STRIKTUR URETRA
Disusun oleh:
DEDE DHAZREKA
19400010
E. Klasifikasi
1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
2. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
3. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat
kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal
dengan spongiofibrosis. (Basuki B. Purnomo; 2003)
F. Patofisiologi
Proses radang karena trauma atau infeksi menyebabkan terjadinya fibrosis
sehingga menjadi sikatrik dan terjadilah striktur yang menyebabkan hambatan
aliran urin dan hambatan aliran sperma. (Baroroh Dewi Baririet. 2011).
Pada keadaan ini, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat hingga
sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Otot kandung kemih semula
menebal sehingga terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, kemudian timbul
sakulasi (penonjolan mukosa masih di dalam otot) dan divertikel (menonjol ke
luar) pada fase dekompensasi. Pada fase ini akan timbul residu urin yang
memudahkan terjadinya infeksi. Tekanan di dalam kandung kemih yang tinggi
akan menyebabkan refluks sehingga urin masuk kembali ke ureter, bahkan
sampai ke ginjal. Infeksi dan refluks dapat menyebabkan pielonefritis akut atau
kronik yang kemudian menyebabkan gagal ginjal. (Mansjoer, Arif. 2000).
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi
maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan
fibroblastik. Iritasi dan urin pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastik
yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghebat sehingga terjadilah
penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urin
mengalami hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urin pada uretra
yang mengalami lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang
dapat berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan
(lokalisasi pada penis, perineum dan atau skrotum). (Nursalam, 2008).
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter, dan
ginjal. Mukosanya terdiri atas epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat
orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri atas
lapisan erektil vaskular. Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses
peradangan, iskemik, atau traumatik. Apabila terjadi iritasi uretra, maka akan
terjadi proses penyembuhan cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak
diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang memberikan manifestasi
hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra. (Muttaqin, Arif. 2012).
G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan
keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
3. BUN/kreatin : meningkat
4. Uretrografi : adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk
mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto)
uretrografi.
5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
6. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki B.
Purnomo; 2000 dan Doenges E. Marilynn, 2000)
Di buku lain, disebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk stricture
uretra yaitu :
1. Laboratoriun
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya
tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
2. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria
adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan adanya obstruksi.
3. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
(Muttaqin.A, 2011)
I. Penatalaksanaan
1. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat
pemasangan kateter
2. Medika mentosa Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
3. Pembedahan
a. Sistostomi suprapubis
b. Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
c. Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau
otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika
striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
d. Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa
pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis
diantara jaringan uretra yang masih baik. (Basuki B. Purnomo, 2000
dan Doenges E. Marilynn, 2000)
4. Terapi
a. Kalau penderita datang dengan retensio urine maka pertolongan
pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan
uretrogafi untuk memastikan adanya striktura urethra.
b. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan
insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi baru kemidian
dibuat uretrografi.
5. Trukar Cystostomi
Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine,
dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomie dilakukan dengan trukar,
dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis tengah,
tusukan membuat sudut 45 derajat setelah trukar masuk, dimasukan kateter
dan trukar dilepas, kater difiksasi dengan benar sutra kulit.
6. Bedah endoskopi
Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan
panjang striktura Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat
sachse adalah striktura urethra anterior atau posterior yang masih ada
lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter
dipasang selama 2 hari pasca tindakan.
Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap minggu
sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan
seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer
kalau Q maksimal <10 dilakukan bauginasi
7. Uretroplasti
a. Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan setriktur urethra panjang
lebih 2 cm atau dengan fistel urethrokutan atau penderita residif
striktur pasca urethratomi sachse
b. Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada umunya setelah
daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau
kulit penis dan dengan free graf atau pedikel graf yaitu dibuat
tambung urethra baru dari kulit preputium atau kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.
8. Otis uretrotomi
a. Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra anterior
terutama bagian distal dari pendulan urethra dan fossa manicularis.
b. Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan striktura
urethra
J. Prognosis
Striktur urethra sering kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan secara teratur ke dokter. Penyakit ini dinyatakan
sembuh bila setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan
tanda-tanda kekambuhan. (Purnomo BB., Seto S, 2003).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Alamat
3) Umur
4) Jenis Kelamin
5) Berat Badan
6) Agama
7) Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien merasakan pancaran urine melemah, sering kencing, dan
sedikit urine yang keluar.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/
puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi
memanjang dan akirnya menjadi retensio urine.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,
misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit
kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani
kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan
hipertensi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
5) Riwayat Alergi
Kaji apakah klien dan keluarga memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat apa yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang
sudah diminum sebelum MRS.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas,
kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas
dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi,
serta frekuensi nafas.
b. B2 (blood)
Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan peningkatan
suhu tubuh.
c. B3 (brain)
Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi
refleks.
d. B4 (bladder)
Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk
mengosongkankandung kemih dengan lengkap, dorongan dan
frekwensi berkemih meningkat.
e. B5 (bowel)
Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen,
apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
f. B6 (bone)
Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala
sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dilaporkan klien waktu bergerak, dan toleransi klien waktu
bergerak.Kaji keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit
meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine b.d. obstruksi pada jalan urine
2. Nyeri akut b.d. luka biologi (iskemia)
3. Resiko infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer
4. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik
C. Intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Retensi urine Domain II: Domain 1 : physiological
b.d. obstruksi pada Physiologic Health Class B : Elimination
jalan urine Class F : Elimination Management
NOC : Urinary Urinary Retention Care
Elimination (0503) (05620)
Kriteria hasil : 1. Melakukan pengkajian
1. Pola eliminasi yang berfokus ke
(050301) inkontinensia urin
2. Bau urine (seperti output urin,
(050302) pola pengosongan
3. Jumlah urine urine, fungsi kognitif,
(050303) dan masalah urinary
4. Warna urine preeksisten)
(050304) 2. Monitor penggunaan
5. Kejernihan antikolinergik atau
urine (050306) alpha agonist
6. Intake cairan 3. Monitor efek resep obat
(050307) seperti calcium channel
7. Kesempurnaan blokers dan
pengosongan antikolinergik
bladder 4. Gunakan sugesti seperti
(050313) menyalakan air atau
menyiram toilet
8. Ada darah 5. Menstimulasi reflek
dalam urine kandung kemih dengan
(050329) menggunakan sesuatu
9. Frekuensi yang dingin ke
berkemih abdomen, gerakan
(050331) dibagian dalam paha,
10. Retensi urine atau menyalakan air
(050332) 6. Gunakan crede
11. Nyeri saat maneuver jika
berkemih dibutuhkan
(050309) 7. Gunakan kateter urin
jika dibutuhkan
8. Informasikan kepada
klien/keluarga untuk
mencatat output urin
9. Monitor intake dan
output
10. Berikan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemiih (10menit)
Nyeri akut b.d luka Domain IV : Health Domain 1 : physiological
biologi (iskemia). Knowledge & Class E : Physical Comfort
Behavior Promotion
Class Q : Health Pain Management (1400)
Behavior 1. Lakukan pengkajian
NOC : Pain Control nyeri seperti
(1605) lokasi,karakteristik,
Kriteria hasil : durasi, frekuensi,
kualitas, factor
pencetus nyeri
1. Identifikasi 2. Kaji pengetahuan
onset nyeri pasien tentang nyeri
(160502) 3. Tentukan efek nyeri
2. Identifikasi pada kualitas hidup
factor klien seperti
penyebab (hubungan, tidur,napsu
(160501) makan, aktifitas,mood)
3. Gunakan 4. Kontrol factor
tindakan lingkungan yg dapat
preventif mempengaruhi nyeri
(160503) (suhu, keramaian,
4. Gunakan pencahayaan)
analgesic jika 5. Berikan
dibutuhkan farmakologis/nonfarma
(160505) kologis untuk
5. Laporkan mengurangi nyeri
perubahan (kolaborasi jika
gejala nyeri farmakologis
kepada petugas 6. Ajarkan teknik
kesehatan relaksasi, TENS,
(160513) hypnosis, terapi music,
distraksi, terapi
bermain, terapi
aktifitas, masase,
aplikasi dingin/hangat
sebelum, setelah, dan
jikamemungkinkan saat
nyeri berlangsung
Resiko infeksi b.d. Domain Kontrol Infeksi (6540)
ketidak adekuatan II: Physiologic Health 1. Pertahankan teknik
pertahanan primer Kelas H: Immune aseptic
Response 2. Cuci tangan setiap
Outcome : Infection sebelum dan sesudah
Severity tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : 3. Gunakan baju, sarung
1. Klien bebas dari tangan sebagai alat
tanda dan gejala pelindung
infeksi (tumor, 4. Gunakan kateter
dolor, rubor, intermiten untuk
kolor) menurunkan infeksi
2. Menunjukkan kandung kemih
kemampuan 5. Tingkatkan intake
untuk mencegah nutrisi
timbulnya infeksi 6. Dorong klien untuk
3. Jumlah leukosit memenuhi intake cairan
alam batas 7. Berikan terapi
normal antibiotik