Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK SEPTIK

Disusun oleh:

Dede Dhazreka 19400010


Endri Puspita Intani 19400011
Rizkiyanto Ruhim 19400037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan syok septik tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan pendahuluan ini adalah untuk
memenuhi tugas selama masa profesi ners pada stase keperawatan
kegawatdaruratan. Selain itu, laporan pendahuluan ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang keperawatan kegawatdaruratan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing akademik (dosen) dan
pembimbing lapangan (CI) yang telah membantu dalam pembuatan laporan
pendahuluan ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini.
Kami menyadari, laporan pendahuluan yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini.

Sleman, 18 Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................ i


Kata pengantar ............................................................................................... ii
Daftar isi ......................................................................................................... iii
Daftar tabel ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2
A. Pengertian ........................................................................................... 2
B. Etiologi ............................................................................................... 4
C. Fase-fase............................................................................................. 5
D. Faktor resiko ...................................................................................... 6
E. Komplikasi ......................................................................................... 7
F. Patofisiologi ....................................................................................... 8
G. Pathway .............................................................................................. 11
H. Manifestasi klinik ............................................................................... 12
I. Pemeriksaan diagnostik ...................................................................... 14
J. Penatalaksanaan medis ....................................................................... 15
K. Asuhan keperawatan dengan pasien syok septik ............................... 17
L. Diagnosa keperawatan ....................................................................... 20
M. Nursing care plan ............................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor sequential organ failure assessment (SOFA) ................................. 3

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepsis dan sepsis berat merupakan penyebab utama kematian pada pasien
kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif (intensive care units/ICU) di
Amerika Serikat (Mayr, 2014). Penelitian meta analisis oleh Jawad et al (2012)
mendapatkan bahwa insidens sepsis dalam populasi berkisar 22- 240 kasus per
100.000 orang, sepsis berat 13-300 kasus per 100.000 orang, dan syok septik
11 kasus per 100.000 orang, dengan angka kematian mencapai 30% untuk
sepsis, 50% untuk sepsis berat, dan 80% untuk syok septik.
Sampai saat ini sepsis dan syok septik masih merupakan tantangan besar
bagi dunia kesehatan. Seiring penjalanan sepsis menjadi syok septik, risiko
kematian meningkat secara signifikan. Setiap jam keterlambatan pemberian
antibiotik telah terbukti meningkatkan angka kematian syok septik sebesar
7,6%. Sebaliknya, pasien systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
non-infeksi yang salah didiagnosis sebagai sepsis, dapat secara tidak tepat
diobati dengan antibiotik spektrum luas, sehingga menunda pengobatan
inflamasi sistemik yang mendasari dan memberikan kontribusi untuk
munculnya resistensi antibiotik (Kumar, 2006).
Kompleksnya patogenesis dan patofislogi sepsis melibatkan hampir semua
jenis sel, jaringan, dan sistem organ. Dalam artikel ini dibahas definisi, etiologi,
dan patogenesis/patofisiologi sepsis dan syok septik yang meliputi patogen
penyebab infeksi dengan faktor virulensinya, respon pejamu, respon inflamasi,
sistem koagulasi yang terganggu, dan disfungsi organ (Purwanto &
Astrawinata, 2018).

B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep medis dan asuhan keperawatan terhadap pasien syok
septik di ruang ICU.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
American College of Chest Physician dan Society of Critical Care
Medicine pada tahun 1991 mendefinisikan sepsis, sindroma respon inflamasi
sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS). sepsis berat dan
syok/renjatan sepsik, systemic inflammatroy response syndrome (SIRS)
merupakan respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih
keadaan sebagai berikut yaitu suhu > 38 C atau < 36 C, frekuensi jantung > 90
x/menit, frekuensi napas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg, leukosit
darah > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau batang > 10%. Sepsis adalah
keadaan klinis dengan manifestasi SIRS. Sepsis berat yaitu sepsis yang disertai
dengan disfungsi organ, hiperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat,
oliguria dan penurunan kesadaran. Sedangkan sepsis dengan hipotensi
merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan
tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi
lainnya. Renjatan septik yaitu sepsis dengan hipotensi meskipun telah
diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Levy, 2003).
Pada tahun 2001, konferensi definisi sepsis internasional diselenggarakan
oleh SCCM, the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), the
American College of Chest Physicians (ACCP), the American Thoracic
Society (ATS), dan the Surgical Infection Society (SIS). Konferensi ini masih
tetap menggunakan definisi di atas, selain itu mengembangkan konsep sistem
penderajatan untuk sepsis berdasarkan empat karakteristik terpisah yang
disebut PIRO. Huruf P mewakili predisposisi, mengindikasikan faktor-faktor
yang memengaruhi pasien terhadap terjadinya sepsis meliputi faktor genetik,
lingkungan, dan kondisi komorbid. Huruf I mewakili infeksi, termasuk lokasi
infeksi, sumber infeksi, dan jenis organisme. Huruf R mewakili respon
terhadap adanya infeksi, termasuk timbulnya SIRS. Huruf O mewakili

2
disfungsi organ, termasuk kegagalan sistem organ seperti sistem koagulasi
(Levy, 2003).
Definisi baru untuk sepsis dan syok septik telah direkomendasikan oleh
SCCM/ ESICM dalam konsensus internasional ke-3 (Sepsis-3) pada tahun
2016. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa,
disebabkan oleh ketidakmampuan respon pejamu terhadap infeksi. Disfungsi
organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi
yang dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related) organ failure
assessment (SOFA) ≥2 (Singer, 2016).
Tabel 1. Skor sequential organ failure assessment (SOFA)

Penekanan pada disfungsi organ yang mengancam jiwa konsisten dengan


pandangan bahwa cacat seluler mendasari kelainan fisiologik dan biokimia
sistem organ spesifik. Skor SOFA ≥2 mencerminkan risiko mortalitas rata-rata
10% untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tersangka infeksi. Syok
septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan
selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko

3
kematian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis
dengan disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi
laktat darah >2 mmol/L (>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat. Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%
(Singer, 2016).
Syok septik adalah invasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini.
Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam
kehidupan (Brunner & Suddarth, 2016).

B. Etiologi
Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu yang
mendasar terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan
penyebab bakteri yang menghasilkan produk patogen seperti eksotoksin, dapat
juga memicu respon inflamasi sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ
di tempat lain dan hipotensi. Kultur darah yang positif hanya ditemukan pada
sekitar 20-40% kasus sepsis berat dan persentasenya meningkat seiring tingkat
keparahan dari sepsis, yaitu mencapai 40- 70% pada pasien dengan syok septik.
Bakteri gram negatif atau positif mencakup sekitar 70% isolat, dan sisanya
ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada pasien dengan kultur darah
negatif, agen penyebab sering ditegakkan berdasarkan kultur atau pemeriksaan
mikroskopik dari bahan yang berasal dari fokus infeksi (Munford, 2008).
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas
dan nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling umum, mencapai setengah
dari semua kasus, diikuti oleh infeksi intraabdominal dan infeksi saluran
kemih. Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae ialah bakteri
gram positif paling sering, sedangkan Escherichia coli, Klebsiella spp, dan
Pseudomonas aeruginosa predominan di antara bakteri gram negatif (Angus,
2013).

4
Menurut Brunner & Suddarth (2016) syok septic diakibatkan oleh
serangkaian peristiwa hemodinamik dan metabolic yang dicetuskan oleh
serangan mikroba, serta yang penting lagi adalah oleh system pertahanan
tubuh. Sepsis dan syok septic dapat disebabkan oleh gejala serangan
mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi bakteri aerobic dan an aerobic
terutama yang disebabkan oleh:
1. Bakteri gram negative seperti Escheria coli, Klebsiella sp,
Pseudomonassp, Bacteroides sp, dan Proteus sp. Bakteri gram negative
mengandung lipopolisakarida pada dinding selnya yang disebut
endotoksin. Apabila dilepas dan masuk kedalam aliran darah, endotoksin
menghasilkan beragam perubhan-perubahan biokimia yang meugikan dan
mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang syok
septic.
2. Organisme gram positif seperti: Stafilokokus. Streptokokus, dan
Pneunmokokus juga terlibat dalam timbulnya sepsis.
3. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan
untuk mengerahkan mediator imun dengan cara yang sama dengan
endotoksin.
4. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah kepada
timbulnya syok sepsis dan syok septik.

C. Fase-fase
Menurut Brunner & Suddarth (2016) dalam syok septik terjadi 2 fase yang
berbeda yaitu:
1. Fase pertama disebut sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik ditandai
oleh tingginya curah jantung dan fase dilatasi. Pasien menjadi sangat panas
atau hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan
pernafasan meningkat. Pengeluaran urin dapat meningkat atau tetap dalam
kadar normal. Status gastroinstestinal mungkin terganggu seperti mual,
muntah, atau diare.

5
2. Fase lanjut disebut sebagai fase “dingin” atu hipodinamik, yang ditandi
oleh curah jantung yang rendah dengan fasekontriksi yang mencerminkan
upaya tubuh untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan oleh
kehilangan volume intravsakuliar melalui kapiler. Pada fase ini tekanan
darah pasien turun, dan kulit dingin dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin
normal atau dobawah normal. Frekuensi jantung dan pernafasan tetap
cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ
multipel.

D. Faktor – faktor risiko


Menurut Brunner & Suddarth (2016) faktor resiko syok septik adalah, sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor penjamu
a) Umur yang ekstrim
b) Malnutrisi
c) Kondisi lemah secara umum
d) Penyakit kronis
e) Penyalah gunaan obat atau alcohol
f) Splenektomi
g) Kegagalan banyak organ
2. Faktor-faktor yang tidak berhubungan
a) Penggunaan kateter invasive
b) Prosedur-prosedur operasi
c) Luka karena cedera atau terbakar
d) Prosedur dianostik invasive
e) Obat-obatan (antibiotic, agen-agen sitotoksik, steroid).
3. Peralatan yang berhubungan dengan sumber-sumber infeksi:
a) Kateter intravascular.
b) Kateter urine indwelling
c) Drainase luka operasi
d) Kateter, bolts intracranial.

6
e) Perangkat keras ortopedi
f) Selang nasogastrik.
g) Selang gastrointestinal
4. Mediator –Mediator yang Berkaitan dengan Syok Septik
a) Mediator Selular
1) Granulosit.
2) Limfosit
3) Makrofag
4) Monosit
b) Mediator Humoral
1) Sitokin (Limfokin, factor nekrosis tumor, inteleukin.
2) Endotoksin / Eksotoksin.
3) Oksigen bebas radikals.
4) Faktor aktivasi trombosit.
5) Prostaglandin.
6) Trombokasan.
c) Mediator-Mediator Lain.
1) Endorfin.
2) Histamin.
3) Faktor depresan Miokardial.

E. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) komplikasi syok septik, yaitu:
1) Meningitis
2) Hipoglikemi
3) Aasidosis
4) Gagal ginjal
5) Disfungsi miokard
6) Perdarahan intra cranial
7) Icterus
8) Gagal hati

7
9) Disfungsi system saraf pusat
10) Kematian
11) Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

F. Patofisiologi
Sepsis timbul akibat respon pejamu terhadap infeksi, yang diarahkan untuk
mengeliminasi patogen. Patogen memiliki mekanisme atau faktor virulensi
yang bervariasi sehingga memungkinkan patogen untuk bertahan dalam tubuh
pejamu dan menyebabkan penyakit. Faktor virulensi menyebabkan patogen
mampu menghambat fagositosis, memfasilitasi adhesi ke sel atau jaringan
pejamu, meningkatkan survival intrasel setelah difagosit, dan merusak jaringan
melalui produksi toksin dan enzim ekstrasel (Mahon & Mahlen, 2015)
Kapsul menghambat fagositosis terutama dengan cara menutupi struktur
permukaan sel sehingga tidak dikenali oleh reseptor sel fagosit. Bakteri
berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza
dihubungkan dengan infeksi yang sangat invasif dan lebih virulen dibanding
bakteri tidak berkapsul. Struktur lain berupa protein A, seperti pada dinding sel
Staphylococcus aureus, menghambat ikatan antibodi pejamu terhadap
permukaan patogen (sebagai antigen). Antibodi mengikat antigen melalui
bagian Fab, protein A mengikat bagian Fc antibodi sehingga menghambat
opsonisasi dan fagositosis. Beberapa patogen menghindari fagositosis dengan
cara melepaskan produk poten di jaringan yang dapat membunuh sel fagosit.
Streptococci memroduksi hemolisin yang melisiskan eritrosit dan merangsang
efek toksik pada leukosit dan makrofag. Staphylococcus melepaskan
leukocidin yang menyebabkan pelepasan lisosom ke dalam sitoplasma (Mahon
& Mahlen, 2015)
Kebanyakan patogen harus menempel pada sel pejamu sebelum terjadi
infeksi. Struktur permukaan sel patogen yang memediasi penempelan disebut
adhesin, contohnya fimbriae (pili) dan lipoteichoic acid (LTA) pada bakteri.
Fimbriae membuat bakteri melekat pada permukaan sel pejamu, sehingga
meningkatkan kemampuan patogen untuk kolonisasi. Fimbriae digunakan oleh

8
Neisseria gonorrhoeae untuk melekat pada sel epitel traktus genitourinarius.
Strain Escherichia coli juga menggunakan fimbriae untuk melekat pada sel
usus halus, sehingga nantinya mengeluarkan toksin yang menyebabkan gejala
diare. Streptococcus pyogenes memiliki LTA yang terintegrasi pada
peptidoglikan tebal untuk melekat pada sel epitel faring (Mahon & Mahlen,
2015).
Beberapa patogen berkemampuan untuk bertahan dan memperbanyak diri
dalam sel fagosit setelah difagosit, dengan cara mencegah fusi fagosom dan
lisosom (fagolisosom), bertahan terhadap efek dari isi lisosom, atau keluar dari
fagosom ke dalam sitoplasma. Sebagai contoh, Mycobacterium tuberculosis
dan Legionella pneumophila mencegah pembentukan fagolisosom,
Mycobacterium leprae menginaktivasi reactive oxygen species (ROS) dan
nitrogen species, dan Listeria monocytogenes merusak membran fagosom dan
keluar ke sitoplasma (Mahon & Mahlen, 2015).
Kemampuan patogen untuk menghasilkan toksin (eksotoksin atau
endotoksin) merupakan faktor utama lainyang berperan terhadap virulensi dan
invasi patogen. Eksotoksin diproduksi terutama oleh bakteri Gram positif, dan
disekresi ke lingkungan ekstrasel bakteri sehingga daat berinteraksi dengan sel
pejamu dan mengganggu metabolisme normalnya. Sebagai contoh,
Corynebacterium diphtheriae mengeluarkan toksin difteri yang bekerja
menghambat sintesis protein, sehingga terjadi nekrosis sel-sel jantung, saraf,
dan hati. Streptococcus pyogenes memroduksi streptolysin O yang merusak
membran sel, menyebabkan faringitis. Toksin Vibrio cholerae menyebabkan
peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada sel epitel usus,
sehingga terjadi diare karena hipersekresi klorida dan air. Di satu sisi,
endotoksin diproduksi oleh bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri Gram
negatif memroduksi lipopolisakarida (LPS) yang menyusun membran luar
bakteri dan terdiri atas 3 regio, yaitu polisakarida spesifik-O, polisakarida inti,
dan lipid A. Aktivitas toksin dari endotoksin terdapat pada lipid A. Paparan
terhadap endotoksin dapat menyebabkan efek yang sistemik, seperti perubahan
tekanan darah dan suhu tubuh, abnormalitas koagulasi, penurunan jumlah sel

9
leukosit dan trombosit yang bersirkulasi, perdarahan, gangguan sistem imun,
dan akhirnya kematian (Mahon & Mahlen, 2015).

10
G. PATHWAY
Mikroorganisme (Bacteri gram negatif)

Masuk tubuh manusia

Respon imun

Aktivasi berbagai mediator kimiawi

SYOK SEPTIK

Endotoksin basil gram negatif

B1 B3 B5 B6
O2 dalam
Ketidakmampuan B2 darah Gangguan metabolisme Gangguan saraf simpatis Pasokan O2 ke
sel untuk berkurang oksidatif cerebral & parasimpatis jaringan otot skelet
menggunakan O2 tidak mencukupi
Kontraktilitas Hypoxia &
B4 Demand Peristaltik Peristaltik
Berkurangnya jantung ↓ iskemi pada
glukosa ↑ usus ↓ usus ↓ Demand
O2 di paru otak
Aliran darah CO ↓ glukosa ↑
Pernapasan Pemecahan Distended Diare
perifer glikogen
cepat / RR ↑ GFR ↓ Ketidakefektifan abdomen, Anaerob
terganggu menjadi
Perfusi Jaringan gangguan glukosa
glukosa Resiko
Dyspnea Oliguria, Otak absorbsi
Cyanosis, Ketidakseimbangan Asam
akral dingin Anuria Elektrolit
Hiperglikemia lactat ↑
Ketidakefektifan
Pola Nafas Hipoglikemia
Ketidakefektifan Gangguan Ketidakseimbangan Tonus otot ↓
Perfusi Jaringan rasa nyaman nutrisi kurang dari
Perifer kebutuhan tubuh Gangguan
Penurunan Intoleransi
Curah Aktivitas mobilitas
Jantung Gangguan
Eliminasi
Resiko
Urine
Cedera
11
H. Manifestasi klinik
Menurut Brunner & Suddarth (2016) manifestasi klinik dari syok septik adalah,
yaitu:
1. Manifestasi Kardiovaskular.
a) Perubahan Sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah
rendahnya vaskuler sistemik ( TVS ), sebagian besar karena
vasodilatasi yang terjadi sekunder terhadap efek-efek berbagai
mediator ( Seperti ; prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin ).
Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya
volume intravascular menembus membrane yang bocor dengan
demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam respon
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung ( CJ )
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat (Brunner & Suddarth,
2016)
Dalam hubungan dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah.Mediator-mediator vaso aktif yang
dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vaso
kontriksi dari jaringan vaskuler tertentu, mengarah pada lairan yang
tidak mencukupi ke berapa jaringansedangkan jaringan lainnya
menerima aliran yang berlebihan.Selain itu terjadi reaksi respon
inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler
karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin dan berakibat
kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih (Brunner &
Suddarth, 2016).
b) Perubahan Miokardial
Kinerja miokardial tertekan dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi
ventrikuler dan kerusakan kontraktilitas juga terkena.Terganggunya

12
fungsi jantung adalah keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan
oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin (Brunner & Suddarth, 2016).
2. Manifestasi Pulmonal
Endotoksin mempengaruhi paru-paru baik langsung maupun tidak
langsung respon pulmonal awal adalah bronkokontriksi. Mengakibatkan
pada hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan neutropil
teraktivasi dan mengilfiltrasi jaringan pulmonal dan vaskuler, menyebabkan
akumulasi air ekstra vaskuler paru-paru. Neutropil yang teraktivasi
diketahui menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel
parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabilitas. Dengan
terkumpulnya cairan pada interstitium, komplians pulmonal berkurang,
terjadi kerusakan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia (Brunner &
Suddarth, 2016).
3. Manifestasi Hematologi
Bakteri atau toksin menyebabkan aktivasi komplemen karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan lebih buruk ketimbang
melindungi. Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamin merangsang vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
keadaan ini menimbulkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstitial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada septic
karena endotoksin serta secara tidak langsung menyebabkan agregasi
platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan –bahan vasoaktif.
Platelet yang teragragasi menimbulkan sumbatan aliran darah dan
melemahkan metabolisme selular dan mengaktivasi koagulasi, selanjutnya
menipisnya factor-faktor penggumpalan (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Manifestasi Metabolik
Hiperglikemia sering sering ditemui pada awal syok karena pningkatan
glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi pengambilan
glukosa ke dalam sel. Dengan berkembangnya syok terjadi hipoglikemia

13
karena persediaan glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Pemecahan
protein terjadi pada syok septic dan ditunjukan oleh tingginya ekskresi
nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino karena
disfungsi metaboliknya dan selanjutnya terakumulasi dalam aliran darah.
Dengan keadaan syok yang berkembang terus, jaringan adipose dipecah
(lipolisis) untuk menyediakn lipid bagi hepar untuk memproduksi energi.
Metabolisme lipid ini menghasilkan keton, yang kemudian digunakan
dalam siklus kreb dengan demikian menyebabkan peningkatan
pembentukan laktat. Pengaruh kekacauan metabolic ini menjadikan sel
menjadi sangat kekurangan energi (Brunner & Suddarth, 2016).

I. Pemeriksaan diagnostik.
Menurut Brunner & Suddarth (2016) pemeriksaan diagnostik dari syok septik,
yaitu:
1. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
2. SDP: Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpindah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP
tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
/ sirkulasi toksin / status syok.
5. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic, disfungsi hati, syok.

14
6. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
7. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
8. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanismekompensasi.
9. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
10. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat menunjukan
infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
11. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.

J. Penatalaksanaan medis
Pengobatan terbaru syok septic mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum
dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk
meningkatkan ketahanan hidup pasien. Preparat sefalosporin ditambah amino
glikosida diresepkan pada awalnya. Kombinasi ini akan memberikan
cangkupan antibiotic sebagaian organism gram negative dan beberapa gram
positif. Saat laporan sensitifitas dan kultur tiba, antibiotik diganti dengan
antibiotic yang secra lebih spesifik ditargetkan pada organisme penginfeksi dan
kurang toksin untuk pasien (Brunner & Suddarth, 2016).
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam

15
penatalaksanaan syok septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari
dari awitan syok. Pemberian makan enteral lebih dipilih daripada parenteral
kecuali terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal. (Brunner &
Suddarth, 2016).
Sepsis, sindroma sepsis maupun syok septik merupakan salah satu
penyebab kematian yang mencolok di rumah-rumah sakit. Hal ini disebabkan
karena kurangnya kemampuan cara pengobatan yang adekuat, atau
ketidakjelasan dasar pengelolaan maupun terapi yang diberikan. Infeksi pada
rongga mulut seperti abses atau selulitis bila tidak ditangani secara adekuat
dapat menajdi suatu induksi untuk terjadinya sepsis, dan bahkan terkadang
pasien datang sudah dalam keadaan sepsis. Mengingat keadaan sepsis ini akan
dengan cepat berubah menjadi keadaan yang lebih berbahaya, maka
pengenalan sepsis dii sangat diperlukan. Pada makalah ini akandibahas
mengenai tanda-tanda sepsis, syok septik, mekanisme serta penangannya
(Brunner & Suddarth, 2016).
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum dan septikemia neonatus merupakan istilah
yang telah digunakan untuk menggambarkan respon terhadap infeksi pada bayi
baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah secara tepat, yaitu,
apakah harus dibatasi berdasarkan pad infeksi bakteri, biakan darah positif,
atau keparahan sakit. Kini, ada pembahasan yang cukup banyak mengenai
definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis. Hal ini
merupakan akibat dari ledakan informasi mengenai patogenesis sepsis dan
ketersediaannya zat baru untuk terapi potensial, misalnya, antibodi monoklonal
terhadap endotoksin dan faktor nekrosis tumor (TNF), yang dapat mengobati
sepsis yang mematikan pada binatang percobaan. Untuk mengevaluasi dan
memanfaatkan cara terapi baru ini secara tepat, “sepsis” memerlukan definisi
yang lebih tepat (Brunner & Suddarth, 2016).
Pada orang dewasa, istilah sindrom respons radang sistemik (SIRS) digunakan
untuk menggambarkan sindrom klinis yang ditandai oleh 2 atau lebih hal
berikut ini: (1) demam atau hipotermia, (2) takikardia, (3) takipnea, dan (4)
kelainan sel darah putih (leukosit) atau peningkatan frekuensi bentuk-bentuk

16
imatur. SIRS dapat merupakan akibat dari trauma, syok hemoragik, atau sebab-
sebab iskhemia lain, pankreatitis atau jejas imunologis. Bila hal ini merupakan
akibat dari infeksi, keadaan ini disebut sepsis. Kriteria ini belum ditegakkan
pada bayi dan anak-anak, dan tidak mungkin dapat diterapkan pada bayi baru
lahir. Meskipun demikian, konsep sepsis sebagai sindrom yang disebabkan
oleh akibat infeksi metabolik dan hemodinamik terasa masuk akal dan penting.
(Brunner & Suddarth, 2016).
Di masa mendatang, definisi sepsis pada bayi baru lahir dan anak akan menjadi
lebih tepat. Saat ini, kriteria sepsis neonatorum harus mencakup adanya infeksi
pada bayi baru lahir yang menderita penyakit sistemik serius yang tidak ada
penjelasan non-infeksi dan patofisiologi abnormalnya. Sakit sistemik serius
pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh asfiksia perinatal, penyakit saluran
pernafasan, penyakit jantung, metabolik, neurologis, atau hematologis. Sepsis
menempati bagian kecil dari semua infeksi neonatus. Bakteri dan Candida
merupakan agen etiologi yang paling sering, namun virus dan kadang-kadang
protozoa, dapat juga menyebabkan sepsis. Biakan darah mungkin negatif,
menambah kesulitan dalam menegakkan infeksi secara etiologi. Akhirnya,
infeksi dengan atau tanpa sepsis dapat muncul secara bersamaan dengan
penyakit non-infeksius pada bayi baru lahir, anak, atau orang dewasa (Brunner
& Suddarth, 2016).

K. Asuhan keperawatan dengan syok septik


Sepsis adalah sindrom yang dikarateristikan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan
syok septik. Jika sistem perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol
invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarateristikan dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi
seluler, dan kegagalan system multiple.
1. Pengkajian
a) Identitas pasien

17
1) Identitas klien yang harus dikaji yaitu nama, jenis kelamin,
umur,alamat, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Pengkajian primer
1) Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
3) Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum

18
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4) Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok. Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unrespons).
5) Exposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu angkat
celana pasien ke arah lutut dan periksa apakah ada luka atau cidera,
terutama luka pada bagian tengkuk atau leher belakang.
c) Pengkajian sekunder
1) Promosi Kesehatan, kaji kesehatan umum klien, alasan masuk
rumah sakit, dan riwayat keluhan utama klien, riwayat penyakit
masa lalu, riwayat pengobatan masa lalu, kemampuan mengontrol
kesehatan, faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
kesehatan, riwayat pengobatan sekarang.
2) Nutrisi, melakukan pengkajian antropometri (tinggi badan, berat
badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, indeks
massa tubuh) biochemical (data laboratorium yang abnormal ),
clinical (tanda-tanda klinis integumen, anemia), diet (meliputi jenis,
frekuensi, nafsu terhadap makanan yang diberikan selama di RS),
energi (kemampuan beraktivitas selama dirawat), faktor (penyebab
masalah), Penilaian Status Gizi, polaasupan cairan, jumlah intake
dan output, penilaian status cairan (balance cairan), pemeriksaan
abdomen.
3) Eliminasi, mengkaji pola pembuangan urine, riwayat kandung
kemih, pola urine, distensi kandung kemih, sistem gastrointestinal
(konstipasi dan faktor penyebab, pola eliminasi).
4) Aktivitas dan istirahat, mengkaji kebutuha istirahat/tidur, aktivitas,
respon jantung, pulmonary respon, sirkulasi, riwayat hipertensi,
kelainan katup, bedah jantung, endocarditis, anemia, bengkak pada
kaki, asites, takikardi disritmia, atrial fibrilasi, prematur ventrikular

19
contraction, bunyi jantung s3, abnormal sistolik dan diastolik,
murmur, peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis, pucat,
ronchi, hepatomegaly.
5) Persepsi diri
6) Peranan hubungan, mengkaji pola interaksi dengan orang lain atau
kedekatan dengan anggota keluarga.
7) Seksualitas, mengkaji masalah identitas seksual, masalah atau
disfungsi sesksual.
8) Mekanisme koping atau toleransi stress
9) Nilai-nilai kepercayaan
10) Keamanan, mengkaji adanya alergi, penyakit autommune, tanda-
tanda infeksi, gangguan termoregulasi, gangguan/komplikasi
(akibat tirah baring, proses perawatan, jatuh, obat-obatan, dan
penatalaksaan terhadap penyakit)
11) Kenyamanan, mengkaji adanya nyeri yang dirasakan (PQRST), rasa
tidak nyaman lainnya serta gejala yang menyertai.
12) Pertumbuhan dan perkembangan.

L. Diagnosa keperawatan
Keperawatan yang Mungkin Muncul sesuai NANDA
1. Penurunan curah jantung dengan faktor resiko perubahan kontraktilitas
jantung
2. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan ventilasi perfusi
ditandai dengan dyspnea
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kondisi
terkait; hipertensi
4. Hambatan eliminasi urin berhubungan dengan kondisi terkait; gangguan
sensori motorik
5. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan populasi
beresiko; gangguan status kesehatan fisik

20
6. Ketidakefektikan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kondisi
terkait; hipertensi
7. Hambatan rasa nyaman berhubungan dengan kondisi terkait; gejala terkait
penyakit
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kondisi terkait; ketidakmampuan mengarbsorbsi nutrien
9. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor resiko kelebihan/
kekurangan volume cairan
10. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
11. Resiko cedera dengan faktor resiko hambatan fisik

21
M. Nursing care plan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Cardiac care
dengan faktor resiko selama 3x24 jam diharapkan resiko penurunan 1. Monitor adanya penurunan cardiac output
kontraktilitas jantung curah jantung pasien dapat berkurang dengan 2. Monitor status pernafasan
kriteria hasil 3. Monitor abdomen
 Cardiac pump: effectiveness 4. Monitor balance cairan
 Circulation status 5. Monitor adamya dysnea, fatigue, takinpnea,
 Vital sign status ortopnea
Tekanan darah normal 120/80 mmHg 6. Batasi aktivitas pasien
Nadi normal 100x/m  Vital sign monitoring
Respirasi normal 18x/m 1. Monitor TD, respirasi, duhu, nadi, dan saturasi
Tidak ada udem pulmo oksigen
Tidak ada penurunan kesadaran 2. Monitor bunyi jantung
Tidak ada acites 3. Monitor sianosis perifer
4. Monitor irama dan frekuensi napas
5. Identifikasi adanya perubahan vital sign

22
2 Hambatan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Airway Management
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
perubahan ventilasi pasien efektif dengan kriteria hasil jaw thrust jika perlu
perfusi  Respiratory status: gas exchange 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Vital sign status 3. Kolaborasi fisioterapi dada
Tidak ada sianosis 4. Pasang OPA jika diperlukan
Frekuensi napas normal 5. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau
Tidak ada takikardi suction
2
SPO 100% 6. Kolaborasi pemberian bronkodlator jika
diperlukan
 Respiratory Management
1. Monitor rata-rata, kedalaman, otot tambahan, dan
usaha respirasi
2. Monitor suara napas
3. Monitor pola napas
4. Monitor tanda-tanda penggunaan otot napas
tambahan
5. Auskultasi suara napas
6. Berikan terapi oksigen dengan NRM 8-10 lpm

23
3 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Hemodynamic regulation
jaringan perifer selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas 1. Monitor vital sign

berhubungan dengan pasien efektif dengan kriteria hasil 2. Auskultasi bunyi jantung
 Tissue Perfusion: Peripheral 3. Monitor perfusi nadi, capillary refill, suhu, dan
kondisi terkait;
Capillary refill time (<3 detik) warna kulit
hipertensi
Akral teraba hangat 4. Monitor balance cairan
Tidak ada edema perifer 5. Minimalkan stressor lingkungan
Kelemahan otot berkurang 6. Kolaborasi pemberian terapi fisik
Tekanan darah 120/80 mmHg  Oxygen therapy
1. Bebaskan apsien dari seckret di oral, nasal, dan
trakea.
2. Pastikan kepatenan jalan napas
3. Administrasikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan
4. Posisikan pasien untuk mendukung ventilasi
5. Monitor keefektivan terapi oksigen
6. Monitor RR dan saturasi oksigen pasien ketika
pasien beraktifitas
7. Monitor kecemasan pasien berhubungan dengan
terapi oksigen

24
8. Monitor adanya sianosis
4 Hambatan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Fluid monitoring
urin berhubungan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas 1. Monitor jumlah, tipe urin

dengan kondisi terkait; pasien efektif dengan kriteria hasil 2. Monitor intake cairan
 Urinary elimination 3. Monitor berat badan
gangguan sensori
 Hydration 4. Monitor albumin dan total protein dalam urin
motorik
1. Pola eliminasi urin normal (3-4 kali 5. Monitor vital sign
sehari) 6. Monitor hemodinamika pasien
2. Warna urin (jernih kekuningan) 7. Monitor warna, kuantitas, dan jumlah urin
3. Jumlah urin normal (1cc/kgBB) 8. Monitor balance cairan
4. Asupan cairan cukup (2-3 lt/hari)  Urinary catheterization: Intermittent
5. Tidak ada darah dalam urin 1. Edukasi pasien/ keluarga tentang
6. Tidak ada nyeri saat berkemih tujuan,prosedur penggunaan, dan alas an
7. Tidak ada sensasi panas saat pemasangan kateter terus menerus
berkemih 2. Edukasi pasien/keluarga tentang cara menjaga
8. Tidak ada mikroorganisme kebersihan kateter
abnormal dalam urin 3. Gunakan Teknik aseptic dalam pemasangan
9. Tidak ada retensi urin kateter
4. Ganti kateter minimal 5 hari sekali sesuai
kondisi pasien

25
5. Catat waktu pemasangan kateter, jadwal
penggantian kateter, masukan dan haluaran
cairan.
5 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Hyperglycemia management
glukosa darah selama 3x24 jam diharapkan kadar glukosa 1. Monitor kadar glukosa darah secara teratur
berhubungan dengan darah stabil dengan kriteria hasil 2. Monitor tanda-tanda hiperglikemia (poliuri,
populasi beresiko;  Blood Glucose Level poliphagi, polydipsia, lemas, sakit kepala,
gangguan status kesehatan 1. Glukosa dalam darah dalam rentang kelemahan dan pandangan buram)
fisik normal (<200 mgdL) 3. Monitor keton urin
2. Hemoglobin dalam jumlah normal 4. Kolaborasi pemberian insulin
(14) 5. Monitor asupan makan dan minum pasien
3. Glukosa dalam urin tidak ada 6. Monitor akses cairan
4. Urin keton negative 7. Antisipasi kontraindikasi penggunaan terapi
insulin
8. Ajrkan keluarga mengenali tanda dan gejala
hiperglikemia
9. Minimalkan resiko jatuh pasien
6 Ketidakefektikan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Cerebral Perfussion Promotion
jaringan otak berhubungan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan 1. Kolaborasi dengan petugas labotratorium tentang
otak pada pasien efektif dengan kriteria hasil parameter hemodinamika pada pasien

26
dengan kondisi terkait;  Tissue Perfussion: Cerebral 2. Monitor tekaanan darah dan efek dari terapi
hipertensi 1. Tekanan intracranial normal penurun/penambah tekanan darah
2. Tekanan darah normal (120/80 3. Monitor kadar glukosa dalm batas normal
mmHg) 4. Monitor fungsi neurologis
3. MAP normal 5. Monitor sensasi nyeri pada pasien
4. Tidak ada pusing 6. Monitor intake dan output
5. Tidak ada kelemahan 7. Monitor vital sign
6. Tidak ada gelisah
7. Tidak ada mual dan muntah
8. Tidak ada demam
9. Tidak ada penurunan kesadaran

7 Hambatan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Environmental Management


berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan rasa nyaman 1. Hindarkan barang-barang resiko mencederai
kondisi terkait; gejala pasien meningkat dengan kriteria hasil pasien
terkait penyakit  Comfort Status 2. Hindarkan barang-barang tajam
 Comfort Status: Physical 3. Pasang kedua settrail di kanan kiri tempat tidur
1. Status fisik membaik 4. Batasi pengunjung
2. Kontrol gejala berhasil 5. Atur ruangan sesuai dengan kebutuhan pasien dan
3. Psikologis membaik keluarga

27
4. Suhu ruang cukup 6. Ganti linen secara berkala
5. Sosial support dari keluarga adekuat 7. Monitor penggunaan alat bantu yang terpasang
6. Spiritual support adekuat pada pasien
7. Otot relaks 8. Kaji ekspresi pasien ketika menunjukkan ekspresi
8. Suhu tubuh normal tidak nyaman
9. Saturasi oksigen normal 9. Komunikasikan dengan keluarga terkait rasa
10. Tidak ada tanda kecemasan nyaman yang diharapkan
10. Bila perlu berikan music sebagai hiburan
11. Hindarkan pada suara-suara yang mengganggu
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Nutritional Status
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam diharapkan nutriisi pasien 1. Kolaborasi dngan ahli gizi terkait jumlah nutrisi
kebutuhan tubuh seimbang dengan kriteria hasil yang diperlukan pasien
berhubungan dengan  Nutritional Status 2. Identifikasi kemungkinan alergi pada asien
kondisi terkait; 1. Intake nutrient sesuai kebutuhan 3. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang
ketidakmampuan 2. Intake cairan cukup kebutuhan asupan yang mungkin tercapai
mengarbsorbsi nutrien 3. Balance cairan dalam batas normal 4. Edukasikan keluarga untuk melaporkan setiap hal
4. Status hidrasi normal yang masuk (intake) oleh pasien
5. Turgor kulit elastis 5. Sesuaikan nutrisi dengan diet yang dibutuhkan
6. Mukosa bibir lembab pasien
7. Ureum kreatinin dalam batas normal

28
6. Pastikan pasien makan dalam kondisi makanan
hangat
7. Edukasikan pasien dan keluarga untuk lebih
cenderung makan sedikit tapi sering
8. Kaji rasa mual dan residu yang dihasilkan oleh
makanan yang sebelumnya
Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Electrolyte Mangement
ketidakseimbangan selama 3x24 jam diharapkan elektrolit dalam 1. Monitor adanya serum elektrolit yang abnormal
elektrolit dengan faktor tubuh pasien seimbang dengan kriteria hasil 2. Monitor tanda-tanda ketidakesimbangan elektrolit
resiko kelebihan/  Electrolyte Acid/Base Balance 3. Kolaborasi pemberian cairan yang diperlukan
kekurangan volume cairan 1. Albumin normal pasien
2. Ureum normal 4. Pantau secara akurat intake dan output pasien
3. Kreatinin normal 5. Kolaborasi dengan ahli mengenai batas-batas
4. Glukosa normal serum elektrolit yang abnormal
5. Hemoglobin normal 6. Monitor penyebab dan jalur kehilangan elektrolit
6. Heatokrit normal yang aktif pada pasien
7. Ph darah normal 7. Berikan diit yang tepat sesuai bb pasien
8. Ph urin normal 8. Irigasi lambung dengan cairan normal saline
9. Urin kreatinin normal
10. Keton urin negative

29
Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Bed Rest Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas pasien 1. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan bed
penurunan kekuatan otot efektif dengan kriteria hasil rest
 Activity Tolerance 2. Pasang kasur pencegah decubitus
1. SPO2 normal 3. Posisikan pasien sesuai dengan kondisi
2. Nadi normal 4. Pasang setrail
3. RR normal 5. Jaga kebersihan linen dan lingkungan pasien
4. Tekanan darah normal 6. Ganti posisi pasien secara teratur
5. EKG normal 7. Pasang alat pemanggil untuk mudah dijangkau
6. ADL’s terpenuhi pasien
7. Pasien tampak nyaman 8. Monitor komplikasi bedrest
8. Tidak ada decubitus

Resiko cedera dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Fall Prevention


faktor resiko hambatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cedera 1. Kaji riwayat jatuh pasien
fasik pada pasien minimal dengan kriteria hasil 2. Kaji lingkungan yang memungkinkan pasien
 Falls Occurance jatuh
1. Resiko jatuh minimal 3. Gunakan Teknik yang aman saat memindahkan
2. Resiko cedera minimal pasien

30
3. Pasien tidak gelisah 4. Management lingkungan aman untuk pasien
4. GCS 15 5. Gunakan kunci bed dengan benar
6. Gunakan kasur sesuai kebutuhan bed rest pasien
7. Berikan label resiko jatuh
8. Diskusioan dengan pasien dan keluarga tentang
resio jatuh dan apa yang harus dilakukannya

31
DAFTAR PUSTAKA

Angus DC, van der Poll T. (2013). Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med.
p. 369:840-51.
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Jawad I, Luksic I, Snorri, Rafnsson B. (2012). Assessing available information on
the burden of sepsis: global estimates of incidence, prevalence, and mortality.
J of Glob Health. 2(1):1-9.
Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. (2006).
Duration of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is
the critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care
Med;34:1589-96. 4. Hotchkiss RS, Moldawer.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et al. (2003).
2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International sepsis definitions
conference. Intensive Care Med; 29:530-8.
Mahon CR, Mahlen S. (2015). Host-parasite interaction. In: Mahon CR, Lehman
DC, Manuselis G, editors. Textbook of Diagnostic Microbiology (5th ed).
Missouri: Saunders Elsevier; p. 23-46
Mayr FB, Yende S, Angus DC. (2014). Epidemiology of severe sepsis.
Virulence;5(1):4-11.
Munford RS. (2008). Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Baunwalda E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle
of Internal Medicine (17th ed). New York: Mc Graw Hill, p. 1695-702.
NANDA-1. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
EGC: Jakarta
Purwanto S. Diana, Astrawinata D. A. W. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis
dan Syok Septik. Jurnal Biomedik (JBM). 10(3), 143-151.
https://doi.org/10.35790/jbm.10.3.2018.21979.
Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M,
et al. (2016). The third international consensus definitions for sepsis and septic
shock (sepsis-3). JAMA; 315:801-10.

32

Anda mungkin juga menyukai