Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

Disusun oleh:
DEDE DHAZREKA
19400010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan


1. Pengertian sistem perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam
air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Pearce, 2006).
Sistem perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah
suatu sistem kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama
mempertahankan keseimbangan internal atau Homeostatis. Fungsi lainnya
adalah untuk membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan oleh tubuh
dan banyak fungsi lainnya yang akan dijelaskan kemudian (Syaifuddin,
2006).
222

2. Anatomi sistem perkemihan


a. Ginjal (ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang
besar.
1) Fungsi ginjal
a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun,
b) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, osmotic,
dan ion,
c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh,
d) Fungsi hormonal dan metabolisme,
e) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak.
2) Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin
yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua
atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang
merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari:
a) Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari
arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol
efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan
zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.
b) Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler
glomerolus.
c) Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
 Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi
bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan
bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.
 Ansa Henle
Ansa henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U.
Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens
yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian
bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang
sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan
bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal.
Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari
cairan tubulus dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan
tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme
konsentrasi dan dilusi urin.
 Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.
d) Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari
delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul
terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan
isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.
3) Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke
dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh
darah yang masuk ke ginjal.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5
cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2) Lapisan tengah lapisan otot polos.
3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
4) Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic
yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria (Kandung Kemih).
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis
di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1) Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2) Tunika muskularis (lapisan berotot).
3) Tunika submukosa.
4) Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d. Uretra.
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria
yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1) Urethra pars Prostatica
2) Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3) Urethra pars spongiosa.
Pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara
clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
3) Lapisan mukosa.
e. Air kemih (urine).
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan(intake) cairan dan faktor lainnya.
2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi
keruh.
3) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan
sebagainya.
4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau
amoniak.
5) Berat jenis 1,015-1,020.
6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member
reaksi asam).
7) Komposisi air kemih, terdiri dari:
8) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
9) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea
amoniak ,Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat
dan sulfat.
10) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
11) Toksin
3. Fisiologi sistem perkemihan
Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa
meningkatkan tekanannya (biasanya pada saat volume urine kira-kira 300
ml)makam reseptor pada dinding vesika urinaria akan memulai kontraksi
musculus detrussor. Pada bayi, berkemih terjadi secara involunter dan
dengan segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih dapat ditunda
sampai ia menemukan waktu dan tempat yang cocok. Walaupun demikian,
bila rangsangan sensoris ditunda terlalu lama, maka akan memberikan rasa
sakit.
Dengan demikian mulainya kontraksi musculus detrussor, maka
terjadi relaksasi musculus pubococcygeus dan terjadi pengurangan
topangan kekuatan urethra yang menghasilkan beberapa kejadian dengan
urutan sebagai berikut:
a. Membukanya meatus intemus
b. Erubahan sudut ureterovesical
c. Bagian atas urethra akan terisi urine
d. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine
e. Musculus detrussor berkontraksi lebih kuat
f. Urine didorong ke urethra pada saat tekanan intra abdominal
meningkat
g. Pembukaan sphincter extemus
h. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong
Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubococcygeus
yang bekerja di bawah pengendalian secara volunteer :
a. Musculus pubococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine
mengalir
b. Vesica urinaria tertarik ke atas
c. Urethra memanjang
d. Musculus sprincter externus di pertahankan tetap dalam keadaan
kontraksi.
Apabila musculus pubococcygeus mengadakan relaksasi lahi maka siklus
kejadian seperti yang baru saja diberikan di atas akan mulai lagi secara
otomatis.
Fungsi sistem homeostatis urinaria:
a. Mengatur volume dan tekanan darah dengan mengatur banyaaknya air
yang hilang dalam urine, melepaskan eritropoietin dan melepaskan
rennin.
b. Mengatur konsentrasi plasma dengan mengontrol jumlah natrium,
kalium, klorida, dan ion lain yang hilang dalam urin dan mengontrol
kadar ion kalsium.
c. Membantu menstabilkan pH darah, dengan mengontrol kehilangan
ion hydrogen dan ion bikarbonat dalam urin.
d. Menyimpan nutrient dengan mencegah pengeluaran dalam urin,
mengeluarkan produk sampah nitrogen seperti urea dan asam urat.
e. Membantu dalam mendeteksi racun-racun.
f. Mekanisme pembentukan urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk
120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap
harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya
sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian
diserap kembali. Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke
dalam kandungan kemih.
Tahap – tahap pembentukan urine:
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke seluruh ginjal.
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus
atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap
kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara
aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada
pupila renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion
Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di
bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria
(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine
sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra.
Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
B. Definisi
Striktur uretra merupakan penyempitan lumen uretra akibat adanya
jaringan parut dan kontraksi. Penyebab striktur uretra umumnya adalah
karena cedera, cedera akibat peregangan dan cedera yang berhubungan
dengan kecelakaan mobil, uretritis gonorhea yang tidak ditangani dan
abnormalitas congenital. (Hapsari Tri dkk.2009)
Striktur Uretra yaitu penyempitan lumen uretra disertai dengan
menurunnya elastisitas jaringan uretra. Sering terjadi di pars bulbaris lebih
kurang 60 – 70 %. (Hapsari, Chairunnisa P. 2010).

C. Tanda dan gejala


1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002)
5. Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran
bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah /
nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di
celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine
bisa keruh.(Nursalam, 2008)
6. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti
digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering
agak luas dan mungkin multiple. (Smeltzer.C,2002)
7. Perasaan tidak puas setelah berkemih.
8. Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal).
9. Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih).
10. Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.
D. Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra,
dan kelainan bawaan. Infeksi seperti ikutan dari pemasangan kateter, uretritis,
STD (Gonococcus), saat ini mungkin sudah jarang ditemukan, sering infeksi
disebabkan karena pemakaian kateter uretra dalam jangka lama. Trauma yang
menyebabkan striktura uretra adalah pembedahan/tindakan yang melewati
uretra (kateterisasi, reseksi transuretra), trauma tumpul pada selangkangan
(straddle injury) yang akan menimbulkan striktur uretra pars bulbosa, fraktur
tulang pelvis yang akan merusak uretra pars membranasea hingga dapat
menimbulkan striktur uretra parsial atau komplit, keluar batu secara spontan,
trauma hubungan intim/melahirkan dan penggunaan intrumentasi atau
tindakan transuretra yang kurang hati - hati. Serta Kelainan bawaan. (Baroroh
Dewi Baririet. 2011).

E. Klasifikasi
1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
2. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
3. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat
kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal
dengan spongiofibrosis. (Basuki B. Purnomo; 2003)

F. Patofisiologi
Proses radang karena trauma atau infeksi menyebabkan terjadinya fibrosis
sehingga menjadi sikatrik dan terjadilah striktur yang menyebabkan hambatan
aliran urin dan hambatan aliran sperma. (Baroroh Dewi Baririet. 2011).
Pada keadaan ini, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat hingga
sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Otot kandung kemih semula
menebal sehingga terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, kemudian timbul
sakulasi (penonjolan mukosa masih di dalam otot) dan divertikel (menonjol ke
luar) pada fase dekompensasi. Pada fase ini akan timbul residu urin yang
memudahkan terjadinya infeksi. Tekanan di dalam kandung kemih yang tinggi
akan menyebabkan refluks sehingga urin masuk kembali ke ureter, bahkan
sampai ke ginjal. Infeksi dan refluks dapat menyebabkan pielonefritis akut atau
kronik yang kemudian menyebabkan gagal ginjal. (Mansjoer, Arif. 2000).
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi
maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan
fibroblastik. Iritasi dan urin pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastik
yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghebat sehingga terjadilah
penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urin
mengalami hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urin pada uretra
yang mengalami lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang
dapat berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan
(lokalisasi pada penis, perineum dan atau skrotum). (Nursalam, 2008).
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter, dan
ginjal. Mukosanya terdiri atas epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat
orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri atas
lapisan erektil vaskular. Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses
peradangan, iskemik, atau traumatik. Apabila terjadi iritasi uretra, maka akan
terjadi proses penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak
diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang memberikan manifestasi
hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra. (Muttaqin, Arif. 2012).

G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan
keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
3. BUN/kreatin : meningkat
4. Uretrografi : adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk
mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto)
uretrografi.
5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
6. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki B.
Purnomo; 2000 dan Doenges E. Marilynn, 2000)
Di buku lain, disebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk stricture
uretra yaitu :
1. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya
tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria
adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan adanya obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
(Muttaqin.A, 2011)

I. Penatalaksanaan
1. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat
pemasangan kateter
2. Medika mentosa Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
3. Pembedahan
a. Sistostomi suprapubis
b. Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
c. Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau
otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika
striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
d. Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa
pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis
diantara jaringan uretra yang masih baik. (Basuki B. Purnomo, 2000
dan Doenges E. Marilynn, 2000)
4. Terapi
a. Kalau penderita datang dengan retensio urine maka pertolongan
pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan
uretrogafi untuk memastikan adanya striktura urethra.
b. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan
insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi baru kemidian
dibuat uretrografi.
5. Trukar Cystostomi
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine,
dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomie dilakukan dengan trukar,
dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis tengah,
tusukan membuat sudut 45 derajat setelah trukar masuk, dimasukan kateter
dan trukar dilepas, kater difiksasi dengan benar sutra kulit.
6. Bedah endoskopi
Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan
panjang striktura Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat
sachse adalah striktura urethra anterior atau posterior yang masih ada
lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter
dipasang selama 2 hari pasca tindakan.
Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap minggu
sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan
seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer
kalau Q maksimal <10 dilakukan bauginasi
7. Uretroplasti
a. Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan setriktur urethra panjang
lebih 2 cm atau dengan fistel urethrokutan atau penderita residif
striktur pasca urethratomi sachse
b. Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada umunya setelah
daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau
kulit penis dan dengan free graf atau pedikel graf yaitu dibuat
tambung urethra baru dari kulit preputium atau kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.
8. Otis uretrotomi
a. Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra anterior
terutama bagian distal dari pendulan urethra dan fossa manicularis.
b. Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan striktura
urethra

J. Prognosis
Striktur urethra sering kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan secara teratur ke dokter. Penyakit ini dinyatakan
sembuh bila setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan
tanda-tanda kekambuhan. (Purnomo BB., Seto S, 2003).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Alamat
3) Umur
4) Jenis Kelamin
5) Berat Badan
6) Agama
7) Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine melemah, sering kencing, dan
sedikit urine yang keluar.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/
puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi
memanjang dan akirnya menjadi retensio urine.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,
misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit
kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani
kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan
hipertensi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang
sudah diminum sebelum MRS.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas,
kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas
dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi,
serta frekuensi nafas.
b. B2 (blood)
Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan peningkatan
suhu tubuh.
c. B3 (brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi
refleks.
d. B4 (bladder)
Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk
mengosongkankandung kemih dengan lengkap, dorongan dan
frekwensi berkemih meningkat.
e. B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen,
apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
f. B6 (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala
sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dilaporkan klien waktu bergerak, dan toleransi klien waktu
bergerak.Kaji keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit
meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urine
2. Nyeri akut b.d. luka biologi (iskemia)
3. Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer
4. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik

C. Intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Retensi urine Domain II: Domain 1 : physiological
b.d. obstruksi pada Physiologic Health Class B : Elimination
jalan urine Class F : Elimination Management
NOC : Urinary Urinary Retention Care
Elimination (0503) (05620)
Kriteria hasil : 1. Melakukan pengkajian
1. Pola eliminasi yang berfokus ke
(050301) inkontinensia urin
2. Bau urine (seperti output urin,
(050302) pola pengosongan
3. Jumlah urine urine, fungsi kognitif,
(050303) dan masalah urinary
4. Warna urine preeksisten)
(050304) 2. Monitor penggunaan
5. Kejernihan antikolinergik atau
urine (050306) alpha agonist
6. Intake cairan 3. Monitor efek resep obat
(050307) seperti calcium channel
7. Kesempurnaan blokers dan
pengosongan antikolinergik
bladder 4. Gunakan sugesti seperti
(050313) menyalakan air atau
menyiram toilet
8. Ada darah 5. Menstimulasi reflek
dalam urine kandung kemih dengan
(050329) menggunakan sesuatu
9. Frekuensi yang dingin ke
berkemih abdomen, gerakan
(050331) dibagian dalam paha,
10. Retensi urine atau menyalakan air
(050332) 6. Gunakan crede
11. Nyeri saat maneuver jika
berkemih dibutuhkan
(050309) 7. Gunakan kateter urin
jika dibutuhkan
8. Informasikan kepada
klien/keluarga untuk
mencatat output urin
9. Monitor intake dan
output
10. Berikan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemiih (10menit)
Nyeri akut b.d luka Domain IV : Health Domain 1 : physiological
biologi (iskemia). Knowledge & Class E : Physical Comfort
Behavior Promotion
Class Q : Health Pain Management (1400)
Behavior 1. Lakukan pengkajian
NOC : Pain Control nyeri seperti
(1605) lokasi,karakteristik,
Kriteria hasil : durasi, frekuensi,
kualitas, factor
pencetus nyeri
1. Identifikasi 2. Kaji pengetahuan
onset nyeri pasien tentang nyeri
(160502) 3. Tentukan efek nyeri
2. Identifikasi pada kualitas hidup
factor klien seperti
penyebab (hubungan, tidur,napsu
(160501) makan, aktifitas,mood)
3. Gunakan 4. Kontrol factor
tindakan lingkungan yg dapat
preventif mempengaruhi nyeri
(160503) (suhu, keramaian,
4. Gunakan pencahayaan)
analgesic jika 5. Berikan
dibutuhkan farmakologis/nonfarma
(160505) kologis untuk
5. Laporkan mengurangi nyeri
perubahan (kolaborasi jika
gejala nyeri farmakologis
kepada petugas 6. Ajarkan teknik
kesehatan relaksasi, TENS,
(160513) hypnosis, terapi music,
distraksi, terapi
bermain, terapi
aktifitas, masase,
aplikasi dingin/hangat
sebelum, setelah, dan
jikamemungkinkan saat
nyeri berlangsung
Resiko infeksi b.d. Domain Kontrol Infeksi (6540)
ketidak adekuatan II: Physiologic Health 1. Pertahankan teknik
pertahanan primer Kelas H: Immune aseptic
Response 2. Cuci tangan setiap
Outcome : Infection sebelum dan sesudah
Severity tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : 3. Gunakan baju, sarung
1. Klien bebas dari tangan sebagai alat
tanda dan gejala pelindung
infeksi (tumor, 4. Gunakan kateter
dolor, rubor, intermiten untuk
kolor) menurunkan infeksi
2. Menunjukkan kandung kemih
kemampuan 5. Tingkatkan intake
untuk mencegah nutrisi
timbulnya infeksi 6. Dorong klien untuk
3. Jumlah leukosit memenuhi intake cairan
alam batas 7. Berikan terapi
normal antibiotik

Domain Proteksi Terhadap Infeksi


II: Physiologic Health (6550)
Kelas H: Immune 1. Monitor tanda dan
Response gejala infeksi
Outcome: Immune sitemikdan lokal
Status 2. Inspeksi kulit dan
1. Suhu tubuh membran mukosa
2. Fungsi respirasi terhadap kemerahan,
3. Fungsi panas, drainase
gastrointestinal 3. Monitoring adanya luka
4. Fungsi 4. Batasi pengunjung bila
genitourinaria perlu
5. Integritas kulit 5. Anjurkan klien untuk
6. Integritas mukosa istirahat
6. Ajarkan klien dan
keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi
7. Laporkan kecurigaan
infeksi

Gangguan NOC : Urinary Retention Care


eliminasi urine b.d. 1. Eliminasi urine 1. Lakukan penilaian
obstruksi anatomik 2. Urinary berkemih yang
continuence komprehensif berfokus
Kriteria hasil : pada inkontinensia
1. Kandung (misalnya, output urin,
kemih kosong pola berkemih, fungsi
secara penuh kognitif, dan masalah
2. Tidak ada kencing praeksisten)
residu 2. Memantau penggunaan
urine ≥ 100- obat dengan sifat
200 cc antikolinergik atau
3. Intake cairan properti alpha agonis
dalam rentang 3. Memonitor efek dari
normal obat-obatan yang
4. Bebas dari ISK diresepkan, seperti
5. Tidak ada calcium channel
spasme bladder blockers dan
6. Balance cairan antikolinergik
seimbang 4. Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air atau di
toilet
5. Merangsang refleks
kandung kemih dengan
menerapkan dingin
pada perut
6. Sediakan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemih (10 menit)
7. Gunakan spirit
wintergreen di pispot
atau urinal
8. Anjurkan klien /
keluarga untuk
memantau output urine
9. Memantau asupan dan
keluaran
10. Memantau tingkat
distensi kandung kemih
dengan palpasi dan
perkusi
Baroroh Dewi Baririet. 2011. Nursing Care Plan : Striktur Uretra. Malang
: Medical Surgical Department PSIK FIKES UMM.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC.
2000
Gibson, John. (2003).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi
2,Jakarta:EGC
Hapsari, Chairunnisa P. 2010. Hubungan antara Pembesaran prostat Jinak
dengan Gambaran Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan
Ultrasonografi.Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Hapsari Tri dkk.2009. Gambaran Pengetahuan Pasien Penderita Striktur Uretra
Tentang Pencegahan Kejadian Ulang Striktur Uretra di Ruang
Perawatan Bedah Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung. Bandung :
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. (2005). Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi
Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Purnomo BB., Seto S. Striktur Urethra. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi
Kedua. Pene Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner
&Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002

Anda mungkin juga menyukai