indikasi untuk pemberian MET adalah batu dengan besar 3 – 10 mm. Regimen yang
umum digunakan adalah:
Alfa-blocker : Tamulosin 0.4 mg satu kali sehari selama 1-2 minggu
Ca- channel blocker : Nifedipine extended release 1 x 30 mg selama 7 hari, PO
Kortikosteroid : Prednisone 2 x 20 mg selama 5 hari. Penggunaan biasanya
digabung dengan alfa-blocker
c) Penatalaksanaan Batu Non-Kalsium
Pada pasien dengan batu non-kalsium, dapat dilakukan terapi untuk membuat urin
menjadi lebih basa, pilihan obatnya adalah natrium bikarbonat dan kalium sitrat.
d) Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan dengan indikasi dimana batu tidak dapat keluar dengan
sendirinya. Batu dengan ukuran di bawah 4 mm biasanya dapat keluar dengan
spontan, sedangkan di atas 8 mm tidak bisa keluar tanpa intervensi bedah. Indikasi
pembedahan antara lain:
Batu ureter > 10 mm
Batu ureter distal tanpa komplikasi <= 10 mm yang tidak keluar dengan spontan
setelah 4 – 6 minggu,
Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi
Gejala simtomatik batu ginjal dengan penyebab lain telah disingkirkan
Pasien anak-anak dengan batu ureter yang gagal terapi sebelumnya
Pasien kehamilan dengan batu ureter atau ginjal yang gagal sembuh setelah
observasi
Pilihan teknik operasi pembedahan:
Pemasangan stent. Dilakukan pemasangan “pipa” atau stent untuk mengurangi
obstruksi. Tidak disarankan dilakukan bila terdapat pionefrosis dengan ISK atau
urosepsis
Nefrostomi perkutan. Dilakukan drainase dari ginjal ke luar tubuh melalui kulit
untuk mengurangi obstruksi, bila tidak memungkinkan pemasangan stent atau
pada keadaan obstruksi ginjal yang terinfeksi
DAFTAR PUSTAKA
centred care
Hinkle, J. L. dan Cheever, K. H.
(2018) Brunner and Suddarth’s Text
Book of
Hinkle, J. L. dan Cheever, K. H. (2018) Brunner and Suddarth’s Text Book of Medical-Surgical
Nursing. 14 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health Lippincott William & Wilkins.