Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS SEPSIS

Mata kuliah: keperawatan kritis

OLEH :

JUMIATI (S.020.P.004)

NANDA NURUL. M (S.0020.P.012)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KARYA KESEHATAN KENDARI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan hidayahnya hingga saya dapat
menyelesaikan Asuhan Keperawatan sepsis dengan sebaik-baiknya. Askep ini disusun untuk
memenuhi tugas Keperawatan maritim.

Dalam penyusunan Askep ini penyusun banyak mengalami hambatan, akan tetapi dalam
bantuan berbagai pihak, penyusun dapat mengatasi semua hambatan yang dialami dan dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih atas
dukungan moral maupun materi kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan entang Asuhan Keperawatan sepsis

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Saya menyadari
bahwa pada makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena dalam penyusunannya saya
masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh
karenanya, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat
memperbaiki kekurangan dari makalah ini.

Senin 5 februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii

BAB I KONSEP MEDIS

A. Definisi ..........................................................................................................................4
B. Etiologi ..........................................................................................................................4
C. Patofisiologi ..................................................................................................................5
D. Manifestasi klinis .........................................................................................................6
E. Pemeriksaan penunjang .............................................................................................7
F. Penatalaksanaan medis ...............................................................................................8
G. Komplikasi ...................................................................................................................9

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian ..................................................................................................................11
B. Diagnosa .....................................................................................................................13
C. Intervensi ....................................................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................18


BAB 1

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik (inflammatory
sytemic rection) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus, jamur atau parasit. Selain
itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya kuman-kuman yang beproliferasi dalam darah
dan osteomyelitis yang menahun. Efek yang sangat berbahaya dari sepsis adalah terjadinya
kerusakan organ dan dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ.

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik
dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung
cepat sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam

Sepsis neonatarum adalah infeksi bakteri pada bayi selama empat minggu pertama
kehidupan. Insiden sepsis berpariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1dalam 600 kelahiran
hidup (Bobak, 2005)

B. Etiologi

Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif
(-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan
sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang
mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai
menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru,
saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena,dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau
racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak
langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala
sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan
yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini.

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri
aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus, bakteri gram negative yang
sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp,
dan Proteus Sp. Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang
disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat
menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan
mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.

Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus,


streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan ekstosin yang
berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.

C. Patofisiologis

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke
dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan
disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbul reaksi inflamasi.
Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung
luas jejas dan reaksi tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat
meluas serta menyebabkan tanda dan gejala sistemik. (Rijal I,2011) Manifestasi klinik
inflamasi sistemik disebut SIRS, sedangkan sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang
diketahui. Meskipun sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, namun tidak harus
terdapat bakteriemia. Berdasarkan konferensi internasional tahun 2001 memasukkan petanda
PCT sebagai langkah awal dalam mendiagnosa sepsis. Purba D (2010) di Medan, pada
penelitian PCT sebagai petanda sepsis mendapatkan nilai PCT 0,80 ng/ml sesuai untuk sepsis
akibat infeksi bakteri dan kadarnya semakin meningkat berdasarkan keparahan penyakit
(Burdette SD, 2014). Ketika jaringan terluka atau terinfeksi, akan terjadi pelepasan faktor-
faktor proinflamasi dan anti inflamasi secara bersamaan. Keseimbangan dari sinyal yang
saling berbeda ini akan membantu perbaikan dan penyembuhan jaringan. Ketika
keseimbangan proses inflamasi ini hilang akan terjadi kerusakan jaringan yang jauh, dan
mediator ini akan menyebabkan efek sistemik yang merugikan tubuh. Proses ini dapat
berlanjut sehingga menimbulkan multiple organ dysfunction syndrome (MODS) (Rizal 1,
2011). Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit.
Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik
yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah
Tumor necrosis factor (TNF), Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon-y (IFN-y) yang bekerja
membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin
anti inflamasi adalah IL 1 reseptor antagonis (IL-Ira), IL- 4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat
bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus (Rijal I, 2011). Penyebab sepsis
paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin
gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin
glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral,
bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida antibodi
(LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan
bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan imunomudulator (Rijal I, 2011).
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super- antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell dan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri
dalam sepsis, dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan
CD4+ (limfosit Thl dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor (TCR) (Rizal I, 2011).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit Takan mengeluarkan
substansi dari Thl yang berfungsi seba gai imunomodulator yaitu: IFN-Y, IL-2,dan
macrophage colom stimulating factor (M-CSF). Limfosit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5,
IL-6, dan IL- 10. IFN-y merangsang makrofag mengeluarkan IL-1B dan TNF-a. Pada sepsis
IL-2 dan TNF-a dapat merusak endotel pembuluh darah. IL-1B juga berperan dalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E)2 dan merangsang ekspresi intercellular
adhesionmolecule- (1CAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel
(Rijal I,2011). Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksi dan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan organ multipel (Rizal I, 2011).

D. Manifestasi klinis

Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan
bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi
sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau "hangat", dengan muka
kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi
perifer (renjatan septik hipodinamik atau "dingin" dengan anggota gerak yang biru atau putih
dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang
konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini.
Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya beberapa
gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan dengan
manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan
leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada
pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini
kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada
bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang non-
spesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan sekurang-
kurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.

Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi
gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama perjalanan tinggal di unit gawat
darurat, dengan permulaan hanya ditemukan perubahan samar-samar pada pemeriksaan.
Perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis pertama disfungsi organ, karena
perubahan status mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi mudah
terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan kemungkinan penyebab
perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi. Penurunan produksi urine
(<0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat sebelum hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan dan seharusnya digunakan sebagai tambahan
pertimbangan klinis.

E. Pemeriksaan Penunjang

Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, fungsi lumbal, analisis dan kultur urin, serta foto
dada. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah. Pada
pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia dengan perge seran ke kiri (imatur:total
seri granulosit>0,2). Selain itu dapat dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan
reaktans fase akut seperti C-reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis
sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka sepsis
(Mansjoer,2000:509 ).

F. Penatalaksanaan Medis

1. Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed therapy) Early goal
directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen jaringan yang diukur dengan
saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri. Pendekatan ini telah menunjukkan
peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan
tekanan darah yang standar. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai
berikut:

a. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg

b. Tekanan arterial rata-rata (MAP) 265mmHg

c. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) ≥70%

d. Urine output 20,5ml/kg/jam (menggunakan transfusi, agen inotropik, dan oksigen


tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik).

2. Tiga kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis

a.Terapi cairan

Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse capillary leakage, preload
menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakn tindakan utama.

b. Terapi vasopressor

Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion
adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine, dopamine, epinephrine, phenylephrine.

c. Terapi inotropik

Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien syok septik mengalami hiperdinamik, tetapi
kontraktilitas miokardium yang dinilai dari ejection fraction mengalami gangguan.
Kebanyakan pasien mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropic:
dobutamine, dopamine, dan epinephrine.

G. Komplikasi

Komplikasi bervariasi berda sarkan etiologi yang menda sari. Potensi komplikasi yang
mungkin terjadi meliputi :

1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute
respiratory distress syndronme)

Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya
cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps
paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan
hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar
kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas
paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya
tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlkannya jika pasien
mengalami ALI ARDS setelah resusitasi cairan.

2. Disseminated lntravascular Coagulation (DIC)

Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus
sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama. sistem fibrinolitik, yang normalnya
bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral
umpan balik dimana kedua system diaktifkan secara konstan dan difus-bekuan yang baru
terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat
thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil
yang lebih buruk.

3. Gagal jantung

Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan mekanisme yang
diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langs ung molekul inflamasi ketimbang
penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan,
yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium. (MCI), terutama
pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering
mey ebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan
diberikan bila tidak dianjurkan.

4. Gangguan fungsi hati

Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan peningkatan
bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh
kecuali pasien mempunyai status henmodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.

5. Gagal ginjal

Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal ginjal pada
keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan
pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi
yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis)
diindikasikan.

6. Sindroma disfungsi multiorgan

Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan
homeostasis.

a. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada
organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang
berat.

b. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang
menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengka jian Primer

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

a. Airway

Yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau
nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU.

b. Breathing

Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan, kaji
saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk
mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.

c. Circulation

Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan, monitoring tekanan
darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang infuse dengan menggunakan
canul yang besar, berikan cairan koloid - gelofusin atau haemaccel, pasang kateter, lakukan
pemeriksa an darah lengkap, siapkan untuk pemeriksaan kultur, catat temperature,
kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 360c, siapkan pemeriksaan urin
dan sputum, berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak
ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.

e. Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat
sumber infeksi lainnya.

2. Pengkajan Sekunder

a. Aktivitas dan istirahat

Subyektif: Menurunnya tenaga'kelelahan dan insomnia

b. Sirkulasi

1) Subyektif

jantung bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)

2) Obyektif Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut (shock)

3) Heart rate : takikardi biasa terjadi

4) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen

pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG

sering menunjukkan normal

5) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyan osis

bjasa teriadi (stadium lanjut)

c. Integritas Ego

1) Subyektif

kematian

: Riwayat pembedahan

2) Obyektif
mental.

d. Makanan/Cairan

1) Subyektif: Kehilangan selera makan, nausea

e. Neurosensori

Keprihatinan'ketakutan, peras aan dekat dengan

2) Obyektif : Formasi edema/perubahan

Restlessne ss, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan

hilang/melemahnya bowel sounds

f. Respirasi hunger"

Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,

disfungsi motorik berat badan,

1) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokokinhal asi gas, infeksi pulmolal diffuse, kesulitan
bernafas akut atau khronis, air

2) Obyektif: Respirasi : rapid, swallow, grunting

B. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

2. Pemenuhan O2 kurang dari kebutuhan b/d penurunan perfusi jaringan.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d terganggunya system pencernaan.

C. Intervensi

No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan integritas
kulit/jaringan berhubungan  Identifikasi penyebab gangguan intergritas
dengan perubahan sirkulasi kulit
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan
tulang
 Bersihkan parineal dengan air hangat
 Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering
 Anjurkan menggunakan pelembab

2.  Lakukan pengkajian
Pemenuhan O2 kurang dari  Meningkatkan pasokan oksigen:
kebutuhan b/d penurunan perfusi Memastikan pasien mendapatkan oksigen
jaringan. tambahan melalui alat bantu pernapasan
seperti nasal kanul, masker oksigen, atau
ventilator jika diperlukan.
 Memantau tanda-tanda vital:

 Melakukan pemantauan terus-menerus


terhadap tanda-tanda vital pasien seperti
saturasi oksigen (SpO2), tekanan darah,
denyut nadi, dan pernapasan untuk
memantau kebutuhan oksigen dan respons
terhadap terapi.
 Meningkatkan perfusi jaringan:

 Memastikan aliran darah yang adekuat ke


jaringan dengan memperbaiki sirkulasi
melalui posisi tidur yang optimal,
melakukan pijatan atau stimulasi pada
area yang terkena, atau menggunakan
terapi kompres hangat atau dingin.
 Mengurangi beban kerja jantung:

 Memberikan istirahat yang cukup bagi


pasien, menghindari aktivitas yang berat,
dan memberikan obat-obatan yang dapat
membantu memperbaiki fungsi jantung.

 Edukasi pasien dan keluarga:

 Memberikan informasi kepada pasien dan


keluarga mengenai pentingnya pemenuhan
oksigen yang adekuat, tanda-tanda dan
gejala penurunan perfusi jaringan, serta
tindakan yang harus dilakukan dalam
situasi darurat.

 Penting untuk mencatat bahwa intervensi


yang tepat akan bergantung pada kondisi
pasien dan rekomendasi dari tenaga medis
yang berwenang. Jika Anda atau
seseorang yang Anda kenal mengalami
masalah pemenuhan oksigen yang kurang
dari kebutuhan, segera konsultasikan
dengan profesional medis untuk evaluasi
dan penanganan yang tepat.

3.  Lakukan pengkajian
Nutrisi kurang dari kebutuhan
b/d terganggunya system  Meningkatkan asupan nutrisi yang sesuai
pencernaan. dengan tubuh

 Memberikan makanan yang mudah


ditelan dan dicerna, terutama jika terdapat
kesulitan menelan

 Mengidentifikasi dan mengatasi faktor-


faktor yang dapat mempengaruhi asupan
nutrisi, seperti infeksi, luka bakar, atau
gangguan gastrointensial.
 Memberikan dukungan psikologis

 Memberikan edukasi kepada pasien dan


keluarga mengenai pentingnya nutrisi
yang adekuat dan cara meningkatkan
asupan nutrisi.
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik (inflammatory
sytemic rection) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus, jamur atau parasit. Selain
itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya kuman-kuman yang beproliferasi dalam darah
dan osteomyelitis yang menahun. Efek yang sangat berbahaya dari sepsis adalah terjadinya
kerusakan organ dan dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ.

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri
aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus, bakteri gram negative yang
sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp,
dan Proteus Sp.

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke
dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan
disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbul reaksi inflamasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8.

Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000, Rencana Perawatan, Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.

Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Staf pengajar Imu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info

Medika Jakarta.

Mutaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem

Pernapasan : Salemba

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

Defnisi dan Indikator Diagnostik. Jakartu : Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Stan dar Luaran Keperawatan Indonesia

Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:

Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai