Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

SEPSIS

DI SUSUN OLEH :

Santi Elia S 30120116028

Salma Mulan 30120116053

Gita Natalia R 30120116035

Veneranda S 30120116027

Leviany Aulia P 30120116046

Putri Winata 30120116045

Muhamad Cristanto 30120116042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kepada kami segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini berisi mengenai penyakit sepsis yang merupakan sindroma yang
memberikan dampak terhadap morbiditas maupun mortalitas yang tinggi. Selain itu,
dibahas pula kajian mengenai perkembangan penelitian-penelitian mengenai sepsis yaitu
berkaitan dengan diagnosis dan tatalaksananya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
sebagai perbaikan pada masa yang akan datang.

Padalarang, 30 September 2019

Penulis
Daftar Isi.................................................................................................... i

Kata Pengantar........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah........................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sepsis...................................................................... 5


2.2 Tabel Kriteria SIRS.................................................................. 6
2.3 Perbandingan Kriteria Sepsis.................................................... 7
2.4 Instrumen Pengukuran Sepsis................................................... 9
2.5 Algoritma SOFA dan qSOFA................................................... 13
2.6 Pengertian APACHE................................................................ 13
2.7 Form penilaian APACHE II..................................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 15


3.2 Saran .............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 16


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada pertemuan internasional tahun 2016 Society of Critical Care Medicine
(SCCM) dan European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) mengajukan
definisi sepsis yang baru, dengan istilah Sepsis. Pada definisi sepsis terbaru dijelaskan
bahwa sepsis merupakan disfungsi organ yang mengancam nyawa (life-threatening) yang
disebabkan oleh disregulasi respons tubuh terhadap adanya infeksi.
Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini
juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim.
Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan
meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab
utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis. Pada tahun 2004, WHO menerbitkan
laporan mengenai beban penyakit global, dan didapatkan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah.
European Society of Intensive Care Medicine mengeluarkan suatu konsensus yang
dinamakan sepsis-related organ failure assessment (SOFA) score untuk menggambarkan
secara kuantitatif dan seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ. 2 hal penting dari
aplikasi dari skor SOFA ini adalah meningkatkan pengertian mengenai perjalanan
alamiah disfungsi organ dan hubungan antara kegagalan berbagai organ dan
mengevaluasi efek terapi baru pada perkembangan disfungsi organ.
Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care Medicine
(ESICM) merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim
PIRO (Predisposition, Infection, Response to the infectious challenge, and Organ
dysfunction). Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsensus
internasional yang ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu
perawatan di ICU dan risiko kematian yang meningkat. Konsensus ini menggunakan
skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2,
dan menambahkan kriteria baru seperti adanya peningkatan kadar laktat walaupun telah
diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor pada keadaan hipotensi. Istilah
Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa
yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Model sistem score beratnya penyakit telah banyak dipublikasikan, namun hanya
beberapa yang sering dipergunakan. Kebanyakan score tersebut dikalkulasi dari
pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan ICU, beberapa diantaranya salah
satunya sistem APACHE score. Sistem skoring prognosis ini telah berkembang untuk
mengestimasi kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ICU.
Sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status
riwayat penyakit kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai
dampak terhadap prognosis.
Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington University Medical
Centre, sistem APACHE telah didemonstrasikan untuk membuktikan keakuratan dan
pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya penyakit pada pasien-pasien criticall
ill. Sistem APACHE score yang pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai
variabel terburuk dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir
didapati sebagai skor fisiologik akut.
Pada tahun 1985, Knaus et al memperkenalkan versi sistem APACHE score yang
lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat nilai variabel terburuk
dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12 variabel fisiologik, usia, status
pembedahan (pembedahan emergensi atau elektif, bukan pembedahan), status riwayat
penyakit sebelumnya yang menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa
secara model regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk
memprediksi kemungkinan kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Sepsis?
2. Bagaimana kriteria SIRS, Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis?
3. Apa saja instrumen dan tujuan pengukuran Sepsis?
4. Bagaimana cara pengukuran SOFA, qSOFA dan APACHE?
5. Apa perbandingan SOFA dan APACHE?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Sepsis?
2. Mengetahui bagaimana kriteria SIRS, Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis?
3. Mengetahui apa saja instrumen dan tujuan pengukuran Sepsis?
4. Mengetahui bagaimana cara pengukuran SOFA, qSOFA dan APACHE?
5. Mengetahui perbandingan SOFA dan APACHE?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Sepsis
Sepsis adalah adanya sindroma respons inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory
Response Syndrome/SIRS) ditambah dengan adanya infeksi pada organ tertentu
berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain menyebutkan bahwa
sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi, berdasarkan adanya SIRS ditambah
dengan infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi secara klinis. Bukti klinisnya
berupa suhu tubuh yang abnormal (>38ºC atau <36ºC), takikardi, asidosis metabolik,
biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu, dan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh
infeksi virus atau jamur (Guntur, 2008).
Sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada negara
maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Hal seperti ini juga terjadi di negara
berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti standar
hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka
kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada
pasien dengan kondisi kritis (WHO, 2010).
Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah
leukosit, takikardi dan takipnu (PERDACI, 2014).
Jadi, Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang
dapat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik. Sepsis berat disertai dengan
kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi sistemik dan respon
prokoagulan terhadap infeksi.
B. Tabel Kriteria SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasarkan Konsensus
Konfrensi ACCP/SCCM 1991
Istilah Kriteria
1 dari 4 kriteria :
1. Temperatur > 38℃ atau <
36℃.
2. Laju Nadi > 90x/ menit.
3. Hiperventilasi dengan laju nafas
SIRS > 20x/menit atau CO2 arterial
kurang dari 32 mmHg.
4. Sel darah putih > 12.000 sel/uL
atau < 4000 sel/uL.
Sepsis SIRS dengan adanya infeksi (diduga
atau sudah terbukti)
Sepsis Berat Sepsis dengan disfungsi organ
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun
sudah diberikan resusitasi yang
adekuat.

Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama kali dibentuk pada tahun
1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical Care Medicine
Consensus mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan dari
inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis, sepsis berat dan septik
syok.

C. Perbandingan kriteria diagnostik sepsis lama dan baru


Kategori Lama Baru
SIRS Takikardi (>90x/menit) Tidak ada istilah SIRS
Takipnea (>20x/menit)
Temperatur (<36 derajat
atau >38 derajat)
Leukositosis > 12.000 atau
leukopeni <4.000
Sepsis SIRS + fokal infeksi Suspek atau dengan infeksi
+
2 dari 3 tanda qSOFA
Tekanan darah sistol <100
mmHg
Laju pernapasan >22x/menit
Penurunan kesadaran (GCS
<13)
Atau peningkatan skor
SOFA > 2
Sepsis Berat Sepsis + disfungsi organ Tidak ada istiah Sepsis Berat
Laktat > 2 mmol/L
Kreatinin > 2 mg/dL
Bilirubin > 2 mg/dL
Trombosit < 100.000
Koagulopati (INR > 1,5)
Syok Sepsis Sepsis + Hipotensi Sepsis +
Setelah mendapatkan cairan Vasopresor untuk mencapai
yang adekuat MAP >65 mmHg +
Laktat >2 mmol/L setelah
mendapatkan cairan
resusitasi adekuat

Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak


membantu lagi. Kriteria SIRS seperti perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur,
dan laju nadi menggambarkan adanya inflamasi (respon tubuh terhadap infeksi atau hal
lainnya). Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang
mengancam jiwa. Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap
tanpa ditemukan adanya infeksi.
Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan European Society of Critical Care Medicine
(ESICM) merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim
PIRO (Predisposition, Infection, Response to the infectious challenge, and Organ
dysfunction).
Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsensus
internasional yang ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu
perawatan di ICU dan risiko kematian yang meningkat. Konsensus ini menggunakan
skor SOFA (Sequential Organ Failure Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2,
dan menambahkan kriteria baru seperti adanya peningkatan kadar laktat walaupun telah
diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor pada keadaan hipotensi.2 Istilah
Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa
yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi.
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik,
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick
SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU.2 Walaupun
penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU,
qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat
dan berulang.
Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi
disfungsi organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi.10 Dan septik syok
didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/
metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis
untuk mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang
membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg,
dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.

D. Instrumen Pengukuran Sepsis


1. SOFA dan qSOFA
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score adalah metode yang
digunakan dalam pendekatan sepsis. Modifikasi skor SOFA, yaitu quickSOFA (qSOFA),
dapat digunakan untuk identifikasi awal sepsis pada pasien yang curiga infeksi sebelum
tersedianya hasil pemeriksaan penunjang. Tujuan SOFA adalah menilai organ respirasi,
ginjal, hepar, kardiovaskuler, hematologi, dan GCS, yang berhubungan dengan gagal
organ dan mortalitas.
Perbedaan antara SOFA dan qSOFA adalah pengukuran SOFA dilakukan di ruang
ICU dan qSOFA dilakukan di ruang IGD. Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai
perubahan akut skor total SOFA (Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment)
≥2 sebagai konsekuensi dari adanya infeksi. Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ, yaitu
respirasi, koagulasi, hepar, kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan ginjal dipilih
berdasarkan telaah literatur, masing-masing memiliki nilai 0 (fungsi normal) sampai 4
(sangat abnormal) yang memberikan kemungkinan nilai dari 0 sampai 24. Skoring SOFA
tidak hanya dinilai pada satu saat saja, namun dapat dinilai berkala dengan melihat
peningkatan atau penurunan skornya. Variabel parameter penilaian dikatakan ideal untuk
menggambarkan disfungsi atau kegagalan organ.
Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi sepsis
segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring qSOFA.
Sistem skoring ini merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-related) Organ Failure
Assessment (SOFA) qSOFA hanya terdapat tiga komponen penilaian yang masing-
masing bernilai satu. Skor qSOFA >2 mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor
qSOFA direkomendasikan untuk identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami
perburukan dan memprediksi lama pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien
diasumsikan berisiko tinggi mengalami perburukan jika terdapat dua atau lebih dari 3
kriteria klinis. Untuk mendeteksi kecenderungan sepsis dapat dilakukan uji qSOFA yang
dilanjutkan dengan SOFA.

2. Metode SOFA dan qSOFA


Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan
dari respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik,
peningkatan skor SOFA ≥ 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick
SOFA (qSOFA) untuk mengidentifikasi pasien sepsis di luar ICU.
Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor
SOFA di ICU, qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat
dilakukan secara cepat dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu
klinisi dalam mengenali kondisi disfungsi organ dan dapat segera memulai atau
mengeskalasi terapi.10 Dan septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana
abnormalitas sirkulasi dan selular atau metabolik yang terjadi dapat menyebabkan
kematian secara signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi septik syok adalah
adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga
mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L walaupun
telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.

3. Form Penilaian SOFA


Skor
Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi ≥400 <400 <300 <200 dengan <100 dengan
PaO2/FIO2 alat bantu alat bantu
mmHg (kPa) nafas nafas
Koagulasi ≥150 <150 <100 <50 <20
Platelet X103/µ
Liver Bilirubin <1,2 <1,2-1,9 <2,0-5,9 <6,0-11,9 <12,0
mg/dl
(µmol/L)
Kardiovaskule MAP MAP Dopamin <5 Dopamin Dopamin
r ≥70 mmHg ≥70 mmHg atau 5,1-15 atau >15 atau
dobutamin epinefrin epinefrin
(dosis ≤0,1 atau >0,1 atau
berapapun) norepinefrin norepinefrin
≤0,1 >0,1
Sistem Saraf 15 13-14 10-12 6-9 <6
Pusat Skor
Glasgow
Coma Scale
Renal <1,2 1,2-1,9 2,0-3,4 3,5-4,9 >5,0
Kreatinin <500 <20
mg/dL
(µmol/L)
Urin output
ml/dL

4. Form penilaian qSOFA


Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi sepsis segera
tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring qSOFA. Sistem
skoring ini merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment
(SOFA). qSOFA hanya terdapat tiga komponen penilaian yang masing-masing bernilai
satu.
Kriteria qSOFA Nilai
Laju pernafasan ≥ 22 kali/menit 1
Perubahan kesadaran (Skor Glasgow Coma Scale ≤13 1
Tekanan darah sistolik ≤100 mmHg 1
Skor qSOFA ≥2 mengindikasikan terdapat disfungsi organ. Skor qSOFA
direkomendasikan untuk identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan
memprediksi lama pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien diasumsikan berisiko
tinggi mengalami perburukan jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk
mendeteksi kecenderungan sepsis dapat dilakukan uji qSOFA yang dilanjutkan dengan
SOFA.

5. Algoritma SOFA dan qSOFA


6. APACHE
Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) adalah sistem score
yang digunakan di ICU untuk memprediksi morbiditas dan mortalitas gangguan respirasi
pada pasien. Score minimal APACHE meningkatkan resiko kematian. Kenaikan 1 skor
menyebabkan kenaikan angka kematian sebanyak 2%. Sistem APACHE score terbukti
memiliki korelasi yang baik antara mortalitas yang diprediksi dengan mortalitas aktual
yang terjadi.
Tujuan APACHE sebagai bentuk penelitian uji klinis yang menilai derajat berat
penyakit dengan melihat adanya efek pengobatan, menilai sistem administrasi pelayanan
kesehatan, menilai perfoma ICU, membandingkan performa intensivis, menentukan
prognosis pasien, dan sebagai terapi bagi pasien.
Perbedaan APACHE dengan APACHE II dilihat dari variabel APACHE yang paling
luas digunakan terdiri dari 32 variabel, tetapi memiliki beberapa keterbatasan.
Perhitungan APACHE II score memerlukan sejumlah besar data untuk ditinjau dan
dianalisis. Sehingga disederhanakan menjadi APACHE II yang terdiri dari 12 variabel.

7. Form penilaian APACHE II


Skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II (APACHE II) digunakan
untuk memprediksi probabilitas kematian di rumah sakit dan lama rawat (lenght of stay)
di ICU. Pengukuran skor APACHE II dilakukan dalam 24 jam pertama setelah masuk ke
ICU. Penelitian oleh Shahla Siddiqui dkk mengungkapkan bahwa skor APACHE II dapat
memprediksi berupa lama rawat di ICU dan juga kemungkinan dipindahkan keluar dari
ICU bila skor <10. Pasien dengan skor APACHE II <10 memiliki lama rawat di ICU
yang lebih singkat dan prognosis yang lebih baik karena lebih tinggi kemungkinan untuk
keluar dari ICU.

Sumber: Knaus WA, Draper EA, Wagner DP, Zimmerman JB, 1985.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada
negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Hal seperti ini juga terjadi di
negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti
standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan
angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama
mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis

B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar masalah kesehatan khususnya
Sepsis teratasi dengan baik, pola hidup sehat bisa lebih diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari dan semoga makalah ini bermanfaat, dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca
dan penulisnya sendiri.
LAMPIRAN

A. Telaah Jurnal
No Judul jurnal Nama jurnal Tahun Nama penulis Hasil
1. Sistem Skor Acute Respir Indo Vol. 34 Diah Rerata skor APACHE
Physiology And No. 1 Handayani, II berdasarkan outcome
Chronic Health Januari Nirwan Arief, menunjukkan skor
Evaluation(Apache 2014 Boedi APACHE II lebih
) II Sebagai Swidarmoko, tinggi pada kelompok
Prediksi Mortalitas Pudjo pasien meninggal
Pasien Rawat Astowo, dibandingkan pasien
Instalasi Perawatan Muhammad hidup yang secara
Intensif Sopiyudin statistik bermakna.
Dahlan Perbedaan tingkat
mortalitas disebabkan
perbedaan derajat
penyakit pasien, pasien
meninggal masuk
perawatan IPI dalam
kondisi penyakit yang
berat dan rerata skor
APACHE II lebih
daripada cut off point.
Nilai cut off point skor
APACHE II adalah 16
dengan sensitivitas
79,9% dan spesifiksitas
88%. Skor ini juga
menunjukkan
diskriminasi yang baik
(AUC 0,906) tetapi
tidak menunjukkan
kalibrasi yang baik
(p<0,5). Penentuan cut
off point skor
APACHE II
berdasarkan nilai
sensitivitas dan
spesifiksitas maksimal
didapatkan cut off
point skor APACHE II
untuk menentukan
prediksi mortalitas
adalah 16 dengan
sensitivitas 79,7% dan
spesifi sitas 88,3%.
Jika skor APACHE II
hari pertama pasien
rawat IPI diatas 16
berarti dapat diprediksi
mati sebaliknya jika
skor APACHE II hari
pertama di bawah 16
maka pasien diprediksi
hidup.

2. Comparison of Department Tahun Dino Adrian Sistem penilaian SOFA


Apache II, SOFA, of Surger, 2009. Halim, Tri lebih baik daripada
and Modified Faculty of Vol 12, Wahyu sistem APACHE II
SOFA Scores in Medicine, No. 4 Murni, Ike dalam memprediksi
Predicting Padjadjaran Sri Redjeki mortalitas pada pasien
Mortality of University. bedah ICU.
Surgical Patients in Pengukuran skor
Intensive Care Unit SOFA secara
at Dr. Hasan signifikan
Sadikin General meningkatkan prediksi
Hospital mereka secara akurat
pada pasien bedah di
ruang ICU Rumah
Sakit Umum Dr. Hasan
Sadikin.

Anda mungkin juga menyukai